Disusun Oleh :
Gambar 2.1 Kadar serum bilirubin terhadap usia neonates >95% menurut
Normogram Bhutani
Ikterus pada bayi atau yang dikenal dengan istilah ikterus neonatarum adalah
keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera
akibat akumulasi bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih (Sukadi,2008). Pada orang
dewasa, ikterus akan tampak apabila serum bilirubin >2 mg/dl(>17μmol/L)
sedangkan pada neonatus baru tampak apabila serum bilirubin
>5mg/dl(86μmol/L)(Etika et al,2006). Ikterus lebih mengacu pada gambaran klinis
berupa pewaranaan kuning pada kulit, sedangkan hiperbilirubinemia lebih mengacu
pada gambaran kadar bilirubin serum total.
Hiperbilirubin merupakan suatu keadaan kadar bilirubuin serum total lebih dari 10
mg% pada minggu pertama yang ditandai dengan ikterus pada kulit, sklera dan organ lain,
keadaan ini mempunyai potensi menimbulkan kern ikterus. Kern ikterus adalah suatu
keadaan kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirect pada otak.
2. Metabolisme Biliribun
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang
larut dalam lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi
dan jumlah konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta
jumlah tempat ikatan Albumin (Albumin binding site). Pada bayi yang normal dan sehat
serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan Enzim Glukoronil Transferase
yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat patologis.
ERITROSIT
HEMOGLOBIN
HEM GLOBIN
MELALUI HATI
3. Klasifikasi
Terdapat 2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologi.
3.1 Ikterus fisiologi :
Ikterus fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta
tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena
ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
1. Timbul pada hari kedua dan ketiga
2. Kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada neonates cukup bulan.
3. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5% per hari.
4. Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1 mg%.
5. Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
6. Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan patologis.
4. Etiologi
a. Peningkatan produksi :
1. Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat
ketidaksesuaian golongan darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan
ABO.
2. Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
3. Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang
terdapat pada bayi Hipoksia atau Asidosis .
4. Defisiensi G6PD ( Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase ).
5. Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20
(beta)
diol (steroid).
6. Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin
Indirek
meningkat misalnya pada berat badan lahir rendah.
7. Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
b. Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
c. Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksin
yang dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti infeksi
Toksoplasmosis, Siphilis.
5. Manifestasi klinis
Bayi baru lahir (neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin indirek pada
kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau jingga.
Sedangkan ikterus obstruksi (bilirubin direk) memperlihatkan warna kuning-kehijauan
atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada ikterus yang berat (Nelson,
2007).
Gambaran klinis ikterus fisiologis:
1. Tampak pada hari 3,4
2. Bayi tampak sehat(normal)
3. Kadar bilirubin total <12mg%
4. Menghilang paling lambat 10-14 hari
5. Tak ada faktor resiko
6. Sebab: proses fisiologis(berlangsung dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Komplikasi
1. Retardasi mental : kerusakan neurologist
2. Gangguan pendengaran dan penglihatan
3. Kematian.
4. Kernikterus.
6. Diagnosis
a. Anamnesis
1) Riwayat kehamilan dengan komplikasi (obat-obatan, ibu DM, gawat janin,
malnutrisi intrauterine, infeksi intranatal)
2) Riwayat persalinan dengan tindakan/komplikasi
3) Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi tukar pada bayi sebelumnya
4) Riwayat inkompatibilitas darah
5) Riwayat keluarga yang menderita anemia, pembesaran hepar dan limpa (Etika et
al, 2006).
b. Pemeriksaan fisik
Secara klinis, ikterus pada neonatus dapat dilihat segera setelah lahir atau
setelah beberapa hari. Amati ikterus pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup.
Ikterus akan terlihat lebih jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan
penerangan yang kurang, terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian
ikterus akan lebih sulit lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar (Etika
et al, 2006).
Salah satu cara memeriksa derajat kuning pada neonatus secara klinis, mudah
dan sederhana adalah dengan penilaian menurut Kramer (1969). Caranya dengan jari
telunjuk ditekankan pada tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang
hidung,dada,lutut dan lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning.
Penilaian kadar bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan
tabel yang telah diperkirakan kadar bilirubinnya (Mansjoer et al, 2007).
