Anda di halaman 1dari 63

Review OSHA dan Workplace Safety and Health Program

OSHA (Occupational Safety & Health Administration) merupakan sebuah agensi dari
departemen buruh Amerika Serikat yang memiliki misi penjaminan keselamatan dan
kesehatan
pria dan wanita dalam kondisi bekerja dengan mengatur dan menyelenggarakan standar dan
menyediakan pelatihan, pencapaian lebih, edukasi dan asistensi. Dengan aturan dan hukum
dari OSHA, para employer atau atasan bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan
para
pekerjanya (karyawan). OSHA ditandatangani oleh presiden Richard M. Nixon pada tanggal
29 Desember 1970, dengan secara resmi dibentuk pada 28 April 1971 sehingga pada tanggal
itu Undang-Undang OSHA dapat dengan efektif dieksekusikan. Sebelum didirikannya
OSHA,
kecelakaan terkait pekerjaan terhitung lebih dari 14.000 pekerja mati setiap tahunnya. Pada
tahun 2002, sebanyak 1121 pekerja konstruksi mati dari kecelakaan tempat kerja, sehingga
dari
14.000 pekerja yang mati dapat ditekan menjadi 1121 dan itu adalah sebuah perubahan besar.
Standar spesifik juga dimandatkan pada ANSI (American National Standards Institute), NEC
(National Electrical Code), NFPA (National Fire Protection Association) ataupun yang lain
yang memiliki kesamaan arah dan dampak seperti OSHA
Klausa pekerja umum adalah OSH Act hukum umum 91-596 29 Desember 1970 seksi

(1), bahwa “setiap employer sebaiknya memberi hak kepada setiap karyawan, pekerjaan
dan tempat bekerja untuk bebas dari pengakuan bahaya atau resiko yang dapat mempengaruhi
kematian atau kecelakaan fisik yang serius terhadap pekerja”. Dari data statistik menyebutkan
pada tahun 2003, bahwa sebanyak 1652 kecelakaan serius terjadi karena tidak terlindungnya
sisi dan sudut sehingga berbahaya bagi para pekerjanya. Sedangkan data terendah terjadi
pada
kecelakaan tidak memakai peralatan lindung personal yaitu sebanyak 113. Orang yang
kompeten ialah orang yang memiliki kemampuan mengidentifikasi dan memprediksi
keberadaan bahaya di dalam lingkungan sekitar atau kondisi pekerjaan yang tidak bersih,
dapat
membahayakan pekerjanya dan juga ia memiliki otoritas untuk mengoreksi secara tepat
pengukuran untuk mengeliminasi mereka. Sedangkan orang yang terkualifikasi (memenuhi
syarat) adalah orang yang memiliki pengakuan gelar, sertifikat, profesional atau memiliki
ilmu
ekstensif, pelatihan dan pengalaman yang dengan sukses menunjukkan kemampuannya untuk
menyelesaikan masalah yang berkaitan.
Beberapa area yang dibutuhkannya orang berkompeten antara lain perlindungan jatuh,
scaffolding, parit atau penggalian, penggunaan alat respirasi, derek, tangga, proteksi
pendengaran, pemotongan dan pengelasan, elektrikal, pembongkaran, radiasi ionisasi dan
sebagainya. Analisis yang direkomendasikan adalah mengidentifikasi bahaya, menyediakan
inspeksi teratur, mendorong notifikasi karyawan, menginvestigasi kecelakaan atau mendekati
kesalahan, dan menganalisis kecenderungan terjadinya kecelakaan. Untuk pekerja
dibutuhkannya pelatihan untuk pengakuan, penghindaran dan pencegahan dari kondisi tidak
aman dan regulasi yang teraplikasikan pada lingkungan. Program OSHA terkait perlindungan
antara lain program OSHA 500 “Train the trainers” dan program OSHA 10 & 30 jam yang
didirikan untuk pekerja dan supervisor. Usaha pelatihan keselamatan dan kesehatan
seharusnya diadakan dengan penggajian baru, secara periodik berganti, diikuti untuk
penyimpanan atau pemahaman serta didokumentasikan. Dibutuhkannya simpanan catatan
atau
record keeping dimana setiap tempat bekerja harus ditampilkannya poster atau perihal
mengenai OSHA dan pekerja harus melaporkan seluruh kecelakaan kepada OSHA dalam
waktu 8 bulan. Kriteria catatan umum seperti kematian, hilang kesadaran, hilang hari kerja,
membatasi pekerjaan, dan perlakuan medis.
Kebijakan tempat bekerja bagi Multi pekerja antara lain pekerja terekspos (exposed)
atau terpaparkan bahaya, pembuat bahaya (creator), mengoreksi bahaya (corrector) dan
pekerja yang mengontrol atau mengkondisikan bahaya (controlling). Inspeksi, sitasi dan
pelaksanaan diperlukan dalam keselamatan dan kesehatan pekerjaan dengan rangkaian
inspeksinya adalah perancangan berupa review rekam jejak OSHA (bisa video atau langsung)
dan kemudian apa yang dilakukan pada situs kerja nanti dengan memperlihatkan surat-surat
beserta maksud dan tujuan berkunjung, yaitu untuk inspeksi. Jenis dari inspeksi sendiri
dilaksanakan karena memang skedul umum, komplain atau keluhan, kecelakaan (3 kejadian
dari 1 acara), referral (dari media, berita, instansi dll), perhatian spesial, fokus (untuk
perusahaan yang memiliki tingkat program keselamatan tinggi dan ditulis oleh orang yang
kompeten), serta follow-up. Kemudian dilanjutkan dengan pembukaan konferensi yaitu
dengan
mengidentifikasi scope atau jangkauan dan tipe inspeksi apa saja yang akan dilaksanakan.
Kemudian inti dari inspeksi yang melakukan tour dengan berkeliling mendeteksi bahaya,
mewawancarai pegawai, mengumpulkan data berupa foto, video dan sampel dari pengukuran.
Dilanjutkan dengan memberikan pelanggaran yang potensial dari standar yang ada dan
menetapkan waktu penyusutan untuk pengoreksian dari pelanggaran. Langkah terakhir adalah
cengeng memutuskan sitasi isu berupa laporan lengkap dan sitasi potensial yang telah di
review
oleh direktur area yang memiliki kewenangan terhadap isu sitasi dan hukuman.
Adapun tipe sitasi atau surat yaitu sitasi tidak seirus seperti pelanggaran yang tidak
menyebabkan kematian, sitasi serius dimana kecelakaan memiliki probabilitas yang tinggi

karena pelanggaran, sitasi willful (kesengajaan) atau pelanggaran yang menyebabkan


kematian
dan kecelakaan serius terjadi sedangkan pekerja mengetahui dan seharusnya tahu bahwa ada
bahaya, kemudian sitasi Criminal willful yaitu sikap tak peduli yang mencolok terhadap
keselamatan, sitasi perulangan yaitu pelanggaran dari aturan standar dimana ditemukannya
pelanggaran yang sama dalam inspeksi ulang selama 3 tahun, sitasi pelanggaran dari
kegagalan
mengoreksi pelanggaran sebelumnya dalam tenggat waktu tertentu. Sedangkan hukuman
terhadap jenis sitasi tersebut berada dalam jangkauan $0 (tak serius) hingga $500.000
(Criminal
willful). Isu akan diberikan pada pekerja dalam waktu 180 hari dengan hak bertanya secara
tidak resmi selama 15 hari dan dengan kewajiban pekerja harus mengoreksi sitasi selama
waktu
tertentu dan membayar atas pelanggarannya. Laporan kepada OSHA dapat dilakukan melalui
panggilan langsung ke nomor 1-800-321-OSHA (6742) atau dengan mengirimkan email via
web www.osha.gov atau dengan surat langsung ke U.S. Department of Labor Occupational
Safety & Health Administration 200 Constitution Avenue, NW Washington, D.C. 20210
Terdapat delapan langkah untuk mengembangkan program keselamatan dan kesehatan
secara efektif. Langkah-langkah tersebut adalah

(1) mengembangkan rencana dari aksi


termasuk manajemen dan keterlibatan karyawan;

(2) menunjuk seseorang untuk bertanggung


jawab terhadap keselamatan dan kesehatan;

(3) menentukan keperluan keselamatan dan


kesehatan untuk spesifik tempat kerja dan operasi;

(4) mengadakan uji bahaya di tempat


bekerja;

(5) mengoreksi bahaya yang teridentifikasi;

(6) membuat tempat bekerja bebas dari


bahaya;

(7) melatih karyawan dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja;

(8) menyimpan
program terkini dan efektif. Juga terdapat lima langkah tambahan untuk pekerja konstruksi
yaitu

(1) mempelajari perlunya keselamatan dan kesehatan pada setiap kecil keterampilan;

(2)mengembangkan keselamatan umum dan kebijakan kesehatan, peraturan keamanan dan


prosedur operasional lain,

(3) melatih inti dari pengawas pegawai;

(4) persiapan individu; dan


(5) operasi yang sedang berlangsung.
Yang harus diperhatikan pada langkah pertama adalah inventaris kimia (penggunaan
bahan kimia, proses mempekerjakan, kuantitas keterlibatan, potensial bahaya, kontrol
keselamatan dan ilmu mengenai bahan kimia). Tahap kedua memperhatikan kriteria orang
yang pantas memegang tanggung jawab terhadap keselamatan dan kesehatan pekerjanya
dengan parameter dan kualifikasi tertentu. Tahap ketiga menyangkut strategi pengembangan
uji bahaya, mengetahui area dan prosedur yang dahulu pernah menyebabkan kecelakaan serta
menyediakan latar belakang berupa koreksi dan rencana strategi kontrol. Sedangkan sumber
yang dibutuhkan untuk tahap ketiga adalah hukum WOSH (Worker Occupational Safety and

Health), regulasi dan standar, panduan peralatan, dan informasi tentang peralatan yang
berbahaya dari NEC, ANSI, ataupun ACGIH (American Conference of Govermental
Industrial
Hygenists), kapabilitas karyawan, sejarah kecelakaan dan keberadaan materialnya. Pada tahap
keempat yaitu pengujian bahaya pada tempat bekerja terdapat faktor yang mempengaruhi
secara efektif yaitu operasi yang secara konsisten secara siklus atau acak, operasi pada tempat
yang tetap atau kombinasi, kompleksitas dari operasi serta ukuran dari area bekerja.
Untuk strategi yang efektif dalam mengawali survey di tempat bekerja termasuk satu
adalah floor plan atau mempersiapkan rencana oleh setiap departemen area. Menandai
seluruh
hal yang berhubungan dengan mesin, proses dan fasilitas apakah sesuai standar dan
kebutuhan
yang harus diuji. Kedua adalah dengan checklist untuk menyimpulkan intens atau barang
yang
termasuk bagian dari fasilitas survey. Ketiga adalah aliran proses yang berupa metode
sederhana untuk uji bahaya dan sangat efektif apabila perusahaan memiliki proses yang
konsisten dan sederhana dan dapat dipasangkan dengan sistem floor plan atau sistem cek
daftar
(checklist). Keempat adalah analisis bahaya bekerja yaitu dengan memeriksa klasifikasi
pekerjaan terhadap area dan prosesnya. Seluruh hal yang berkaitan dengan asosiasi mesin,
peralatan dan kimia di review. Terakhir adalah survey panitia yang akan mengadakan survey
uji bahaya. Terdiri atas pekerja representatif, manajemen representatif, serta orang yang tahu
akan produksi, proses, dan perlengkapan.
Dalam mengoreksi bahaya yang teridentifikasi pada tahap 5 diperlukannya
pengembangan rencana dan metode yang tepat untuk mengoreksi seluruh bahaya dengan
menyediakan seluruh peralatan lindung personal dan patuh terhadap prosedur pemakaian alat.
Langkah ke enam menyangkut bebas dari bahaya di tempat bekerja dengan mengembangkan
pelatihan kerja, kontrol secara administratif, peraturan kerja dan prosedur darurat.
Menyediakan fasilitas dan peralatan untuk menjaga dari bahaya yang terjadi juga menunjang
tahap 5. Untuk melatih karyawan dalam hal keamanan dan keselamatan (tahap 7)
dibutuhkannya standar WOSH dimana para pekerja diberikannya rencana dalam keadaan
darurat dan perlindungan api, dan hukum Workplace’s “Right to Know” yang artinya berhak
untuk tahu di tempat bekerja, serta perabotan lindung personal. Step atau langkah delapan
berguna untuk memiliki program terkini dan efektif dengan cara mendokumentasikan setiap
bagian penting program tersebut. Seperti seluruh karyawan harus menjaga poster MOSH,
OSHA 300 log dan rangkuman dari kecelakaan perkerjaan, catatan suplemen OSHA 101,
program komunikasi tertulis tentang bahaya, prosedur darurat, dan program kontrol
administratif.
Pekerja juga harus melakukan penjagaan terhadap dokumen jika dibutuhkan dalam
standar sesuai prosedur, pemantauan lingkungan, program kontrol pemaparan, catatan medis
karyawan, catatan uji karyawan, serta sertifikasi dari program inspeksi. Pada konstruksi,
upaya
penyelamatan keselamatan dan kesehatan meningkatkan implementasi biaya sebesar 3.2 kali
lipat. Lima langkah tambahan lain adalah mengetahui performa setiap keterampilan yang
dilakukan secara aman (tahap 9) dengan meninjau catatan kecelakaan (dimana, kapan,
bagaimana terjadinya), manual peralatan dan standar secara tepat. Langkah sepuluh adalah
pengembangan umum keselamatan dan kebijakan kesehatan, peraturan keamanan dan
prosedur
operasional lain. Langkah 11 adalah melatih dengan baik segala bentuk keselamatan dan
kesehatan dengan supervisor yang handal dan biasanya memakan waktu yang sangat panjang
(tidak mungkin 1 sesi). Pada tahap kedua belas dapat dilakukan dengan survey dari situs
pekerjaan yang akan dilakukan di tempat tersebut. Terakhir yaitu tahap ke tiga belas ada pada
fokus setiap pengoperasian di dalamnya.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pengembangan setiap hubungan pekerjaan terkait
keselamatan dan kesehatan bukanlah hal yang mudah tetapi memiliki keuntungan besar jauh
dari pengorbanannya. Untuk mengidentifikasi potensial bahaya merupakan tugas yang sulit di
setiap proses-prosesnya karena menyangkut keamanan dalam mengidentifikasinya sendiri.
Untuk WOSH sendiri akan menyajikan informasi terkait perolehan dan pemenuhan atas
pertanyaan yang timbul karena WOSH berupa program konsultasi gratis untuk membantu
bisnis kecil. Tiga belas tahap yang telah dipaparkan tadi diharapkan dapat meningkatkan
program keselamatan dan kesehatan kerja secara efektif
Health Savety Environtment
Apa itu HSE?

