Anda di halaman 1dari 21

Issue Terkini Kesehatan Masyarakat

“TBC ”
Dosen Pembimbing : Eti Kurniawati, SKM, M.Kes

DISUSUN OLEH :
M FARIZ HUSAINI (1713201021)

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN HARAPAN IBU
JAMBI
TAHUN AJARAN 2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Membuat makalah stunting ini

dalam rangka memenuhi salah satu tugas mata kuliah issue terkini kesehatan masyarakat.

Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, yaitu :
1. Ibu Eti Kurniawati, S.KM., M.Kes. selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan dorongan kepada penulis sehingga
tersusunlah makalah ini.
2. Orang tua kami yang tidak lupa selalu mendoakan kami dan merupakan
motivasi terbesar kami sampai saat ini.
3. Rekan-rekan yang telah memberikan dukungan moril.
Penulis menyadari tidak ada manusia yang sempurna, begitu juga dalam pembuatan

makalah limbah industri Apabila nantinya terdapat kekurangan dan kesalahan dalam

penulisan mohon di maafkan, kami sangat berharap kepada seluruh pihak agar dapat

memberikan kritik dan juga sarannya.

Akhir kata, semoga karangan ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan pembaca.
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
1.2. Rumusan masalah
1.3. Tujuan penelitian
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Definisi TBC
2.2. Tanda dan gejala TBC
2.3. Cara penularan TBC
2.4. Cara agar tidak menularkan TBC
2.5. Pencegahan TBC
2.6 Pengobatan TBC
2.7 Prinsip dan strategi penanggulangan TBC
2.8 Langkah langkah program penanggulangan TBC
2.9 Membangun jejaring dan kelangsungan program
2.10 Promosi Kesehatan Dan Penanggulangan TB di Tempat Kerja………………….16

BAB III PENUTUP


3.1. KESIMPULAN
3.2 SARAN
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan yang besar di dunia. Dalam 20


tahun World Health Organitation (WHO) dengan negara-negara yang tergabung di
dalamnya mengupayakan untuk mengurangi TB Paru. Tuberkulosis paru adalah suatu
penyakit infeksi menular yang di sebabkan oleh infeksi menular oleh bakteri
Mycobacterium tuberkulosis. Sumber penularan yaitu pasien TB BTA positif melalui
percik renik dahak yang dikeluarkannya. Penyakit ini apabila tidak segera diobati atau
pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian
(Kemenkes RI, 2015).
Penyakit tuberkulosis ditularkan melalui udara secara langsung oleh penderita
tuberkulosis kepada orang lain. Penularan penyakit tuberkulosis terjadi melalui hubungan
dekat antara penderita dan orang yang tertular ( terinfeksi) misalnya berada dalam
ruangan tidur atau ruang tempat kerja bersama dan menggunakan perabotan makanan
bersama dengan yang penderita tuberkulosis. Penyebar penyakit tuberkulosis sering tidak
tahu bahwa seseorang itu menderita penyakit tuberkulosis. Droplet yang mengandung
basil tuberkulosis yang dihasilkan dari batuk bisa melayang melalui udara, jika seseorang
yang sehat terhirup droplet tersebut maka akan terdampar pada dinding sistem
pernafasan. Droplet besar akan terkena pada saluran pernapasan bagian atas, droplet kecil
akan masuk ke dalam alveoli dilobus dimanapun, tidak ada predileksi lokasi
terdamparnya droplet kecil. Pada tempat terdamparnya, basil tuberkulosis akan
membentuk suatu focus infeksi primer berupa 2 tempat pembiakan basil tuberkulosis dan
tubuh penderita tuberkulosis akan mengalami reaksi inflamasi. Basil tuberkulosis tersebut
yang masuk akan mendapat perlawanan dari dalam tubuh, jenis perlawanan tubuh
tersebut tergantung pada pengalaman tubuh yaitu dengan pernah mengenal basil
tuberkulosis atau pun belum(Djojodibroto, 2014).
Berdasarkan World Heart Organization melaporkan bahwa pada tahun 2016
angka kejadian Tuberkulosis diseluruh dunia sebesar 6,43 juta kasus hal ini terjadi
peningkatan dari tahun 2015 yaitu sebesar 6,1 juta kasus (World Health Organization,
2016). Berdasarkan laporan World Health Organization pada tahun 2015 Indonesia
menempati posisi kedua tertinggi di dunia sebanyak 1,02 juta kasus setelah India yaitu
sebanyak 2,8 juta kasus (World Health Organization, 2015).
Berdasarkan profil data kesehatan Indonesia pada tahun 2015 insiden tuberkulosis
di Indonesia diperkirakan 1.020.000 kasus atau sekitar 395 per 100.000 penduduk. Pada
tahun 2016 ditemukan jumlah kasus tuberkulosis sebanyak 351.893 kasus, terjadi
peningkatan bila dibandingkan pada tahun 2015 yaitu sebanyak 330.729 kasus
(Kemenkes RI, 2016). Di Indonesia sendiri, penyakit tuberkulosis merupakan masalah
kesehatan yang utama. Pada tahun 1995, hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT),
menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga (3)
setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok
umur.
Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit
muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali
satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia. Sehingga kita harus waspada sejak dini &
mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC.

