Neonatal Hiperbilirubinemia
Disusun oleh:
Anniisa Nurmalia 130112190553
Preseptor:
Dewi Purnama, dr., Sp.A.
BANDUNG
2021
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Data Pasien
Nama : Bayi FR
Usia : 6 Hari
Alamat : Cilengkrang
B. ANAMNESIS
Sejak 2 hari SMRS, ibu pasien merasa anaknya terlihat kuning. Warna kuning tampak
pertama kali pada mata dan kelopak mata yang semakin lama semakin kuning kemudian
menyebar ke badan, tungkai dan lengan. Keluhan kuning disertai dengan penderita
tampak mengantuk, dan malas menetek. Keluhan kuning tidak disertai sesak, panas
badan, kejang ataupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak tampak seperti dempul
dan buang air kecil tidak tampak berwarna seperti teh pekat. Karena keluhannya,
Penderita lahir dari seorang ibu P2A2 yang merasa hamil 8 bulan, KPD (+) letak kepala,
spontan, langsung menangis, ditolong SpOG, selama hamil kontrol secara teratur ke
bidan. Selama hamil ibu sehat. Riwayat sakit kuning selama hamil tidak ada. Ibu
penderita hanya meminum obat-obatan dan vitamin yang diberikan oleh dokter. Berat
badan lahir 2200 gram,dan panjang badan lahir 45 cm. Riwayat memelihara binatang
peliharaan seperti ayam, kucing tidak ada. Ayah pasien bekerja di peternakan ayam.
Riwayat kuning pada anak sebelumnya tidak ada. Golongan darah ibu A, rhesus tidak
diketahui. golongan darah ayah tidak diketahui. Sedangkan golongan darah pasien AB+.
Kesadaran: State 4
Antropometri
Tinggi badan : 45 cm
IMT : 10,59
Tanda-tanda vital
Tekanan darah :-
Nadi : 145 kali/menit, reguler
Suhu : 36,7 ℃
Neurologis :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
E. DIAGNOSIS BANDING
Rendah
Lahir Rendah
Rendah
F. DIAGNOSIS KERJA
G. TATALAKSANA
Fototerapi
ASI/SF 8x50 cc
I. PROGNOSIS
1. Definisi
2. Epidemiologi
Secara keseluruhan, 6-7% dari bayi aterm memiliki nilai bilirubin indirek
kurang dari 12.9 mg/dL dan kurang dari 3% memiliki nilai lebih dari 15 mg/dL.
Faktor risiko untuk indirek hiperbilirubinemia diantaranya adalah usia ibu, ras (cina,
jepang, korea dan native amerika), maternal diabetes, prematuritas, obat-obatan (vit
K3, novobiocin), polisitemia, bayi laki-laki, trisomi 21, cephalohematoma, induksi
oksitosin, pemberian asi, penurunan berat badan (dehidrasi atau deprivasi kalori), dan
riwayat keluarga atau saudara yang mengalami jaundice fisiologis. Pada bayi yang
tidak memiliki risiko ini, bilirubin indirek jarang naik hingga diatas 12 mg/dL
3. Klasifikasi
a. Ikterus fisiologis
Terjadi setelah hari pertama kehidupan. Ditandai dengan keadaan umum
bayi baik, berat badan naik, dan kuning menghilang pada minggu ke 1-2 pasca
kelahiran.
Pada bayi cukup bulan, kadar bilirubin tidak terkonjugasi akan mencapai
puncaknya sekitar 6-8mg/dL pada hari ketiga kehidupan, kemudian akan
menurun cepat selama 2-3 hari diikuti dengan penurunan yang lambat sebesar
1 mg/dL selama 1-2 minggu. Sedangkan pada bayi kurang bulan, peningkatan
kadar bilirubin tidak terkonjugasi lebih tinggi (10-12mg/dL) dan terjadi lebih
lama.
b. Ikterus patologis
Terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan. Ditandai dengan peningkatan
bilirubin serum >5mg/dL/24 jam atau kadar bilirubin terkonjugasi >2mg/dL
(>20% bilirubin total), disertai dengan demam atau tanda sakit (muntah,
letargi, penurunan berat badan, apnea, takipnea), dan ikterus menetap sesudah
8 hari pada bayi cukup bulan atau sesudah 14 hari pada bayi kurang bulan.
