Di Susun Oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "OBAT TUBERKULOSIS DAN
OBAT CACING” ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Farmakologi.
Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Penulis
Kelompok 2
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
2.1 Obat Tuberculosis (TBC).................................................................................................6
2.2 Obat Cacing....................................................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................17
3.1 Saran...............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing
kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar dan
menjangkiti banyak manusia di dunia. Sampai saat ini penyakit infeksi cacing masih tetap
merupakan masalah karena kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia serta perlu
penanganan serius, terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita
kecacingan. Kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berhubungan lingkungan,
karena sumber penyakit ini dapat ditularkan melalui tanah atau disebut Soil Transmitted
Helminths. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru
yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih tetap
merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi di
beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat
migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat menyebabkan perluasan kemungkinan
infeksi.
4
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan obat TBC
2 Bagaimana penggolongan obat TBC
3 Apa saja tahap-tahap pengobatan TBC
4 Bagaimana pengaaruh makanan terhadap obat TBC
5 Apa yang dimaksud dengan obat cacinng
1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui apa dimaksud dengan obat TBC
3. Untuk mengetahui bagaimana penggolongan obat TBC
4. Untuk mengetahui apa saja tahap-tahap pengobatan TBC
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh makanan terhadap obat TBC
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan obat cacinng
5
BAB II
PEMBAHASAN
Obat TB paru umumnya mengandung jenis antituberkulosis, yaitu antibiotik yang khusus
digunakan untuk mematikan infeksi bakteri TB. Pengobatannya sendiri terdiri dari 2 tahap
yaitu intensif dan lanjutan.
Berikut beberapa obat TBC paru yang digunakan pada tahap pengobatan pertama:
Pyrazinamide
Isoniazid
Streptomisin
Rifampin
Ethambutol
Ketika seseorang mengalami resisten terhadap obat antituberkulosis, maka Ia harus menjalani
pengobatan lini kedua menggunakan obat TBC paru berikut ini:
Pyrazinamide
Amikacin bisa diganti dengan kanamycin
Ethionamide atau prothionamide
Cycloserine atau PAS
Capreomycin
Para-aminosalicylic acid (PAS)
Ciprofloxacin
Ofloxacin
Levofloxacin
6
B. Penggolongan Obat
I. Lini pertama
a. Isoniazid
Isoniazid bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat, aktif terhadap
kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun diluar sel (ekstraseluler).
Mekanisme kerja
Dengan menghambat biosintesis asam mikolat (micolic acid) yang merupakan unsur
penting dingding sel mikrobakterium.
Efek samping
Mengakibatkan gatal-gatal dan ikterus juga polyneuritis, yakni radang saraf dengan
gejala kejang dan gangguan penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah serta
anoreksia.
Farmakokinetik
Dari usus sangat cepat difusinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh, di dalam hati,
INH diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya
ringan sekali, plasma-t ½ nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi.
Eksresinya terutama melalui ginjal dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid.
b. Rifampisin
Antibiotikum ini adalah derivat semi sintetis dari rifampisin B (1965) yang dihasilkan
oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin berkhasiat bakterisid luas, baik yang berada
diluar maupun di dalam sel (ekstra-intraseluler).
Mekanisme kerja
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase,
sehingga sintesa RNA terganggu.
Efek samping
Penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak
toksis bagi hati. Rifampisin juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti
mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan
SSP dan reaksi hipersensitasi.
Farmakokinetik
Reabsorpsinya di usus sangat tinggi, distribusi ke jaringan dan cairan tubuh juga
baik. Plasma-t½ nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam. Ekskresinya khusus melalui
empedu, sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakultatif.
7
c. Etambutol
Etambutol bersifat bakteriostatik. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman
tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.
Mekanisme kerja
Etambutol bekerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati.
Efek samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB
menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan
mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan
demam.
Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol di serap dari saluran cerna. Kadar
puncak dari plasma di capai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal
15 mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam.
d. Pirazinamid
Analogon pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja bakterisid pada suasana asam
atau bakteriostatik, tergantung pada pH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum kerjanya
sangat sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis.
Mekanisme kerja
Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase
yang berasal dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag di turunkan, maka kuman
yang berada di “sarang” infeksi yang menjadi asam akan mati .
Efek samping
Kerusakan hati dengan ikterus (hepatotoksis) terutama pada dosis diatas 2 g sehari.
Dapat pula menimbulkan serangan encok (gout) juga gangguan pada lambung-usus,
fotosensibilisasi, artralgia, demam, malaise dan anemia, juga menurunkan kadar gula
darah.
Famakokinetik
Reabsorpsinya cepat & sempurna, kadar maksimal dalam plasma dicapai dalam
waktu 1-2 jam . Distribusinya ke jaringan dan cairan serebrospinal baik. Kurang
lebih 70% pirazinamida diekskresikan lewat urin.