Tabel hubungan kadar bilirubin dengan ikterus
Pengukuran bilirubin diindikasikan jika: (Tom Lissauer dan Avroy A. Fanaroff. 2008)
1. Ikterus pada usia kurang dari 24 jam
2. Ikterus tampak signifikasn pada pemeriksaan klinis
a. Bilirubin Serum
Pemeriksaan bilirubin serum merupakan baku emas penegakan diagnosis ikterus
neonatorum serta untuk menentukan perlunya intervensi lebih lanjut. Beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam pelaksanaan pemeriksaan serum bilirubin adalah
tindakan ini merupakan tindakan invasif yang dianggap dapat meningkatkan
morbiditas neonatus. Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total.Sampel serum
harus dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil).Beberapa senter menyarankan
pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20 mg/dL atau usia bayi > 2
minggu.
b. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Bilirubin bebas secara difusi dapat melewati sawar darah otak.Hal ini menerangkan
mengapa ensefalopati bilirubin dapat terjadi pada konsentrasi bilirubin serum yang
rendah. Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar bilirubin bebas.
Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase. Prinsip cara ini berdasarkan
kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi
tidak berwarna. Dengan pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum
akan lebih terarah. Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini, maka
pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan dapat digunakan
sebagai indeks produksi bilirubin.
Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus
Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus
Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama dan terlihat pada
lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka digolongkan sebagai ikterus
sangat berat dan memerlukan terapi sinar secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil
pemeriksaan kadar bilirubin serum untuk memulai terapi sinar.
c. Darah rutin
Pemeriksaan darah dilakukan unutk mengetahui adanya suatu anemia dan juga
keadaan infeksi.
d. Urin: untuk mengetahui adanya bilirubin dalam urin.
e. Tes yang sederhana yang dapat kita lakukan adalah melihat warna urin dan melihat
apakah terdapat bilirubin di dalam urin atau tidak.
f. Tes serologi hepatitis virus
IgM hepatitis A adalah pemeriksaan diagnostik untuk hepatitis A akut.Hepatitis B
akut ditandai oleh adanya HBSAg dan deteksi DNA hepatitis B.
g. Pemeriksaan pencitraan
Pemeriksaan pencitraan sangat berharga ubtuk mendiagnosis penyakit infiltratif dan
kolestatik. USG abdomen, CT Scan, MRI sering bisa menemukan metastasis dan
penyakit fokal pada hati.
7. Penatalaksanaan
Pada dasarnya, pengendalian bilirubin adalah seperti berikut:
1. Stimulasi proses konjugasi bilirubin menggunakan fenobarbital. Obat ini kerjanya
lambat, sehingga hanya bermanfaat apabila kadar bilirubinnya rendah dan ikterus
yang terjadi bukan disebabkan oleh proses hemolitik. Obat ini sudah jarang dipakai
lagi.
2. Menambahkan bahan yang kurang pada proses metabolisme bilirubin(misalnya
menambahkan glukosa pada hipoglikemi) atau (menambahkan albumin untuk
memperbaiki transportasi bilirubin). Penambahan albumin bisa dilakukan tanpa
hipoalbuminemia. Penambahan albumin juga dapat mempermudah proses ekstraksi
bilirubin jaringan ke dalam plasma. Hal ini menyebabkan kadar bilirubin plasma
meningkat, tetapi tidak berbahaya karena bilirubin tersebut ada dalam ikatan dengan
albumin. Albumin diberikan dengan dosis tidak melebihi 1g/kgBB, sebelum maupun
sesudah terapi tukar.
3. Mengurangi peredaran enterohepatik dengan pemberian makanan oral dini) Memberi
terapi sinar hingga bilirubin diubah menjadi isomer foto yang tidak toksik dan mudah
dikeluarkan dari tubuh karena mudah larut dalam air.
4. Mengeluarkan bilirubin secara mekanik melalui transfusi tukar(Mansjoer et al, 2007).
Pada umunya, transfusi tukar dilakukan dengan indikasi sebagai berikut:
a. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
b. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
c. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
d. Tes Coombs Positif
e. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
f. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
g. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
a. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel
darah merah terhadap Antibodi Maternal.
b. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
c. Menghilangkan Serum Bilirubin
d. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan
Bilirubin
e. Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari
2 hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
5. Menghambat produksi bilirubin. Metalloprotoporfirin merupakan kompetitor
inhibitif terhadap heme oksigenase. Ini masih dalam penelitian dan belum digunakan
secara rutin.
6. Menghambat hemolisis. Immunoglobulin dosis tinggi secara intravena (500-
1000mg/Kg IV>2) sampai 2 hingga 4 jam telah digunakan untuk mengurangi
level bilirubin pada janin dengan penyakit hemolitik isoimun. Mekanismenya
belum diketahui tetapi secara teori immunoglobulin menempati sel Fc reseptor
pada sel retikuloendotel dengan demikian dapat mencegah lisisnya sel darah
merah yang dilapisi oleh antibody (Cloherty et al, 2008).
7. Fototherapi
Fototerapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan
Transfusi Pengganti untuk menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada
cahaya dengan intensitas yang tinggi (a bound of fluorencent light bulbs or
bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit.
Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi
Biliar Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi
jaringan mengubah Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang
disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin bergerak dari jaringan ke pembuluh darah
melalui mekanisme difusi. Di dalam darah Fotobilirubin berikatan dengan
Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak ke Empedu dan
diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk
ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar
Bilirubin, tetapi tidak dapat mengubah penyebab kekuningan dan hemolisis
yang dapat menyebabkan Anemia. Secara umum Fototherapi harus diberikan pada
kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan
kurang dari 1000 gramharus di Fototherapi dengan konsentrasi Bilirubun 5 mg / dl.
Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis pada 24
jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah. Terapi sinar
pada ikterus bayi baru lahir yang di rawat di rumah sakit. Dalam perawatan bayi
dengan terapi sinar,yang perlu diperhatikan sebagai berikut :
1) Diusahakan bagian tubuh bayi yang terkena sinar dapat seluas mungkin
dengan membuka pakaian bayi.
2) Kedua mata dan kemaluan harus ditutup dengan penutup yang dapat memantulkan
cahaya agar tidak membahayakan retina mata dan sel reproduksi bayi.
3) Bayi diletakkan 8 inci di bawah sinar lampu. Jarak ini dianggap jarak yang terbaik
untuk mendapatkan energi yang optimal.
4) Posisi bayi sebaiknya diubah-ubah setiap 18 jam agar bagian tubuh bayi
yang terkena cahaya dapat menyeluruh.
5) Suhu bayi diukur secara berkala setiap 4-6 jam.
6) Kadar bilirubin bayi diukur sekurang - kurangnya tiap 24 jam.
7) Hemoglobin harus diperiksa secara berkala terutama pada bayi dengan hemolisis.
8. Komplikasi
Keadaan hiperbilirubin yang tidak teratasi akan menyebabkan memperburuk keadaan, dan
menyebabkan komplikasi;
a. Bilirubin enchepalopathy (komplikasi serius)
b. Kernikterus : terjadi kern ikterus yaitu kerusakan otak akibat perlengketan
bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus, gejala klinis pada permulaan tidak
jelas antara lain: bayi tidak mau menghisap, letargi, mata berputar - putar, gerakan
tidak menentu, kejang tonus otot meninggi, leher kaku dan akhirnya opistotonus. Bayi
yang selamat biasanya menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan
atetosis, gangguan pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan dysplasia dentalis.
9. Konsep Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hiperbiliribun
Pengkajian
1. Identitas pasien dan keluarga
2. Riwayat Keperawatan
a) Riwayat Kehamilan
Kurangnya antenatal care yang baik. Penggunaan obat – obat yang meningkatkan
ikterus ex: salisilat sulkaturosic oxitosin yang dapat mempercepat proses
konjungasi sebelum ibu partus.
b) Riwayat Persalinan
Persalinan dilakukan oleh dukun, bidan atau Data Obyektifkter. Lahir prematur /
kurang bulan, riwayat trauma persalinan, hipoxin dan aspixin
c) Riwayat Post natal
Adanya kelainan darah tapi kadar bilirubin meningkat kulit bayi tampak kuning.
d) Riwayat Kesehatan Keluarga
Seperti ketidak cocokan darah ibu dan anak Polycythenia, gangguan saluran cerna
dan hati ( hepatitis )
e) Riwayat Pikososial
Kurangnya kasih sayang karena perpisahan, perubahan peran orang tua
f) Pengetahuan Keluarga
Penyebab perawatan pengobatan dan pemahaman ortu ⇒bayi yang ikterus
3. Kebutuhan Sehari – hari
a. Nutrisi
Pada umumnya bayi malas minum ( reflek menghisap dan menelan lemah )
sehingga BB bayi mengalami penurunan.
b. Eliminasi
Biasanya bayi mengalami diare, urin mengalami perubahan warna gelap dan tinja
berwarna pucat
c. Istirahat
Bayi tampak cengeng dan mudah terbangun
d. Aktifitas
Bayi biasanya mengalami penurunan aktivitas, letargi, hipototonus dan mudah
terusik.
e. Personal hygiene
Kebutuhan personal hygiene bayi oleh keluarga terutama ibu
4. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum lemah, Ttv tidak stabil terutama suhu tubuh ( hipo / hipertemi ).
Reflek hisap pada bayi menurun, BB turun, pemeriksaan tonus otot ( kejang /
tremor ). Hidrasi bayi mengalami penurunan. Kulit tampak kuning dan mengelupas
( skin resh ) bronze bayi syndrome, sclera mara kuning ( kadang – kadang terjadi
kerusakan pada retina ) perubahan warna urine dan feses.
