Anda di halaman 1dari 24

CASE REPORT SESSION

Neonatal Hiperbilirubinemia

Disusun oleh:
Anniisa Nurmalia 130112190553

Preseptor:
Dewi Purnama, dr., Sp.A.

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN-UNIVERSITAS PADJADJARAN

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOTA BANDUNG

BANDUNG

2021
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Data Pasien

 Nama : Bayi FR

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Tanggal Lahir : 13 April 2018

 Usia : 6 Hari

 Alamat : Cilengkrang

 Tanggal Pemeriksaan : 19 April 2020

Data Orang Tua

 Nama Ibu : Ny. S

 Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

 Pendidikan terakhir : Sekolah Dasar

B. ANAMNESIS

Keluhan Utama: Badan kuning (17/04/2021)

Sejak 2 hari SMRS, ibu pasien merasa anaknya terlihat kuning. Warna kuning tampak

pertama kali pada mata dan kelopak mata yang semakin lama semakin kuning kemudian

menyebar ke badan, tungkai dan lengan. Keluhan kuning disertai dengan penderita

tampak mengantuk, dan malas menetek. Keluhan kuning tidak disertai sesak, panas
badan, kejang ataupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak tampak seperti dempul

dan buang air kecil tidak tampak berwarna seperti teh pekat. Karena keluhannya,

penderita dianjurkan dirawat di RSUD Kota Bandung.

Penderita lahir dari seorang ibu P2A2 yang merasa hamil 8 bulan, KPD (+) letak kepala,

spontan, langsung menangis, ditolong SpOG, selama hamil kontrol secara teratur ke

bidan. Selama hamil ibu sehat. Riwayat sakit kuning selama hamil tidak ada. Ibu

penderita hanya meminum obat-obatan dan vitamin yang diberikan oleh dokter. Berat

badan lahir 2200 gram,dan panjang badan lahir 45 cm. Riwayat memelihara binatang

peliharaan seperti ayam, kucing tidak ada. Ayah pasien bekerja di peternakan ayam.

Riwayat kuning pada anak sebelumnya tidak ada. Golongan darah ibu A, rhesus tidak

diketahui. golongan darah ayah tidak diketahui. Sedangkan golongan darah pasien AB+.

pasien sudah mendapat imunisasi Hepatitis B dan polio.

C. PEMERIKSAAN FISIK (23/04/2021)

Keadaan umum: Tampak sakit sedang, ikterik

Kesadaran: State 4

Antropometri

 Berat badan : 2245 g

 Tinggi badan : 45 cm

 IMT : 10,59

 Status gizi : Gizi baik

Tanda-tanda vital

 Tekanan darah :-
 Nadi : 145 kali/menit, reguler

 Laju napas : 38 kali/menit

 Suhu : 36,7 ℃

Kepala : Simetris, ubun-ubun besar datar

 Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

 Hidung : Pernapasan cuping hidung (-)

 Mulut : Perioral sianosis (-), palatum intak, makroglossal (-)

Leher : Retraksi suprasternal (-), KGB tidak teraba membesar

Toraks : Bentuk dan gerak simetris, retraksi interkostal (-)

 Cor : Bunyi jantung murni (S1, S2) reguler, murmur (-)

 Pulmo : BVS kiri=kanan, ronki (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen : Permukaan datar, permukaan lembut, hernia umbilikalis (-), bising

usus (+) normal, hepar dan lien tidak teraba

Genitalia : Laki-laki, testis di dalam skrotum

Anus : Anal dimple (+), BAB (+)

Ekstremitas : Akral hangat, CRT < 3”, Ikterus (+)

Neurologis :

 Refleks moro (+) lemah

 Refleks grasping (+) lemah

 Refleks sucking (+) lemah

 Refleks rooting (+) lemah


Indeks Kramer : Kramer 5 (kuning seluruh tubuh (telapak tangan dan kaki))

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kadar Bilirubin (19/04/2021)

 Bilirubin total : 18,74 mg/dL (meningkat)

 Bilirubin direk : 1,27 mg/dL

 Bilirubin indirek : 17,47 mg/dL (meningkat)

