Anda di halaman 1dari 18

SATUAN ACARA PENYULUHAN

LATIHAN TERAPI ASERTIF

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Stase Keperawatan Jiwa

Dosen Pembimbing :

Cucu Rokayah S.Kep., Ners., M.Kep., S.Kp.J

Disusun Oleh :

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas untuk memenuhi syarat salah satu
tugas Stase Keperawatan Jiwa tepat pada waktunya. Laporan Satuan Acara
Penyuluhan ini kami susun dengan tujuan untuk memenuhi tugas Stase Keperawatan
Jiwa
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung
dan membantu penulis dalam menyelesaikan laporan ini, terutama kepada ibu bapak
pengurus Panti Rehabilitasi Jiwa Bumi Kaheman. Kami menyusun laporan Satuan
Acara Penyuluhan ini dengan harapan dapat memberikan informasi yang bermanfaat
bagi pengurus Panti Rehabilitasi Jiwa Bumi Kaheman. Kritik dan saran sangat
dibutuhkan untuk menyempurnakan kekurangan yang ada pada laporan satuan acara
penyuluhan ini. .

Bandung, 15 Februari 2022

1
SATUAN ACARA PEYULUHAN

Pokok bahasan : Manajemen Pengendalian Marah Melalui


Latihan Asertif Klien Skizofrenia Dengan
Masalah Perilaku Kekerasan

Sub Pokok Bahaan : Definisi terapi asertif

Langkah-langkah terapi asertif

Kelebihan kekurangan terapi asertif

Sasaran : Pengurus Panti


Hari/Tanggal : Selasa, 22 Februari 2022
Waktu : 35 menit
Tempat : Panti Rehabilitasi Jiwa Bumi Kaheman

Pemberi materi : Mahasiswa Profesi Ners Universitas Bhakti


Kencana

1. Tujuan

1) Tujuan Umum

Setelah dilakukan penyuluhan selama 35 menit, peserta penyuluhan


dapat mengetahui cara penanganan pada pasien yang memiliki diagnosa
perilaku kekerasan pada penderita skizofrenia
2) Tujuan Khusus

1. Mengetahui definisi terapi asertif

2
2. Megentahui langkah langkah terapi asertif

3. Mengetahui kekurangan dan kelebihan terapi asertif


2. Media

1) Power point

2) Laptop

3) Leaflet/pamflet

3. Metode

1) Ceramah

2) Diskusi (tanya jawab)

3) Demonstrasi
4. Denah Duduk

Keterangan :

3
L : Laptop

PM

: Pemateri dan
Moderator

: Fasilitator
P : Peserta
OB : Observer

5. Kegiatan Penyuluhan
Kegiatan peserta
Tahapan Kegiatan Penyuluhan Waktu Metode Media
penyuluhan
1) Menyiapkan perlengkapan
media

Pra 2) Mengatur ruangan

Kegiatan 3) Menyiapkan daftar hadir


dan berita acara
Kegiatan 1) Mengucapkan salam 1) Menjawab 5 menit Ceramah
Pembuka Memperkenalkan diri salam Diskusi
2) Menjelaskan maksud dan 2) Menyepakati
tujuan penyuluhan kontrak

4
3) Melakukan kontrak waktu 3) Memperhati
Apersepsi kan
Menjelaska n 1) Menjelaskan definisi terapi 1) Menyimak 25 menit Ceramah speaker,
materi asertif Diskusi laptop,
2) Memperhatikan
Demonstrasi leaflet,
2) Menjelaskan penyebab
3) Menjawab
skizofrenia
pertanyaan
3) Menjelaskan tanda gejala
skizofrenia
4) Menjelaskan
penanganan kelebihan
dan kekurangan terapi
asertif
5) Menjelaskan terapi
asertif
6) Mendemonstrasikan
pelaksanaan terapi
asertif
7) Memberi kesempatan
untuk bertanya
Kegiatan 1) Menyimpulkan 1) Memperhatikan 5 menit Ceramah
penutup Diskusi
2) Menanyakan seputar 2) Menayakan
materi yang telah materi yang
disampaikan belum
dipahami
3) Mengucapkan salam
3) Menjawab
Penutup
salam
4) Membagikan