HSE adalah singkatan dari Health, Safety, Environment.
 HSE merupakan salah satu bagian
dari manajemen sebuah perusahaan.
 Ada manejemen keuangan, manajemen sdm, dan juga ada
Manajemen HSE.
 Di perusahaan, manajemen HSE biasanya dipimpin oleh seorang manajer HSE,
yang bertugas untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh program HSE.

Program HSE disesuaikan dengan tingkat resiko dari masing-masing bidang pekerjaan.
 Misal HSE
Konstruksi akan beda dengan HSE Pertambangan dan akan beda pula dengan HSE Migas.
(Berdasarkan artikel Migas-indonesia.com)

HSE di beberapa perusahaan juga disebut EHS, HES, SHE, K3LL (Keselamatan & Kesehatan Kerja
dan Lindung Lingkungan) dan SSHE (Security, Safety, Health, Environment)

Tugas HSE

Di perusahaan, manajemen HSE biasanya dipimpin oleh seorang manajer HSE, yang bertugas
untuk merencanakan, melaksanakan, dan mengendalikan seluruh program HSE. Program HSE
disesuaikan dengan tingkat resiko dari masing-masing bidang pekerjaan. Misal HSE Konstruksi akan
beda dengan HSE Pertambangan dan akan beda pula dengan HSE Migas.

HSE bukan merupakan suatu standard. Namun dalam menerapkan HSE kita perlu mengadopsi
beberapa standard. Untuk sektor minyak dan gas, beberapa standard tentang HSE yang dapat dipakai
adalah :

• API RP 750, tentang Process Safety Management


• OSHA CPR 119.10. 110, tentang Process Safety Management
• OHSAS 18001, tentang Occupational Health and Safety
• Kepmenaker tentang SMK3
• NFPA, National Fire Protection Association
• NEC, National Electrical Code

LSC, Life Safety Code

HSE distrukturkan secara sistematis sebagai sebuah sistem manajemen sebuah organisasi untuk
mencapai tujuan, sasaran dan visinya dalam aspek Keselamatan dan Kesehatan kerja serta
Lingkungan. Sebagai sebuah sistem, maka ini adalah panduan dan aturan main bagi semua jajaran
baik tim manajemen maupun pekerja dan sub lini organisasi yang ada dalam organisasi/perusahaan.
Beberapa perusahaan mengintegrasikan sistem manajemen HSE ini dengan Sistem Manajemen
Sekuriti (Security) dan/atau Mutu (Quality). Bahkan ada yang mengintegrasikan dengan semua aspek,
spt. HR, Finance, Marketing dll, sehingga terkadang nama sebuah sistem tidak lah terlalu penting,
karena yang essential adalah refleksi dari sistem itu sendiri dalam implementasinya.

Sebagai sebuah sistem manajemen modern, maka dokumentasi untuk panduan dan
pengimplementasian harus disusun dan disahkan untuk digunakan. Jenis dan tipe dokumen-dokumen
tersebut tergantung dari ukuran organisasi, jenis usaha, kompleksitas proses yg terlibat dalam
organisasi tersebut, tetapi paling tidak secara umum dokumen-dokumen tersebut adalah :

• Kebijakan HSE dan/atau Sekuriti dan/atau Mutu


• Proses-proses yang diperlukan untuk operasional perusahaan dan pengendaliannya.
• Prosedur-prosedur yang dibutuhkan untuk mendukung point 2
• Panduan/guideline
• Form-form isian yang berguna untuk kerangka pencatatan sebuah aktifitas atau bukti pencapaian
sebuah proses tertentu.
Untuk hal di atas, sudah ada standard-standard International/National HSE seperti:

• ISO 14001 untuk Sisten Manajemen Environment


• OHSAS 18001 untuk Occupational Health and Safety.
• OSHA untuk Occupational Health and Safety
• K3 untuk Occupational Health and Safety (standard Depnaker – Indonesia)
• ISM – untuk Occupational Heath and Safety

Di beberapa Perusahaan besar dan Perusahaan Oil & Gas, fungsi HSE ditempatkan di- leher Direktur
atau Dir.Utama, tujuannya agar HSE tidak memihak ke-salah satu fungsi dalam suatu organisasi /
independent.

Di beberapa perusahaan HSE ini disebut pula SHE dibawah divisi QHSE. Mengapa? Karena yang
diutamakan adalah Safety First Jadi SHE merupakan singkatan dari Safety, Health and Environment
dengan motto "Safety 4 Business" dimana divisi QHSE langsung dibawah kontrol Direktur.

Untuk dasar landasan HSE biasanya mengacu pada aturan sistem K3LH yang dikeluarkan oleh
Kemnaker dengan gabungan beberapa aturan yang dikeluarkan oleh holding.

Dasar Hukum HS

Dasar Hukum
 Ada minimal 53 dasar hukum tentang K3 dan puluhan dasar hukum tentang
Lingkungan yang ada di Indonesia. Tetapi, ada 4 dasar hukum yang sering menjadi acuan mengenai
K3 yaitu:Pertama, dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja,
disana terdapat Ruang Lingkup Pelaksanaan, Syarat Keselamatan Kerja, Pengawasan, Pembinaan,
Panitia Pembina K-3, Tentang Kecelakaan, Kewajiban dan Hak Tenaga Kerja, Kewajiban Memasuki
Tempat Kerja, Kewajiban Pengurus dan Ketentuan Penutup (Ancaman Pidana). Inti dari UU ini
adalah, Ruang lingkup pelaksanaan K-3 ditentukan oleh 3 unsur:

• Adanya Tempat Kerja untuk keperluan suatu usaha,


• Adanya Tenaga Kerja yang bekerja di sana
• Adanya bahaya kerja di tempat itu.

Dalam Penjelasan UU No. 1 tahun 1970 pasal 1 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 2918, tidak hanya bidang Usaha bermotif Ekonomi tetapi Usaha yang bermotif sosial pun
(usaha Rekreasi, Rumah Sakit, dll) yang menggunakan Instalasi Listrik dan atau Mekanik, juga
terdapat bahaya (potensi bahaya tersetrum, korsleting dan kebakaran dari Listrik dan peralatan Mesin
lainnya).

Kedua, UU No. 21 tahun 2003 tentang Pengesahan ILO Convention No. 81 Concerning Labour
Inspection in Industry and Commerce (yang mana disahkan 19 Juli 1947). Saat ini, telah 137 negara
(lebih dari 70%) Anggota ILO meratifikasi (menyetujui dan memberikan sanksi formal) ke dalam
Undang-Undang, termasuk Indonesia (sumber: www.ILO.org). Ada 4 alasan Indonesia meratifikasi
ILO Convention No. 81 ini, salah satunya adalah point 3 yaitu baik UU No. 3 Tahun 1951 dan UU
No. 1 Tahun 1970 keduanya secara eksplisit belum mengatur Kemandirian profesi Pengawas
Ketenagakerjaan serta Supervisi tingkat pusat (yang diatur dalam pasal 4 dan pasal 6 Konvensi
tersebut) – sumber dari Tambahan Lembaran Negara RI No. 4309.

Ketiga, UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, khususnya Paragraf 5 tentang Keselamatan
dan Kesehatan Kerja, pasal 86 dan 87. Pasal 86 ayat 1berbunyi: “Setiap Pekerja/ Buruh mempunyai
Hak untuk memperoleh perlindungan atas (a) Keselamatan dan Kesehatan Kerja.”

Aspek Ekonominya adalah Pasal 86 ayat 2: ”Untuk melindungi keselamatan Pekerja/ Buruh guna
mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya Keselamatan dan Kesehatan
Kerja.”

Sedangkan Kewajiban penerapannya ada dalam pasal 87: “Setiap Perusahaan wajib menerapkan
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen
Perusahaan.”

Keempat, Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. Per-05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen K3.
Dalam Permenakertrans yang terdiri dari 10 bab dan 12 pasal ini, berfungsi sebagai Pedoman
Penerapan Sistem Manajemen K-3 (SMK3), mirip OHSAS 18001 di Amerika atau BS 8800 di
Inggris.
NOHSC AUSTRALIA

A. Latar Belakang
Australia merupakan benua yang berbentuk pulau yang terletak diantara
samudra Hindia dan Pasifik dan diapit oleh kepulauan Asia Tenggara dan daratan
Kutub Selatan. Australia juga merupakan sebuah negara monarkhi konstitusional
serta mempunyai sistem pemerintahan parlementer. Secara geografis Australia
satusatunya tetangga terdekat Papua New Guinea dan Timor-Timur. Jika Australia
dan
negara tetangga seperti Indonesia dapat membangun hubungan dengan baik maka
kedua negara akan dapat menstabilkan kawasan. Perbedaan budaya dan kebijakan
politik dalam negeri dan luar negeri kedua negara sangat mempengaruhi hubungan
kedua belah pihak.
Australia adalah sebuah regenerasi dalam menciptakan beberapa politisi ulung
dan handal, hal tersebut sudah merupakan hal yang biasa. Partai buruh merupakan
salah satu partai politik yang besar di Australia yang selalu berusaha mencetak partai
politisi tersebut.1 Australia juga memakai paham demokrasi yang didasarkan atas
pemilihan umum, maka Australia adalah salah satu dari sejumlah kecil negara di

dunia ini yang rakyatnya diwajibkan untuk menggunakan hak-hak demokrasi


mereka, cara pemilihan adalah preferential.2
Timor-Timur selalu membuat Indonesia bingung, terutama sejak Indonesia
menggabungkan Timor-Timur sebagai propinsi ke-27 Republik Indonesia, pada
tahun 1976. Akan tetapi soal Timor-Timur menimbulkan ketegangan antara
Australia dan Indonesia, jauh sebelum Timor-Timur bergabung dengan Indonesia.
Ada banyak peristiwa yang menyoroti perbedaan pendapat antara Australia dan
Indonesia berkenaan dengan soal Timor-Timur. Misalnya, integrasi Timor-Timur ke
dalam Republik Indonesia, kematian lima (5) wartawan Australia yang dianggap
tidak wajar, Laporan Dunn, artikel di koran Sydney Morning Herald (yang ditulis
oleh Peter Jenkins), dan akhirnya Insiden Dili.
Hubungan Australia-Indonesia selama ini pada umumnya berlangsung cukup
baik walaupun sering mengalami pasang surut akibat adanya perbedaan persepsi
mengenai berbagai masalah serta sikap negatif media massa dan kalangan tertentu
Australia terhadap Indonesia. Perbedaan-perbedaan ini sering disebut sebagai
perbedaan nilai dan sering menyebabkan perbenturan antara kedua negara,
2 Dalam sistem pemilahan preferential: para pemilih diharuskan mencatumkan
nomor urut disamping nama setiap calon sesuai dengan urutan pilihan masingmasing.
Jumlah suara dengan pilihan pertama kemudian dihitung, bila tidak ada calon
dengan pilihan pertama yang memperoleh suara mayoritas, calon dengan jumlah
suara yang paling kecil dihapuskan dari daftar calon, dan suara-suara dengan urutan
kedua bagi calon yang dihapuskan itu dibagikan kepada calon-calon yang masih ada.
Proses ini berjalan terus sampai seorang calon memperoleh mayoritas suara. Richard
H. Chauvel, Politics Down Under: Kehidupan Politik dalam Negeri Australia, Jurnal
Ilmu Politik, Vol 6, 1990. hlm. 67.

khususnya mengenai masalah-masalah seperti pelaksanaan hak-hak asasi manusia,


dan masalah perikemanusiaan.3
Sejak pertengahan tahun 1970an, agenda utama konflik Australia-Indonesia
beralih pada masalah Timor-Timur. Baik Australia maupun Indonesia pada
prinsipnya mempunyai persamaan kepentingan di Timor-Timur, yakni kepentingan
akan keamanan wilayah serta kepentingan ekonomi. Australia menganut sistem
demokrasi parlementer yang sangat kompetitif, debat politik yang terjadi didalam
negerinya selalu terpantul pada politik luar negerinya. Kebijakan pemerintah
Australia kepada Indonesia selalu berubah-ubah sesuai dengan situasi politik dalam
negerinya, yang berarti juga sangat tergantung pada kebijakan partai politik yang
memerintah.

Hubungan antara Australia dan Indonesia sering kali mengalami pasang surut,
tetapi tidak dalam keadaan kritis. Pada masa pemerintahan Soeharto, yang menjadi
isu dalam hubungan diplomatik antara Australia dengan Indonesia adalah
TimorTimur (Pemberontakan Fretilin) 1974-1982. Hubungan diplomatik sepanjang
1974
antara pemerintahan Soeharto dan PM Australia, Gough Whitlam tercermin dalam
sikap kooperatif Australia pada saat Timor-Timur akan diintegrasikan ke dalam
wilayah Indonesia secara damai

Presiden Soeharto dan Perdana Menteri Gough Whitlam pernah bertemu dan
bebincang-bincang pada tahun 1975, di dalam pembicaraan itu dikatakan bahwa
Australia telah setuju untuk mendukung Indonesia dalam mengambil kembali
wilayah Timor-Timur dengan syarat integrasi Timor-Timur dengan Indonesia
tersebut juga mendapat dukungan Internasional. Pada tahun 1978 Australia menjadi
Negara Barat pertama dan satu-satunya yang memberi pengakuan de facto terhadap
pengintegrasian Timor-Timur ke Indonesia melalui perdana menteri Malcolm
Fraser.
Perubahan sikap Malcolm Fraser terhadap masalah Timor-Timur banyak
dipengaruhi oleh tekanan-tekanan AS, yang tidak menginginkan rusaknya hubungan
Australia dengan Indonesia. Amerika Serikat mendesak Malcolm Fraser untuk tidak
mempermasalahkan integrasi Timor-Timur ke dalam Indonesia. Disamping itu
perubahan sikap Malcolm Fraser terhadap masalah Timor-Timur juga dipengaruhi
oleh beberapa faktor dari dalam negerinya. Menguatnya posisi Malcolm Fraser
setelah pemilihan umum 1977, membuatnya tidak perlu mempertahankan gantungan
politik dari kelompok yang mempermasalahkan integrasi Timor-Timur. Demikian
juga membaiknya ekonomi dalam negeri dimana inflasi dan defisit anggaran belanja
berhasil ditekan semakin memperkuat kedudukan Malcolm Fraser pada pertengahan
1978.
5 Hilman Adil, Beberapa Segi Politik Bertetangga Baik antara Indonesia dan
Australia, Prisma, Vol. V No. 9, 1977. hlm. 21.