E. DIAGNOSIS BANDING

 Neonatal Hiperbilirubinemia Fisiologis + Berat Badan Lahir Rendah

 Neonatal Hiperbilirubinemia ec Biliary Atresia + Berat Badan Lahir Rendah

 Neonatal Hiperbilirubinemia ec Breastfeeding Jaundice + Berat Badan Lahir

Rendah

 Neonatal Hiperbilirubinemia ec ABO/Rh inkompatibilitas + Berat Badan

Lahir Rendah

 Neonatal Hiperbilirubinemia ec Infeksi Virus + Berat Badan Lahir Rendah

 Neonatal Hiperbilirubinemia ec Infeksi Bakteri + Berat Badan Lahir Rendah

 Neonatal Hiperbilirubinemia ec Defisiensi G6DP + Berat Badan Lahir

Rendah

F. DIAGNOSIS KERJA

Neonatal Hiperbilirubinemia Fisiologis + Berat Badan Lahir Rendah

G. TATALAKSANA

 Pertahankan suhu optimal 36,6-37,5C

 Fototerapi

 ASI/SF 8x50 cc

H. USULAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan darah rutin  untuk konfirmasi diagnosis infeksi


 Tes Coomb  untuk konfirmasi diagnosis yang disebabkan oleh hemolisis

 Pemeriksaan enzim G6DP  untuk konfirmasi diagnosis defisiensi G6DP

I. PROGNOSIS

Quo ad vitam : ad bonam

Quo ad functionam : ad bonam

Quo ad sanationam : ad bonam


BAB II
PEMBAHASAN

1. Definisi

Hiperbilirubinemia pada neonatus adalah akumulasi bilirubin akibat produksi


yang melebihi eliminasi dan ditandai dengan pewarnaan kuning pada kulit, sklera, dan
mukosa.

2. Epidemiologi

Hiperbilirubinemia merupakan hal yang umum terjadi dan biasanya


merupakan masalah yang benign pada neonatus. Jaundice dapat dilihat pada minggu
pertama kehidupan pada 60% bayi aterm dan 80% pada bayi preterm. Ikterus
neonatorum juga ditemukan lebih sering terjadi pada ras Oriental.

Secara keseluruhan, 6-7% dari bayi aterm memiliki nilai bilirubin indirek
kurang dari 12.9 mg/dL dan kurang dari 3% memiliki nilai lebih dari 15 mg/dL.
Faktor risiko untuk indirek hiperbilirubinemia diantaranya adalah usia ibu, ras (cina,
jepang, korea dan native amerika), maternal diabetes, prematuritas, obat-obatan (vit
K3, novobiocin), polisitemia, bayi laki-laki, trisomi 21, cephalohematoma, induksi
oksitosin, pemberian asi, penurunan berat badan (dehidrasi atau deprivasi kalori), dan
riwayat keluarga atau saudara yang mengalami jaundice fisiologis. Pada bayi yang
tidak memiliki risiko ini, bilirubin indirek jarang naik hingga diatas 12 mg/dL

3. Klasifikasi

a. Ikterus fisiologis
Terjadi setelah hari pertama kehidupan. Ditandai dengan keadaan umum
bayi baik, berat badan naik, dan kuning menghilang pada minggu ke 1-2 pasca
kelahiran.
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan mencapai
puncaknya sekitar 6-8mg/dL pada hari ketiga kehidupan, kemudian akan
menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar
1 mg/dL selama 1-2 minggu. Sedangkan pada bayi kurang bulan, peningkatan
kadar bilirubin tidak terkonjugasi lebih tinggi (10-12mg/dL) dan terjadi lebih
lama.
b. Ikterus patologis
Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ditandai dengan peningkatan
bilirubin serum >5mg/dL/24 jam atau kadar bilirubin terkonjugasi >2mg/dL
(>20% bilirubin total), disertai dengan demam atau tanda sakit (muntah,
letargi, penurunan berat badan, apnea, takipnea), dan ikterus menetap sesudah
8 hari pada bayi cukup bulan atau sesudah 14 hari pada bayi kurang bulan.