4. Etiologi
a. Ikterus fisiologis
Peningkatan sintesis bilirubin: akibat masa hidup eritrosit yang lebih
singkat (90 hari), dan peningkatan degradasi eritrosit dalam sumsum
tulang sebelum ke sirkulasi (eritropoiesis inefektif).
Penurunan binding dan trasnport: penurunan hepatik uptake
bilirubin dari plasma karena penurunan albumin dan protein transfer
hepar ligandin.
Gangguan konjugasi dan eksresi: penurunan aktivitas UDPGT (1%
dari level dewasa pada usia ke-7 hari) pada hepar neonatus
penurunan konjugasi mono- dan glucoronide bilirubin yang dapat
dieksresikan di empedu.
Meningkatkan sirkulasi enterohepatik: bilirubin direk tidak stabil
dan dapat dihidrolisis oleh enzim β-glucoronidase untuk menjadi
bilirubin indirek diserap di usus dan kembali ke hepar (sirkulasi
enterohepatik).
b. Ikterus patologis
Kelainan produksi bilirubin:
o Penyaikit hemolitik (inkompatibilitas Rh dan ABO)
Inkompatibilitas Rh: alloimunisasi ketika Rh + fetus
melewati Rh – ibu. Respon awal ibu dengan
membentuk Ig M yang tidak melewati plasenta, yang
kemudian terbentuk Ig G.
Inkompatibilitas ABO: hemolisis terjadi ketika
golongan darah anak A atau B dengan ibu yang
bergolongan darah O.
o Defisiensi enzim sel darah merah (defisiensi G6DP, piruvat
kinase)
Def. G6DP: fungsinya untuk mencegah kerusakan
oksidatif pada eritrosit.
Def. Piruvat kinase: ditemukan pada pasien dengan
anemia, jaundice, dan retikulositosis.
o Hemoglobinopati
o Infeksi
Meningkatkan konsetrasi bilirubin melalui hemolisis,
dan mungkin juga menganggu konjugasi penurunan
eksresi bilirubin.
o Peningkatan jumlah eritrosit (sekuestrasi darah, polisitemia,
bayi dari ibu yang diabetes)
Sekuestrasi darah: ekstravasasi darah seperti memar,
cephalhematoma, dan perdarahan intrakranial
penghancuran RBC >> bilirubin.
Polisitemia: >> massa RBC >> bilirubin
Anak dari ibu diabetes: memiliki level eritropoietin
yang tinggi >> eritropoiesis polisitemia
hiperbilirubinemia.
Kelainan eliminasi bilirubin
o Sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan 2 (aktivitas UDPGT hampir
tidak ada dan menurun)
o Sindrom Gilbert (aktivitas glucuronidation 30% dari normal
>> monoglucoronide)
o Sindrom Lucey-Driscoll/transient familial neonatal
hyperbillirubinemia (ditandai dengan TSB ≥20mg/dl)
Kelainan metabolik
o Galaktosemia: jaundice, poor feeding, muntah, dan lemas.
Awalnya peningkatan bilirubin indirek kemudian menjadi
peningkatan bilirubin direk pada minggu kedua kelahiran yang
mencerminkan perkembangan penyakit hepar.
o Hipotiroidisme: jaundice yang berangsur lama ditemukan pada
10% bayi. Hal ini disebabkan karena defisiensi aktivitas
UDPGT. Pengobatan hipotiroidisme memperbaiki
hiperbilirubinemia.
Peningkatan sirkulasi enterohepatik
o Obstruksi gastrointestinaal (atresia duodenum, stenosispilorus)
Obat-obatan
o Aspirin, seftrakson, sulfonamid: mengisi bilirubin-binding site
pada albumin >> bilirubin indirek
c. Ikterus karena ASI
Breast-feeding jaundice: ikterus akibat kekurangan asupan ASI
sehingga terjadi peningkatan sirkulasi enterohepatik. Timbul 7 hari
pertama saat produksi ASI belum banyak.
Breast-milk jaundice: ikterus yang timbul akibat minum ASI (setelah
7 hari) dan akan berkurang saat ASI dihentikan. Disebabkan karena
pada ASI terdapat hasil metabolisme progesteron serta asam lemak
non-esterified yang menghambat enzim glucoronyl transferase. Selain
itu juga terdapat β-glukoronidase pada ASI yang dapat meningkatkan
sirkulasi enterohepatic bilirubin.