5. Masalah Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit
b. hipotermi
c. Hipertermi
6. Intervensi Keperawatan
Diagnose keperawatan Tujuan Rencana tindakan
1) Kerusakan NOC: NIC: Pressure Ulcer Care
Integritas kulit Tissue Integrity; Skin & - Monitor warna dan
Mucous Membran keadaan kulit setiap 4 8
Keadaan kulit bayi jam
membaik dlam waktu .... - Monitor kadaan bilirubin
Kriteria hasil : direks dan indireks,
- Kadar bilirubin laporkan
dalam batas normal - pada Data Obyektifkter
- Kulit tidak jika ada kelainan
berwarna kuning - Ubah posisi miring atau
- Daya isap bayi tengkurap.
meningkat - Perubahan posisi setiap 2
- Pola BAB dan jam
BAK normal - berbarengan dengan
perubahan posisi, lakukan
massage dan monitor
keadaan kulit.
- Jaga kebersihan dan
kelembaban kulit .
- Pemeriksaan lab
( Bilirubin )
Ikterik neonatus NOC ; NIC:
Tissue Integrity: Skin &
Mucous Membran
Phototherapy : Neonate
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 24 1. Observasi tanda jaundice
jam diharapkan tidak 2. Lakukan fototerapi
terjadi ikterik dengan 3. Tutup mata dan daerah
kriteria hasil: kemaluan
4. Ubah posisi setiap 2 jam
- Warna kulit normal
5. Observasi suhu tubuh
- Mata tidak ikterik
- BB batas normal
- Reflek menghisap
normal
- Respon terhadap
rengsang normal
- Tingkat bilirubin dalam
batas normal
Hipertermi NOC: NIC:
Thermoregulation : Temperature Regulation
Newborn Pertahankan suhu
Suhu tubuh bayi kembali lingkungan yang netral
normal dan stabil dalam Pertahankan suhu tubuh
waktu ......... 36,50C - 370C
Kriteria hasil : jika demam lakukan
Suhu tubuh 360C - kompres/axilia untuk
370C mencegah cold/heat stress
Membran mukosa Cek tanda Vital setiap 2 –
lembab 4 jam sesuai yang
dibutuhkan
Kolaborasi pemberian
antipiretik jika demam
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Rahman, S., 2008. Hiperbilirubinemia, in Kosim M. Sholeh et al.
Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama . Jakarta: Badan Penebit IDAI. pp 147 American
Academy of Pediatrics, 2004. Subcommittee on Hyperbilirubinemia. Management
of hyperbilirubinemia in the newborn infant 35 or more weeks of gestation. Pp
114; 294.
Arif, M., et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2 edisi III Jakarta. Medis
Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp 503 -05
Depkes RI, 2001. Klasifikasi Ikterus Fisiologis dan Ikterus Patologis. Dalam : Buku
Bagan MTBM (Manajemen Terpadu Bayi Muda Sakit). Metode Tepat Guna
untuk Paramedis, Bidan dan Dokter.Depkes RI.
Gomella, T. L., Cunningham M. D., Eyal F. G., 2004 Hiperbilirubinemia. Dalam:
Neonatology; Management. Procedures, On-Call Problems, Diseases and Drugs.
New York. Lange Medical Book/McGraw-Hill Co.; pp 247-50.
Gotoff, S. P., 1999 Ikterus dan Hiperbilirubinemia pada Bayi Baru Lahir . Dalam: Ilmu
Kesehatan Anak , Nelson, Editor Edisi Bhs Indonesia. ECG; 610-7
Halamek, L. P., Stevenson D. K., 1997. Neonatal jaundice and Liver Disease. Dalam:
Neonatal-Perinatal Medicine; Diseases of the Fetus and Infant, 6th Ed. New York Mosby-
Year Book Inc.; pp 1345-62.
Kliegman et al. 2007. Nelson Textbook of Pediatrics. 18 th edition Vol 1.Philadelphia:
WB Saunders pp 756-58; 768; 772
Maisel, M. J., Newman T. B., 1995. Kernicterus in Otherwise Healthy, Breastfed Term
Newborns. Pediatrics 96: 730-3
Meadow, R., et al. 2005. Lecture notes Pediatrika Edisi ketujuh. Jakarta. Erlangga
Medical Series. pp 75
Murray, R.K., et al. 2009. Edisi Bahasa Indonesia Biokimia Harper. 27 th edition. Alih
bahasa Pendit, Brahm U. Jakarta : EGC pp 299
Sarwono, Erwin, et al. 1994. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/ UPF Ilmu Kesehatan
Anak. Ikterus Neonatorum(Hyperbilirubinemia Neonatorum). Surabaya: RSUD
Dr.Soetomo. pp169; 173
Sylviati M. D., Fatimah I., Agus H., Risa. E., 2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi
Bagian/SMF. Ilmu Kes. Anak FK UNAIR-RSU Dr. Soetomo Surabaya.