5
Leaflet

6. Evaluasi

1) Pengurus Panti pasien dapat menjelaskan definisi

2) Pengurus Panti pasien dapat menyebutkan

3) Pengurus Panti pasien dapat menyebutkan

4) Pengurus Panti pasien dapat menyebutkan


Lampiran

TINJAUAN TEORI

1. Skizofrenia

A. Pengertian

Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan meny


ebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi, gerakan, dan perilaku yang
aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai penya
kit tersendiri, melainkan sebagai suatu proses penyakit yang mencakup
banyak jenis dengan berbagai gejala seperti jenis kanker.

B. Tanda Gejala Skizofrenia


Videbeck (2012) mengatakan bahwa secara general gejala sera
ngan skizofrenia dibagi menjadi 2 (dua), yaitu gejala positif dan negati
f.

1. Gejala Positif atau Gejala Nyata

Gejala positif skizofrenia antara lain:

1) Halusinasi: Persepsi sensori yang salah atau pengalaman yang ti


dak terjadi dalam realitas.

6
2) Waham: Keyakinan yang salah dan dipertahankan yang tidak me
miliki dasar dalam realitas.

3) Ekopraksia: Peniruan gerakan dan gestur orang lain yang diamat


i klien.

4) Flight of ideas: Aliran verbalitasi yang terus-menerus saat indivi


du melompat dari suatu topik ke topik laindengan cepat.

5) Perseverasi: Terus menerus membicarakan satu topik atau gagas


an; pengulangan kalimat, kata, atau frasa secara verbal,dan menola
k untuk mengubah topik tersebut.

6) Asosiasi longgar: Pikiran atau gagasan yang terpecah-pecah atau


buruk.

7) Gagasan rujukan: Kesan yang salah bahwa peristiwa eksternal m


emiliki makna khusus bagi individu.

8) Ambivalensi: Mempertahankan keyakinan atau perasaan yang ta


mpak kontradiktif tentang individu, peristiwa, situasi yang sama.

2. Gejala Negatif atau Gejala Samar

Gejaja negatif skizofrenia antara lain:

1) Apati: Perasaan tidak peduli terhadap individu, aktivitas, peristi


wa.

2) Alogia: Kecendrungan berbicara sedikit atau menyampaikan sed


ikit substansi makna (miskin isi).

3) Afek datar: Tidak adanya ekspresi wajah yang akan menunjukka


n emosi atau mood.

4) Afek tumpul: Rentang keadaan perasaan emosional atau mood y

7
ang terbatas.

5) Anhedonia: Merasa tidak senang atau tidak gembira dalam menj


alani hidup, aktivitas, atau hubungan.

6) Katatonia: imobilitas karena faktor psikologis, kadang kala ditan


dai oleh periode agitasi atau gembira, klien tampak tidak bergerak,
seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.

7) Tidak memiliki kemauan: Tidak adanya keinginan, ambisi, atau


dorongan untuk bertindak atau melakukan tugas-tugas.

C. Faktor Resiko Terjadinya Skizofrenia


Menurut Hawari (2010) Skizofenia bukan merupakan penyakit
melainkan sebuah syndrom sehingga faktor resiko skizofrenia hingga s
ekarang belum jelas. Teori tentang faktor resiko skizofrenia dianut ole
h faktor organobiologik (genetika, virus, dan malnutrisi janin), psikore
ligius, dan psikososial termasuk diantaranya adalah psikologis, sosiode
mografi, sosio-ekonomi, sosio-budaya, migrasi penduduk, dan kepadat
an penduduk di lingkungan pedesaan dan perkotaan.

Damabrata (2003) mengatakan bahwa semua faktor tersebut sal


ing berkaitan satu sama lain yang mengakibatkan kondisi psikologi ya
ng rentan. Pada fase berikutnya apabila dikenai stress sosio-ekonomi d
an psikososial seperti status ekonomi yang rendah, gagal dalam menca
pai cita-cita, konflik yang berlarut, kematian keluarga yang dicintai da
n sebagainya dapat menjadi faktor pencetus berkembangnya skizofreni
a (Wahyudi A dan Fibriana AI, 2016).