Tindakan Indonesia yang melakukan pendudukan agresif di Timor-Timur


dikritik publik Australia dan akhirnya pemerintah Australia juga mengkritiknya
kembali di PBB. Kritik ini diyakini muncul akibat aksi invasi Indonesia terhadap
Timor-Timur yang mengakibatkan lima wartawan Australia tewas dalam peristiwa
Balibo pada tahun 1975. Sejak saat itu, pers Australia banyak melakukan
pemberitaan yang konfrontatif dan kritis terhadap Indonesia.
Pada saat Australia di bawah Perdana Menteri Malcolm Fraser pada tahun
1976, Indonesia masih sering mendapat kritikan tajam dari Australia, antara lain
Malcolm Fraser dan James Dunn, mantan konsul Australia di Timor-Timur mulai
meninggalkan masalah Timor-Timur. Pada saat inilah masalah Timor-Timur tidak
dibahas lagi oleh pemerintahan Australia.

B.Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan
dibahas adalah sebagai berikut:
1. Siapakah Malcolm Fraser ?
2. Bagaimana hubungan Australia dengan Indonesia Sebelum masa pemerintahan
Malcolm Fraser ?
3. Bagaimanakah kebijakan Australia terhadap Indonesia pada saat Malcolm Fraser?
4. Masalah-masalah apa yang mempengaruhi hubungan antara Australia dengan
Indonesia pada masa Malcolm Fraser ?

C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
a. Melatih daya pikir yang kritis, analitis, sistematis, dan objektif serta peka
terhadap fenomena yang terjadi dimasa lampau.
b. Mengembangkan serta menambah karya penulisan ilmiah, terutama
dalam bidang penulisan sejarah Australia.
c. Meningkatkan kepekaan terhadap peristiwa pada masa lampau untuk
dijadikan bahan pertimbangan dalam melangkah ke masa depan dengan
landasan pemahaman isi dan nilai yang terkandung dalam setiap peristiwa
sejarah.
d. Sebagai salah satu untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di
Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui Profil Perdana Menteri Malcolm Fraser.
b. Mengetahui hubungan Australia dengan Indonesia sebelum Malcolm
Fraser .
c. Mengetahui kebijakan Australia terhadap Indonesia pada masa Malcolm
Fraser
d. Mengetahui Masalah-masalah yang mempengaruhi hubungan antara
Australia dengan Indonesia pada masa Malcolm Fraser.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pembaca
a. Memberikan tambahan pengetahuan kepada pembaca mengenai siapa itu
Malcolm Fraser dan apa saja yang dilakukannya dalam kerjasamanya
dengan Indonesia;
b. Memperluas wawasan kesejahteraan terutama yang terkait dengan sejarah
Australia khususnya Sejarah Hubungan Australia dengan Indonesia;
c. Dengan adanya skripsi ini diharapkan dapat menambah referensi untuk
penelitian-penelitian sejenis dimasa yang akan datang.
2. Bagi Penulis
a. Sebagai tolok ukur akan kemampuan penulis dalam menganalisis dan
merekonstruksi peristiwa sejarah.
b. Guna memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana pendidikan di
Universitas Negeri Yogyakarta.
c. Sebagai sarana untuk memperkaya pengetahuan sejarah di Australia,
terutama mengenai benua Australia sendiri dan Dinamika hubungan
Australia pada masa Perdana Menteri Malcolm Fraser.

E. Kajian Pustaka
Malcolm Fraser dilahirkan 21 mei 1930, dari keluarga petani dan peternak
domba yang kaya , sebelum menjadi perdana menteri Malcolm Fraser merupakan
pemimpin dari partai Liberal. Perjalanan Malcolm Fraser kedalam dunia politik
banyak mengalami hambata-hambatan akan tetapi Malcolm Fraser ini tidak
membuat dirinya putus asa karena sejak kecil Malcolm Fraser berniat untuk terjun
ke dunia politik. Dalam pembahasan profil Malcolm Fraser ini penulis tidak
menggunakan buku, tetapi penulis hanya menggunakan surat kabar yakni Kompas
20 Desember 1975 dan surat kabar Tempo 9 Oktober 1976. Malcolm Fraser lahir
pada tanggal 21 Mei 1930 di daerah Wannon, Australia, anak kedua dari 2
bersaudara, kakak perempuannya bernama Lorainne.6 Sir Simon Fraser kakeknya
Malcolm Fraser adalah salah satu yang pertama dipilih sebagai senator mewakili
Negara bagian Victoria. Malcolm Fraser menempuh pendidikan terakhirnya di
Universtas Oxford di Inggris, Selama jadi mahasiswa di Oxford, Fraser selalu
mengelak kalau ada malam diskusi. Pada saat Malcolm Fraser berumur 22 tahun,
Malcolm Fraser pernah mengirimkan surat pada ibunya mengatakan bahwa dia
ingin terjun didunia politik, tetapi ibunya tidak yakin karena dia mengetahui
bagaimnan sifat dan kepribadian Fraser, pemalu dan pendiam. Setelah lulus
6 Malcolm Fraser, Perdana Menteri Australia. Dalam Kompas, Sabtu 20
Desember 1975, Hlm. 6.

Malcolm Fraser kembali ke Wannon tanah kelahirannya. Di Wannon Malcolm


Fraser menempuh hidupnya sebagai peternak domba yang kaya, tetapi itu
berlangsung tidak lama, Malcolm Fraser ikut mencoba mencalonkan diri sebagai
wakil rakyat dari Wannon pada tahun 1954, akan tetapi dia gagal. Kegagalan
Malcolm Fraser untuk mencalonkan diri sebagai wakil rakyat ternyata tidak
membuat dia putus asa, di tahun 1955 Malcolm Fraser kembali mencalonkan diri
hingga akhirnya dia memenangkan pemilu tersebut. Malcolm Fraser menikah dan
dikaruniai tiga orang anak.
Malcolm Fraser terpilih menjadi Perdana Menteri Australia pada tanggal 11
November 1975, menggantikan Gough Whitlam yang dipecat langsung oleh Jendral
Sir John Kerr, karena krisis politik di Australia. Perubahan, pembaharuan,
idealisme, bukan sosialisme adalah semboyan yang dipakai Malcolm Fraser selama
kampanye pemilihan umum.7
Dalam pembahasan hubungan Australia-Indonesia sebelum Malcolm Fraser
yakni pada masa Gough Whitlam penulis menggunakan buku “Hubungan Australia
dengan Indonesia : Faktor Geografi, Politik dan Strategi Keamanan”, karangan
Sugiarti Sriwibawa, tahun 1995, penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Buku ini
menjelaskan tentang, pada era pemerintahan Gough Whitlam hubungan
AustraliaIndonesia sangat baik terlebih pada saat Indonesia dibawah presiden
Soeharto lebih
banyak memusatkan diri pada pembangunan ekonomi dari pada pembangunan

kemampuan militernya. Lebih dari pada itu, Australia sendiri mempunyai


kemampuan militer dan teknologi yang relative lebih dari cukup untuk melakukan
preemptive terhadap Indonesia. karena itu Gough Whitlam tidak ada halangan
untuk menjalin hubungan baik dengan Indonesia.
Dalam masalah Timor-Timur Gough Whitlam tidak memilki perbedaan
mendasar dengan Soeharto. Integrasi wilayah tersebut kedalam wilayah Indonesia
dilihatnya sebagai pilihan yang paling realitis. Bagi Gough Whitlam, ketidakpastian
yang terjadi dalam wilayah tersebut nanti tidak hanya membahayakan kepentingan
Indonesia atau Australia saja, tetapi lebih jauh lagi membahayakan stabilitas
kawasan Asia Tenggara.
Penulis juga menggunakan buku karangan Dewi Fortuna Anwar,
yang berjudul Implementasi Kebanyakan Luar Negeri dan Pertahanan Australia
Terhadap Indonesia, Studi Kasus Timor-Timur (1966-2000) yang
diterbitkan oleh Pusat Penelitian Politik (P2P) LIPI Jakarta, Tahun 2001. Dalam
buku ini dibahas tentang Bentuk-bentuk Hubungan Australia dengan Indonesia
antara lain dalam Bidang Ekonomi dimana pada tahun 1977-1978 ekspor Australia
ke Indonesia berjumlah 196.000 juta dolar Australia, sedangkan impor
Australia hanya 84.000 juta dolar Australia, Dalam Bidang sosial.
Indonesia merupakan negara penerima bantuan nomor dua terbesar dari
Australia, Sedangkan pada Bidang pendidikan, Australia memperkenalkan
pelajaran bahasa Indonesia yang diperkenalkan pada sekolah menengah atas.

Selain itu Australia memiliki studi, studi yang mantap dan bergava, tentang
Asia Tenggara di berbagai perguruan tinggi seperti Monash University di
Melbourne.
Buku yang berjudul “Indonesia dan Australia: Tantangan dan Kesempatan
dalam Hubungan Politik Bilateral, yang ditulis oleh Chusnul Mariyah diterbitkan
oleh Granit, Jakarta pada tahun 2005. Buku ini dapat menjadi acuan dalam
memahami hubungan Politik Luar Negeri diantara keduanya.
Australia pada masa pemerintahan Malcolm Fraser telah mengakui dan
membela kedaulatan Indonesia atas Timor-Timur dengan resiko biaya domestik dan
cemohan internasional atas keputusannya. Pemerintah Australia telah mencoba
meski tidak berhasil, untuk menyembunyikan hubungannya dengan Jakarta dari
kontrovensi domestik dan internasional seputar masalah Timor-Timur. Bersatunya
Timor-Timur dengan Indonesia merupakan prioritas pilihan strategis pemerintahan
Canberra sejak awal 1960an.
Malcolm Fraser menjadi Perdana Menteri Australia menggantikan Gough
Whitlam yang dipecat oleh Gubernur Jenderal Sir John Kerr pada bulan November
tahun 1975. Pola politik luar negeri Malcolm Fraser banyak dipengaruhi oleh
perubahan-perubahan yang terjadi pada tata perimbangan kekuatan di Asia
Tenggara. Hubungan Australia dengan Indonesia sebelum kemerdekaan TimorTimur
juga ditandai dinamika pasang surut. Kebanyakan pasang surut terjadi
dalam secara politik. Sebelum Perang Dunia II hubungan antara Australia dan

12
Hindia Belanda (nama jajahan untuk Indonesia) bercirikan saling pengabaian dan
ketidaktahuan. Waktu Jepang menyerbu Hindia Belanda dalam PDII Australia
megakui pentingnya Indonesia untuk keamanan Australia.8
Buku yang berjudul “Ikhtisar Hubungan-Hubungan Australia Indonesia”,
yang disusun oleh kantor Penerangan, Kedutaan Besar Australia, Jakarta. Buku ini
dapat dijadikan salah satu literature, tulisan ini memberi gambaran umum tentang
hubungan-hubungan Australia dengan Indonesia baik dalam bidang diplomatik
maupun dalam bidang Pertahanan.
Setiap hubungan antar negara banyak komponen-komponen sebuah
kerjasama diantaranya kerjasama dalam bidang politik, militer, diplomatik,
ekonomik dan sosial-budaya. Sebagian ini difokuskan tiga komponen; politik yang
termasuk diplomatik dan militer, ekonomi dan sosial-budaya. Pada umumnya,
kebijakan luar negeri Australia dan kebijakan luar negeri Indonesia memang tidak
cocok karena kedua negara ini mempunyai kepentingan yang berbeda.
Hubungan Australia dengan Indonesia tidak akan terjalin apabila tidak ada
sebab-sebabnya, adapun masalah-masalah yang dapat mempengaruhi hubungan
keduanya antaralain yakni, Revolusi Anyelir, Hilangnya wartawan Australia di
Balibo, Integrasi Timor-Timur kedalam Wilayah NKRI, dan Insiden Dili. Revolusi
Anyelir terjadi pada tanggal 24 April 1974, revolusi ini terjadi pada saat pemerintah
8
George Margaret, Australian and The Indonesian Revolution. Jakarta :
Pantja Simpati, 1986, hlm. 25.
13
Caetano di jatuhkan. Sedangkan Integrasi Timor-Timur terjadi pada saat
dibacakannya Deklarasi Balibo, dan di akui secara de facto oleh Perdana Menteri
Malcolm Fraser tahun 1975.

