Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

OBAT TUBERKULOSIS DAN OBAT CACING

Di Susun Oleh:

Wemison Enumbi 711331121068


Syalom Waworuntu 711331121007
Zazkia Halim 711331121049
Angelicha Salombe 711331121009
Maria Babanggai 711331121006
Bernadetha Patiran 711331121052
Tiansi Riung 711331121046
Laura Agnes Palit 711331121035
Angeli Lumantouw 711331121003
Mickenzi Lumbu 711331121002
Valentina Vanny Saflembolo 711331121057
Caroline Natasya Manggopa 711331121005
Obil T Carlos Kurube 711331121054
Sindi Mamonto 711331121023

POLTEKKES KEMENKES MANADO


PRODI SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA
2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul "OBAT TUBERKULOSIS DAN
OBAT CACING” ini dengan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata
Kuliah Farmakologi.

Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah
berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran maupun materinya. Penulis sangat
berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca.
Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam
kehidupan sehari-hari. Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan
dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami.
Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.

Penulis

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................5
1.3 Tujuan..........................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
2.1 Obat Tuberculosis (TBC).................................................................................................6
2.2 Obat Cacing....................................................................................................................12
BAB III.....................................................................................................................................17
PENUTUP................................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................17
3.1 Saran...............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................18

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberculosis adalah suatu penyakit menular yang paling sering (80%) terjadi di paru-
paru. Penyebabnya adalah suatu basil gram positif tahan asam dengan pertumbuhan sangat
lamban, yakni Mycobacterium tubercolusis. Penyakit TBC tersebar di seluruh dunia, dengan
sepertiganya telah terinfeksi, di samping banyak kasus baru (insidensi) kurang lebih 8 juta per
tahun dengan angka kematian meningkat 2-3 juta manusia per tahun. Dilaporkan bahwa
diseluruh dunia setiap 18 detik ada seseorang yang meninggal karena penyakit ini. TBC
merupakan penyakit infek yang paling mematikan dan penyebab kematin nomor dua akibat
penyakit infeksi tunggal, setelah penyakit jantung. Prevalensinya sangat besar di Negara-
negara Asia dan Afrika, yang 60-80% dari anak-anak dibawah usia 14 tahun sudah terinfeksi.
Di egara-negra berkembang pada umumnya, infeksi timbu pada masa kanak-kanak. Di
Indonesi dengan prevalensi TBC positif 0,22% (laporan WHO 1998), penyakit ini merupakan
penyakit rakyat penting yang tiap tahun mengambil banyak korban. Jumlah penderita di
Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar setelah India dan Cina, dengan angka
kematian sebesar 175.000 per tahun dan kasus baru 450 per tahun (berita Depkes RI).
Menurut WHO di Indonesia setiap 4 menit satu orang meninggal akibat TBC.

Kecacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh masuknya parasit berupa cacing
kedalam tubuh manusia karena menelan telur cacing. Penyakit ini paling umum tersebar dan
menjangkiti banyak manusia di dunia. Sampai saat ini penyakit infeksi cacing masih tetap
merupakan masalah karena kondisi sosial dan ekonomi di beberapa bagian dunia serta perlu
penanganan serius, terutama di daerah tropis karena cukup banyak penduduk menderita
kecacingan. Kecacingan merupakan salah satu penyakit yang berhubungan lingkungan,
karena sumber penyakit ini dapat ditularkan melalui tanah atau disebut Soil Transmitted
Helminths. Infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang paling umum tersebar dan
menjangkiti lebih dari 2 miliar manusia diseluruh dunia. Walaupun tersedia obat-obat baru
yang lebih spesifik dangan kerja lebih efektif, pembasmian penyakit ini masih tetap
merupakan salah satu masalah antara lain disebabkan oleh kondisi sosial ekonomi di
beberapa bagian dunia. Jumlah manusia yang dihinggapinya juga semakin bertambah akibat
migrasi, lalu-lintas dan kepariwisataan udara dapat menyebabkan perluasan kemungkinan
infeksi.