D. Tipe Skizofrenia
Menurut Videbeck (2012:349) Berikut ini adalah tipe skizofren

8
ia dari DSM-IV-TR 2000. Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala ya
ng dominan:

a. Skizofrenia, tipe paranoid: ditandai dengan waham kejar (rasa menj


adi korban atau dimata-matai) atau waham kebesaran, halusinasi, dan
kadang-kadang keagamaan yang berlebihan (fokus waham agama), at
au perilaku agresif dan bermusuhan.

b. Skizofrenia, tipe tidak terorganisasi: ditandai dengan afek datar ata


u afek yang tidak sesuai secara nyata, inkoherensi, asosiasi longgar, d
an diorganisasi perilaku yang ekstern.

c. Skizofrenia, tipe katatonik: ditandai dengan gangguan psikomotor


yang nyata, baik dalam bentuk tanpa gerakan atau aktivitas motorik y
ang berlebihan, negativisme yang ekstrem, mutisme, gerakan volunter
yang aneh, ekolalia, atau ekopraksia. Imobilitas motorik dapat terlihat
berupa katalepsi (flexibilitas cerea) atau stupor. Aktivitas motorik yan
g berlebihan terlihat tanpa tujuan dan tidak dipengaruhi oleh stimulus
eksternal.

d. Skizofrenia, tipe tidak dapat dibedakan: ditandai dengan gejalagej


ala skizofrenia campuran (atau tipe lain) disertai gangguan pikiran, af
ek, dan perilaku.

e. Skizofrenia, tipe residual: ditandai dengan setidaknya satu episode


skizofrenia sebelumnya, tetapi saat ini tidak psikotik, menarik diri dar
i masyarakat, afek datar, serta asosiasi longgar

2. Konsep Terapi Asertif

A. Pengertian Terapi Asertif

9
Latihan asertif adalah suatu kemampuan untuk mengkomunikasikan
apa yang diinginkan, dirasakan dan dipikirkan pada orang lain namun tet
ap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang lain. Latihan a
sertif ini diberikan pada individu yang mengalami kecemasan, tidak ma
mpu mempertahankan hak-haknya, terlalu lemah, membiarkan orang lai
n melecehkan dirinya, tidak mampu mengekspresikan amarahnya denga
n benar dan cepat tersinggung.

B. Faktor penyebab perilaku asertif


Ada beberapa faktor yang menyebabkan individu berlaku aserti
f, antara lain:

1. Mengetahui pikiran dan perasaan diri sendiri.

2. Berfikir secara realistik.

3. Berbicara tentang diri sendiri.

4. Berkomunikasi dengan apa yang anda inginkan.

5. Bersikap positif terhadap orang lain.

6. Bebas bela diri.

7. Menggunakan jumlah kekuatan yang tepat.

8. Mengetahui batasan diri sendiri dan orang lain.

C. Kelebihan dan Kekurangan Latihan Asertif


1. Kelebihan pelatihan asertif ini akan tampak pada:

a. Pelaksanaannya yang cukup sederhana

b. Penerapannya dikombinasikan dengan beberapa pelatihan seperti


relaksasi, ketika individu lelah dan jenuh dalam berlatih, kita dapat

10
melakukan relaksasi supaya menyegarkan individu itu kembali. Pel
atihannya juga bisa menerapkan teknik modeling, misalnya konselo
r mencontohkan sikap asertif langsung dihadapan konseli. Selain it
u juga dapat dilaksanakan melalui kursi kosong, misalnya setelah k
onseli mengatakan tentang apa yang hendak diutarakan, ia langsun
g mengutarakannya di depan kursi yang seolah-olah dikursi itu ada
orang yang dimaksud oleh konseli.

c. Pelatihan ini dapat mengubah perilaku individu secara langsung


melalui perasaan dan sikapnya.

d. Disamping dapat dilaksanakan secara perorangan juga dapat dila


ksanakan dalam kelompok. Melalui latihan-latihan tersebut individ
u diharapkan mampu menghilangkan kecemasan-kecemasan yang a
da pada dirinya, mampu berfikir realistis terhadap konsekuensi atas
keputusan yang diambilnya serta yang paling penting adalah mener
apkannya dalam kehidupan ataupun situasi yang nyata.