F. Historiografi yang Relevan


Penyajian suatu rekonstruksi peristiwa masa lampau memerlukan sumber
sebagai modal dasar terciptanya karya tulis. Historiografi yang relevan merupakan
hal yang pokok diantara tugas-tugas yang lain yang harus dikerjakan sebelum
penulisan sejarah. Secara harfiah historiografi berarti pelukisan sejarah, gambaran
tentang peristiwa yang terjadi pada waktu yang lampau.9
Historiografi adalah rekonstruksi sejarah melalui proses menguji dan
menganalisis secara kritis rekaman masa lampau. Menurut Louis Gottschalk,
historiografi adalah rekonstruksi imajinatif dari masa lampau berdasarkan data yang
diperoleh dengan menempuh proses menguji dan menganalisis secara kritis semua
rekaman dan peninggalan masa lampau.10
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menggunakan skripsi yang ditulis oleh
Warjo dengan judul Analisis Hubungan Australia Indonesia (1945-1992)
dari Jurusan Pendidikan Sejarah FISE Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam
skripsi ini diperoleh informasi bahwa pasang surut hubungan yang terjalin
9 Helius Sjamsuddin, Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Depdikbud, 1996,
hlm.16.
10 Louis Gottschalk, ”Understanding History : A Primer of Historical Method”,
a.b, Nugroho Notosusanto, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press,
1975, hlm.35.
14
antara Australia dengan Indonesia dari tahun 1945-1992 serta upaya-upaya yang
ditempuh untuk memperbaiki hubungan diantara keduanya. Australia dan Indonesia
sudah lama menjalin hubungan sebelum Inggris meletakkan kakinya di Australia.
Penulis juga menggunakan skripsi yang ditulis oleh Irvan Dwi
Rohmawan yang berjudul Kebijakan Politik Australia : Analisis Terhadap
Peranan Australia dalam Mempertahankan Kemerdekaan Republik Indonesia
(1945-1949). Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, 2010. Dalam
skripsi dapat diperoleh informasi bahwa kebijakan politik luar negeri Australia
dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia yakni mengakui
integritas territorial Hindia Belanda, dan semua pembicaraan antara Hindia Belanda
dilakukan atas dasar keuntungan timbal balik. Pembicaraan pada pertemuanpertemuan
tersebut mengungkapkan tujuan Australia untuk menghasilkan suatu
persetujuan resmi (sesuai dengan garis kebijakan pakta ANZAC) yang menutupi
kembalinya pemerintahan Hindia Belanda di Australia.
Tulisan-tulisan yang ada sebelumnya ini sangat berguna sebagai pendukung
skripsi ataupun menjadi sumber yang saling melengkapi, namun tulisan-tulisan
tersebut masing-masing memiliki perbedaan dengan skripsi yang berjudul
Hubungan Australia-Indonesia pada masa Malcolm Fraser karena skripsi-skripsi
yang sebelumnya hanya menuliskan pokok-pokok materi tertentu, tidak membahas
satu paket secara utuh tentang skripsi yang berjudul Hubungan Australia-Indonesia
pada masa Malcolm Fraser Tahun 1975-1983.
15

G. Metode Penelitian dan Pendekatan Penelitian

1. Metode Penelitian
Sejarah merupakan ilmu yang mempelajari ruang dan waktu. Peristiwa dimasa
lalu merupakan hal terpenting, karena dapat digunakan sebagai bahan pelajaran
yang berharga untuk kita dimasa yang akan datang. Sejarah tidak hanya
mempelajari peristiwa dimasa lalu, tetapi mempelajari sekarang dan masa yang
akan datang. Oleh karena itu, sebuah peristiwa bersejarah sangat penting bagi
manusia untuk diungkap kembali dan dituangkan dalam bentuk karya sejarah.
Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan empat tahap untuk
merekonstruksi suatu peristiwa sejarah, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh
Nugroho Notosusanto, metode sejarah mempunyai empat langkah kegiatan, yaitu
Heuristik, Kritik Sumber (verifikasi), Interpretasi dan Historiografi11.
A. Heuristik
Heuristik berasal dari kata Heuriskein yang berarti memperoleh atau
menemukan. Pada tahap ini penulis harus melakukan pengumpulan sumbersumber
sejarah yang berkaitan dengan judul. Heuristik diperoleh dari sumber
primer dan sekunder.

penulis berusaha mencari sumber-sumber yang relevan sebagai bahan kajian


untuk menyusun skripsi ini. Heuristik (pengumpulan data) merupakan kegiatan
untuk menemukan sumber-sumber yang digunakan dalam penulisan skripsi ini,
seperti; buku, jurnal, majalah, koran dan foto-foto. Untuk menjadikan historiografi,
perlu dicari sumber-sumbernya (bukti-bukti), baik sumber primer, sekunder,
tersier maupun historis.
Sumber Sejarah menurut jenisnya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer dan sekunder yang
digunakan dalam penulisan ini berupa buku-buku, dokumen dimana buku
tersebut ditulis oleh orang yang menyaksikan peristiwa tersebut kemudian
dituangkan dalam bentuk tulisan. Sumber Primer, menurut Louis Gottschalk,
sumber primer adalah kesaksian dari seseorang saksi mata dengan mata
kepalanya sendiri. Selain itu juga kesaksian menggunakan panca indera yang lain
atau juga saksi dengan alai mekanis yang selanjutnya disebut saksi pandang
mata. Arti lain sumber primer adalah sumber yang disampaikan oleh saksi
mata. Disini penulis tidak menggunakan sumber primer karena
keterbatasan sumber.
17
Sumber sekunder, sumber sekunder adalah kesaksian dari siapapun yang
bukan merupakan saksi pandang mata, yakni dari seorang yang tidak hadir dalam
peristiwa yang dikisahkan.13 Menurut Winarno Surahmad sendiri mengatakan
bahwa sumber sekunder adalah sumber yang mengutip sumber lain. Jadi
dikatakan bahwa sumber sekunder adalah sumber yang berasal dari orang kedua.
Sumber sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut.
Azwar Dzalil. (1997). Proyek Kerjasama Keamanan Indonesia
Australia dalam rangka Memantapkan Stabilitas Regional.
Jakarta: Lemhanas
Chusnul Mariyah. (2005). Indonesia-Australia : Tantangan dan
Kesempatan dalam hubungan Politik Bilateral. Jakarta: Granit.
Dafri. (1997). Hubungan Indonesia-Australia, Kendala dan
Propeknya. Laporan Penelitian Tidak Di Terbitkan.UGM.
Leo Suryadinata. (1998). Politik Luar Negeri Indonesia di bawah
Soeharto: Hubungan Indonesia dengan Australia dan
Papua New Guinea. Jakarta: LP3S.
Gregor Neonbasu P. (1997). Peta Politik dan Dinamika Pembangunan
Timor-Timur. Jakarta : Yanense Mitra Sejat.
13 Ibid.

18
B. Kritik Sumber
Kritik sumber dilalakukan sebagai upaya untuk menentukan apakah
sumber atau data yang didapat valid dan dapat dipertanggung jawabkan
kebenarannya baik secara substansial maupun secara fisik. 14 Kritik sumber
terdiri dari kritik ekstern (otentisitas) dan kritik intern (kredibilitas).15 Kritik
ekstern dilakukan untuk mengetahui dokumen itu otentik apa tidak jika
dilihat dari segi bentuk, bahan, tulisan dan sebagainya. Sedangkan kritik
intern dilakukan untuk mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan persoalan
apakah isi sumber dapat dipercaya atau tidak.
Dalam kegiatan kritik surnber, penulis berusaha mencari sumber-sumber
yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya. Pada tahap ini penulis juga
melakukan kritik terhadap sumber-sumber yang telah didapat. Tujuan kritik
sumber adalah untuk memberikan penelitian terhadap validitas dan
reliabilitas sumber yang dilakukan dengan cara membandingkan sumbersumber yang
terkumpul. Kritik sumber sendiri berarti usaha untuk menilai,
menguji, serta menyeleksi sumber-sumber yang telah dikumpulkan untuk
mendapatkan sumber yang autentik (asli). Kritik sumber terdid atas kritik
intern dan kritik ekstern.
14 Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2001,

hlm.99.
15 Helius Sjamsuddin, op. cit., hlm. 132

19
1). Kritik intern
Kritik Intern adalah kritik sumber yang digunakan untuk meneliti
kebenaran isi dokumen atau tulisan tersebut. Sedangkan kritik ekstern adalah kritik
sumber yang digunakan untuk mengetahui keaslian sumber yang digunakan untuk
mengetahui keaslian sumber yang digunakan dalam penulisan.
Contoh kritik sumber khususnya kritik Intern yang digunakan dalam skripsi
yang berjudul “Hubungan Australia-Indonesia Pada Masa Malcolm Fraser Tahun
1975-1983” adalah buku yang disusun oleh kantor penerangan, kedutaan besar
Australia yang berjudul “Ikhtisar Hubungan-Hubungan Australia-Indonesia”,
sebagai pembanding, penulis juga melakukan kritik intern terhadap surat kabar
tempo, 9 Oktober 1976 yang berjudul “Apa yang Bisa (dan Tidak Bisa) Dilakukan
Malcolm Fraser”. Dari buku yang disusun oleh kantor penerangan kedutaan besar
Australia dengan surat kabar tempo terdapat kesamaan informasi hubungan
Australia-Indonesia pada saat Malcolm Fraser menjabat sebagai Perdana Menteri.
2). Kritik Ektern
Kritik eksern merupakan kritik yang dilakukan untuk menguji keaslian
sumber. Kritik ekstern dilakukan dengan melihat aspek-aspek ekstrinsik dari
sumber. Kritik ekstern sangat penting dilakukan untuk memastikan bahwa peneliti
sejarah menggunakan sumber asli dan bukan rekayasa.
20
Kritik ekstern dapat dilakukan dengan melihat apakah sumber tersebut
sesuai dengan kebutuhan, merupakan sumber asli atau salinan, dan apakah terjadi
penambahan atau perubahan pada sumber-sumber tersebut.
C. Analisis Sumber (Interpretasi)
Interpretasi adalah menafsirkan fakta-fakta yang telah diuji kebenarannya,
kemudian menganalisa sumber yang pada akhirya akan menghasilkan suatu
rangkaian peristiwa. Menurut I Gde Widja, dalam melakukan interpretasi bahwa
rangkaian fakta-fakta itu harus menunjukkan sebagai suatu rangkaian ”bermakna”.
Dalam tahap ini penulis dituntut untuk mencermati dan mengungkapkan data-data
yang diperoleh. Dalam interpretasi perlu dilakukan analisis sumber untuk
mengurangi unsur subyektivitas dalam kajian sejarah, karena unsur subyektivitas
dalam suatu penulisan sejarah selalu ada yang dipengaruhi oleh jiwa, zaman,
kebudayaan, pendidikan, lingkungan sosial, dan agama yang melingkupi
penulisannya.16
Analisis sumber perlu dilakukan dengan menjelaskan data-data yang ada atau
menguraikan informasi dan mengkaitkannya antara satu sumber dengan sumber
lainnya.17 Contoh analisis sumber-sumber dari penulisan skripsi ini adalah setelah
memenangkan pemilu Bulan Oktober tahun 1977, Fraser pun mencanangkan
16 Kuntowijoyo, op.cit., hlm.100-110

17 Ibid., hlm. 22
21
kembali pemilu yang jatuh di bulan Desember tahun 1977. Diadakannya pemilu
tersebut membuat pihak oposisi yang dipimpin mantan Perdana Menteri Gough
Whitlam ini menentang Fraser mengadakan kampanye besar-besaran.
D. Historiografi (Penulisan Sejarah)
Historiografi merupakan sebuah kegiatan menyusun fakta-fakta menjadi
sejarah, setelah melakukan pencarian sumber, penilaian sumber,
penafsiran kemudian dituangkan menjadi suatu kisah sejarah dalam bentuk
tulisan. Aspek kronologis sangat penting dalam penulisan sejarah karena dapat
mengetahui perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam suatu peristiwa
sejarah.
Menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual dan hal tersebut
merupakan cara yang utama untuk memahami sejarah. Ketika sejarawan
memasuki tahap menulis, maka sejarawan akan mengerahkan seluruh daya
pikirannya, bukan saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan
catatan-catatan, tetapi hal yang terutama adalah penggunaan pikiran-pikiran kritis
dan analisinya karena sejarawan pada akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis
dari seluruh hasil penelitiannya dalam suatu penulisan utuh.18
18 Helius Sjamsuddin, op.cit., hlm.153.
22
2. Pendekatan Penelitian
Segi peninjauan pendekatan dalam skripsi ini difokuskan pada pendekatan
sosiologis, politik dan ekonomi. Menurut Sartono Kartodirdjo pendekatan
sosiologis adalah suatu pendekatan yang digunakan untuk meneropong segi-segi
sosial berkaitan dengan peristiwa yang dikaji, misalnya golongan sosial yang
berperan, nilai-nilai yang berlaku, hubungan dengan golongan lain, konflik
berdasarkan kepentingan, ideologi, dan lainnya.19
Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan yakni ekonomi, politik, dan
sosiologis. Pendekatan ekonomi merupakan pendekatan yang dilakukan untuk
melihat bagaimana manusia dan masyarakat melakukan berbagai aktivitas untuk
memenuhi kebutuhannya. Aktivitas ini meliputi aktivitas pemanfaatan sumber daya
dan pemberian nilai tambah pada barang kemudian mendistribusikannya sehingga
dapat dikonsumsi. Pendekatan ekonomi dalam penulisan sejarah diperlukan untuk
memahami proses-proses kegiatan ekonomi dan adanya motif ekonomi di balik
suatu tindakan dan peristiwa. Penelitian ini menggunakan pendekatan ekonomi
untuk memahami aktivitas dan motif ekonomi yang mempengaruhi kebijakan
politik Australia terhadap Indonesia dibawah kepemimpinan Malcolm Fraser, dan
perkembangan-perkembangan ekonomi Australia pada saat pemerintahan Malcolm
Fraser.
19 Sartono Kartodirdjo, Pemikiran Dan Perkembangan Historiografi
Indonesia, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1982, hlm.71.
23
Menurut Sartono Kartodirdjo bahwa pendekatan politik dimaksudkan untuk
menyoroti struktur kekuasaan, jenis kepemimpinan, hirarkhi sosial, pertentangan
kekuasaan dan sebagainya.20 Pendekatan politik dalam skripsi ini ditujukan untuk
memahami latar belakang politik yang mempengaruhi kebijakan pemerintahan
Australia dalam menyelesaikan masalah-masalah Timor-Timur.
Pendekatan sosiologis dalam skripsi ini dimaksudkan untuk menggambarkan
peristiwa masa lalu yang didalamnya mengandung segi-segi sosial dari peristiwa
yang dikaji. Pembahasannya mencakup golongan sosial yang berperan, jenis
hubungan sosial, konflik berdasarkan kepentingan. Pendekatan ini berperan untuk
menjelaskan kondisi sosial di masyarakat Australia saat dibawah kepemimpinan
Perdana Menteri Malcolm Fraser.
H. Sistematika Pembahasan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas dan menyeluruh mengenai
skripsi ini, maka penulis akan memberikan gambaran secara ringkas. Skripsi
yang berjudul “Dinamika Hubungan Australia-Indonesia Pada Masa
Malcolm Fraser Tahun 1975-1983 ini memiliki Sistematika pembahasan
NIOSH