4
1.2 Rumusan Masalah
1 Apa yang dimaksud dengan obat TBC
2 Bagaimana penggolongan obat TBC
3 Apa saja tahap-tahap pengobatan TBC
4 Bagaimana pengaaruh makanan terhadap obat TBC
5 Apa yang dimaksud dengan obat cacinng

6 Bagaimana penggolongan obat cacing


7 Apa saja tahap-tahap pengobatan cacing
8 Bagaimana pengaaruh makanan terhadap obat cacing

1.3 Tujuan
2. Untuk mengetahui apa dimaksud dengan obat TBC
3. Untuk mengetahui bagaimana penggolongan obat TBC
4. Untuk mengetahui apa saja tahap-tahap pengobatan TBC
5. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh makanan terhadap obat TBC
6. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan obat cacinng

7. Untuk mengetahui bagaimana penggolongan obat cacing


8. Untuk mengetahui apa saja tahap-tahap pengobatan cacing
9. Untuk mengetahui bagaimana pengaaruh makanan terhadap obat cacing

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Obat Tuberculosis (TBC)


A. Definisi Obat TBC

Obat TB paru umumnya mengandung jenis antituberkulosis, yaitu antibiotik yang khusus
digunakan untuk mematikan infeksi bakteri TB. Pengobatannya sendiri terdiri dari 2 tahap
yaitu intensif dan lanjutan.

Berikut beberapa obat TBC paru yang digunakan pada tahap pengobatan pertama:

 Pyrazinamide
 Isoniazid
 Streptomisin
 Rifampin
 Ethambutol

Ketika seseorang mengalami resisten terhadap obat antituberkulosis, maka Ia harus menjalani
pengobatan lini kedua menggunakan obat TBC paru berikut ini:

 Pyrazinamide
 Amikacin bisa diganti dengan kanamycin
 Ethionamide atau prothionamide
 Cycloserine atau PAS
 Capreomycin
 Para-aminosalicylic acid (PAS)
 Ciprofloxacin
 Ofloxacin
 Levofloxacin

Sementara, pencegahan TB adalah dengan memberikan suntikan vaksin BCG (Bacille


Calmette-Guerin). Vaksin ini biasanya diberikan kepada bayi dan anak-anak pada saat masa
imunisasi sebanyak satu kali.

6
B. Penggolongan Obat
I. Lini pertama
a. Isoniazid
Isoniazid bersifat bakterisid terhadap basil yang sedang tumbuh pesat, aktif terhadap
kuman yang berada intraseluler dalam makrofag maupun diluar sel (ekstraseluler).
 Mekanisme kerja
Dengan menghambat biosintesis asam mikolat (micolic acid) yang merupakan unsur
penting dingding sel mikrobakterium.
 Efek samping
Mengakibatkan gatal-gatal dan ikterus juga polyneuritis, yakni radang saraf dengan
gejala kejang dan gangguan penglihatan, perasaan tidak sehat, letih dan lemah serta
anoreksia.
 Farmakokinetik
Dari usus sangat cepat difusinya ke dalam jaringan dan cairan tubuh, di dalam hati,
INH diasetilasi oleh enzim asetiltransferase menjadi metabolit inaktif. PP-nya
ringan sekali, plasma-t ½ nya antara 1 dan 4 jam tergantung pada kecepatan asetilasi.
Eksresinya terutama melalui ginjal dan sebagian besar sebagai asetilisoniazid.
b. Rifampisin
Antibiotikum ini adalah derivat semi sintetis dari rifampisin B (1965) yang dihasilkan
oleh Streptomyces mediterranei. Rifampisin berkhasiat bakterisid luas, baik yang berada
diluar maupun di dalam sel (ekstra-intraseluler).
 Mekanisme kerja
Berdasarkan perintangan spesifik dari suatu enzim bakteri RNA-polymerase,
sehingga sintesa RNA terganggu.
 Efek samping
Penyakit kuning (icterus), terutama bila dikombinasikan dengan INH yang juga agak
toksis bagi hati. Rifampisin juga dapat menyebabkan gangguan saluran cerna seperti
mual, muntah, sakit ulu hati, kejang perut dan diare, begitu pula gejala gangguan
SSP dan reaksi hipersensitasi.
 Farmakokinetik
Reabsorpsinya di usus sangat tinggi, distribusi ke jaringan dan cairan tubuh juga
baik. Plasma-t½ nya berkisar antara 1,5 sampai 5 jam. Ekskresinya khusus melalui
empedu, sedangkan melalui ginjal berlangsung secara fakultatif.

