Anda di halaman 1dari 5

Peran pertahanan epitel hidung serta

higiene tangan, hidung dan tidur dalam menghadapi infeksi virus


SARCS-Corona 2

Retno S Wardani, Natasha Supartono


Departemen Ilmu Penyakit THT-KL
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RS Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta

Pendahuluan
Infeksi virus saluran napas atas sering terjadi dengan derajat yang bervariasi di
seluruh dunia. Beberapa virus yang sering menyerang saluran napas antara lain
influenza, parainfluenza, adenovirus, human coronavirus, dan enterovirus. Virus
corona sudah ada sejak zaman dahulu. Selama puluhan tahun ini tidak ada seorang
ilmuwan yang berusaha membuat vaksin atau pencegahan terhadap virus tersebut
karena pada prinsipnya semua infeksi virus dapat sembuh dengan sendirinya (self-
limiting disease), termasuk infeksi virus SARS-corona 2.
Virus SARS-corona 2 yang mengakibatkan COVID-19 (corona virus disease 2019)
adalah virus yang menginfeksi saluran napas atas dan bawah; serta dapat
mengakibatkan gagal napas berat yang terjadi dengan cepat, diikuti gagal banyak
organ tubuh dan berakibat kematian. Penyakit virus korona-19 pertama kali
ditemukan di kota Wuhan, Cina pada akhir Desember 2019.
Infeksi virus ini dapat menunjukkan gejala seperti selesma yang ringan, seperti
demam, batuk, nyeri tenggorok, dan pilek. Gejala berbahaya yang harus diwaspadai
adalah sesak napas akibat pneumonia, dan jika tidak diatasi dengan baik
mengakibatkan gagal napas akut, gagal organ tubuh seperti hati, ginjal dan organ
tubuh penting lainnya.
Penyakit ini sangat mudah menular dan mengakibatkan pandemi, karena jumlah
kasusnya ditemukan hampir di seluruh belahan dunia. Hingga hari ini, tanggal 10
Maret 2020, berdasarkan dashboard berbasis situs interaktif untuk menelusuri
COVID-19 dalam waktu riil, didapatkan kasus yang terkonfirmasi 113.710, dengan
total kesembuhan 63.663, dan yang mengakibatkan kematian sebanyak 4.012 pasien.
https://www.thelancet.com/pdfs/journals/laninf/PIIS1473-3099(20)30120-1.pdf
Kasus kesembuhan jarang diberitakan dan yang lebih diberitakan adalah laju
pertambahan kasus penularan dan kematian. Angka kasus kematian dibandingkan
kasus terkonfirmasi (case fatality rate) adalah 3.5%, lebih rendah dibandingkan
dengan infeksi SARS-CoV yaitu 9.5% dan MERS-CoV sebesar 35%, maupun infeksi
virus Ebola sebesar 63%.
Walaupun demikian, seiring dengan konsep mencegah lebih baik daripada mengobati,
maka diperlukan pemahaman yang lebih mendalam tentang usaha-usaha pencegahan
terjadinya infeksi virus; dan jika sudah terinfeksi maka durasi sakit harus sesingkat
mungkin serta gejalanya seringan mungkin.
Dalam menghadapi ancaman infeksi virus corona, sistem pertahanan saluran napas
atas terutama hidung harus berfungsi dengan baik. Pertahanan epitel (selaput lendir)
hidung terhadap paparan virus, bakteri dan partikel yang berbahaya memerlukan
respons tubuh yang kompleks. Epitel kolumner bertingkat semu bersilia pada hidung
dan sinus paranasal merupakan sistem imunitas alamiah (innate immune system) yang
dapat mengeliminasi virus dengan efektif dan efisien.
Gerakan masyarakat hidup sehat (GERMAS) termasuk cuci tangan 6 langkah dengan
tepat, menutup mulut saat bersin dan batuk dengan bagian atas lengan atau
menggunakan masker pada saat sakit adalah usaha pencegahan umum terhadap
penyebaran infeksi virus saluran napas, termasuk virus corona. Secara khusus usaha-
usaha meningkatkan fungsi pertahanan epitel saluran napas atas, dapat dilakukan
dengan menjaga higiene hidung. Tidur berkualitas dan cukup serta bernapas melalui
hidung pada saat tidur juga akan meningkatkan kualitas pertahanan epitel hidung dan
saluran napas atas.