Action Limit (AL)


Proses pengangkatan beban yang berat secara manual erat kaitannya
dengan low back pain (sakit pada bagian punggung). Oleh karena itu diperlukan
suatu formula yang dapat digunakan untuk menganalisis berat beban yang masih
dapat diterima dalam proses pengangkatan sehingga dapat mencegah atau
menurunkan resiko munculnya low back pain (sakit pada bagian punggung)
(Wickens dkk, 2004). Menanggapi hal tersebut, NIOSH mengembangkan suatu
formula yang dapat digunakan untuk menganalisa hal tersebut. Formula tersebut
bernama NIOSH Lifting Equation dan dikembangkan pada tahun 1981. NIOSH
Lifting Equation dikembangkan dengan tujuan untuk membantu mencegah atau
menurunkan jumlah aktivitas pengangkatan yang berpotensi menimbulkan low
back pain (sakit pada bagian punggung) pada pelakunya (Wickens dkk, 2004).
Pada NIOSH Lifting Equation akan dihitung dua hal yaitu nilai Action Limit
(AL) dan nilai Maximum Permissible Limit (MPL). nilai Action Limit (AL)
menunjukkan batas atas berat beban dimana untuk beberapa populasi pada
batas berat beban ini akan mengalami peningkatan resiko cedera jika belum
pernah mendapatkan pelatihan terkait dengan cara pengangkatan yang benar
(Wickens dkk, 2004). Sedangkan nilai Maximum Permissible Limit (MPL)
menunjukkan berat beban dimana pada sebagian besar orang pada proses
pengangkatan dengan berat beban yang berada atau diatas berat beban
tersebut akan menerima resiko cedera yang besar (Wickens dkk, 2004).
Berikut rumus matematis untuk Action Limit (AL) dan Maximum Permissible Limit
(MPL) (http://www.hazardcontrol.com/factsheets/ml-mh/NIOSH-guidelines-
andrevised-formula).
AL = 90(6/H)(1-0,01|V-30|)(0,7+3/D)(1-F/Fmax)

Keterangan :
AL = Action Limit (lb)
H = jarak horizontal tangan dari titik tengah tubuh atau
titik tengah pergelangan kaki (inchi)
V = jarak vertikal tangan dari lantai (inchi)
D = jarak vertikal dari ketinggian benda menuju tinggi pengangkatan (inchi)
F = frekuensi pengangkatan (rata-rata jumlah pengangkatan per menit)
Gambar 1. Parameter H, V dan D
Sedangkan rumus matematis untuk Maximum Permissible Limit (MPL) yaitu:
MPL = 3 X AL
Keterangan :
MPL = Maximum Permissible Limit (lb)
AL = Action Limit (lb)
Recommended Weight Limit (RWL)
Dalam pengaplikasiannya ternyata formula NIOSH Lifting Equation memiliki
keterbatasan. Formula yang dikembangkan pada tahun 1981 tersebut hanya
dapat diaplikasikan pada aktivitas pengangkatan yang simetris atau pada
aktivitas pengangkatan yang didalamnya tidak meliputi adanya putaran pada
tubuh (Wickens dkk, 2004). Selain itu, pada formula tersebut belum
mempertimbangkan tentang coupling (Kroemer dkk, 2001). Dengan
mempertimbangkan kelemahan-kelemahan yang ada maka formula NIOSH
Lifting Equation dikembangkan lebih lanjut menjadi formula baru. Formula
tersebut bernama Recommended Weight Limit (RWL). RWL dapat digunakan
untuk aktivitas pengangkatan yang lebih beragam. Berikut rumus matematis
Recommended Weight Limit (RWL) (Wickens dkk, 2004, hal 281).
RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM
Keterangan :
RWL = Recommended Weight Limit
LC = konstanta berat beban
HM = faktor pengali horizontal
VM = faktor pengali vertikal
DM = faktor pengali jarak
AM = faktor pengali sudut
FM = faktor pengali frekuensi
CM = faktor pengali coupling
Berikut rumus matematis untuk masing-masing faktor pengali berdasarkan
satuan yang digunakan (Wickens dkk, 2004 hal 282).
Tabel 1. Formulasi masing-masing faktor pengali
KOMPONEN METRIC SYSTEM U.S SYSTEM
LC 23 kg 51 lb
HM (25/H) (10/H)
VM (1 – 0,003 |V – 75|) (1 – 0,0075 |V – 30|)
DM (0,82 + 4,5/D) (0,82 + 1,8/D)
AM (1 – 0,0032A) (1 – 0,0032A)
FM Lihat Tabel FM Lihat Tabel FM
CM Lihat Tabel CM Lihat Tabel CM
(Sumber : Wickens dkk, 2004, hal 282)
Tabel 2. Tabel FM
DURASI KERJA
FREKUENSI < 1 jam < 2 jam < 8 jam

PENGANGKATAN
PER MENIT
V < 75 cm V > 75 cm V < 75 cm V > 75 cm V < 75 cm V > 75 cm
0,2 1 1 0,95 0,95 0,85 0,85
0,5 0,97 0,97 0,92 0,92 0,81 0,81
1 0,94 0,94 0,88 0,88 0,75 0,75
2 0,91 0,91 0,84 0,84 0,65 0,65
3 0,88 0,88 0,79 0,79 0,55 0,55
4 0,84 0,84 0,72 0,72 0,45 0,45
5 0,80 0,80 0,60 0,60 0,35 0,35
6 0,75 0,75 0,50 0,50 0,27 0,27
7 0,70 0,70 0,42 0,42 0,22 0,22
8 0,60 0,60 0,35 0,35 0,18 0,18
9 0,52 0,52 0,30 0,30 0 0,15
10 0,45 0,45 0,26 0,26 0 0,13
11 0,41 0,41 0 0,23 0 0
12 0,37 0,37 0 0,21 0 0
13 0 0,34 0 0 0 0
14 0 0,31 0 0 0 0
15 0 0,28 0 0 0 0
>15 0 0 0 0 0 0
(Sumber : Wickens dkk, 2004, hal 282)
Tabel 3. Tabel CM
Coupling V < 75 cm (30 in.) V > 75 cm (30 in.)
Good 1 1
Fair 0,95 1
Poor 0,90 0,90
(Sumber : Wickens dkk, 2004, hal 282)
Lifting Index (LI)
Setelah menghitung nilai Recommended Weight Limit (RWL), selanjutnya
adalah melakukan perhitungan Lifting Index (LI). Lifting Index (LI) mrupakan rasio
hasil perbandingan antara berat beban terhadap nilai Recommended Weight
Limit (RWL). Berikut rumus matematis dari Lifting Index (LI) (Wickens dkk, 2004).
LI = berat beban / RWL
Keterangan :
LI = Lifting Index

RWL = Recommended Weight Limit


Pengertian mengenai nilai Lifting Index (LI) (Wickens dkk, 2004)
 Ketika nilai LI > 1
Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan resiko cedera (low back pain)
pada beberapa pekerja
 Ketika nilai LI > 3
Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan resiko cedera (low back pain)
pada banyak pekerja
Contoh soal :
Suatu proses pengangkatan manual dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Diketahui :
H = 10”
V = 40”
D = 15”
A = 70o
F = 4 kali pengangkatan/menit
C = coupling dengan kategori good
Durasi kerja = 8 jam/hari
Berat beban = 20 lb
*Perhitungan menggunakan U.S System
Ergonomi dan
Antropometri
Ajeng Yeni Setianingrum, ST.
MT.
Pusat Pengembangan Bahan
Ajar
Universitas Mercu Buana
‘11
5
Pertanyaan :
a) RWL = ?
b) LI = ?
Jawab :
LC = 51 lb
HM = 10/10 = 1
VM = (1 – 0,0075 |V – 30|) = (1 – 0,0075 |40 – 30|) = 0,925
DM = (0,82 + 1,8/D) = (0,82 + 1,8/15) = 0,94
AM = (1 – 0,0032A) = (1 – 0,0032*70) = 0,776
FM = 0,45 (berdasarkan Tabel 2)
CM = 1 (berdasarkan Tabel 3)
Menghitung RWL
RWL = LC X HM X VM X DM X AM X FM X CM
RWL = 51 X 1 X 0,925 X 0,94 X 0,776 X 0,45 X 1
RWL = 15,485 lb
Menghitung LI
LI = berat beban / RWL
LI = 20 / 15,485
LI = 1,29
 Kesimpulan : kondisi pada contoh soal dapat menyebabkan peningkatan
resiko cedera (low back pain) pada beberapa pekerja
ORGANISASI INTERNASIONAL ILO
(INTERNASIONAL LABOUR ORGANIZATION)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Organisasi Internasional adalah suatu organisasi yang dibuat oleh anggota
masyarakat internasional secara sukarela atau atas dasar kesamaan yang bertujuan
menciptakan perdamaian dunia dalam tata hubungan internasional. Selain itu,
organisasi internasional juga merupakan organisasi yang dibentuk secara
permanen yang didirikan atas dasar sebuah traktat (kesepakatan) yang lebih
bersifat multilateral daripada bilateral dengan tujuan-tujuan tertentu. Dari sini kita
bisa pahami bahwa organisasi internasional itu lebih cenderung kepada kerjasama
antara lebih dari dua negara.
Adapun tujuan dari adanya organisasi internasional yaitu untuk
mewujudkan dan memelihara perdamaian dunia, serta keamanan internasional
dengan berbagai variasi cara yang dipilih oleh organisasi internasional yang
bersangkutan di antara cara dan upaya yang disediakan hukum internasional.
Selain itu, organisasi internasional juga bertujuan untuk mengatur serta
meningkatkan kesejahteraan dunia maupun negara anggota, melalui berbagai cara
yang dipilih dan sesuai dengan organisasi internasional yang bersangkutan.
Organisasi perburuhan internasional atau kerap disebut dengan ILO
(International Labour Organization) merupakan badan Perserikatan BangsaBangsa (PBB)
yang terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi
seseorang yang ingin memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara
1
2
bebas, adil, aman, dan bermartabat. ILO dalah satu-satunya badan “triparit” PBB
yang mengundang perwakilan pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk bersamasama
menyusun suatu program dan kebijakan. ILO juga merupakan sebuah badan
global yang bertanggung jawab untuk menyusun dan mengawasi standar-standar
ketenagakerjaan internasional. ILO berupaya memastikan bahwa standar-standar
ketenagakerjaan ini dihormati baik secara prinsip maupun praktiknya.
Tujuan utama ILO adalah untuk mempromosikan hak-hak di tempat kerja,
mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan perlindungan
sosial, serta memperkuat kontak sosial untuk mengatasi permasalahanpermasalahan yang
terkait dengan dunia kerja.
Seiring dengan perkembangan zaman, banyak perubahan-perubahan yang
terjadi dalam berbagai bidang, misalnya perubahan teknologi, internasionalisasi
ekonomi, serta perubahan dalam struktur sosial. Globalisasi ekonomi dan
terbukanya pasar negara di berbagai belahan dunia berlangsung dengan pesat.
Dampak dari perubahan global ini dirasakan dalam sektor ketenagakerjaan,
kondisi pabrik atau tempat bekerja, sistem pengupahan, hingga struktur serikat
buruh/pekerja. Perubahan-perubahan yang berlangsung saat ini memperjelas
tantangan yang harus dihadapi oleh serikat buruh/pekerja.
Berdasarkan uraian di atas kelompok kami akan menyusun makalah
mengenai lembaga yang berkaitan dengan ketenagakerjaan yaitu “Organisasi
Internasional ILO (International Labour Organization)”.
3
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dapat penulis rincikan adalah sebagai
berikut.
1) Bagaimana sejarah terbentuknya organisasi internasional ILO?
2) Bagaimana prinsip dan tujuan didirikannya ILO?
3) Bagaimana tugas-tugas ILO dalam menghadapi ketenagakerjaan?
4) Bagaimana struktur organisasi internasional ILO?
5) Bagaimana aturan/kebijakan yang diterapkan ILO?
6) Seberapa banyak anggota-anggota yang turut serta dalam ILO?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujan penulisan dalam makalah ini adalah sebagai berikut.
1) Untuk mengetahui sejarah terbentuknya organisasi internasional ILO.
2) Untuk mengetahui prinsip dan tujuan didirikannya ILO.
3) Untuk mengetahui tugas-tugas ILO dalam menghadapi ketenagakerjaan.
4) Untuk mengetahui struktur organisasi internasional ILO.
5) Untuk mengetahui aturan/kebijakan yang diterapkan ILO.
6) Untuk mengetahui banyaknya anggota-anggota yang turut serta dalam ILO.

D. Defenisi Operasional
Adapun yang menjadi defenisi operasional dalam makalah ini adalah
sebagai berikut.
1) Organisasi internasional adalah suatu organisasi yang didirikan atas dasar suatu
traktat yang lebih bersifat multilateral daripada bilateral dan dengan criteria
tujuan tertentu.
2) ILO (International Labour Organization) adalah salah satu badan di bawah
naungan PBB yang bertujuan untuk memberikan pedoman dalam menciptakan
undang-undang perburuhan yang berkaiatan dengan hak-hak juga kewajiban
buruh/pekerja.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Sejarah Terbentuknya Organisasi Internasional ILO


Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO) dibentuk berdasarkan
Traktat Versailles pada tahun 1919 bersamaan dengan berdirinya Liga BangsaBangsa (LBB).
Dalam perkembangannya, pada tahun 1945 ILO menjadi Badan
Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sampai dengan tahun 2001, anggota
ILO berjumlah 174 negara.
ILO dibentuk dengan tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi
masyarakat diseluruh dunia, khususnya kaum pekerja. Dalam Mukadimah
Konstitusi ILO dinyatakan bahwa perdamaian abadi hanya mungkin tercipta ata
dasar keadilan sosial. Syarat-syarat kerja masih mencerminkan ketidakadilan dan
selama hal tersebut masih terjadi, maka berbagai goncangan yang terjadi akan
mengancam keserasian dan ketentraman hidup masih akan terus terjadi. Oleh
karena itu, perlu adanya perbaikan syarat-syarat kerja dan norma kerja serta upaya
mengatasi masalah pengangguran.
Untuk melaksanakan gagasan tersebut, maka ILO mempunyai tugas utama
yaitu merumuskan kebijaksanaan dan program internasional untuk memperbaiki
lapangan pekerjaan dan kehidupan para pekerja; menyusun standar
ketenagakerjaan internasional untuk dijadikan pedoman bagi Negara anggota
dalam membuat dan melaksanakan kebijakan ketenagakerjaan khususnya dalam
membuat peraturan perundangan ketenagakerjaan.