7
c. Etambutol
Etambutol bersifat bakteriostatik. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman
tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.
 Mekanisme kerja
Etambutol bekerjanya menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel
terhambat dan sel mati.
 Efek samping
Etambutol jarang menimbulkan efek samping. Dosis harian sebesar 15 mg/kg BB
menimbulkan efek toksis yang minimal. Pada dosis ini kurang 2% pasien akan
mengalami efek samping yaitu penurunan ketajaman penglihatan, ruam kulit dan
demam.
 Farmakokinetik
Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol di serap dari saluran cerna. Kadar
puncak dari plasma di capai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal
15 mg/kg BB menghasilkan kadar plasma sekitar 5 ml pada 2-4 jam.

d. Pirazinamid
Analogon pirazin dari nikotinamida ini (1952) bekerja bakterisid pada suasana asam
atau bakteriostatik, tergantung pada pH dan kadarnya di dalam darah. Spektrum kerjanya
sangat sempit dan hanya meliputi M.tuberculosis.
 Mekanisme kerja
Berdasarkan pengubahannya menjadi asam pirazinat oleh enzim pyrazinamidase
yang berasal dari basil TBC. Begitu pH dalam makrofag di turunkan, maka kuman
yang berada di “sarang” infeksi yang menjadi asam akan mati .
 Efek samping
Kerusakan hati dengan ikterus (hepatotoksis) terutama pada dosis diatas 2 g sehari.
Dapat pula menimbulkan serangan encok (gout) juga gangguan pada lambung-usus,
fotosensibilisasi, artralgia, demam, malaise dan anemia, juga menurunkan kadar gula
darah.
 Famakokinetik
Reabsorpsinya cepat & sempurna, kadar maksimal dalam plasma dicapai dalam
waktu 1-2 jam . Distribusinya ke jaringan dan cairan serebrospinal baik. Kurang
lebih 70% pirazinamida diekskresikan lewat urin.

8
e. Streptomisin
Suatu aminoglikosida , diperoleh dari Streptomyces griseus (1944), senyawa ini
bersifat bakterisid terhadap banyak kuman Gram negatif dan Gram positif.
 Mekanisme kerja
Berdasarkan penghambatan sintesa protein kuman dengan jalan pengikatan pada
RNA ribosomal. Antibiotik ini toksis untuk organ pendengaran dan keseimbangan.
 Efek samping
Gangguan penglihatan berupa Neuritis optica (radang saraf mata) dan bersifat
reversible bila pengobatan dihentikan. Sebaiknya jangan diberikan pada anak kecil,
karena kemungkinan gangguan penglihatan (visus) sulit di deteksi.
 Farmakokinetik
Reabsorpsinya baik (75-80%) , plasma-t½ nya 3-4 jam .Ekskresinya lewat ginjal
(80%).

II. Lini Kedua


a. Ofloxacin
Suatu senyawa antibakteri sintetik dari golongan kuinolon yang bersifat bakterisida.
Ofloksasin aktif terhadap bakteri aerobik gram positif termasuk penghasil penisilinase
 Mekanisme kerja
Menghambat DNA girase, suatu enzim essensial yang merupakan katalitas penting
dalam duplikasi dan transkripsi DNA bakteri.
 Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, ruam dan gatal
b. Levofloxacin
Levofloxacin memiliki spectrum antibakteri yang luas, yang aktif terhadap bakteri
gram positif dan gram negative.
 Mekanisme kerja
Dengan cara menghambat replikasi dan transkripsi DNA bakteri
 Efek samping
Mual, muntah, diare, konstipasi, sakit kepala, insomnia, mengantuk, gatal, keringat
berlebih dan lelah.
 Farmakokinetik