Sistem Imunitas Alamiah dan Modulasi Sistem Imunitas Alamiah pada


Patogenesis Virus SARS-corona
Pada saat infeksi virus, sel epitel hidung dapat mengenali virus dan memproduksi
berbagai molekul anti-virus dengan cepat. Mekanisme ini merupakan respons sistem
imunitas alamiah, dan dibuktikan dengan temuan peptida, protein serta molekul
organik pada lapisan mukus (palut lendir) hidung, di antaranya adalah interferon
(IFN), Lactoferrin (LF), β-defensin (BDs) dan Nitric oxide (NO).
Interferon (IFN- α dan IFN – β) merupakan agen antiviral pertama yang diproduksi
sebagai respon terhadap infeksi virus. IFN- α dan IFN – β diekspresikan oleh sel
epitel dan akan berikatan dengan kompleks reseptor IFN tipe I. Sinyal dari interferon
akan memicu sintesis berbagai macam protein yang secara selektif akan menghambat
replikasi dan sintesis protein virus.
Lactoferrin (LF) merupakan anggota dari kelompok transferrin. LF diproduksi oleh
sel epitel hidung dan merupakan anti-virus terhadap virus DNA dan RNA, termasuk
RSV dan rinovirus. Lactoferrin berperan dalam mencegah masuknya virus ke dalam
sel inang dengan menghambat reseptor sel atau secara langsung berikatan dengan
partikel virus.
β-defensin (BDs) terdapat di dalam tubuh manusia dalam jumlah yang berlimpah dan
merupakan peptida antimikrobial yang diekspresikan oleh permukaan epitel hidung.
Selain berperan sebagai antimicrobial, peptida kationik ini juga memiliki peran
sebagai antivirus. β-defensin manusia dapat menghambat terjadinya replikasi virus
dengan menghalangi kerja sel T, monosit, sel dendritik dengan memicu produksi
sitokin oleh sel epitel dan berikatan langsung dengan virus.
Sel epitel hidung memproduksi NO (nitric oxide) dalam jumlah yang tinggi. Peran
NO sebagai antiviral dibuktikan pada beberapa penelitian yang menunjukkan
peningkatan replikasi virus pada sel epitel saluran napas pasien dengan fibrosis kistik
karena produksi NO yang menurun. Selain itu NO berperan dalam sinkronisasi
ventilasi dan perfusi di paru.
Infeksi virus corona dapat memodulasi sistem imunitas alamiah melalui proses
pembajakan dan pembungkaman proses sinyal yang diinisiasi oleh IFN. Pada
penelitian menggunakan micro-array untuk mengukur transkripsi sitokin
menggunakan sel mononuklear darah tepi dari pasien yang terinfeksi, didapatkan
bahwa sitokin pro-inflamasi akan mengalami peningkatan, tetapi tidak ditemukan atau
sedikit sekali ditemukan IFN- α dan IFN – β. SARS-CoV menggunakan protein ACE2
pada permukaan sel epitel bersilia dan pneumosit alveolar tipe II sebagai tempat
masuknya. Virus akan memodulasi dan meregulasi lingkungan intraselular, sehingga
virus dapat mengambil alih sistem komunikasi sel pada imunitas alamiah, imunitas
adaptif, jejaring apoptosis dan sinyal selular (cell stress signaling), akibatnya akan
terjadi badai sitokin (cytokine storm) yang bersifat destruktif di paru, kegagalan
banyak organ dan kematian.