5. Faktor risiko
a. Metabolisme Bilirubin
Ketika sel darah merah telah berusia sekitar 120 hari dan telah menjadi
sangat rapuh untuk tetap berada di sistem sirkulasi, membran sel darah merah
akan ruptur dan mengeluarkan hemoglobin yang akan di fagosit oleh makrofag
jaringan (atau sistem retikuloendotelial) di seluruh tubuh. Hemoglobin lalu
akan terbagi menjadi globin dan heme, cincin heme lalu membuka dan
menghasilkan Fe dan 4 rantai pyrrole nuclei yang nantinya akan berubah
menjadi bilirubin. Substasi yang pertama terbentuk adalah biliverdin tetapi
secara cepat direduksi menjadi free bilirubin yang secara gradual di lepaskan
oleh makrofag ke plasma. Free bilirubin lalu berikatan dengan plasma
albumin dan dibawa melalui darah dan cairan interstitial. Dalam beberapa
jam, free bilirubin akan diserap kedalam sel hepar. Ketika memasuki sel liver,
free bilirubin akan dilepaskan dari plasma albumin lalu dikonjugasi sekitar
80% dengan glucuronic acid untuk membentuk bilirubin glucuronide, sekitar
10% dengan sulfat untuk membentuk bilirubin sulfat dan sekitar 10% dengan
substansi lain. Pada bentuk bentuk inilah bilirubin dieksresikan dari hepatosit
melalui transport aktif ke bile canaliculi dan lalu ke usus.
b. Patofisiologi
Bayi baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl. Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada kulit mempunyai
kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga. Sedangkan ikterus
obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning kehijauan atau kuning kotor.
Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat.
8. Diagnosis
a. Anamnesis
Keluhan utama
Onset
Distribusi kuning
Keluhan penyerta
Diagnosis banding
Penyebab dan faktor risiko: prematur, infeksi, asidosis, asfiksia,
hipoglikemia, konsumsi obat-obatan, transfusi darah, riwayat keluarga,
riwayat memiliki hewan peliharaan
b. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Menilai ikterik: memeriksa bayi di dalam ruangan dengan pencahayaan
yang baik, nilai sklera, konjungtiva, dan kulit tubuh serta menekan
kulit dengan tekanan ringan untuk melihat warna kulit dan jaringan
subkutan.
Tanda-tanda vital
Identifikasi penyebab ikterus patologis: pucat, penurunan kesadaran,
petekia, memar yang berlebihan, kehilangan BB, hepatosplenomegali
Pemeriksaan kepala, leher, thorax, abdomen, ekstremitas, dan anus
Pemeriksaan status neurologis: refleks moro, refleks grasping, refleks
sucking, refleks rooting
c. Pemeriksaan penunjang
Prinsip dari tatalaksana neonatal jaundice adalah dengan segera menurunkan bilirubin
indirek untuk mencegah komplikasi dengan fototerapi.
Kadar bilirubin tidak diperiksa secara rutin, kecuali jika ikterus timbul
dalam 2 hari pertama kehidupan. Umumnya bayi sehat dipulangkan dari
rumah sakit pada usia 24-48 jam, oleh karena itu orangtua harus
diberitahukan mengenai ikterus sebelum dipulangkan.
o Follow up rutin dan hanya pemberian makan jika:
o Keadaan klinis baik
o Masa gestasi >37 minggu
o Bayi tidak mempunyai kecenderungan terjadi inkompatibilitas
ABO
o Tidak ada riwayat keluarga yang mengalami anemia hemolitik
berat atau ikterus yang berat
o Ikterus menghilang pada usia >2 minggu
Bila secara klinis tampak ikterus yang signifikan pada bayi sehat dan
cukup bulan, periksa kadar bilirubin
9.1 Fototerapi
Hiperbilirubinemia indirek dapat dikurangi dengan penyinaran cahaya
intensitas tinggi (broad spectrum white, blue, special narrow spectrum blue
lights) yang akan mengonversi bilirubin menjadi isomer yang larut air hingga
dapat diekskresikan lewat urin.