2. Kelemahan pelatihan asertif ini akan tampak pada:

a. Meskipun sederhana namun membutuhkan waktu yang tidak sed


ikit, ini juga tergantung dari kemampuan individu itu sendiri

b. Bagi konselor yang kurang dapat mengkombinasikannya dengan


teknik lainnya, pelatihan asertif ini kurang dapat berjalan dengan b
aik atau bahkan akan membuat jenuh dan bosan konseli/peserta, ata
u juga membutuhkan waktu yang cukup lama.

Ada dua prinsip pokok dari Pelatihan asertif, yaitu:

1. Prinsip larangan yang berbalasan, sebagaimana yang dikemukakan


Wolpe (1969), memandang bahwa pelatihan asertif sebagai suatu keja

11
dian special dari larangan yang berbalasan. Prinsip ini mengusulkan b
ahwa rangsangan yang nyata akan menimbulkan suatu respon kecema
san dan respon kecemasan tersebut tidak dapat dielakkan.

2. I’m OK – You’re OK, kita dengan bebas melaupakan perasaan apa


pun yan kita rasakan, dan kita sendirilah yang bertanggung jawab terh
adap perasaan kita. Kita tidak akan membiarkan orang lain mengambi
l manfaat dai kita dengan bebas, tetapi orang lain pun mempunyai keb
ebasan untuk mengungkap apa yang dirasakan. Kita tidak akan meny
erang orang lain, bahkan akan menerima kehadiran orang lain dengan
sikap terbuka. Ini adalah pengungkapan perasaan secara asertif. (Sawi
tri Supardi dalam Kompas Cybermedia)

D. Prosedur
Prosedur dasar dalam pelatihan asertif menyerupai beberapa pe
ndekatan perilaku dalam konseling. Prosedur-prosedur ini mengutama
kan tujuan-tujuan spesifik dan kehati-hatian, sebagaimana diuraikan O
sipow dalam A Survey of Counseling Methode (1984):

a. Menentukan kesulitan konseli dalam bersikap asertif

Dengan penggalian data terhadap klien, konselor mengerti dimana ket


idakasertifan pada konselinya. Contoh: konseli tidak bisa menolak aja
kan temannya untuk bermain voli setiap minggu pagi padahal ia lebih
menyukai berenang, hal itu karena konseli sungkan, khawatir temann
ya marah atau sakit hati sehingga ia selalu menuruti ajakan temannya.

b. Mengidentifikasi perilaku yang diinginkan oleh klien dan harapan-


harapannya.

Diungkapkan perilaku/sikap yang diinginkan konseli sehubungan den

12
gan permasalahan yang dihadapi dan harapan-harapan yang diinginka
nnya.

c. Menentukan perilaku akhir yang diperlukan dan yang tidak diperlu


kan.

Konselor dapat menentukan perilaku yang harus dimiliki konseli untu


k menyelesaikan masalahnya dan juga mengenali perilaku-perilaku y
ang tidak diperlukan yang menjadi pendukung ketidakasertifannya

d. Membantu klien untuk membedakan perilaku yang dibutuhkan dan


yang tidak dibutuhkan dalam rangka menyelesaikan masalahnya.

Setelah konselor menentukan perilaku yang dibutuhkan dan yang tida


k dibutuhkan, kemudian ia menjelaskannya pada konseli tentang apa
yang seharusnya dilakukan dan dihindari dalam rangka menyelesaika
n permasalahannya dan memperkuat penjelasannya.

e. Mengungkapkan ide-ide yang tidak rasional, sikap-sikap dan kesal


ahpahaman yang ada difikiran konseli.

Konselor dapat mengungkap ide-ide konseli yang tidak rasional yang


menjadi penyebab masalahnya, sikap-sikap dan kesalahpahaman yan
g mendukung timbulnya masalah tersebut.

f. Menentukan respon-respon asertif/sikap yang diperlukan untuk me


nyelesaikan permasalahannya (melalui contoh-contoh).

g. Mengadakan pelatihan perilaku asertif dan mengulang-ulangnya.

