Anda di halaman 1dari 8

PEMBAHASAN

Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah keadaan
klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi
bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih. Pada orang dewasa, ikterus akan tampak apabila
serum bilirubin >2 mg/dl sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin
>5mg/dl. Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis berupa pewaranaan kuning pada kulit,
sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu pada gambaran kadar bilirubin serum total. 1,2

Tabel 1. Derajat Jaundice menurut Kramer3

Derajat Daerah Ikterus Perkiraan kadar bilirubin (mg)


Ikterus
I Daerah kepala dan leher 5
II Sampai badan atas 9
III Sampai badan bawah hingga tungkai 11,4
IV Samapai daerah lengan, kaki bawah, lutut 12,4
V Sampai daerah telapak tangan dan kaki 16

Gambar. 1. Derajat Jaundice menurut Kramer3

Pada pasien ini didapatkan ikterik kramer V, yaitu mencapai telapak tangan dan jari
tangan, dengan perkiraan kadar bilirubin total 16mg/dl. Dalam menegakan diagnosis
hiperbilirubinemia pada neonatus harus ditentukan apakah patologis/fisiologis.
Hiperbilirubinemia patologis adalah4:
 Kuning terjadi sebelum/dalam 24 jam pertama
 Setiap peningkatan bilirubin serum memerlukan foto terapi.
 Peningkatan kadar bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
 Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap bayi (muntah,letargi,
malas menetek, BB turun cepat, apnea, tahipnea, suhu labil).
 Terdapat faktor resiko.
 Ikterus bertahan setelah 8 hari pada BCB, setelah 14 hari BKB.
 Bilirubin direk >2mg/dL.

Diluar kriteria tersebut di atas adalah batasan fisiologis. Ikterus fisiologis merupakan
masalah yang sering terjadi pada neonatus kurang maupun cukup bulan selama minggui
pertama kehidupan yang frekuensi untuk masing masingnya adalah 80% dan 50 – 60%. 5

Tabel 2. Penyebab peningkatan bilirubin indirek pada neonatus.3


Peningkatan Produksi Bilirubin Penurunan clearance
Penyakit hemolitik Prematuritas
Dimediasi oleh imun: Defisiensi G6PD
Rh alloimunization, ABO, dan inkompabilitas darah lain Inborn Errors of Metabolism:
Diturunkan: sindrom Crigler Najjar,
- Defek membran RBC : hereditary spherocytosis, sindrom Gilbert
eliptocytosis, pyropoikilocytosis, stomatocytosis Metabolik:
- Defesiensi enzim RBC : Defisiensi Glucose 6 Hipotiroid, Hipopituarism
phosphate dehydrogenase, defisiensi piruvat kinase, dsb
- Hemoglobiopathies : thalasemia alpha atau beta
Penyebab lain:
sepsis, DIC, makrosomia, pada ibu dengan DM,
polisitemia
Peningkatan sirkulasi enterohepatic:
breast milk jaundice , stenosis pilorus, adanya obstruksi
saluran pencernaan

Pasien ini merupakan bayi preterm 32 minggu. Pada bayi prematur, memiliki hepar
yang imatur sehingga fungsi hepar belum matur sehingga hanya sedikit bilirubin indirek yang
di ubah menjadi bilirubin direk. Sehingga kadar bilirubin indirek meningkat yang dapat
mengakibatkan pewarnaan ikterus pada kulit dan sclera,sehingga kejadian ikterus lebih banyak
pada bayi prematur di bandingkan bayi cukup bulan. Jaundice fisiologis normal yang di jumpai
pada bayi prematur4 :
Tabel 3. Jaundice fisiologis normal4
Jaundice Konsentrasi Bilirubin puncak Akumulasi
Muncul Hilang mg/dl umur( hr) Bilirubin
(mg/dL/day)
3-4 hr 7-9 hari 15 6-8 <5