9
Pada pemberian oral, levofloxacin diabsorpsi secara cepat dan hamper sempurna.
Konsentrasi plasma tertinggi biasanya dicapai 1-2 jam setelah minum obat. Penetrasi
levofloxacin pada jaringan paru sangat baik
c. Ciprofloxacin
Ciprofloxacin merupakan suatu anti infeksi sintetik golongan quinolon, ciprofloxacin
efektif terhadap bakteri gram-negatif dan gram-positif.
 Mekanisme kerja
Dengan cara menghambat DNA topoisomerase yang biasa disebut DNA girase.
 Efek samping
Mual, muntah, diare, sakit kepala, letih, gangguan penglihatan dan anemia.
 Farmakinetik
Ciprofloxacin diabsorpsi dengan baik oleh saluran pencernaan. Ciprofloxacin dan
metabolitnya di eksresikan melalui urin dan feses.

C. Tahap Pengobatan

Pengobatan Tuberulosis diberikan dalam dua tahap, yaitu :


 Tahap intensif
a. Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b. Bila pengobatan tahap intesif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menular
menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c. Sebagian besar pasien Tuberkulosis BTA positif menjadi BTA negatif (konversi)
dalam 2 bulan.
 Tahap lanjutan
a. Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama.
b. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan.
a. FDC kategori 1
Tahap intensif terdiri dari 2RHZE (Rifampisin, Isoniazid, Pyrazinamid,
Etambutol). Obat-obat tersebut di berikan setiap hari selama 2 bulan Kemudian di
teruskan dengan tahap intermiten (lanjut) yang terdiri dari 4RH3 (Rifampisin dan
Isoniazid), di berikan tiga kali dalam seminggu selama 4 bulan, di berikan untuk :

10
- Pasien Baru TB paru BTA
-Pasien Paru BTA (-) ronsen (+)
-Pasien TB Ekstra Paru
b. FDC kategori 2
Tahap intensif terdiri dari 2RHEZS (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol,
Pirazinamid, Streptomisin). Dan obat-obat tersebut diberikan setiap hari selama 2
bulan, kemudian diteruskan dengan RHEZ (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol,
pirazinamid) yang diberikan setiap hari selama satu bulan.
Tahap lanjutan terdiri dari 5R3H3E3 (Rifampisin, Isoniazid, Ethambutol) yang
diberikan tiga kali seminggu dalam waktu 5 bulan.
Paduan OAT ini di berikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :
a. Pasien kambuh
b. Pasien gagal
c. Pasien dengan pengobatan setelah default (terputus)
c. FDC kategori anak
Tahap intensif terdiri dari 2RHZ (Rifampicin, Isoniazid, pirazinamid) yang di
berikan setiap hari selama 2 bulan.
Tahap lanjutan terdiri dari 4RH (Rifampisin, Isoniazid) yang diberikan 3 kali
seminggu selama 4 bulan.

D. Pengaruh Makanan Terhadap Obat

 Susu: kalsium pada susu dapat mengurangi penyerapan Tetrasiklin pada obat terutama
pada obat infeksi pernapasan
 Kafein: kafein yang terdapat pada kopi dan teh akan mempertinggi resiko overdosis
antibiotic, (tremor, keringat dingin, halusinasi), sedangkan TBC membutuhkan banyak
antibiotic
 Jus jeruk: menghambat enzim yang terlibat dalam metabolism obat sehingga obat
diserap lebih dari yang diharapkan, misal obat antiinflamasi+jeruk akan mempertinggi
penyerapan bahan aktif sehingga merusak otot dan perut akan panas.

11
2.2 Obat Cacing
A. Definisi Obat Cacing
Obat cacing adalah golongan obat untuk mengatasi infeksi cacing, baik pada usus maupun
organ tubuh lain. Obat antihelmintik dapat ditemukan dalam bentuk sediaan tablet, tablet
kunyah, tablet isap, serbuk, dan suspensi atau sirup. Obat cacing atau antihelmintik bekerja
dengan melumpuhkan saraf dan otot cacing, menghambat penyerapan nutrisi pada tubuh
cacing, atau mencegah reproduksi cacing dewasa. Cara kerja obat ini menyebabkan cacing
tidak dapat tumbuh dan berkembang biak, kemudian mati dan terbawa keluar bersama tinja.