4. Etiologi

a. Ikterus fisiologis
 Peningkatan sintesis bilirubin: akibat masa hidup eritrosit yang lebih
singkat (90 hari), dan peningkatan degradasi eritrosit dalam sumsum
tulang sebelum ke sirkulasi (eritropoiesis inefektif).
 Penurunan binding dan trasnport: penurunan hepatik uptake
bilirubin dari plasma karena penurunan albumin dan protein transfer
hepar ligandin.
 Gangguan konjugasi dan eksresi: penurunan aktivitas UDPGT (1%
dari level dewasa pada usia ke-7 hari) pada hepar neonatus 
penurunan konjugasi mono- dan glucoronide bilirubin yang dapat
dieksresikan di empedu.
 Meningkatkan sirkulasi enterohepatik: bilirubin direk tidak stabil
dan dapat dihidrolisis oleh enzim β-glucoronidase untuk menjadi
bilirubin indirek  diserap di usus dan kembali ke hepar (sirkulasi
enterohepatik).
b. Ikterus patologis
 Kelainan produksi bilirubin:
o Penyaikit hemolitik (inkompatibilitas Rh dan ABO)
 Inkompatibilitas Rh: alloimunisasi ketika Rh + fetus
melewati Rh – ibu. Respon awal ibu dengan
membentuk Ig M yang tidak melewati plasenta, yang
kemudian terbentuk Ig G.
 Inkompatibilitas ABO: hemolisis terjadi ketika
golongan darah anak A atau B dengan ibu yang
bergolongan darah O.
o Defisiensi enzim sel darah merah (defisiensi G6DP, piruvat
kinase)
 Def. G6DP: fungsinya untuk mencegah kerusakan
oksidatif pada eritrosit.
 Def. Piruvat kinase: ditemukan pada pasien dengan
anemia, jaundice, dan retikulositosis.
o Hemoglobinopati
o Infeksi
 Meningkatkan konsetrasi bilirubin melalui hemolisis,
dan mungkin juga menganggu konjugasi  penurunan
eksresi bilirubin.
o Peningkatan jumlah eritrosit (sekuestrasi darah, polisitemia,
bayi dari ibu yang diabetes)
 Sekuestrasi darah: ekstravasasi darah seperti memar,
cephalhematoma, dan perdarahan intrakranial 
penghancuran RBC  >> bilirubin.
 Polisitemia: >> massa RBC  >> bilirubin
 Anak dari ibu diabetes: memiliki level eritropoietin
yang tinggi  >> eritropoiesis  polisitemia 
hiperbilirubinemia.
 Kelainan eliminasi bilirubin
o Sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan 2 (aktivitas UDPGT hampir
tidak ada dan menurun)
o Sindrom Gilbert (aktivitas glucuronidation 30% dari normal 
>> monoglucoronide)
o Sindrom Lucey-Driscoll/transient familial neonatal
hyperbillirubinemia (ditandai dengan TSB ≥20mg/dl)
 Kelainan metabolik
o Galaktosemia: jaundice, poor feeding, muntah, dan lemas.
Awalnya peningkatan bilirubin indirek kemudian menjadi
peningkatan bilirubin direk pada minggu kedua kelahiran yang
mencerminkan perkembangan penyakit hepar.
o Hipotiroidisme: jaundice yang berangsur lama ditemukan pada
10% bayi. Hal ini disebabkan karena defisiensi aktivitas
UDPGT. Pengobatan hipotiroidisme memperbaiki
hiperbilirubinemia.
 Peningkatan sirkulasi enterohepatik
o Obstruksi gastrointestinaal (atresia duodenum, stenosispilorus)
 Obat-obatan
o Aspirin, seftrakson, sulfonamid: mengisi bilirubin-binding site
pada albumin  >> bilirubin indirek
c. Ikterus karena ASI
 Breast-feeding jaundice: ikterus akibat kekurangan asupan ASI
sehingga terjadi peningkatan sirkulasi enterohepatik. Timbul 7 hari
pertama saat produksi ASI belum banyak.
 Breast-milk jaundice: ikterus yang timbul akibat minum ASI (setelah
7 hari) dan akan berkurang saat ASI dihentikan. Disebabkan karena
pada ASI terdapat hasil metabolisme progesteron serta asam lemak
non-esterified yang menghambat enzim glucoronyl transferase. Selain
itu juga terdapat β-glukoronidase pada ASI yang dapat meningkatkan
sirkulasi enterohepatic bilirubin.