Gambar 2. Skema Kemungkinan Penyebab Dari Neonatal Jaundice4


Pada pasien ini, pada rawat inap pertama di RSND (10/04/2019), pada usia 3 hari,
merupakan pasien rujukan dari RSUD Tugurejo denga kadar bilirubin total 26,11 mg/dL;
Bilirubin direk 0,59 mg/dL; dan bilirubin indirek 23,52 mg/dL; Hb= 15, 4 gr/dl. Pasien
kemudian di diagnosis Neonatal Jaundice dengan DD/ Penyakit hemolitik ABO.
Kriteria diagnosis penyakit hemolitik ABO sebagai penyebab neonatal
hiperbilirubinemia3 :
- Ibu golongan darah O dengan bayi golongan darah A/B
- DAT positif
- munculnya jaundice dalam 12- 24 jam setelah lahir
- terdapat mikrospirosit pada hapusan darah terpi
- DAT negatif tetapi, terdapat homozigot untuk sindrom Gilbert
Pada pasien ini didapatkan hasil: Ibu golongan darah O. Dilakukan pemeriksan
inkompabilitas darah, didapatkan gologan darah anak A rhesus positive, namun pada hasil
DAT/ coombs (-), dan tidak ditemukan adanya gambaran mikrospirosit pada hapusan darah
tepi. Sehingga penyebab hemolitik disingkirkan. Pasien kemudian dilakukan fototerapi selama
6 hari, kemudian dipulangkan karena nilai Bilirubin Indirek 11 gr/dL.
Pasien pada tanggal 18/04/2019, pada usia 11 hari, kontrol kembali ke Poli RSND,
didapatan hasil ikterik kramer IV dengan bilirubin total : 19 mg/dL dan bilirubin indirek 16,36
mg/dl sehingga pasien disarankan untuk kembali rawat inap. Klinis pasien baik, pasien aktif,
demam (-), muntah (-), diare (-), menetek kuat (+) minimal setiap 2 jam selama 15- 20 menit,
BAB (+) dalam batas normal,BAK seperti teh (-) Dilakukan pemeriksaan awal yaitu darah rutin
: didapatkan Hb = 15,4 gr/dL, Leukosit 13,54 x103/uL, Trombosit 255x103/uL, serta gambaran
darah tepi ditemukan adanya shift to the left.
Infeksi dapat menyebabkan kenaikan bilirubin4, pada pasien ini terdapat gambaran shift
to the left yang menunjang kearah infeksi. Dari hasil pemeriksaan fisik tidak ditemukan fokal
infeksi; batuk (-), pilek (-), keluar cairan dari telinga (-), diare (-), OUE hiperemis (-).
Dilakukan pemeriksaan urinalisis untuk menyingkirkan ISK; Hasil Urinalisis : dalam batas
normal, tidak ditemukan adanya ISK.
Defisiensi G6PD merupakan penyebab tersering dari defek membran RBC yang
menimbulkan klinis, dari hasil penelitian prevalensinya dalah 4,5 juta bayi baru lahir diseluruh
dunia tiap tahunnya. Gen G6PD tereletak pada kromosom X, sehingga pada laki- laki akan
terdapat defisiensi enzim.3 Pada pasien ini untuk menyingkirkan Defisiensi G6PD dilakukan
pemeriksaan enzim G6PD, didapatkan kadar 339,8, dalam batas normal.
Hipotiroid juga dapat menyebabkan hiperbilirubinemia karena immaturitas dari hepatic
glucuronyl transferase. Pada pasien dengan congenital hipotirod dapat dijumpai; makrosefal,
fontanela besar dengan sutura yang lebar, makroglosia, distensi abdomen dengan hernia
umbilikalis, kulit kering dan kasar, kurang aktif, jarang menangis, feeding difficulties, dan
konstipasi4. Pada pasien ini tidak ditemukan klinis hipotiroid, namun pada pasien dengan
hipotiroid kongenital dapat asimtomatik karena adanya T4 maternal melalui transplasental.
Pada pasien ini kemudian dilakukan pemeriksan TSH dan T4, didapatkan hasil T4 11,9 TSH
4,7, yaitu masih dalam batas normal.
Gambar 3. Metabolisme Bilirubin Pada Neonatus3