 1.2 Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan TBC?


2. Apa saja tanda dan gejala TBC?
3. Bagaimana cara penularan TBC?
4. Bagaiman cara agar tidak menularkan TBC?
5. Bagaimana cara pencegahan TBC?
6. Bagaimana cara pengobatan TBC?
7. Apa saja prinsip dan strategi penanggulangan TBC?
8. Apa saja langkah langkah program penanggulangan TBC?
9. Bagaimana cara membangun jejaring dan kelangsungan program penanggulangan
TBC?
10. Apa saja promosi kesehatan dan penanggulangan TBC di tempat kerja?

1.3 Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi TBC


2. Untuk mengetahui tanda dan gejala TBC
3. Untuk mengetahui cara penularan TBC
4. Untuk mengetahui cara agar tidak menularkan TBC
5. Untuk mengetahui cara pencegahan TBC
6. Untuk mengetahui cara pengobatan TBC
7. Untuk mengetahui prinsip dan strategi penanggulangan TBC
8. Untuk mengetahui langkah langkah program penanggulangan TBC
9. Untuk mengetahui cara membangun jejaring dan kelangsungan program
penanggulangan TBC
10. Untuk menegathui promosi keehatan dan penanggulangan TBC di tempat kerja
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI TBC

Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim


paru. Tuberculosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningens,
ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suddarth, 2003). Tuberculosis (TB) adalah penyakit
infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang
bervariasi, akibat kuman mycobacterium tuberkulosis sistemik sehingga dapat mengenai
semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi
infeksi primer (Mansjoer, 2000).
TB dapat menyerang siapa saja, terutama usia produktif/masih aktif bekerja ( 15 – 50
tahun ) dan anak-anak. TB dapat menyebabkan kematian apabila tidak diobati, 50 %
pasien TB akan menular setelah 5 tahun.

2.2 TANDA DAN GEJALA

Gejala utama TB yaitu batuk terus menerus dan berdahak selama 2 minggu atau lebih.
Disamping gejala utama terdapat gejala lainnya seperti demam/meriang berkepanjangan,
batuk bercampur dahak, sesak nafas dan nyeri dada,berkeringat di malam hari walaupun
tidak melakukan kegiatan, berat badan turun, nafsu makan kurang dan rasa kurang enak
badan.

2.3 CARA PENULARAN

TB menular melalui udara, sewaktu pasien batuk, bersih, meludah atau berbicara
kuman keluar melalui percikan dahaknya. Kuman tersebut terhirup oleh orang sekitarnya.
TB tidak menular lewat transfusi darah, air susu ibu dan alat makan dan minum yang
telah dicuci.

2.4 CARA AGAR TIDAK MENULARKAN

Beberapa cara dibawah ini agar tidak menularkan TB.