Higiene Tangan, Hidung dan Tidur Untuk Upaya Promotif dan Preventif
Terhadap Infeksi Virus
Gaya hidup sehat dan optimalisasi daya tahan tubuh dapat dilakukan untuk mencegah
terjadinya infeksi virus, yaitu dengan tmenjaga kebersihan diri serta hidup teratur.
Keteraturan dapat tercermin dalam pola kebiasaan makan, olahraga dan tidur yang
baik dan seimbang.
Cuci tangan adalah saran terbaik untuk mencegah kita dari COVID-19. Tangan adalah
sumber penularan. Kita tidak dapat mengendalikan benda yang kita sentuh, dan orang
lain yang menyentuh benda itu terlebih dahulu; namun kita dapat menjaga higiene
tangan kita sendiri.
Cuci tangan dengan air dan sabun merupakan cara jitu melawan virus, dan yang
terbaik. Agar cuci tangan tepat dan baik, pertama-tama semua cincin dan perhiasan
harus dilepaskan dari jemari dan tangan. Sabun akan memecah lapisan lemak virus
dan membuat virus tidak mampu menginfeksi kita. Selanjutnya, sabun akan membuat
kulit tangan menjadi licin dan pada saat diusap berkali-kali, maka virus dapat
terbunuh dan terbilas.
Cuci tangan yang baik dan efektif harus mengikuti tahapan 6 langkah dan dilakukan
selama 20 – 30 detik. Enam langkah cuci tangan adalah 1). Meratakan sabun dengan
kedua telapak tangan, 2). Menggosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri
menggunakan tangan kanan dan sebaliknya, 3). Menggosok sela-sela jari dengan
telapak tangan berhadapan, 4). Mengunci jemari kanan dan kiri serta menggosok
buku-buku jari, 5) Menggosok berputar ibu jari tangan kiri dengan genggaman tangan
kanan dan sebaliknya, 6) Menggosok berputar ujung jemari tangan kanan pada
telapak tangan kiri dan sebaliknya.
Cuci hidung merupakan kebiasaan untuk menjaga kesehatan saluran napas atas yang
dikenal dalam tradisi pengobatan Ayuverda. Praktek mengalirkan cairan ke dalam
hidung serta mengeluarkannya kembali merupakan prinsip dari istinyaq dalam
berwudlu umat Muslim. Ilmu Kedokteran Barat mengadopsi praktek kesehatan ini
sejak akhir abad ke-19, untuk mencegah dan mengobati infeksi saluran napas atas
pada dewasa dan anak-anak juga pada kasus rinosinusitis dan rinitis alergi. Di era
sekarang, cuci hidung digunakan untuk mendukung program pencegahan resistensi
antibiotika, karena dapat mencegah penggunaan antibiotika yang tidak rasional dan
jumlah antibiotika yang digunakan.
Cuci hidung bekerja secara mekanik dengan membersihkan mukosa hidung secara
langsung dengan menurunkan kekentalan lendir. Proses mekanik ini dapat
meningkatkan kemampuan bersihan mukosilia (mucociliary clearance) dalam
membilas antigen, partikel virus, bakteri, jamur dan mediator-mediator inflamasi,
seperti prostaglandin dan leukotrien. Cuci hidung berperan dalam menurunkan beban
proses inflamasi serta menjaga integritas epitel hidung sehingga dapat menjalankan
fungsi pertahanan mekanik dan imunitas alamiah.
Untuk orang Indonesia, disarankan untuk melakukan cuci hidung dengan cairan infus
NaCl 0.9%, karena larutan ini terjaga kebersihannya dan bersifat isotonik, serupa
dengan sekret hidung. Membuat larutan cuci hidung dengan garam dapur tidak
diperbolehkan. Cuci hidung yang benar adalah jika cairan NaCl 0.9% yang
disemprotkan di salah satu lubang hidung mengalir ke luar melalui hidung di sisi
lainnya. Volume NaCl 0.9% yang dianjurkan adalah 10 – 30 cc. Spuit 10 cc tanpa
jarum adalah alat cuci hidung yang digunakan beserta dengan transofix untuk
menusuk karet bagian atas botol infus, untuk memudahkan cairan infus keluar dan
ditempatkan di cangkir atau mangkok yang bersih.
Cuci hidung memang belum dapat dibuktikan sebagai tindakan pencegahan dan
pengobatan infeksi virus corona sesuai dengan kaidah Ilmu Kedokteran Berbasis
Bukti (evidence based medicine), tetapi telah dibuktikan dapat mengurangi durasi
sakit ISPA akibat virus dan bakteri, serta mencegah terjadinya spektrum penyakit
yang lebih berat.
Tidur teratur dan berkualitas sesuai dengan ritme sirkardian telah dibuktikan
berhubungan dengan peningkatan sistem imunitas alamiah. Ritme sirkardian adalah
variasi harian aktivitas perilaku dan aktivitas biologik yang berasal dari kemampuan
intrisik organisme untuk menyelaraskan dirinya dengan siklus gelap / terang 24 jam
dengan lingkungannya. Ritme ini berasal dari jam biologik internal yang akan
mengatur berbagai aspek fisiologi manusia, termasuk siklus bangun dan tidur, variasi
harian tekanan darah, suhu tubuh dan hormon kortisol. Kecukupan hormon kortisol
yang akan meningkat pada pagi hari sesudah bangun tidur, ditentukan oleh pelepasan
hormon melatonin yang mencukupi dan diperoleh jika terjadi keseimbangan tidur
dangkal dan dalam. Tidur adalah investasi kesehatan, dan harus diusahakan agar
terjamin kualitasnya, dengan cara tidur dalam keadaan gelap, suasana tenang dan suhu
kamar yang nyaman.