Peningkatan bilirubin dalam sirkulasi enterohepatik dapat menyebabkan peningkatan


kadar bilirubin pada darah Hiperbilirubinemia yang berhubungan dengan pemberian ASI dapat
berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan breastmilk jaundice (BMJ). Breastfeeding jaundice
adalah jaundice dan peningkatan kadar biliruin indirek yang muncul pada 1 minggu pertama
kehidupan pada bayi yang mengkonsumsi ASI. Bayi yang mendapat ASI eksklusif dapat
mengalami hiperbilirubinemia yang dikenal dengan BFJ. Penyebab BFJ adalah kekurangan
asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak. Pada
pasien ini dari anamnesis didapatkan kualitas dan kuantitas ASI cukup, sehingga kemungkinan
breastfeeding jaundice dapat disingkirkan.6
Gambar 4. Grafik Perbandingan Peningkatan Kadar Bilirubin Pada Bayi Dengan ASI Dan
Susu Formula4

Breastmilk jaundice mempunyai karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih


meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi ini berlangsung lebih lama daripada
hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12 minggu tanpa ditemukan penyebab
hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan dengan pemberian ASI dari seorang
ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi yang disusukannya. Semua bergantung
pada kemampuan bayi tersebut dalam mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan
lebih berat ikterusnya). Penyebab BMJ belum jelas, beberapa faktor diduga telah berperan
sebagai penyebab terjadinya BMJ. Breastmilk jaundise diperkirakan timbul akibat
terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid glucoronyl transferase (UDPGA) oleh hasil
metabolisme progesteron yaitu pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu-ibu
tertentu. Pendapat lain menyatakan hambatan terhadap fungsi glukoronid transferase di hati
oleh peningkatan konsentrasi asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi dapat juga
menimbulkan BMJ. Faktor terakhir yang diduga sebagai penyebab BMJ adalah peningkatan
sirkulasi enterohepatik. Kondisi ini terjadi akibat (1) peningkatan aktifitas beta-glukoronidase
dalam ASI dan juga pada usus bayi yang mendapat ASI, (2) terlambatnya pembentukan flora
usus pada bayi yang mendapat ASI serta (3) defek aktivitas uridine diphosphateglucoronyl
transferase (UGT1A1) pada bayi yang homozigot atau heterozigot untuk varian sindrom
Gilbert. Pada pasien ini, ibu pasien diminta untuk menghentikan ASI dan digantikan susu
formula selama rawat inap yang kedua. Kemudian dilakukan pemeriksaan ulang pada
19/04/2019, didapatkan hasil bilirubin total 17 mg/dL dan bilirubin indirek 16, 38 mg/dL. Hasil
pemeriksaan terakhir pada 22/04/2019 dijumpai kadar bilirubin total 10,56 mg/dL dan bilirubin
direk 0,55 mg/dL sehingga pasien di perbolehkan pulang dari klinis pasien kramer II, dan
kembali kontrol ke poli anak pada 25/04/2019. Pasien didiagnosis breast milk jaundice.1,4,6
Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus dapat berupa fototerapi, imunoglobulin,
transfusi, penghentian ASI, hingga terapi medikamentosa. Bila neonatus dipapar dengan
cahaya berintensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin dalam kulit.7 Neonatal
dengan Breastmilk Jaundice dengan kadar bilirubin indirek kurang dari 20 mg / dl tidak
memerlukan intervensi, dan menyusui harus dilanjutkan tanpa gangguan. Sedangkan neonatal
dengan Breastmilk Jaundice dan kadar bilirubin serum antara 20 dan 25 mg / dl, diindikasikan
untuk observasi konsentrasi bilirubin. Ketika konsentrasi bilirubin serum meningkat menjadi
25 mg/dl, penggunaan fototerapi sambil terus menyusui, atau penggantian ASI dengan susu
formula selama 24-48 jam dapat diindikasikan. Penggantian ASI dengan susu formula selama
24 hingga 48 jam dapat mengurangi penyerapan bilirubin usus.8
Bayi prematur menimbulkan dilema yang menarik. ASI telah terbukti memberikan
perlindungan yang signifikan terhadap berbagai infeksi dan untuk meningkatkan pertumbuhan
dan perkembangan pada bayi prematur. Namun, pemberian ASI meningkatkan konsentrasi
bilirubin serum pada bayi prematur sekitar 3 mg/dl selama setidaknya 50 hari pertama
kehidupan dibandingkan dengan bayi yang diberi susu formula. Beberapa tingkat
hiperbilirubinemia adalah normal dan diharapkan pada periode bayi baru lahir. Namun, kadar
bilirubin yang berlebihan dapat membuat bayi berisiko terkena bilirubin ensefalopati.7,9
Pada beberapa kasus neonatal hiperbilirubinemia, pertahankan menyusui sering dapat
dicapai dengan mempraktikkan teknik laktasi yang baik yang menjamin volume susu dan
asupan kalori yang optimal. Teknik laktasi yang baik berupa inisiasi menyusui di jam pertama,
diikuti oleh setidaknya 10 hingga 12 menyusui per hari selama satu atau dua minggu pertama
tanpa air atau makanan lain suplemen, dan menggunakan posisi yang baik. Hal ini dapat
menjamin transfer susu yang efektif ke bayi sehingga dapat mempertahankan kadar bilirubin
serum jauh di bawah dan menurunkan risiko ikterus.8