ILO merupakan organisasi internasional satu-satunya yang beranggotakan


tiga unsur yaitu unsur Pemerintah, unsur Pengusaha, unsur Pekerja. Seluruh
kebijakan dan program ILO dirumuskan dan ditetapkan oleh ketiga unsur tersebut.

B. Prinsip dan Tujuan Berdirinya ILO


Organisasi ini berdiri atas prinsip filosofi bahwa perdamaian
menyeluruh dan abadi hanya dapat dicapai bila didasarkan pada keadilan
sosial. Unsur penting dalam keadilan sosial antara lain penghargaan atas
HAM, standar hidup yang layak, kondidi kerja yang manusiawi,
kesempatan kerja dan keamanan ekonomi.
Tujuan berdirinya ILO menciptakan keadilan sosial bagi
masyarakat diseluruh dunia, khususnya kaum pekerja/buruh. Fungsi ILO
disamping sebagai pembuat standar perburuhan internasional, juga
melaksanakan program operasional dan pelatihan-pelatihan perburuhan.
Untuk itu tugas utama ILO adalah:

1) Terciptanya perlindungan hak-hak pekerja/buruh;


2) Memperluas lapangan pekerjaan; dan
3) Meningkatkan taraf hidup para pekerja/buruh.

C. Tugas- Tugas ILO


Konferensi Perburuhan Internasional (International Labor
Conference) yang digelar setiap tahun merupakan forum internasional
untuk mendiskusikan problem sosial dan perburuhan di seluruh dunia,
merumuskan peraturan standar perburuhan dan garis kebijakan umum
ILO. Tiap dua tahun, Konferensi Perburuhan Internasional mengadopsi

anggaran dan program kerja ILO yang dibiayai oleh iuran negara-negara
anggota ILO.
Setiap negara anggota ILO diwajibkan mengirim delegasi ke
Konferensi (dua wakil pemerintah, dua wakil pengusaha, dan seorang
wakil pekerja). Semua wakil memiliki hak yang sama untuk terlibat dalam
diskusi maupun dalam pengambilan keputusan melalui pemungutan suara.
ILO adalah satu-satunya organisasi di mana pengusaha dan buruh/pekerja
dua pihak yang menjadi “partner sosial” dalam proses ekonomi- duduk
sejajar dan berpartisipasi dengan pihak pemerintah dalam merumuskan
kebijakan dan program.
ILO mendorong pemberlakuan metode tripartite di setiap negara
anggota dan mendorong terjalinnnya “dialog sosial”, di mana serikat
buruh/pekerja dan asosiasi pengusaha sama-sama berperan dalam
perumusan dan pelaksanaan kebijakan dalam lingkup sosial dan ekonomi.
Selama periode antara satu Konferensi ke Konferensi berikutnya, ILO
dipimpin oleh sebuah badan bernama Governing Body yang memiliki 56
anggota (terdiri dari 28 wakil pemerintah, 14 wakil pengusaha, dan 14
wakil buruh/pekerja).
Markas ILO atau International Labor Office berlokasi di Jenewa,
Swiss. Meski demikian, sistem administrasi dan manajemen ILO
dijalankan secara terdesentralisasi melalui kantor regional dan kantor
cabang di lebih dari 40 negara. Pengembangan sektor perburuhan dan
sosial yang terkait dengan isu-isu ekonomi khusus dibahas dalam
8
pertemuan sektoral bipartit dan tripartite. Sebuah komite pakar
menyiapkan rancangan panduan/materi pelatihan keahlian, pelatihan
peningkatan manajerial, keselamatan dan kesehatan kerja, hubungan
perburuhan, dan isu-isu pekerja anak dan perempuan. Pertemuan regional
juga digelar untuk mendiskusikan hal-hal yang berkembang di wilayah
tersebut.
ILO memiliki hubungan konsultatif tetap dengan empat organisasi
serikat perburuhan internasional yang terlibat aktif dalam kegiatankegiatan ILO. Organisasi
tersebut adalah;
1) International Confederation of Free Trade Unions (ICFTU),
2) World Confederation of Labor (WCL)
3) World Federation of Trade Union (WFTU)
4) Organization of African Trade Union Unity (OATUU)

D. Struktur Organisasi ILO


Struktur organisasi ILO terdir 3 (tiga) badan, yaitu:
1) Sidang Umum atau Konferensi Perburuhan Internasional (International Labour
Conference atau ILC), merupakan forum pleno ILO yang mempunyai kekuasan
tertinggi dalam memutuskan semua aktivitas ILO.
2) Badan Pengurus atau Governing Body, merupakan badan pengambil
keputusan.
3) Kantor Perburuhan Internasional, merupakan sekretariat permanen ILO.

E. Kebijakan ILO
Kebijakan ILO mengenai kemitraan aktif (active partnership)
pertama kali diperkenalkan tahun 1994. Tujuannya untuk makin
mendekatkan ILO dengan unsur-unsur tripartit di negara anggota dan terus
9
meningkatkan pelayanan teknis yang diprogramkan. Unsur penting dalam
konsep kemitraan aktif ini adalah dibentuknya 16 tim multidisiplin
regional yang memungkinkan ILO merespon kebutuhankebutuhan akan
bantuan teknis secara lebih cepat.
Bantuan khusus diberikan kepada serikat buruh/pekerja dalam
kerangka kebijakan kemitraan aktif. Prioritas dari kemitraan aktif adalah
pemberian bantuan dan nasinat teknis dalam penerapan standar perburuhan
internasional, khususnya konvensi dasar ILO tentang pokok-pokok hak
asasi manusia. Tim multidispiliner ini berisi pakar-pakar kegiatan
pekerja/buruh. Tim ini bertanggungjawab mendorong partisipasi serikat
buruh/pekerja dalam kegiatan-kegiatan ILO dan memastikan bahwa
program dan proyek yang dijalankan sesuai dengan kebutuhan serikat
buruh/pekerja secara efektif.

F. Negara-Negara Anggota ILO


Austria, Azerbaijan, Bahama, Bahrain, Bangladesh, Barbados, Belarus, Belgia,
Belize, Benin, Bolivia, Bosnia dan Herzegovina, Botswana, Brazil, Bulgaria,
Burkina, Faso, Burundi, Kamboja, Kamerun, Kanada, Cape Verde, Chad, Chile,
Cina, Kolumbia, Komoro, Kongo, Kosta Rika, Côte d'Ivoire, Kroasia, Kuba,
Siprus, Republik Ceko, Kongo, Denmark, Djibouti, Dominika, Ekuador, Mesir, El
Salvador, Equatorial Guinea, Eritrea, Estonia, Etiopia, Fiji, Finlandia, Perancis,
Gabon, Gambia, Georgia, Jerman, Ghana, Yunani, Grenada, Guatemala, Guinea,
Guinea-Bissau, Guyana, Haiti, Honduras, Hongaria, Islandia, India, Indonesia,
Iran (Republik Islam), Irak, Irlandia, Israel, Italia, Jamaika, Jepang, Jordan,
10
Kazakhstan, Kenya, Kiribati, Kuwait, Kyrgyz Stan, Latvia, Libanon, Lesotho,
Liberia, Jamahiriya Arab Libya, Lithuania, Luxembourg, Madagaskar, Malawi,
Malaysia, Mali, Malta, Mauritania, Mauritius, Meksiko, Mongolia, Montenegro,
Mozambik, Myanmar, Namibia, Nepal, Belanda, Selandia Baru, Nikaragua,
Niger, Nigeria, Norwegia, Oman, Pakistan, Panama, Papua Nugini, Paraguai,
Peru, Pilipina, Polandia, Portugal, Qatar, Rumania, Federasi Rusia, Rwanda, Saint
Kitts dan Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent dan Grenadines, Samoa, San Marino,
Sao Tome dan Principe, Arab Saudi, Senegal, Serbia, Seychelles, Sierra Leone,
Singapura, Slowakia, Slovenia, Kepulauan Solomon, Somalia, Afrika Selatan,
Spanyol, Sri Lanka, Sudan, Suriname, Swaziland, Swedia, Switzerland,
Tajikistan, Tanzania, Thailand, Timor-Leste, Togo, Trinidad dan Tobago, Tunisia,
Turki, Turkmenistan, Uganda, Ukraina, Uni Emirat Arab, United Kingdom,
Amerika Serikat, Uruguay, Uzbekistan, Vanuatu, Venezuela, Vietnam, Yaman,
Zambia, Zimbabwe.
Sumber:
https://id.answers.yahoo.com/question/index?qid=20110308012459AASX762

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Organisasi Perburuhan Internasional atau ILO adalah bagian dari badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dibawah dewan ekonomi dan sosial yang
terus berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki
untuk memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif secara bebas, adil, aman
dan bermartabat. ILO sendiri mempunyai tujuan yaitu mempromosikan hak-hak di
tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang layak, meningkatkan
perlindungan sosial serta memperkuat dialog untuk mengatasi permasalahanpermasalahan
yang terkait dengan dunia kerja.
Masalah yang dihadapi oleh dunia saat ini adalah masalah pemutusan
hubungan kerja akibat dari dampak krisis global. Peran ILO dalam menghadapi
dampak dari krisis tersebut adalah dengan mengadakan berbagai konvensikonvesi sehingga
dapat memberikan solusi dalam masalah tersebut.

B. Saran
Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini dunia telah memasuki era global
dimana peran ILO sangat penting dalam mendorong terciptanya keadilan bagi
semua orang untuk hidup yang layak. Namun demikian diperlukan kerjasama
yang baik antara ILO dengan negara itu sendiri sehingga tujuan-tujuan ILO dapat
tercapai. Jadi pemerintah mempunyai peranan yang cukup besar dalam masalah
ketenagakerjaan dan perburuhan.
Khusus untuk Indonesia, peran ILO masih sangat diperlukan dalam
perbaikan sistem ketenagakerjaan di Indonesia. Mengingat negara Indonesia
merupakan negara yang mempunyai tenaga kerja yang cukup besar baik yang ada
didalam negeri maupun diluar negeri. Isu yang berkembang saat ini ialah masalah
Tenaga Kerja Indonesia (TKI). Kekeurangan yang dapat dikoreksi oleh
pemerintah mengenai masalah Tenaga Kerja Indonesia yaitu :
1. Membantu para TKI yang mengalami masalah keuangan dengan memberikan
modal dan pinjaman.
2. Menjamin keamanan para TKI.
3. Meningkatkan pengawasan pemerintah dan menegakkan hukum terhadap
perekrut yang legal maupun illegal.
4. Menjamin kontrak kerja.
5. Perbaikan sistem kontak kerja yang memiliki kekuatan hokum.
6. Serius dalam penanganan TKI yang ditahan dipusat-pusat penahanan.
7. Penyebaran informasi yang memadai dan sistem penyelesaian resolusi yang
formal.
Environmental Quality Standards (EQS)

DALAM LATIHAN kekuasaan yang diberikan di Dewan oleh

bagian 28 (2) dan 63 (1) dari Lingkungan Nasional

Management Act, 1994 dan tentang rekomendasi dari

Badan Regulasi ini dengan ini dibuat.

Kutipan 1. Peraturan ini dapat disebut sebagai Kualitas Lingkungan

Peraturan Standar, 1999.

Pendirian

Lingkungan

Standar kualitas

Naik

2. (1) Dengan ini dibentuk Dewan yang dikenal sebagai

Dewan Standar Kualitas Lingkungan yang terdiri dari

(a) Direktur Eksekutif Badan;

(B) Kepala Dinas Kesehatan Masyarakat dari

Departemen Negara Kesehatan;

(c) petugas Program Kualitas Lingkungan I;

(d) Panitera Pestisida dan Berbahaya

Bahan kimia;

(e) ahli kimia dan ahli biologi dari Departemen

Sumber air;

(f) seorang wakil dari Kamar Gambia

Perdagangan dan Industri;

(g) perwakilan teknis dari industri.

(h) penasihat hukum untuk Agency; dan

(i) perwakilan dari Departemen Luar Negeri untuk


Perdagangan, Industri dan Pekerjaan.

(2) Direktur Eksekutif Badan adalah Ketua

Dewan dan dalam ketidakhadirannya Wakil Direktur Eksekutif

atau delegasinya akan menjadi ketua.

(3) Pejabat Program Kualitas Lingkungan I adalah

Sekretaris Dewan.

Fungsi 3. Fungsi Dewan harus -

(A) mengusulkan standar kualitas lingkungan kepada

Dewan dan untuk meninjau yang sama secara berkala; dan

(B) untuk melakukan fungsi lain yang mungkin

didelegasikan kepadanya oleh dewan.

Rapat 4.

(1) Dewan akan bertemu setidaknya dua kali setahun.

(2) Kuorum pada semua rapat Dewan adalah tujuh.

Lingkungan

Kualitas

Standar

5. (1) Standar kualitas lingkungan yang ditetapkan dalam jadwal I

harus berlaku sehubungan dengan udara ambien, air asin, permukaan segar

air dan air tanah.

(2) Badan harus memastikan bahwa standar yang ditetapkan dalam

Jadwal I dipertahankan dan akan mengambil langkah-langkah yang tepat

untuk memastikan hal yang sama.