1. Tutup mulut dan hidung pada saat batuk/bersin dengan saputangan atau tisu.
2. Tidak meludah sembarangan (ditampung dan dibuang ke lubang WC lalu
disiram sampai bersih).
3. Sementara hindarilah kontak langsung dengan anak-anak balita.
4. Segera mencuci alat makan setelah digunakan.
5. Mencuci tangan dengan sabun dengan air mengalir/cairan pencuci tangan
berbasis alkohol setelah menutup mulut pada saat batu/bersin.
6. Memakai masker jika bersama dengan orang lain.
2.5 PENCEGAHAN
Beberapa langkah berikut agar untuk mencegah agar kita terhindar dari sakit TB :
a. Membuka jendela setiap pagi, usahakan sinar mataharimasuk ke dalam
rumah.
b. Menutup mulut dan hidung jika ada orang batuk/bersin
c. Jemur dengan teratur alat-alat tidur ( bantal, kasur, tikar, selimut dll )
d. Makan makanan bergizi dan seimbang.
e. Tidak merokok
f. Bila mengalami gejala TB segera periksakan dri ke Puskesmas terdekat
g. Olahraga dengan teratur.
1) Tips Mencegah Penularan Batuk TBC Dari Penderita
Penyakit ini biasa menular melalui media udara, yang kemudian terhirup oleh
orang yang sehat. Berikut tips pencegahan yang perlu Anda ketahui.
a. Hindari menggunakan peralatan makan yang sama dengan si penderita
b. Gunakan masker jika Anda sering kontak langsung dengan penderita
c. Jauhkan anak-anak dari penderita
d. Banyak makan makanan yang begizi dan suplemen agar meningkatkan
kekebalan tubuh
Tak ada larangan untuk berdekatan dengan penderita TBC, yang terpenting
adalah Anda mengetahui Tips pencegahan di atas.
2) Tips Mencegah Penularan Batuk TBC ke Orang yang Sehat
Tips pencegahan, di antaranya:
a. Menutup mulut Anda dengan sapu tangan saat batuk atau bersin.
b. Jangan sembarangan meludah. Jika ingin meludah, silahkan meludah
hanya pada wadah khusus yang disediakan untuk Anda yang terlebih
dahulu sudah di beri diberi desinfektan untuk membunuh
kuman penyebab TBC.
c. Hindari berdekatan atau kontak langsung dengan balita atau anak-anak.
d. Pisahkan peralatan makan Anda, begitu juga saat mencucinya agar tidak
terpakai orang yang sehat.
e. Jemurlah perlengkapan tidur Anda seperti bantal, kasur, selimut dan lain
lain setiap hari, biarkan sinar matahari langsung masuk ke dalam kamar
Anda.
2.6 PENGOBATAN
Pengobatan TBC Kriteria I (Tidak pernah terinfeksi, ada riwayat kontak,
tidak menderita TBC) dan II (Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak
menderita TBC (gejala TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi
negatif) memerlukan pencegahan dengan pemberian INH 5–10 mg/kgbb/hari.
1. Pencegahan (profilaksis) primer
Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+).
INH minimal 3 bulan walaupun uji tuberkulin (-).
Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau
sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
2. Pencegahan (profilaksis) sekunder
Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TBC.
Profilaksis diberikan selama 6-9 bulan.

 Obat yang digunakan untuk TBC digolongkan atas dua kelompok yaitu :

o Obat primer : INH (isoniazid), Rifampisin, Etambutol, Streptomisin,


Pirazinamid.
Memperlihatkan efektifitas yang tinggi dengan toksisitas yang masih dapat
ditolerir, sebagian besar penderita dapat disembuhkan dengan obat-obat ini.
o Obat sekunder : Exionamid, Paraaminosalisilat, Sikloserin, Amikasin,
Kapreomisin dan Kanamisin.