SIMPULAN
Seorang bayi laki – laki, didiagnosa sebagai neonatal hiperbilirubinemia dengan
diagnosis banding Breastmilk Jaundice pada bulan april 2019 pada usia 12 hari dengan adanya
kuning dari mata, wajah, dada, perut, hingga paha. Diagnosis neonatal hiperbilirubinemia
ditegakkan dari klinis ikterik berulang dan kadar bilirubin indirek 19mg/dL. Meskipun neonatal
hiperbilirubinemia dengan diagnosis banding Breastmilk Jaundice merupakan kasus yang
jarang dijumpai, penulis menyarankan sangat penting untuk sedini mungkin menegakkan
diagnosis berdasarkan temuan simptom dan gejala yang ada. Agar selanjutnya terapi yang
dapat diprogramkan bisa lebih efektif dan adekuat untuk meningkatkan kualitas hidup pasien
agar dapat menjadi lebih baik.

Daftar Pustaka:
1. ULLAH S, RAHMAN K, HEDAYATI M. Hyperbilirubinemia in Neonates: Types,
Causes, Clinical Examinations, Preventive Measures and Treatments: A Narrative
Review Article. Iran J Public Health. 2016 May;45(5):558–68.
2. Neonatal hyperbilirubinemia | McMaster Pathophysiology Review.
3. Maisels MJ. Neonatal Jaundice. Pediatr Rev. 2006 Dec;27(12):443–54.
4. Kliegman R. Nelson textbook of pediatrics (Edition 20.). Phialdelphia: Elsevier; 2016.
5. Rohsiswatmo R, Amandito R. Hiperbilirubinemia pada neonatus >35 minggu di
Indonesia; pemeriksaan dan tatalaksana terkini. Sari Pediatr. 2018 Oct;20(2):115–22.
6. Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning. IDAI.
7. Mathindas S, Wilar R, Wahani A. Hiperbilirubinemia pada Neonatus. J Biomedik.
2013;5(1):S4-10.
8. Gartner LM. Breastfeeding and Jaundice. J Perinatol. 2016;21(January 2002):25–9.
9. Putri RA, Setiawati M, Rini AE. Faktor Risiko Hiperbilirubinemia pada Neonatus
[Internet]. DIponegoro University; 2013. Available from:
http://eprints.undip.ac.id/44140/

Anda mungkin juga menyukai