8
e. Streptomisin
Suatu aminoglikosida , diperoleh dari Streptomyces griseus (1944), senyawa ini
bersifat bakterisid terhadap banyak kuman Gram negatif dan Gram positif.
Mekanisme kerja
Berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada
RNA ribosomal. Antibiotik ini toksis untuk organ pendengaran dan keseimbangan.
Efek samping
Gangguan penglihatan berupa Neuritis optica (radang saraf mata) dan bersifat
reversible bila pengobatan dihentikan. Sebaiknya jangan diberikan pada anak kecil,
karena kemungkinan gangguan penglihatan (visus) sulit di deteksi.
Farmakokinetik
Reabsorpsinya baik (75-80%) , plasma-t½ nya 3-4 jam .Ekskresinya lewat ginjal
(80%).
9
Pada pemberian oral, levofloxacin diabsorpsi secara cepat dan hamper sempurna.
Konsentrasi plasma tertinggi biasanya dicapai 1-2 jam setelah minum obat. Penetrasi
levofloxacin pada jaringan paru sangat baik
c. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin merupakan suatu anti infeksi sintetik golongan quinolon, ciprofloxacin
efektif terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif.
Mekanisme kerja
Dengan cara menghambat DNA topoisomerase yang biasa disebut DNA girase.
Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, letih, gangguan penglihatan dan anemia.
Farmakinetik
Ciprofloxacin diabsorpsi dengan baik oleh saluran pencernaan. Ciprofloxacin dan
metabolitnya di eksresikan melalui urin dan feses.
C. Tahap Pengobatan
10
- Pasien Baru TB paru BTA
-Pasien Paru BTA (-) ronsen (+)
-Pasien TB Ekstra Paru
b. FDC kategori 2
Tahap intensif terdiri dari 2RHEZS (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol,
Pirazinamid, Streptomisin). Dan obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2
bulan, kemudian diteruskan dengan RHEZ (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol,
pirazinamid) yang diberikan setiap hari selama satu bulan.
Tahap lanjutan terdiri dari 5R3H3E3 (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol) yang
diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 5 bulan.
Paduan OAT ini di berikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
c. FDC kategori anak
Tahap intensif terdiri dari 2RHZ (Rifampicin, Isoniazid, pirazinamid) yang di
berikan setiap hari selama 2 bulan.
Tahap lanjutan terdiri dari 4RH (Rifampisin, Isoniazid) yang diberikan 3 kali
seminggu selama 4 bulan.
Susu: kalsium pada susu dapat mengurangi penyerapan Tetrasiklin pada obat terutama
pada obat infeksi pernapasan
Kafein: kafein yang terdapat pada kopi dan teh akan mempertinggi resiko overdosis
antibiotic, (tremor, keringat dingin, halusinasi), sedangkan TBC membutuhkan banyak
antibiotic
Jus jeruk: menghambat enzim yang terlibat dalam metabolism obat sehingga obat
diserap lebih dari yang diharapkan, misal obat antiinflamasi+jeruk akan mempertinggi
penyerapan bahan aktif sehingga merusak otot dan perut akan panas.
11
2.2 Obat Cacing
A. Definisi Obat Cacing
Obat cacing adalah golongan obat untuk mengatasi infeksi cacing, baik pada usus maupun
organ tubuh lain. Obat antihelmintik dapat ditemukan dalam bentuk sediaan tablet, tablet
kunyah, tablet isap, serbuk, dan suspensi atau sirup. Obat cacing atau antihelmintik bekerja
dengan melumpuhkan saraf dan otot cacing, menghambat penyerapan nutrisi pada tubuh
cacing, atau mencegah reproduksi cacing dewasa. Cara kerja obat ini menyebabkan cacing
tidak dapat tumbuh dan berkembang biak, kemudian mati dan terbawa keluar bersama tinja.
B. Penggolongan Obat
Terdapat 3 golongan obat untuk antelmintika, yaitu obat-obat untuk pengobatan
Nematoda, Trematoda dan Cestoda yang akan dijelaskan berurutan sesuai dengan jenis
cacing dan obat-batnya.
1. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda
Nematoda bersal dari kata yunani “ Nema “ yang artinya benang. Nematoda adalah
cacing yang bentuknya panjang, silindris (giling), tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral
simetrik. Ukuran panjang tubuhnya sangat bervariasi, antara 2 mm – 1 meter. Alat
pencernaannya telah lengkap, tetapi sistem saraf dan sistem ekskresinya belum sempurna.
1) Mebendazol
a) Nama Obat
Mebendazol
12
- Informasi Farmakokinetik
Mebendazol tidak larut dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian oral
absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang
rendah yang disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami
first pass hepatic metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin dalam
bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu
48 jam. Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan bersama
lemak (Ganirwarna, 1995).
2) Pirantel Pamoat
a) Nama Obat
Pirantel Pamoat
Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia bermacam-macam,
ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain.
b) Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
- Khasiat obat
Pirantel pamoat dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus. Beberapa
diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbrocoides), dan cacing kremi (Enterobius
vermicularis)
13
c) efek samping dan informasi farmakokinetik
- Efek Samping
Pusing, tidak mau makan, mual dan muntah.