B. Penggolongan Obat
Terdapat 3 golongan obat untuk antelmintika, yaitu obat-obat untuk pengobatan
Nematoda, Trematoda dan Cestoda yang akan dijelaskan berurutan sesuai dengan jenis
cacing dan obat-batnya.
1. Obat-Obat Untuk Pengobatan Nematoda
Nematoda bersal dari kata yunani “ Nema “ yang artinya benang. Nematoda adalah
cacing yang bentuknya panjang, silindris (giling), tidak bersegmen dan tubuhnya bilateral
simetrik. Ukuran panjang tubuhnya sangat bervariasi, antara 2 mm – 1 meter. Alat
pencernaannya telah lengkap, tetapi sistem saraf dan sistem ekskresinya belum sempurna.
1) Mebendazol
a) Nama Obat
Mebendazol

b) Khasiat obat dan mekanisme kerjanya


- Khasiat obat
o Efektif terhadap cacing Toxocara canis, Toxocara cati, Toxascaris
leonina, Trichuris vulpis, Uncinaria stenocephala, Ancylostoma
caninum, Taenia pisiformis, Taenia hydatigena, Echinococcus
granulosus dan aeniaformis hydatigena
o Berefek menghambat pemasukan glukosa ke dalam cacing secara
irreversibel sehingga terjadi pengosongan glikogen dalam cacing
o Menyebabkan kerusakan struktur subseluler
o Menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing
- Efek samping
Diare dan sakit perut ringan yang bersifat sementara.

12
- Informasi Farmakokinetik
Mebendazol tidak larut dalam air dan rasanya enak. Pada pemberian oral
absorbsinya buruk. Obat ini memiliki bioavailabilitas sistemik yang
rendah yang disebabkan oleh absorbsinya yang rendah dan mengalami
first pass hepatic metabolisme yang cepat. Diekskresikan lewat urin dalam
bentuk yang utuh dan metabolit sebagai hasil dekarboksilasi dalam waktu
48 jam. Absorbsi mebendazol akan lebih cepat jika diberikan bersama
lemak (Ganirwarna, 1995).
2) Pirantel Pamoat
a) Nama Obat
Pirantel Pamoat
Nama dagang pirantel pamoat yang beredar di Indonesia bermacam-macam,
ada Combantrin, Pantrin, Omegpantrin, dan lain-lain.
b) Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
- Khasiat obat
Pirantel pamoat dapat membasmi berbagai jenis cacing di usus. Beberapa
diantaranya adalah cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale), cacing gelang (Ascaris lumbrocoides), dan cacing kremi (Enterobius
vermicularis)

- Mekanisme kerja nitrogliserin


Cara kerja pirantel pamoat adalah dengan melumpuhkan cacing. Cacing yang
lumpuh akan mudah terbawa keluar bersama tinja. Setelah keluar dari tubuh, cacing
akan segera mati.Pirantel pamoat dapat diminum dengan keadaan perut kosong,
atau diminum bersama makanan, susu atau jus.
3) Tiabendazol
a) Nama Obat
Tiabendazol
Sifat fisika : tidak larut dalam air
b) Khasiat obat dan mekanisme kerjanya
- Khasiat obat
Menganggu agregasi mikrotubular
- Mekanisme kerja
Obat dihidroksilasi dalam hati dan dikeluarkan dalam urine

13
c) efek samping dan informasi farmakokinetik
- Efek Samping
Pusing, tidak mau makan, mual dan muntah.
- farmakokinetik
Konsentrasi plasma tiabendazol mencapai puncaknya dalam 1 hingga 2 jam
setelah pemberian oral dan sebagian besar obat dibersihkan dari plasma dalam
waktu 8 jam. Thiabendazole dimetabolisme secara ekstensif di hati menjadi 5-
hydroxythiabendazole sebelum diekskresi terutama sebagai konjugat
glukuronida atau sulfat dari 5-hydroxythiabendazole. Dalam waktu 48 jam,
87% dosis oral tiabendazol diekskresikan melalui urin dan 5% melalui feses.
4) Invermektin
a) Nama Obat
Invermektin