 Dosis obat antituberkulosis (OAT)

Obat Dosis harian  Dosis 2x/minggu  Dosis 3x/minggu


(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)

INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)

Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)

Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)


Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)

Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)

Sejak 1995, program Pemberantasan Penyakit TBC di Indonesia mengalami


perubahan manajemen operasional, disesuaikan dengan strategi global yanng
direkomendasikan oleh WHO. Langkah ini dilakukan untuk menindaklanjuti
Indonesia WHO joint Evaluation dan National Tuberkulosis Program in
Indonesiapada April 1994. Dalam program ini, prioritas ditujukan pada
peningkatan mutu pelayanan dan penggunaan obat yang rasional untuk
memutuskan rantai penularan serta mencegah meluasnya resistensi kuman TBC di
masyarakat. Program ini dilakukan dengan cara mengawasi pasien dalam menelan
obat setiap hari,terutama pada fase awal pengobatan.
Strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) pertama kali
diperkenalkan pada tahun 1996 dan telah diimplementasikan secara meluas dalam
sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Sampai dengan tahun 2001, 98% dari
populasi penduduk dapat mengakses pelayanan DOTS di puskesmas. Strategi ini
diartikan sebagai "pengawasan langsung menelan obat jangka pendek oleh
pengawas pengobatan" setiap hari.
Indonesia adalah negara high burden, dan sedang memperluas strategi DOTS
dengan cepat, karenanya baseline drug susceptibility data (DST) akan menjadi alat
pemantau dan indikator program yang amat penting. Berdasarkan data dari
beberapa wilayah, identifikasi dan pengobatan TBC melalui Rumah Sakit mencapai
20-50% dari kasus BTA positif, dan lebih banyak lagi untuk kasus BTA negatif.
Jika tidak bekerja sama dengan Puskesmas, maka banyak pasien yang didiagnosis
oleh RS memiliki risiko tinggi dalam kegagalan pengobatan, dan mungkin
menimbulkan kekebalan obat.
Akibat kurang baiknya penanganan pengobatan penderita TBC dan lemahnya
implementasi strategi DOTS. Penderita yang mengidap BTA yang resisten terhadap
OAT akan menyebarkan infeksi TBC dengan kuman yang bersifat MDR (Multi-
drugs Resistant). Untuk kasus MDR-TB dibutuhkan obat lain selain obat standard
pengobatan TBC yaitu obat fluorokuinolon seperti siprofloksasin, ofloxacin,
levofloxacin (hanya sangat disayangkan bahwa obat ini tidak dianjurkan pada anak
dalam masa pertumbuhan).
 Pengobatan TBC pada orang dewasa

 Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol
setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan selanjutnya minum obat INH dan
rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap lanjutan).
Diberikan kepada:
o Penderita baru TBC paru BTA positif.
o Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
 Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
o Penderita kambuh.
o Penderita gagal terapi.
o Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
 Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
o Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

 Pengobatan TBC pada anak


Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan,
yaitu:
1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH +Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7
bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan
pertama, kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu
selama 4 bulan (ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi
terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan
bersamaan, dosis maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.
Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:
 TB tidak berat

INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari

 TB berat (milier dan meningitis TBC)

INH : 10 mg/kgbb/hari

Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari

Dosis
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
prednisone
2.7 PRINSIP DAN STRATEGI PENANGGULANGAN TBC

1. Penguatan Kepemimpinan Program TB berbasis kabupaten/kota


 Koordinasi oleh pemerintah dengan peta jalan eliminasi yang jelas dan diperkuat
dengan regulasi.
 Kolaborasi multisektoral dan koalisi yang kuat dengan organisasi masyarakat
 Peningkatan pembiayaan, terutama dari pendanaan bersumber dalam negeri
 Koordinasi, harmonisasi, sinkronisasi dan sinergi untuk mencapai kinerja program
yang terbaik.
2. Meningkatkan akses layanan TB yang bermutu.
 Melibatkan semua penyedia layanan melalui peningkatan jaringan layanan
pemerintah swasta melalui district-basedpublic-private mix(PPM)
 Intensifikasi penemuan kasus TB aktif melalui pendekatan kesehatanmasyarakat dan
keluarga.
 Pendekatan integrasi layanan seperti TB-HIV, TB-DM, IMCI, PAL, dll.
 Inovasi diagnostik TB dengan memanfaatkan alat terbaru sesuairekomendasi WHO
 Meningkatkan kepatuhan pengobatan pasien dan dukungan pasiendan keluarga
 Integrasi dengan asuransi kesehatan untuk mencapai cakupan universal untuk
pengobatan TB
3. Pengendalian faktor risiko
 Promosi, lingkungan dan gaya hidup sehat