Penutup
Infeksi virus SARS-corona2 merupakan masalah global yang akan memicu
kemanusiaan dan sikap tolong menolong antar manusia. Proses penularan antar
manusia yang dipicu oleh mutasi genetik human corona virus, menyadarkan kita
tentang kerapuhan dan kerentanan manusia. Upaya promotif dan preventif untuk diri
sendiri dan orang yang kita cintai dapat dilakukan dengan lebih spesifik melalui
peningkatan pertahanan epitel saluran napas atas dan sistem imunitas alamiah dengan
cuci tangan, cuci hidung dan tidur cukup berkualitas. Menggunakan masker dan
melakukan isolasi mandiri bagi yang terinfeksi virus SARS-corona 2 atau pun virus-
virus yang lain merupakan bentuk penghargaan terhadap hak sehat orang lain.
Mulianya kita yang melaksanakannya – mulianya manusia.

Kepustakaan
1. Vareille M, Kieninger E, Edwards MR, Regamey N. The airway epithelium:
soldier in the fight against respiratory viruses. Clinical microbiology reviews.
2011 Jan 1;24(1):210-29.
2. Frieman M, Baric R. Mechanisms of severe acute respiratory syndrome
pathogenesis and innate immunomodulation. Microbiol. Mol. Biol. Rev.. 2008
Dec 1;72(4):672-85.
3. Principi N, Esposito S. Nasal irrigation: an imprecisely defined medical
procedure. International journal of environmental research and public health. 2017
May;14(5):516.
4. Goodman B. The power of hand-washing to prevent coronavirus.
https://www.medscape.com/viewarticle/926373. Dibaca pada tanggal 10 Maret
2020.
5. Majde JA, Krueger JM. Links between the innate immune system and sleep.
Journal of Allergy and Clinical Immunology. 2005 Dec 1;116(6):1188-98.
6. Haspel JA, Anafi R, Brown MK, Cermakian N, Depner C, Desplats P, Gelman
AE, Haack M, Jelic S, Kim BS, Laposky AD. Perfect timing: circadian rhythms,
sleep, and immunity—an NIH workshop summary. JCI insight. 2020 Jan 16;5(1).

Anda mungkin juga menyukai