Lingkungan

Pemantauan

6. (1) Badan harus memantau standar yang ditetapkan dalam

Jadwal I sesuai dengan parameter dan teknik


diatur dalam jadwal II.

(2) Dalam memantau standar sesuai dengan

ayat (1) Badan akan menggunakan yang sesuai

laboratorium atau lembaga lain yang memiliki analitik yang diperlukan

kemampuan.

(3) Hasil pemantauan lingkungan sekitar harus

tersedia untuk Umum dengan pembayaran biaya yang ditentukan

(4) Menyimpang dari ketentuan (3), ringkasan dari

hasil pemantauan lingkungan sekitar harus disediakan di

Laporan Keadaan Lingkungan Nasional.


INDOOR QUALITY STANDARD

Deklarasi kepentingan

Formulir standar "Pernyataan minat ahli WHO" telah diisi oleh

semua ahli yang terlibat dalam penyusunan pedoman. Dua puluh enam ahli menyatakan
minat pada pokok bahasan pertemuan / pedoman. Semua tanggapan

telah ditinjau oleh Kantor Hukum WHO dan Komite Peninjauan Pedoman. Itu

minat yang dideklarasikan tercantum di bawah ini.

Potensi kepentingan yang dinilai oleh WHO sebagai tidak signifikan untuk proses pedoman:
para ahli dibersihkan untuk berpartisipasi dalam pengembangan pedoman

Vernon Benignus melaporkan telah menerima upah untuk pekerjaan dan

konsultasi dari entitas komersial atau organisasi lain dengan minat terkait dengan subjek
polusi udara. Dia juga melaporkan telah memberikan seorang ahli

pendapat atau kesaksian untuk entitas komersial atau organisasi lain sebagai bagian dari a

proses pengaturan, legislatif atau yudisial. Dia juga menyatakan telah memegang kantor

atau posisi lain, dibayar atau tidak dibayar, di mana ia diharapkan mewakili kepentingan atau

mempertahankan posisi terkait dengan subjek polusi udara.

Juana M. Delgado Saborit dan Frank Kelly melaporkan mereka atau unit penelitian mereka

telah menerima dukungan untuk penelitian dari organisasi yang sebagian besar didanai

oleh entitas komersial dengan kepentingan utama terkait dengan polusi udara. Rumah sakit
mengklarifikasi bahwa penelitian dan pelaporannya independen, terlepas dari

apakah pendanaannya adalah publik atau swasta.

Peter Farmer melaporkan telah menerima remunerasi untuk konsultasi dari a

entitas komersial atau organisasi lain dengan minat yang terkait dengan subjek

polusi udara.

Matti Jantunen dan Naohide Shinohara melaporkan menerima remunerasi

untuk konsultasi dari entitas komersial atau organisasi lain dengan minat

terkait dengan masalah polusi udara dan telah menerima dukungan penelitian dari
entitas komersial atau organisasi lain dengan minat terkait dengan subjek

polusi udara.

Paul Harrison melaporkan dia atau unit penelitiannya telah menerima dukungan untuk
penelitian dari entitas komersial atau organisasi lain yang memiliki minat terkait

polusi udara. Dia juga melaporkan telah memberikan pendapat atau kesaksian ahli

untuk entitas komersial atau organisasi lain sebagai bagian dari peraturan, legislatif atau

proses peradilan terkait dengan subjek polusi udara.

Roy Harrison melaporkan kontrak penelitian dengan dan mendanai perjalanan tahunan

pertemuan organisasi penelitian yang aktif di bidang efek kesehatan dari polusi udara, yang
menerima dana dari industri kendaraan bermotor dan swasta lainnya

organisasi.

Rogene Henderson melaporkan telah dipekerjakan oleh dan telah memberikan konsultasi
kepada entitas komersial atau organisasi lain dengan minat terkait

subjek polusi udara. Dia juga melaporkan telah memberikan pendapat ahli atau

kesaksian terkait dengan subjek polusi udara untuk entitas komersial atau lainnya

organisasi, juga telah memegang jabatan atau posisi lain, dibayar atau tidak dibayar,

di mana dia mungkin diharapkan untuk mewakili kepentingan atau mempertahankan suatu
posisi

terkait dengan masalah polusi udara.

Stylianos Kephalopoulos dan Dimitrios Kotzias melaporkan mereka atau penelitian mereka

unit yang telah menerima dukungan dari entitas komersial atau organisasi lain

dengan minat terkait dengan subjek polusi udara.

Michael Kleinman melaporkan menerima remunerasi dari iklan

entitas atau organisasi lain yang berkepentingan dengan polusi udara dan memiliki

memberikan pendapat atau kesaksian ahli sebagai bagian dari proses pengaturan, legislatif
atau yudisial terkait dengan polusi udara.

Gunnar Nielsen melaporkan telah memberikan pendapat atau kesaksian ahli sebagai bagian

dari proses pengaturan, legislatif atau yudisial terkait dengan subjek polusi udara

untuk entitas komersial atau organisasi lain.


David G. Penney telah memberikan banyak kesaksian tentang kadar karbon monoksida yang
aman. Potensi minat dinilai oleh WHO sebagai tidak signifikan untuk

proses pedoman.

Eugene Bruce dan Regula Rapp melaporkan telah menerima dukungan penelitian dari

entitas komersial atau organisasi lain yang berkepentingan dengan masalah udara

polusi.

Christophe Rousselle melaporkan telah memegang jabatan atau posisi lain, dibayar atau

tidak dibayar, di mana ia mungkin diharapkan untuk mewakili kepentingan atau


mempertahankan posisi terkait dengan subjek polusi udara.

Kurt Straif melaporkan telah memegang jabatan atau posisi lain, dibayar atau tidak dibayar,

di mana ia mungkin diharapkan mewakili kepentingan atau mempertahankan posisi terkait


dengan subjek polusi udara.

Peder Wolkoff melaporkan menjadi anggota komite penasihat ilmiah untuk

iklim dalam ruangan.

Hajo Zeeb melaporkan menerima remunerasi dari pekerjaan dan konsultasi untuk entitas
komersial atau organisasi lain dengan minat terkait

dengan subjek polusi udara. Dia juga melaporkan telah menerima dukungan penelitian

dari entitas komersial atau organisasi lain dengan kepentingan terkait

subjek pertemuan. Dia mengkonfirmasi telah memegang kantor atau posisi lain,

dibayar atau tidak dibayar, di mana ia mungkin diharapkan mewakili kepentingan atau
mempertahankan posisi terkait dengan polusi udara subjek.

Para ahli dikecualikan dari pengembangan pedoman

Alan Buckpitt melaporkan perjalanan yang didanai ke dan honorarium dari iklan

entitas atau organisasi lain dengan minat terkait dengan polusi udara. Dia juga melaporkan
kontrak penelitian dengan entitas yang sama. Istrinya memiliki persediaan yang signifikan di
a

entitas komersial dengan minat pada kualitas udara.

Vincent Cogliano melaporkan memegang saham, obligasi, opsi saham atau sekuritas lainnya
dalam entitas komersial dengan minat terkait dengan polusi udara. Dia juga melaporkan telah
memegang jabatan atau jabatan, dibayar atau tidak dibayar, di mana dia mungkin berada
diharapkan mewakili kepentingan atau mempertahankan posisi yang terkait dengan subjek
udara

polusi.

David Eastmond melaporkan telah menerima dukungan penelitian dari sebuah iklan

entitas atau organisasi lain dengan minat terkait dengan subjek polusi udara.

Veronique Ezratty dan Gaelle Guilloussou melaporkan dipekerjakan oleh a

entitas komersial atau organisasi lain dengan minat yang terkait dengan subjek

polusi udara.

Miranda Loh melaporkan unit penelitiannya telah menerima dukungan untuk penelitian dari
entitas komersial atau organisasi lain dengan minat yang terkait

polusi udara.
AIR QUALITY STANDARD
INTRODUCTION

Tantangan penting hari ini adalah

bagaimana cara meningkatkan dan memelihara

IAQ di gedung sementara, di

saat yang sama, mengurangi

konsumsi energi keseluruhan.

• Seseorang tidak dapat mendiskusikan

masalah IAQ tanpa memberi

perhatian pada peran itu

konservasi Energi

tindakan dapat dilakukan

INTRODUCTION 2

• Memiliki standar ventilasi dan kode mekanis

berevolusi untuk mengatasi IAQ dan konservasi energi.

• Teknologi pembersih udara telah dikembangkan untuk menyediakan

lingkungan indoor yang sehat dan nyaman.

• Jumlah yang terus meningkat

aplikasi untuk filtrasi udara partikulat dan gasphase dalam sistem HVAC

desain.

- Memilih dan menentukan kontrol yang sesuai

strategi memerlukan pertimbangan khusus.


INTRODUCTION 3

• Pembersihan udara - untuk keduanya

kontaminan partikulat dan gasphase -

bisa menjadi kritis

komponen dalam

mencapai diterima

Kualitas Udara Dalam Ruangan sebagai

serta implementasi

konservasi Energi

tindakan dengan ASHRAE

Standar 62.1-2013.

Tren Menuju "Nol Bersih"

• Net Zero Building adalah yang menghasilkan banyak energi

seperti yang digunakan selama setahun.

- Net Zero Energy Building pada desainnya sangat hemat energi dan

setiap kebutuhan energi yang tersisa biasanya dipenuhi dengan di tempat

energi terbarukan.

ASHRAE Definisi IAQ yang Dapat Diterima

Udara di mana tidak ada kontaminan yang diketahui

konsentrasi berbahaya yang ditentukan oleh orang yang sadar

otoritas dan dengan mana mayoritas substansial

(80% atau lebih) dari orang-orang yang terpapar tidak

mengungkapkan ketidakpuasan.
ASHRAE Standard 62.1-2013

Ventilasi untuk Kualitas Udara Dalam Ruangan yang Dapat Diterima

• Sejak tahun 2001, Standar 62.1 telah ditulis agar dapat diterapkan kode hanya berisi bahasa
wajib.

- Pembaruan baru yang akan diterbitkan pada tahun 2013.

• Panduan pengguna

- Pertama kali diterbitkan pada 2005, diperbarui pada 2007, 2010, dan 2013, selanjutnya

pembaruan terjadwal 2016.

- Memberikan informasi tentang cara menggunakan dan menerapkan Standar

62.1 dengan contoh praktis kepatuhan.

• Panduan Desain IAQ Lanjut

- Praktik terbaik untuk desain, konstruksi &

commissioning.

ASHRAE Standard 62.1-2013 (2)

Ventilasi untuk Kualitas Udara Dalam Ruangan yang Dapat Diterima

• IAQ didasarkan pada kriteria subyektif.

- Kenyamanan bukan kesehatan

- Dimaksudkan untuk meminimalkan efek kesehatan yang merugikan

- Bukan konsentrasi karbon dioksida

• Prosedur Tingkat Ventilasi (VRP)

- Kualitas udara luar minimum yang dapat diterima

- Membutuhkan pembersihan udara untuk ozon, PM10 dan PM2.5

• Prosedur Kualitas Udara Dalam Ruangan (IAQP)

- Memungkinkan keseimbangan antara IAQ

dan konservasi energi.


Potensi Konservasi Energi

Mengapa Tidak Menggunakan Prosedur IAQ

• Jika Anda harus menerapkan pembersihan udara untuk ozon, PM10, atau PM2.5

penggunaan IAQP dapat membayar peningkatan ke udara

sistem pembersihan DAN menyediakan pengurangan secara keseluruhan

Biaya operasi HVAC.

• IAQP memungkinkan kredit diambil - dalam bentuk a

pengurangan tingkat asupan udara luar untuk kontrol

yang menghilangkan kontaminan dan yang menghasilkan

konsentrasi kontaminan dalam ruangan sama dengan

atau lebih rendah dari yang dicapai menggunakan

prosedur tingkat ventilasi (VRP)

Persyaratan IAQP

• Persyaratan khusus untuk kepatuhan:

- Investigasi Kualitas Udara Udara (Bagian 4)

- Perawatan Udara Luar (Bagian 6.2.1)

- Sumber Pencemar (Bagian 6.3.1)

• Identifikasi kontaminan yang menjadi perhatian (COC)

- Konsentrasi Kontaminan (Bagian 6.3.2)

- Kualitas Udara Dalam Ruangan yang Dirasakan (Bagian 6.3.3)

- Pendekatan Desain (Bagian 6.3.4)

- Dokumentasi (Bagian 6.3.6)


IAQP dan Penghematan Energi

• IAQP memberikan peningkatan IAQ dan mengurangi

jumlah energi yang digunakan untuk mengkondisikan udara ventilasi.

• Ini memberikan kontrol langsung terhadap kontaminan udara dalam ruangan.

• Banyak aplikasi yang berbeda dapat dirancang menggunakan

Prosedur IAQ.

• Aplikasi yang paling umum, dan

mereka yang memiliki potensi terbesar untuk

penghematan biaya modal dan biaya operasional

pengurangan, melibatkan konstruksi baru

dan renovasi.
KEPMEN 01/1999
Menimbang

a. bahwa dalam rangka upaya mewujudkan penghasilan yang layak bagi pekerja,perlu
ditetapkan upah minimum dengan mempertimbangkan peningkatan kesejahteraan pekerja
tanpa mengabaikan peningkatan produktivitas dan kemajuan perusahaan serta perkembangan
perekonomian pada umumnya;

b. bahwa untuk mewujudkan penetapan upah minimum yang lebih realistis sesuai dengan
kemampuan perusahaan secara sektoral,maka disamping penetapan Upah Minimum
Regioanal juga dilakukan penetapan Upah Minimum Sektoral Regional;

c. bahwa sehubungan dengan huruf a dan b,Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. Per-
03/MEN/1997 tentang Upah Minimum Regional, dipandang sudah tidak sesuai lagi,sehingga
perlu diadakan penyempurnaan.

d. Bahwa untuk itu,perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat

1 Kitab Undang-undang Hukum Perdata Buku III Titel 7A pasal 1601.

2 Undang-undang No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang Kerja


Tahun 1946 No.12 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara No.2
Tahun 1951).