 Implementasi pencegahan dan pengendalian infeksi TB (imunisasi, pengobatan


profilaksis, pengendalian infeksi, dll.)
 Meningkatkan penemuan kasus TB dan juga mempertahankan keberhasilan
pengobatan yang tinggi
4. Penguatan kemitraan TB melalui forum koordinasi
 Pemetaan mitra potensial dalam eliminasi TB

 Peningkatan kemitraan melalui koordinasi forum TB di tingkat pusat


 Peningkatan kemitraan melalui forum koordinasi TB di tingkat provinsi/kabupaten
5. Peningkatan keterlibatan masyarakat dalam pengendalian TB
 Meningkatkan keterlibatan dan keterlibatan pasien TB, mantan pasien, keluarga dan
masyarakat dalam pengendalian TB
 Memperluas keterlibatan masyarakat dan keluarga dalam pengendalian TB
 Keterlibatan peran masyarakat dalam promosi TB, temuan kasus TB dan dukungan
pengobatan terhadap TB
 Pemberdayaan masyarakat melalui integrasi TB ke dalam pelayanan kesehatan
berbasis keluarga dan masyarakat

6. Memperkuat sistem kesehatan dan manajemen TB


 Sumber daya manusia yang memadai dan kompeten

 Mengelola logistik secara efektif


 Meningkatkan pembiayaan, advokasi dan peraturan
 Memperkuat sistem informasi strategis, surveilans proaktif, termasuk kewajiban
melaporkan (Mandatory Notification).
 Jaringan dalam penelitian dan pengembangan inovasi program.
2.8 LANGKAH – LANGKAH PROGRAM PENANGGULANGAN TBC
Kegiatan pokok dan kegiatan indikatif program ini meliputi:
1. Pencegahan dan penanggulangan faktor risiko: 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundang-
undangan, dan kebijakan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko dan
diseminasinya; 
 Menyiapkan materi dan menyusun rencana kebutuhan untuk pencegahan dan
penanggulangan faktor resiko;
 Menyediakan kebutuhan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko
sebagai stimulam;
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk melakukan
pencegahan dan penanggulangan faktor risiko;
 Melakukan bimbingan, pemantauan dan evaluasi kegiatan pencegahan dan
penanggulangan faktor risiko;
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan
konsultasi teknis pencegahan dan penanggulangan faktor risiko; 
 Melakukan kajian program pencegahan dan penanggulangan faktor risiko; 
 Membina dan mengembangkan UPT dalam pencegahn dan penanggulangan
faktor risiko;
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
pencegahan dan pemberantasan penyakit.
2. Peningkatan imunisasi: 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundang-
undangan, dan kebijakan peningkatan imunisasi, dan diseminasinya;
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan
imunisasi; 
 Menyediakan kebutuhan peningkatan imunisasi sebagai stimulan
yang ditujukan terutama untuk masyarakat miskin dan kawasan khusus sesuai
dengan skala prioritas; 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/protap program
imunisasi; 
 Menyiapkan dan mendistribusikan sarana dan prasarana imunisasi; 
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit
untuk melaksanakan program imunisasi
 Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan imunisasi; 
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi dan
konsultasi teknis peningkatan imunisasi;
 Melakukan kajian upaya peningkatan imunisasi; 
 Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan imunisasi; 
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan imunisasi.
3. Penemuan dan tatalaksana penderita: 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan
perundangundangan, dan kebijakan penemuan dan tatalaksana penderita dan
diseminasinya; 
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan penemuan
dan tatalaksana penderita; 
 Menyediakan kebutuhan penemuan dan tatalaksana penderita sebagai
stimulan; 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman program
penemuan dan tatalaksana penderita; 
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit untuk
melaksanakan program penemuan dan tatalaksana penderita; 
 Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan penemuan dan
tatalaksana penderita; 
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan konsultasi teknis penemuan dan tatalaksana penderita; 
 Melakukan kajian upaya penemuan dan tatalaksana penderita;
 Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya penemuan dan tatalaksana
penderita; 
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan penemuan
dan tatalaksana penderita. 
4. Peningkatan surveilens epidemiologi dan penanggulangan wabah: 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundang-
undangan, dan kebijakan peningkatan surveilans epidemiologi
dan penanggulangan KLB/wabah dan diseminasinya; 
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah; 
 Menyediakan kebutuhan peningkatan surveilans epidemiologi dan
penanggulangan KLB/wabah sebagai stimulan; 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman program
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah; 
 Meningkatkan sistem kewaspadaan dini dan menanggulangi KLB/Wabah,
termasuk dampak bencana; 
 Meningkatkan kemampuan tenaga pengendalian penyakit
untuk melaksanakan program surveilans epidemiologi dan penanggulangan
KLB/wabah; 
 Melakukan bimbingan, pemantauan, dan evaluasi kegiatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah; 
 Membangun dan mengembangkan kemitraan dan jejaring kerja informasi
dan konsultasi teknis peningkatan surveilans epidemiologi
dan penanggulangan KLB/wabah; 
 Melakukan kajian upaya peningkatan surveilans epidemiologi dan
penanggulangan KLB/wabah; 
 Membina dan mengembangkan UPT dalam upaya peningkatan surveilans
epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah. 
 Melaksanakan dukungan administrasi dan operasional pelaksanaan
surveilans epidemiologi dan penanggulangan KLB/wabah. 
5. Peningkatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit: 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan peraturan dan perundang-
undangan, dan kebijakan peningkatan komunikasi informasi dan edukasi
(KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit dan diseminasinya; 
 Menyiapkan materi dan menyusun perencanaan kebutuhan peningkatan
komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan
penyakit.
 Menyediakan kebutuhan peningkatan komunikasi informasi dan
edukasi (KIE) pencegahan dan pemberantasan penyakit sebagai stimulan; 
 Menyiapkan materi dan menyusun rancangan juklak/juknis/pedoman
program komunikasi informasi dan edukasi (KIE) pencegahan dan
pemberantasan penyakit; 
2.9 MEMBANGUN JEJARING DAN KELANGSUNGAN PROGRAM