5. Faktor risiko

a. Faktor risiko mayor


 Sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko
tinggi
 Ikterus yang muncul dalam 24 jam pertama kehidupan
 Inkompatibilitas golongan darah dengan tes antiglobulin direk yang (+)
atau penyakit hemolitik lainnya
 Usia kehamilan 35-36 minggu
 Riwayat anak sebelumnya yang mendapat fototerapi
 Sefal hematom
 ASI eksklusif dengan cara perawatan tidak baik dan kehilangan berat
badan yang berlebihan
 Ras mongolian
b. Faktor risiko minor
 sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko
sedang
 usia kehamilan 37-38 minggu
 sebelum pulang bayi tampak kuning
 riwayat anak sebelumnya kuning
 bayi makrosomia dari ibu DM
 usia ibu > 25 tahun
c. Faktor risiko kurang
 sebelum pulang, kadar bilirubin serum total terletak pada daerah risiko
rendah
 usia kehamilan > 41 minggu
 bayi mendapat susu formula penuh
 Ras kulit hitam
 Pulang dari rumah sakit setelah 72 jam
6. Mekanisme

a. Metabolisme Bilirubin

Ketika sel darah merah telah berusia sekitar 120 hari dan telah menjadi
sangat rapuh untuk tetap berada di sistem sirkulasi, membran sel darah merah
akan ruptur dan mengeluarkan hemoglobin yang akan di fagosit oleh makrofag
jaringan (atau sistem retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hemoglobin lalu
akan terbagi menjadi globin dan heme, cincin heme lalu membuka dan
menghasilkan Fe dan 4 rantai pyrrole nuclei yang nantinya akan berubah
menjadi bilirubin. Substasi yang pertama terbentuk adalah biliverdin tetapi
secara cepat direduksi menjadi free bilirubin yang secara gradual di lepaskan
oleh makrofag ke plasma. Free bilirubin lalu berikatan dengan plasma
albumin dan dibawa melalui darah dan cairan interstitial. Dalam beberapa
jam, free bilirubin akan diserap kedalam sel hepar. Ketika memasuki sel liver,
free bilirubin akan dilepaskan dari plasma albumin lalu dikonjugasi sekitar
80% dengan glucuronic acid untuk membentuk bilirubin glucuronide, sekitar
10% dengan sulfat untuk membentuk bilirubin sulfat dan sekitar 10% dengan
substansi lain. Pada bentuk bentuk inilah bilirubin dieksresikan dari hepatosit
melalui transport aktif ke bile canaliculi dan lalu ke usus.
b. Patofisiologi

Pada periode neonatal, metabolisme bilirubin berada pada transisi antara


fetal stage dimana plasenta merupakan jalur utama dari eliminasi
unconjugated bilirubin ke stage dewasa dimana conjugated bilirubin
diekskresikan dari sel hepar ke sistem bilier dan traktus gastrointestinal.
Indirek hiperbilirubinemia dapat disebabkan oleh (1) naiknya bilirubin yang
harus dimetabolisme oleh liver (anemia hemolitik, polisitemia, berkurangnya
usia sel darah merah yang disebabkan oleh imaturitas atau transfusi sel,
naiknya sirkulasi enterohepatik, dan infeksi); (2) rusaknya atau berkurangnya
aktivitas enzim transferase atau enzim-enzim lain yang terkait (genetic
deficiency, hypoxia, infeksi, defisiensi tiroid); (3) blok dari ensim transferase
(obat-obatan).
7. Manifestasi klinis

Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.