b) Khasiat obat dan mekanisme kerjanya


- Khasiat obat
Efektif untuk scabies
- Mekanisme kerja nitrogliserin
Ivermektin bekerja pada reseptor GABA (asam ɣ-amionobutirat) parasite.
Aliran klorida dipacu keluar dan terjadi hiperpolarisasi, menyebabkan
paralisis cacing.
c) efek samping dan informasi farmakokinetik
- Efek samping
“Mozatti” yaitu berupa demam, sakit kepala, pusing, somnolen, hipotensi
dan sebagainya
- farmakokinetik
Pada pemberian secara oral, ivermectin dapat mencapai konsentrasi plasma
proporsional terhadap dosis. Konsentrasi puncak ivermectin adalah sebesar 30–
46 ng/ml dan tercapai 4 jam setelah pemberian, kemudian menurun secara
perlahan setelahnya.
2. Obat Untuk Pengobatan Trematoda
Trematoda merupakan cacing pipih berdaun, digolongkan sesuai jaringan yang
diinfeksi. Misalnya sebagai cacing isap hati, paru, usus atau darah.
1) Prazikuantel

14
a) Nama Obat
Prazikuantel

b) Khasiat obat dan mekanisme kerjanya


- Khasiat obat
Obat pilihan untuk pengobatan semua bentuk skistosomiasis dan infeksi
cestoda seperti sistisercosis
- Mekanisme kerja
Permeabilitas membrane sel terhadap kalsium meningkat menyebabkan
parasite mengalami kontraktur dan paralisis. Prazikuantel mudah diabsorbsi
pada pemberian oral dan tersebar sampai ke cairan serebrospinal. Kadar
yang tinggi dapat dijumpai dalam empedu. Obat dimetabolisme secara
oksidatif dengan sempurna, meyebabkan waktu paruh menjadi pendek.
Metabolit tidak aktif dan dikeluarkan melalui urin dan empedu
c) Efek samping dan informasi farmakokinetik
- Efek samping
Mengantuk, pusing, lesu, tidak mau makan dan gangguan pencernaan
- Farmakokinetik
Farmakokinetik obat prazikuantel adalah 80% cepat diabsorpsi, mencapai
konsentrasi puncak 1-3 jam, dimetabolisme di hepar, dan sebagian besar
dieliminasi melalui ginjal.
3. Obat Untuk Pengobatan Cestoda
Cestoda atau cacing pita, bertubuh pipih, bersegmen dan melekat pada usus pejamu.
Sama dengan trematoda, cacing pita tidak mempunyai mulut dan usus selama siklusnya.
1) Niklosamid

a) Nama Obat
Niklosamid

b) Khasiat obat dan mekanisme kerjanya


- Khasiat obat
Membersihkan usus dari segmen-segmen cacing yang mati agar tidak
terjadi digesti dan pelepasan telur yang dapat menjadi sistiserkosisi.
- Mekanisme kerja nitrogliserin
Kerjanya menghambat fosforilasi anaerob mitokondria parasite terhadap

15
ADP yang menghasilkan energy untuk pembentukan ATP. Obat membunuh
skoleks dan segmen cestoda tetapi tidak telur-telurnya..
c) Efek samping dan informasi farmakokinetik
- Efek samping
Pusing atau kepala terasa ringan,Sakit kepala dan Mual atau muntah

- informasi farmakokinetik
Farmakokinetik nitrogliserin cukup baik pada penggunaan sublingual yang
akan diekskresikan melalui urine.

C. Tahap Pengobatan

1. Untuk anak usia 12 bulan sampai 59 bulan bisa diberikan di posyandu dengan pemberian
yang dikombinasikan dengan vitamin A.
2. Untuk anak usia 6 sampai 12 tahun bisa didapatkan di UKS atau biasa didapatkan
disekolah.
Pemberian obat cacing pada anak diatas 1 tahun hanya mendapatkan albendazole sebanyak ½
butir sedangkan anak diatas 2 tahun mendapatkan 1 butir Albendazole yang dikombinasikan
dengan obat DEC. Pemberian obat DEC ini untuk usia 2 sampai 5 tahun sebanyak 2 butir,
usia 5 tahun- 14 tahun diberikan 3 butir dan diatas 14 tahun akan menerima 4 butir.