A.Tingkat Pusat.

Upaya pengendalian TB dilakukan melalui Gerdunas-TB yang merupakan forum kemitraan


lintas sektor di bawah koordinasi Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan, dan penanggung jawab teknis pengendalian TB yaitu Menteri Kesehatan R.I.
Dalam pelaksanaannya program TB secara Nasional dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, cq. Direktorat Pengendalian Penyakit
Menular Langsung.

B. Tingkat Provinsi

Di tingkat provinsi Gerdunas-TB Provinsi yang terdiri dari Tim Pengarah dan Tim Teknis.
Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan daerah. Dalam pelaksanaan
program TB di tingkat provinsi dikordinasikan Dinas Kesehatan Provinsi.

C. Tingkat Kabupaten/Kota

Di tingkat kabupaten/kota Gerdunas-TB kabupaten/kota yang terdiri dari Tim Pengarah dan
Tim Teknis. Bentuk dan struktur organisasi disesuaikan dengan kebutuhan kabupaten/kota.
Dalam pelaksanaan program TB di tingkat Kabupaten/Kota dikordinasikan oleh Dinas
Kesehatan kabupaten/kota.

D. Tingkat fasyankes

Tatalaksana pasien TB dilaksanakan oleh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) dan
Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).

1). Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Berdasarkan kemampuan pemeriksaan


mikroskopis FKTP di bagi menjadi :

• FKTP Rujukan Mikroskopis (FKTP-RM), yaitu fasilitas kesehatan tingkat pertama yang
mampu melakukan pemeriksaan mikroskopis TB.

• FKTP Satelit (FKTP-S) yaitu Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama yang melakukan
pembuatan sedian apus sampai fiksasi. Secara umum konsep pelayanan pasien TB di Balai
Pengobatan dan Dokter Praktek Mandiri (DPM) sesuai dengan kemampuan pelayanan yang
diberikan.

2). Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL)

FKRTL dalam hal ini adalah fasilitas kesehatan RTL yang mampu memberikan layanan TB
secara menyeluruh mulai dari promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif untuk
kasus-kasus TB dengan penyulit dan kasus TB yang tidak bisa ditegakkan diagnosisnya di
FKTP. Fasilitas kesehatan yang termasuk dalam FKRTL adalah RS Tipe C, B dan A, RS
Rujukan Khusus Tingkat Regional dan Nasional, Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
(BBKPM) dan klinik utama. Untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi pasien TB secara
berkualitas dan terjangkau, semua fasilitas kesehatan tersebut diatas perlu bekerja sama
dalam kerangka jejaring pelayanan kesehatan baik secara internal didalam gedung maupun
eksternal bersama lembaga terkait disemua wilayah.

Pembagian peran dan wewenang dalam penanggulangan TB. Pelaksanaan pembagian peran
dan wewenang antara pemerintah pusat dan daerah, bertujuan untuk:

• Meningkatkan komitmen dan kepemilikan program antara pemerintah pusat dan daerah.

• Meningkatkan koordinasi, keterpaduan dan sikronisasi perencanaan, pelaksanaan dan


pemantauan penilaian program.

• Efisiensi, efektifas dan prioritas program sesuai dengan kebutuhan.

• Meningkatkan kontribusi pembiayaan program bersumber dari dana pemerintah pusat dan
daerah untuk pembiayaan program secara memadai.

Pembagian peran dalam Penanggulangan TB :

Tingkat pusat

• Menetapkan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB (NSPK).

• Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan untuk kegiatan


Penanggulangan TB dengan institusi terkait ditingkat nasional.

• Memenuhi kebutuhan Obat Anti TB (OAT) lini1 dan lini2 (TB-RO)

. • Memenuhi kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan penunjang laboratorium lain


untuk penegakan diagnosis TB sebagai penyangga kegiatan atau buffer.

• Pemantapan mutu obat dan laboratorium TB.

• Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan Penanggulangan TB.

• Pendanaan kegiatan operasional Penanggulangan TB yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsi.

• Pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB terkait dengan tugas pokok dan
fungsi.

Tingkat Provinsi

• Melaksanakan ketetapan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB (NSPK).

• Menyediakan kebutuhan perbekalan kesehatan, reagensia dan penunjang laboratorium lain


untuk penegakan diagnosis TB sebagai penyangga kegiatan atau buffer

. • Melakukan koordinasi lintas program/lintas sektor dan kemitraan untuk kegiatan


Penanggulangan TB dengan institusi terkait ditingkat provinsi
• Mendorong ketersediaan dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan Penanggulangan
TB.

• Pemantauan dan pemantapan mutu atau quality assurance untuk pemeriksaan laboratorium
sebagai penunjang diagnosis TB.

• Monitoring, evaluasi dan pembinaan teknis kegiatan Penanggulangan TB, pemantapan


surveilans epidemiologi TB ditingkat kabupaten/kota.

• Pendanaan kegiatan operasional Penanggulangan TB yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsi

. • Pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB terkait dengan tugas pokok


dan fungsi.

Tingkat Kabupaten/Kota

• Melaksanakan ketetapan kebijakan dan strategi program penanggulangan TB (NSPK).

• Menyediakan kebutuhan perbekalan kesehatan dan bahan pendukung diagnosis.

• Menyediakan kebutuhan pendanaan untuk operasional program Penanggulangan TB.

• Melakukan koordinasi lintas program dan lintas sektor serta jejaring kemitraan untuk
kegiatan Penanggulangan TB dengan institusi terkait ditingkat Kabupaten.

• Menyediakan kebutuhan Pendanaan kegiatan peningkatan SDM Penanggulangan TB di


wilayah nya.

• Menyediakan bahan untuk promosi TB

2.10 PROMOSI KESEHATAN DAN PENCEGAHAN TB DI TEMPAT KERJA

A.PROMOSI KESEHATAN

1. Promosi Kesehatan dalam Penanggulangan TB ditujukan untuk:

a. meningkatkan komitmen para pengambil kebijakan;

b. meningkatkan keterpaduan pelaksanaan program; dan

c. memberdayakan masyarakat.

2. Peningkatan komitmen para pengambil kebijakan sebagaimana dilakukan melalui kegiatan


advokasi kepada pengambil kebijakan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.