- farmakokinetik
Konsentrasi plasma tiabendazol mencapai puncaknya dalam 1 hingga 2 jam
setelah pemberian oral dan sebagian besar obat dibersihkan dari plasma dalam
waktu 8 jam. Thiabendazole dimetabolisme secara ekstensif di hati menjadi 5-
hydroxythiabendazole sebelum diekskresi terutama sebagai konjugat
glukuronida atau sulfat dari 5-hydroxythiabendazole. Dalam waktu 48 jam,
87% dosis oral tiabendazol diekskresikan melalui urin dan 5% melalui feses.
4) Invermektin
a) Nama Obat
Invermektin
14
a) Nama Obat
Prazikuantel
a) Nama Obat
Niklosamid
15
ADP yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh
skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya..
c) Efek samping dan informasi farmakokinetik
- Efek samping
Pusing atau kepala terasa ringan,Sakit kepala dan Mual atau muntah
- informasi farmakokinetik
Farmakokinetik nitrogliserin cukup baik pada penggunaan sublingual yang
akan diekskresikan melalui urine.
C. Tahap Pengobatan
1. Untuk anak usia 12 bulan sampai 59 bulan bisa diberikan di posyandu dengan pemberian
yang dikombinasikan dengan vitamin A.
2. Untuk anak usia 6 sampai 12 tahun bisa didapatkan di UKS atau biasa didapatkan
disekolah.
Pemberian obat cacing pada anak diatas 1 tahun hanya mendapatkan albendazole sebanyak ½
butir sedangkan anak diatas 2 tahun mendapatkan 1 butir Albendazole yang dikombinasikan
dengan obat DEC. Pemberian obat DEC ini untuk usia 2 sampai 5 tahun sebanyak 2 butir,
usia 5 tahun- 14 tahun diberikan 3 butir dan diatas 14 tahun akan menerima 4 butir.
Pemberian obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali. Sedangkan ara mengobati
cacingan pada orang dewasa adalah dengan mengonsumsi obat cacing selama 1-3 hari.
Pemberian obat cacing dilakukan hanya pada anak yang sudah diatas 1 tahun.
Obat cacing bernama albendazole ini berikan dengan tujuan:
Dapat mengoptimalkan penyerapan karobohidrat, protein, vitamin A dan zat besi sehingga
meningkatkan kualitas hidup, status gizi dan perkembangan anak.
Seorang anak yang mempunyai cacing di dalam tubuhnya akan menghambat penyeraa nutris
dalam tubuhnya sehingga nutrisi tidak sempurna diserap. Hal ini dapat berdampak buruk
pada kesehatan seperti defisiensi zat besi, anak kurang gizi, bahkan tumbuh kembang anak
menjadi lambat bahkan terlambat.
16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat TB paru umumnya mengandung jenis antituberkulosis, yaitu antibiotik yang khusus
digunakan untuk mematikan infeksi bakteri TB. Pengobatannya sendiri terdiri dari 2 tahap
yaitu intensif dan lanjutan.
3.1 Saran
Bagi pasien TBC hendaknya meningkatkan motivasinya dalam pengobatan TB, seperti
selalu mengingatkan pasien agar patuh berobat. Hal ini karenakan proses pengobatan TB
berjalan lama dan dapat menyebabkan kebosanan pada pasien TB.
Agar terhindar dari cacingan sebaiknya mencuci tangan dengan sabun, minum air matan atau
kemasan, mencuci buah dan sayur dengan bersih sebelum mengonsumsinya, serta memasak
daging hingga matang dengan baik.
17
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, TY. 1990. Pola Gejala dan Kecendrungan Berobat Penderita Tuberculosis Paru.
Malang: Cermin Dunia Kedokteran : 17-9.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta Jogjakarta: 233.
Aziz, A Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika.
BPS Sumbar, Pelaksanaan Pendataan Rumah Tangga Miskin, Padang BPS, 2009. Chandra W,
Maria CH Winarti, H Mewengkang, Kasus Kontak Tuberkulosis paru di klinik paru
Rumah Sakit Umum Pusat Manado, Majalah Kedokteran Indonesia, Maret 2004.
Afandi, AT. 2012. Pengaruh Peer Group Support Terhadap Perilaku Jajanan Sehat Siswa
Kelas 5 Sdn Ajung 2 Kalisat Jember. http://journal.unair.ac.id/filterPDF/Alfid%20Tri
%20A.doc.
Al-Fanjari. 2006. Nilai Kesehatan dalam Syarikat Islam. Cetakan II; Jakarta: Bumi Aksara.
Chin, J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, editor penterjemah: Nyoman
Kanduan, Edisi 17 cetakan II.
Dachi, R. 2005. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar No. 174593 Hatoguan Terhadap
Infeksi Cacing Perut Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15363/1/mkides2005.pdf.
18