 Gambaran klinis ikterus fisiologis:


a) Tampak pada hari ke 3,4
b) Bayi tampak sehat (normal)
c) Kadar bilirubin total <12mg%
d) Menghilang paling lambat 10-14 hari
e) Tak ada faktor risiko

f) Sebab: proses fisiologis (berlangsung dalam kondisi fisiologis)

 Gambaran klinik ikterus patologis:


a) Timbul pada umur <36 jam
b) Cepat berkembang
c) Bisa disertai anemia
d) Menghilang lebih dari 2 minggu
e) Ada faktor risiko
f) Dasar: proses patologis

8. Diagnosis

a. Anamnesis

 Keluhan utama
 Onset
 Distribusi kuning
 Keluhan penyerta
 Diagnosis banding
 Penyebab dan faktor risiko: prematur, infeksi, asidosis, asfiksia,
hipoglikemia, konsumsi obat-obatan, transfusi darah, riwayat keluarga,
riwayat memiliki hewan peliharaan

b. Pemeriksaan fisik

 Keadaan umum
Menilai ikterik: memeriksa bayi di dalam ruangan dengan pencahayaan
yang baik, nilai sklera, konjungtiva, dan kulit tubuh serta menekan
kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan
subkutan.
 Tanda-tanda vital
 Identifikasi penyebab ikterus patologis: pucat, penurunan kesadaran,
petekia, memar yang berlebihan, kehilangan BB, hepatosplenomegali
 Pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen, ekstremitas, dan anus
 Pemeriksaan status neurologis: refleks moro, refleks grasping, refleks
sucking, refleks rooting

c. Pemeriksaan penunjang

 Klinis: ikterometer Kramer atau dengan bilirubinometer


 Laboratorium: jenis pemeriksaan lihat (Gambar 66)
 Prolonged jaundice: pemeriksaan fungsi hepar (SGOT, SGPT, alkalin
fosfatase), fungsi tiroid (tiroksin/T4), pemeriksaan terhadap infeksi
virus/bakteri, dan pemeriksaan urin untuk galaktosemia.
9. Tatalaksana

Prinsip dari tatalaksana neonatal jaundice adalah dengan segera menurunkan bilirubin
indirek untuk mencegah komplikasi dengan fototerapi.

Untuk bayi sehat dan cukup bulan :

 Kadar bilirubin tidak diperiksa secara rutin, kecuali jika ikterus timbul
dalam 2 hari pertama kehidupan. Umumnya bayi sehat dipulangkan dari
rumah sakit pada usia 24-48 jam, oleh karena itu orangtua harus
diberitahukan mengenai ikterus sebelum dipulangkan.
o Follow up rutin dan hanya pemberian makan jika:
o Keadaan klinis baik
o Masa gestasi >37 minggu
o Bayi tidak mempunyai kecenderungan terjadi inkompatibilitas
ABO
o Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami anemia hemolitik
berat atau ikterus yang berat
o Ikterus menghilang pada usia >2 minggu
 Bila secara klinis tampak ikterus yang signifikan pada bayi sehat dan
cukup bulan, periksa kadar bilirubin
9.1 Fototerapi
Hiperbilirubinemia indirek dapat dikurangi dengan penyinaran cahaya
intensitas tinggi (broad spectrum white, blue, special narrow spectrum blue
lights) yang akan mengonversi bilirubin menjadi isomer yang larut air hingga
dapat diekskresikan lewat urin.
Efek terapeutik bergantung pada:
 Gelombang dari cahaya (460 nm)
 Jarak antara cahaya dan bayi (35-50 cm di atas bayi)
 Luas permukaan tubuh yang terekspos
 Kecepatan hemolisis
 Eskresi dari bilirubin
Cara kerja:
Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya -> reaksi isomerisasi. -> mengubah
bilirubin menjadi senyawa yang tidak terlalu toksik dan larut dalam air ->
diekskresikan melalui empedu atau urin.