3. Peningkatan keterpaduan pelaksanaan program dilakukan melalui kemitraan dengan lintas


program atau sektor terkait dan layanan keterpaduan pemerintah dan swasta (Public Private
Mix).
4. Pemberdayaan masyarakat sebagaimana dilakukan melalui kegiatan menginformasikan,
mempengaruhi, dan membantu masyarakat agar berperan aktif dalam rangka mencegah
penularan TB, meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta menghilangkan
diskriminasi terhadap pasien TB.

(5) Perorangan, swasta, lembaga swadaya masyarakat, dan organisasi masyarakat dapat
melaksanakan promosi kesehatan dengan menggunakan substansi yang selaras dengan
program penanggulangan TB.

B. PENANGGULANGAN TB DI TEMPAT KERJA

Penyelenggara kegiatan pengendalian TB ditetapkan oleh pimpinan tertinggi di


tempat kerja atau puskesmas di tempat wilayah tempat kerja berada. Kegiatan ini juga
memberdayakan unit dan personel K3 dan merupakan bagian dari kegiatan surveilans
nasional TB. Adapun kegiatan ini menjadi satu kesatuan dengan pengendalian TB di wilayah
tempat kerja berada.Untuk itu, setiap pimpinan perusahaan diminta komitmennya
menyediakan fasilitas dan mengembangkan sumber daya yang diperlukan dalam
pengendalian TB di tempat kerja. Selain itu, pimpinan perusahaan juga diminta memfasilitasi
pembentukan tim TB DOTS, meningkatkan peran serta pekerja dan masyarakat umum,
menjamin ketersediaan fasilitator kesehatan, memfasilitasi sistem pengelolaan dan
ketersediaan obat anti tuberculosis (OAT), menjalankan pencegahan dan pengendalian infeksi
(PPI) serta memonitoring, mencatat, dan melaporkan setiap kegiatan yang dilakukan
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

 Tuberculosis (TBC) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri


Mycobacterium tuberculosis. 
 Agent penyebab Tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis menyebabkan
sejumlah penyakit berat pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering.
Mycobacterium tuberculosis hidup baik pada lingkungan yang lembab akan tetapi
tidak tahan terhadap sinar matahari.
 Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian penyakit Tuberculosis Untuk terpapar
penyakit TBC pada seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti : status sosial
ekonomi, status gizi, umur, jenis kelamin, dan  faktor  toksis. 
 Cara penularan  tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan
adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru
batuk atau bersin. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak
berada dalam waktu yang lama.

3.2 SARAN

 Program pemberantasan penyakit menular seperti TBC harus lebih dititik beratkan
khususnya di daerah-daerah yang masih ketinggalan akan arus informasi, transportasi
dan komunikasi. Selain  penambahan jumlah tenaga kesehatan serta fasilitas-fasilitas
lainnya. Peran serta masyarakat akan lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
 Bahar, A., 2000. Tuberkulosis Paru. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor
Soeparman . jilid II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI hal. 715 - 727
 Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta, 2010. Data Kasus TB Paru 2008-
2009. Surakarta: BBKPM
 Depkes RI., 2002. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes
RI hal. 8: 3- 47
 Depkes RI., 2002. Penemuan dan Diagnosa Tuberkulosis. Jakarta : Gerdunas TB.
Modul 2 hal 1.
 Depkes RI., 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta : Depkes
RI bab 10 hal. 70-73
 Depkes RI., 2007. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas TB. Edisi 2 hal. 20-21
 Depkes RI., 2008. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta :
Gerdunas TB. Edisi 2 hal. 4-6
 Depkes RI., 2011. TBC Masalah Kesehatan Dunia. Jakarta: BPPSDMK
 Notoatmodjo, S., 2000. Penanggulangan Penderita TB Agar Tidak Lalai Berobat.
Jakarta: Majalah Penyuluh Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosa Indonesia
(PPTI) hal. 11 – 15
 Notoatmodjo, S., 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
 Notoatmodjo, S., 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta
hal. 88
 Notoatmodjo, S., 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta

Anda mungkin juga menyukai