Efek terapeutik bergantung pada:
Gelombang dari cahaya (460 nm)
Jarak antara cahaya dan bayi (35-50 cm di atas bayi)
Luas permukaan tubuh yang terekspos
Kecepatan hemolisis
Eskresi dari bilirubin
Cara kerja:
Ketika bilirubin mengabsorbsi cahaya -> reaksi isomerisasi. -> mengubah
bilirubin menjadi senyawa yang tidak terlalu toksik dan larut dalam air ->
diekskresikan melalui empedu atau urin.
Fototerapi intensif dilakukan jika total serum bilirubin (TSB) melebihi garis
tiap kategori
Evaluasi:
Serum bilirubin level/4-8 jam selama 24 jam pertama
Hematokrit/4-8 jam (pada pasien dengan hemolisis)
9.2 Transfusi Ganti
Adalah prosedur penggantian volume darah bayi dengan darah / plasma dari
donor. Dilakukan jika fototerapi gagal mendapatkan jumlah TSB dalam range
aman. Jika harus dilakukan transfusi ganti, fototerapi tetap dilakukan.
Dapat dipertimbangkan pada:
Bilirubin total gagal turun 1-2 mg/dL dengan fototerapi intensif 4-6
jam
Tingkat kenaikan menunjukkan bahwa tingkat akan mencapai 25
mg/dL dalam waktu 48 jam
Konsentrasi tinggi bilirubin total serta adanya tanda awal bilirubin
ensefalopati
Penyulit transfusi ganti:
Vaskular: emboli udara atau thrombus
Kelainan jantung: aritmia, overload, henti jantung
Gangguan elektrolit: hipo/hiperkalsemia, hipo/hipernatremia, asidosis
Koagulasi: trombositopenia, heparinisasi berlebih
Penghentian transfusi ganti:
Emboli
Hiperkalemia, hipernatremia, hipokalsemia, asidosis, hipoglikemia
Gangguan pembekuan darah karena pemakaian heparin
Perforasi pembuluh darah
Perawatan pascatransfusi ganti:
Lanjutkan dengan terapi sinar
Awasi ketat kemungkinan terjadinya penyulit
9.3 Farmakologis
Fenobarbital: dapat meningkatkan konsentrasi ligandin >>
produksi UDPGT >> ekskresi bilirubin. Indikasi: untuk pengobatan
CNS-II dan sindrom Gilbert. Dosis: 2,5 mg/kgBB/hari.
Metalloprotoporphyrin: synthetic heme analog. Dosis: 6 mmol/kgBB
IM
Albumin: neurotoksisitas karena fraksi bilirubin indirek yang tidak
berikatan dengan albumin. Dosis: 1g/kgBB dalam 2-3 jam.
γ-globulin intravena: IVIG bekerja dengan berkompetesi dengan
sensitisasi RBC neonatus pada Fc reseptor di RES. Dosis: 1g/khBB
selama 2-4 jam, dapat diulang jika diperlukan dalam 12-24 jam.
10. Komplikasi
Bilirubin ensefalopati: manitestasi klinis yang timbul akibat efek toksis bilirubin pada
sistem saraf pusat yaitu. Keadaan ini tampak pada minggu pertama sesudah bayi lahir.
Kern ikterus: perubahan neuropatologi, digunakan untuk keadaan klinis yang kronik
dengan sekuele yang permanen karena toksik bilirubin
Manifestasi klinis
o Fase awal : bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik, dan
reflek hisap buruk
o Fase intermediate : moderate stupor, iritabilitas, dan hipertoni
o Fase akhir : demam, high-pitched cry, kemudian akan menjadi drowsiness dan
hipotoni
11. Pencegahan
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12 kali perhari
untuk beberapa hari pertama
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air pada
bayi yang mendapat ASI
Semua wanita hamil harus diperiksa golongan darah ABO dan rhesus
Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan pada setiap bayi yang
mengalami ikterus dalam 24 jam pertama setelah lahir.
Pengukuran kadar bilirubin harus dilakukan jika tampak ikterus yang
berlebihan
Setiap bayi harus dinilai terhadap resiko berkembangnya
hiperbilirubinemia berat
Memberikan informasi lisan dan tertulis pada orang tua mengenai kuning
pada bayi
12. Prognosis
Ad bonam dengan penanganan yang tepat dan dini. Buruk bila terdapat bilirubin
ensefalopati
75% meninggal
80% dari yang bertahan hidup memiliki choreoathetosis bilateral dengan
muscle spasm, retardasi mental, tuli, spastic quadreplegia
DAFTAR PUSTAKA