Konselor memandu konseli untuk mempraktikkan perilaku asertif yan


g diperlukan, menurut contoh yang diberikan konselor sebelumnya.

h. Melanjutkan latihan perilaku asertif

13
i. Memberikan tugas kepada konseli secara bertahap untuk melancark
an perilaku asertif yang dimaksud.

Untuk kelancaran dan kesuksesan latihan, konselor memberikan tugas


kepada konseli untuk berlatih sendiri di rumah ataupun di tempat-tem
pat lainnya.

14
DAFTAR PUSTAKA

Arga, dkk (2018). Latihan Asertif : Sebuah Intervensi yang Efektif.

Dalami, dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta : T
rans Info Media.

Damaiyanti, M., & Iskandar. (2014). Asuhan Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Ad
itama.

Faturochman, Fidya. (2014). Komunikasi Teraupetik Perawat dan Pasien Gangguan J


iwa.

Fauzan, Lutfi. (2010). Konseptual Assertive Training,

Fernanda, Alfia. (2012). Pentingnya Orang Dewasa Awal Menyelesaikan Tugas Perk
embangannya. 308 Jurnal Keperawatan Merdeka (JKM), Volume 1 Nomor 2, Novem
ber 2021

Goni dkk (2018). Hubungan Motivasi Perawat dengan Kepatuhan Pendokumeentasia


n Asuhan Keperawatan di Ruangan Perawat Penyakit Dalam RSUD Noongan.

Irvanto, D., Surtiningrum, S., dan Nurulita, U. (2013). Pengaruh Terapi Aktivitas Kel
ompok

Asertif Terhadap Perubahan Perilaku Pada Pasien Perilaku Kekerasan.

Kementrian Kesehatan. (2018). Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI, P


enyajian

Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2018.

Mubin, Muhammad. (2019). Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kekambuha


n

15
Pasien Skizofrenia Paranoid. Jurnal diakses dari

Muhith, Abdul. (2014). Pendidikan keperawatan jiwa. Yogyakarta: Andi Offset.

Muhyi, A. (2010). Prevalensi Penderita Skizofrenia Paranoid Dengan Gejala Depresi


Di RSJ. Dr.

Soeharto Heerdjan Jakarta Tahun 2010.

Nirwan, Tahlil, dan Usman, S. (2016). Dukungan Keluarga Dalam Perawatan Pasien

Gangguan Jiwa. Jurnal Universitas Syiah Kuala. Volume 4. No 2.

Notoatmodjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta Selatan : Pusdik SDM Kesehatan

Pasaribu. Jesika (2019). Kepatuhan Minum Obat Mempengaruhi Relaps Pasien Skizo
frenia.

Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: N


uha

Medika..

Prasetyo, Mahendro (2017). Pengaruh Komunikasi Teraupetik Perawat Terhadap Kep


uasan

Pasien di Rawat Jalan RSUD Jogja.

Setiawan, Heri., Keliat, Budi Anna., Wardani, I. Y. (2015). Tanda Gejala dan Kemam
puan

Mengontrol Perilaku Kekerasan dengan Terapi Musik dan Rational Emotive Cognitif

Behavior Therapy di RSJ Prof Dr Soerojo Magelang. Jurnal Ners Vol. 10 No. 2 Okto
ber

16
2015: 233-241.

Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa . Edisi 5. Jakarta. EGC.

Stuart. (2005). Buku Saku Keperawatan Jiwa.Jakarta : EGC

Sulahyuningsih, E., 2015. Pengalaman Perawat Dalam Mengimplementasikan Strateg


i

Pelaksanaan (SP) Tindakan Keperawatan Pada Pasien Halusinasi Di Rumah Sakit Jiw
a

Daerah Surakarta. Diakses pada 24 April 2021.

Sutejo. (2017). Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa: Gangguan Jiwa dan P
sikososial.

Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Sutejo. (2019). Keperawatan Jiwa Konsep dan Praktik Asuhan Keperawatan Jiwa: Ga
ngguan Jiwa

dan Psikososial. Yogyakarta: Pustaka

17

Anda mungkin juga menyukai