Fototerapi intensif dilakukan jika total serum bilirubin (TSB) melebihi garis
tiap kategori
Evaluasi:
 Serum bilirubin level/4-8 jam selama 24 jam pertama
 Hematokrit/4-8 jam (pada pasien dengan hemolisis)
9.2 Transfusi Ganti
Adalah prosedur penggantian volume darah bayi dengan darah / plasma dari
donor. Dilakukan jika fototerapi gagal mendapatkan jumlah TSB dalam range
aman. Jika harus dilakukan transfusi ganti, fototerapi tetap dilakukan.
Dapat dipertimbangkan pada:
 Bilirubin total gagal turun 1-2 mg/dL dengan fototerapi intensif 4-6
jam
 Tingkat kenaikan menunjukkan bahwa tingkat akan mencapai 25
mg/dL dalam waktu 48 jam
 Konsentrasi tinggi bilirubin total serta adanya tanda awal bilirubin
ensefalopati
Penyulit transfusi ganti:
 Vaskular: emboli udara atau thrombus
 Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
 Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipo/hipernatremia, asidosis
 Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
 Penghentian transfusi ganti:
 Emboli
 Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
 Gangguan pembekuan darah karena pemakaian heparin
 Perforasi pembuluh darah
Perawatan pascatransfusi ganti:
 Lanjutkan dengan terapi sinar
 Awasi ketat kemungkinan terjadinya penyulit

9.3 Farmakologis
 Fenobarbital: dapat meningkatkan konsentrasi ligandin  >>
produksi UDPGT  >> ekskresi bilirubin. Indikasi: untuk pengobatan
CNS-II dan sindrom Gilbert. Dosis: 2,5 mg/kgBB/hari.
 Metalloprotoporphyrin: synthetic heme analog. Dosis: 6 mmol/kgBB
IM
 Albumin: neurotoksisitas karena fraksi bilirubin indirek yang tidak
berikatan dengan albumin. Dosis: 1g/kgBB dalam 2-3 jam.
 γ-globulin intravena: IVIG bekerja dengan berkompetesi dengan
sensitisasi RBC neonatus pada Fc reseptor di RES. Dosis: 1g/khBB
selama 2-4 jam, dapat diulang jika diperlukan dalam 12-24 jam.

10. Komplikasi

 Bilirubin ensefalopati: manitestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada
sistem saraf pusat yaitu. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir.
 Kern ikterus: perubahan neuropatologi, digunakan untuk keadaan klinis yang kronik
dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin
Manifestasi klinis
o Fase awal : bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan
reflek hisap buruk
o Fase intermediate : moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni
o Fase akhir : demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan
hipotoni

11. Pencegahan

 Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
untuk beberapa hari pertama
 Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada
bayi yang mendapat ASI
 Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus
 Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang
mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.
 Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang
berlebihan
 Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya
hiperbilirubinemia berat
 Memberikan informasi lisan dan tertulis pada orang tua mengenai kuning
pada bayi

12. Prognosis

Ad bonam dengan penanganan yang tepat dan dini. Buruk bila terdapat bilirubin
ensefalopati
 75% meninggal
 80% dari yang bertahan hidup memiliki choreoathetosis bilateral dengan
muscle spasm, retardasi mental, tuli, spastic quadreplegia
DAFTAR PUSTAKA

 Yuniati T, Sukadi A, Effendu SH, Primadi A, Kadi FA. Neonatologi:


Pneumonia. Dalam: Nataprawira HMN, Susanah S, Rahayuningsih SE, Garna
H, penyunting. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak. Edisi
ke-6 Jilid 2.Bandung: Unpad Press, 2020. hlm. 844-51
 Shaughnessy EE, Goyal NK. Jaundice and Hyperbilirubinemia in the
Newborn. Dalam: Robert M, Kliegman M, Joseph W, St. Geme III M, Nathan
J, Blum M, penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-21.
Philadelphia: Elsevier; 2019. Hlm 953-7
 Gomella, Gunningham, Eyal. Neonatology – Management, Procedures, On-
Call Problems, Diseases and Drugs 8th Edition. New York : Mc Graw Hill.
2020.
 Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tata Laksana Hiperbilirubinemia.
Kemenkes RI No.01.07/MENKES/240/2019

Anda mungkin juga menyukai