Pemberian obat cacing dapat diulang setiap 6 bulan sekali. Sedangkan ara mengobati
cacingan pada orang dewasa adalah dengan mengonsumsi obat cacing selama 1-3 hari.

D. Pengaruh Makanan Terhadap Obat

Pemberian obat cacing dilakukan hanya pada anak yang sudah diatas 1 tahun.
Obat cacing bernama albendazole ini berikan dengan tujuan:
 Dapat mengoptimalkan penyerapan karobohidrat, protein, vitamin A dan zat besi sehingga
meningkatkan kualitas hidup, status gizi dan perkembangan anak.
Seorang anak yang mempunyai cacing di dalam tubuhnya akan menghambat penyeraa nutris
dalam tubuhnya sehingga nutrisi tidak sempurna diserap. Hal ini dapat berdampak buruk
pada kesehatan seperti defisiensi zat besi, anak kurang gizi, bahkan tumbuh kembang anak
menjadi lambat bahkan terlambat.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Obat TB paru umumnya mengandung jenis antituberkulosis, yaitu antibiotik yang khusus
digunakan untuk mematikan infeksi bakteri TB. Pengobatannya sendiri terdiri dari 2 tahap
yaitu intensif dan lanjutan.

Sementara, pencegahan TB adalah dengan memberikan suntikan vaksin BCG (Bacille


Calmette-Guerin). Vaksin ini biasanya diberikan kepada bayi dan anak-anak pada saat masa
imunisasi sebanyak satu kali.
Obat cacing adalah golongan obat untuk mengatasi infeksi cacing, baik pada usus maupun
organ tubuh lain. Obat antihelmintik dapat ditemukan dalam bentuk sediaan tablet, tablet
kunyah, tablet isap, serbuk, dan suspensi atau sirup. Obat cacing atau antihelmintik bekerja
dengan melumpuhkan saraf dan otot cacing, menghambat penyerapan nutrisi pada tubuh
cacing, atau mencegah reproduksi cacing dewasa. Cara kerja obat ini menyebabkan cacing
tidak dapat tumbuh dan berkembang biak, kemudian mati dan terbawa keluar bersama tinja.

3.1 Saran
Bagi pasien TBC hendaknya meningkatkan motivasinya dalam pengobatan TB, seperti
selalu mengingatkan pasien agar patuh berobat. Hal ini karenakan proses pengobatan TB
berjalan lama dan dapat menyebabkan kebosanan pada pasien TB.
Agar terhindar dari cacingan sebaiknya mencuci tangan dengan sabun, minum air matan atau
kemasan, mencuci buah dan sayur dengan bersih sebelum mengonsumsinya, serta memasak
daging hingga matang dengan baik.

17
DAFTAR PUSTAKA

Aditama, TY. 1990. Pola Gejala dan Kecendrungan Berobat Penderita Tuberculosis Paru.
Malang: Cermin Dunia Kedokteran : 17-9.
Arikunto, Suharsimi. 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka
Cipta Jogjakarta: 233.
Aziz, A Alimul. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data. Jakarta:
Salemba Medika.
BPS Sumbar, Pelaksanaan Pendataan Rumah Tangga Miskin, Padang BPS, 2009. Chandra W,
Maria CH Winarti, H Mewengkang, Kasus Kontak Tuberkulosis paru di klinik paru
Rumah Sakit Umum Pusat Manado, Majalah Kedokteran Indonesia, Maret 2004.
Afandi, AT. 2012. Pengaruh Peer Group Support Terhadap Perilaku Jajanan Sehat Siswa
Kelas 5 Sdn Ajung 2 Kalisat Jember. http://journal.unair.ac.id/filterPDF/Alfid%20Tri
%20A.doc.
Al-Fanjari. 2006. Nilai Kesehatan dalam Syarikat Islam. Cetakan II; Jakarta: Bumi Aksara.
Chin, J. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular, editor penterjemah: Nyoman
Kanduan, Edisi 17 cetakan II.
Dachi, R. 2005. Hubungan Perilaku Anak Sekolah Dasar No. 174593 Hatoguan Terhadap
Infeksi Cacing Perut Di Kecamatan Palipi Kabupaten Samosir.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15363/1/mkides2005.pdf.

18

Anda mungkin juga menyukai