3 Undang-undang Nomor 3 tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya Undangundang


Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari republik Indonesia untuk seluruh
Indonesia (Lembaran Negara Republik Tahun 1951 Nomor 4 ).

4 Undang-undang Nomor 80 Tahun 1957 tentang Pengupahan yang sama bagi buruh laki-laki
dan wanita untuk pekerjaan yang sama nilainya (Lembaran Negara Nomor 171 Tahun 1957
dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 2153).

5 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1961 tentang Ratifikasi Konvensi ILO No.106 tentang
Istirahat Mingguan.

6 Undang-undang No.14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai Tenaga


Kerja (Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 55,Tambahan Lembaran Negara Nomor 2912).

7 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Pemerintahan di Daerah


(Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037).

8 Undang-undang Nomor 7 tahun 1981 tentang Wajib lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan


(Lembaran Negara tahun 1981 Nomor 39,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3201).

9 Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah (Lembaran Negara
Tahun 1981 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3190).
10 Keputusan Presiden Nomor 58 Tahun 1969 tentang Pembentukan Dewan Penelitian
Pengupahan Nasional.

11 Keputusan Presiden RI No. 122/M/Tahun 1995 tentang Kabinet Reformasi Pembangunan.

12 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-06/MEN/1985 tentang Perlindungan Pekerja


Harian Lepas.

13 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No Per-02/MEN/1993 tentang Kesepakatan Kerja Waktu


Tertentu.

14 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-06/MEN/1993 tentang Waktu Kerja 5 (lima) Hari
Seminggu 8(delapan)Jam Sehari.

15 Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.05/MEN/1998 tentang Pendaftaran Organisasi


Pekerja.

Memperhatikan

Surat Dewan Penelitian Pengupahan Nasional No.42/DPPN/1999 tanggal 11 Januari 1999


perihal Saran dan Pertimbangan Penetapan Upah Minimum.

M E M U T U S K A N : Menetapkan PERATURAN MENTERI T E N A G A K E R J A


TENTANG UPAH MINIMUM

BAB I PENGERTIAN PASAL

1 Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan :

1 Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok termasuk
tunjangan tetap.

2 Upah Minimum Regional Tingkat 1 untuk selanjutnya disebut UMR Tk.1 adalah upah
minimum yang berlaku di satu propinsi.

3 Upah Minimum Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMR Tk.II adalah upah
minimum yang berlaku di daerah Kabupaten/Kotamadya atau menurut wilayah pembangunan
ekonomi daerah atau karena kekhususan wilayah tertentu.

4 Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMSR Tk.I adalah
upah minimum yang berlaku secara sektoral di satu propinsi.

5 Upah Minimum Sektoral Regional Tingkat II untuk selanjutnya disebut UMSR Tk.II adalah
upah minimum yang berlaku secara sektoral di daerah Kabupaten/Kotamadya atau menurut
wilayah pembangunan ekonomi daerah atau karena kekhususan wilayah tertentu.

6 Sektoral adalah kelompok lapangan usaha beserta pembagiannya menurut klasifikasi


Lapangan Usaha Indonesia (KLUI). 7 Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja di dalam
hubungan kerja para pengusaha dengan menerima upah.
8 Pengusaha adalah :

a Orang perseorangan,persekutuan,atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan


milik sendiri;

b Orang perseorangan,persekutuan,atau badan hukum yang secara berdiri sendiri


menjalankan perusahaan bukan miliknya.

c. Orang perseorangan,persekutuan,atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili


perusahaan sebagai dimaksud dalam huruf (a)dan(b) yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.

9 Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak yang
mempekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak milik orang
perseorangan,persekutuan atau badan hukum,baik milik swasta maupun milik negara.

10 Serikat pekerja adalah organisasi pekerja atas dasar lapangan pekerjaan yang bersifat
mandiri,demokratis,bebas,dan tanggung jawab yang di bentuk dari,oleh dan untuk
pekerja,untuk memperjuangkan hak dan kepentingan kaum pekerja dan keluarganya.

11 Peraturan Perusahaan adalah peraturan yang dibuat secara tertulis oleh pengusaha yang
memuat syarat-syarat kerja serta tata tertib perusahaan.

12 Kesepakatan Kerja Bersama adalah kesepakatan hasil perundingan yang di selenggarakan


oleh serikat pekerja atau gabungan serikat pekerja dengan pengusaha atau gabungan
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,untuk mengatur dan melindungi hak dan
kewajiban kedua belah pihak.

13 Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian kerja antara pekerja dan pengusaha secara lisan
dan/atau tertulis,baik,untuk waktu tertentu maupun untuk waktu yang tidak tertentu yang
memuat syarat-syarat kerja,hak dan kewajiban para pihak.

14 Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan.

Pasal 2

Usaha sosial dan usaha-usaha lain yang berbentuk perusahaan diperlakukan sama dengan
perusahaan apabila mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain sebagaimana
layaknya perusahaan mempekerjakan pekerja.

Pasal 3

Upah Minimum terdiri dari UMR Tk.1,UMR Tk.II, UMSR,Tk.1 dan UMSR Tk.II.
BAB II

DASAR DAN WEWENANG PENETAPAN UPAH MINIMUM

Pasal 4

(1). Menteri menetapkan besarnya upah minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 3.

(2). Dalam satu propinsi ditetapkan UMR Tk.1

(3). Selain UMR Tk. 1 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditetapkan UMR Tk.II dan
atau UMSR Tk.II.

(4). Dalam hal di seluruh daerah Kabupaten/Kotamadya dalam satu propinsi sudah ada
penetapan UMR Tk.II ,ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),tidak berlaku.

(5). Besarnya upah Minimum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diadakan peninjauan
selambat-lambatnya 2(dua) tahun sekali.

(6). Ketetapan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan selambat-lambatnya
40(empat puluh) hari sebelum tanggal berlakunya Upah Minimum.

Pasal 5

Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) ditetepkan:

a. UMSR Tk.1 harus lebih besar sekurang-kurangnya 5%(lima persen) dari UMR Tk.1

b. UMSR TK.II harus lebih besar sekurang-kurangnya 5%(lima persen) dari UMR Tk.II.

Pasal 6

(1). UMR Tk.1 dan UMR Tk.II ditetapkan dengan mempertimbangkan :

a. kebutuhan

b. indeks harga konsumen(IHK);

c. kemampuan,perkembangan dan kelangsungan perusahaan;

d. upah pada umumnya yang berlaku di daerah tertentu dan antar daerah ;

e. kondisi pasar kerja;

f. tingkat perkembangan perekonomian dan pendapatan per kapita.

(2) UMSR Tk.1 dan UMSR Tk.II ditetapkan berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan mempertimbangkan kemampuan perusahaan secara sektoral.
Pasal 7

(1). Upah Minimum wajib dibayar dengan upah bulanan kepada pekerja

(2) Berdasarkan kesepakatan antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha upah dapat
dibayarkan mingguan atau 2 mingguan dengan ketentuan perhitungan upah didasarkan pada
upah bulanan .

BAB III

TATA CARA PENETAPAN UPAH MINIMUM

Bagian Kesatu

Upah Minimum Regional

Pasal 8

(1). Usulan penetapan UMR Tk.1 dan UMR Tk.II dirumuskan oleh Komisi Penelitian
Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah.

(2). Dalam merumuskan usulan.Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan
Ketenagakerjaan Daerah dapat berkonsultasi dengan organisasi pengusaha,serikat pekerja dan
instansi terkait ditingkat daerah.

(3). Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Menteri melalui
Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setelah memperoleh rekomendasi
persetujuan Gubernur Kepala Daerah tingkat 1.

(4). Dalam hal Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 menolak memberikan rekomendasi
persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) usulan tersebut dikembalikan kepada
Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah disertai
alasan penolakan untuk dikaji dan diusulkan kembali.

(5). Berdasarkan usulan sebagaimana pada ayat (3),Menteri menetapkan upah minimum
setelah mendengar saran dan pertimbangan Dewan Penelitian Pengupahan Nasional.

(6). Dalam memberikan saran dan pertimbangan,Dewan Penelitian Pengupahan Nasional


dapat berkonsultasi dengan organisasi pengusaha,serikat pekerja dan instansi terkait ditingkat
nasional.

Pasal 9

Menteri dapat menetapkan UMR Tk.I atau UMR Tk.II berbeda dari usulan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 8 ayat 3 setelah mendengarkan saran dan pertimbangan Dewan
Penelitian Pengupahan Nasional.
Bagian Kedua

Upah Minimum Sektoral Regional

Pasal 10

(1). Untuk menetapkan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II,Komisi Penelitian Pengupahan dan
jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah,mengadakan penelitian serta menghimpun
data dan informasi mengenai:

(a). homogeneitas perusahaan;

(b). jumlah perusahaan;

(c). jumlah tenaga kerja;

(d). devisa yang dihasilkan;

(e). nilai tambah yang dihasilkan;

(f). kemampuan perusahaan;

(g). asosiasi perusahaan;

(h). serikat pekerja terkait;

(2). Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah
menentukan sector dan sub sector unggulan yang selanjutnya disampaikan kepada masing-
masing asosiasi perusahaan dan serikat pekerja.

Pasal 11

(1). Usulan penetapan UMSR Tk.I dan UMSR Tk.II dirundingkan dan disepakati oleh
asosiasi perusahaan dan serikat pekerja.

(2). Dalam hal sektor atau sub sektor belum mempunyai asosiasi perusahaan di sektor atau
sub sektor yang bersangkutan bersama APINDO dengan serikat pekerja terkait.

(3). Dalam hal sektor atau sub sektor belum mempunyai asosiasi perusahaan dan serikat
pekerja,perundingan dan kesepakatan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II dilakukan oleh
APINDO dengan gabungan serikat pekerja yang terkait dengan sektor atau sub sektor.

(4). Hasil kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),(2) dan (3)dimintakan
rekomendasi kepada Gubernur melalui Komisi Penelitian pengupahan dan Jaminan Sosial
Dewan Ketenagakerjaan Daerah.

(5). Kesepakatan yang telah memperoleh rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ,
disampaikan kepada Menteri melalui Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat
untuk penetapan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II .
Pasal 12

Asosiasi perusahaan dan serikat pekerja di luar sektor atau sub sektor yang telah ditentukan
oleh Komisi dapat mengajukan usulan penetapan UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II.

BAB IV

PELAKSANAAN KETETAPAN UPAH MINIMUM

Pasal 13

(1). Perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari UMR Tk.I atau UMR Tk.II atau
UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II.

(2). Dalam hal di daerah sudah ada penetapan UMR Tk.II perusahaan dilarang membayar
upah lebih rendah dari UMR Tk.II.

(3). Dalam hal di suatu sektor uasaha telah ada penetapan UMSR Tk. II dan atau UMSR Tk.II
perusahaan dilarang membayar upah lebih rendah dari UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II
tersebut.

Pasal 14

(1). Bagi pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa percobaan,upah diberikan
oleh pengusaha serendah-rendahnya sebesar upah minimum.

(2). Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari
1(satun) tatun.

(3). Peninjauan besarnya upah pekerja dengan masa kerja lebih dari 1(satu) tahun,dilakukan
atas kesepakatan tertulis antara pekerja/serikat pekerja dengan pengusaha.

Pasal 15

(1). Bagi pekerja dengan sistim kerja borongan atau berdasarkan satuan hasil yang
dilaksanakan 1 (satu) bulan atau lebih,upah rata-rata sebulan serendahrendahnya sebesar
Upah Minimum di perusahaan yang bersangkutan.

(2). Upah pekerja harian lepas,ditetapkan secara upah bulanan yang dibayarkan berdasarkan
jumlah hari kehadiran dengan perhitungan upah sehari:

a. bagi perusahaan dengan sistim waktu kerja 6(enam) hari dalam seminggu,upah bulanan
dibagi 25(dua puluh lima).

b. bagi perusahaan dengan sistim waktu kerja 5(lima) hari dalam seminggu,upah bulanan
dibagi 21 (dua puluh satu ).
Pasal 16

(1). Bagi perusahaan yang mencakup lebih dari satu sektor atau sub sektor,maka upah yang di
berlakukan sesuai dengan UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II.

(2). Dalam hal satu perusahan mencakup beberapa saktor atau sub sektor yang satu lebih
belum ada penetapan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II untuk sektor tersebut diberlakukan
UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II tertinggi diperusahaan yang bersangkutan.

(3). Dalam hal perusahaan untuk menjalankan usahanya memerlukan pekerjaan jasa
penunjang yang belum terdapat penetapan UMSR Tk.I atau UMSR Tk.II tertinggi di
perusahaan yang bersangkutan.

Pasal 17

Bagi perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum yang
berlaku,pengusaha dilarang mengurangi atau menurunkan upah.

Pasal 18

Peninjauan besarnya upah bagi pekerja yang telah menerima upah lebih tinggi dari upah
minimum yang berlaku,dilakukan sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Perjanjian
Kerja .Peraturan Perusahaan,atau Kesepakatan Kerja Bersama.

Pasal 19

(1). Dengan kenaikan upah minimum,para pekerja harus memelihara prestasi kerja sehingga
tidak lebih rendah dari prestasi kerja sebelum kenaikan upah.

(2). Ukuran prestasi kerja untuk masing-masing perusahaan dirumuskan bersama oleh
pengusaha dan pekerja atau Lembaga Kerjasama Bipartit perusahaan yang bersangkutan.

(3). Dalam hal tingkat prestasi kerja tidak sesuai sebagaimana dimaksud pada ayat
(2),pengusaha dapat mengambil tindakan kepada pekerja yang bersangkutan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan,Perjanjian Kerja,Peraturan Perusahaan,atau
Kesepakatan Kerja Bersama.

BAB V

TATA CARA PENANGGUHAN

Pasal 20

(1). Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 4,dapat mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum.

(2). Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diajukan kepada Menteri atau Pejabat yang ditunjuk.
Pasal 21

(1). Permohonan penangguhan sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat (1) didasarkan
atas kesepakatan tertulis antara serikat pekerja yang terdaftar pada Departemen Tenaga Kerja
dan didukung oleh mayoritas pekerja di perusahaan yang bersangkutan dengan
pengusaha,atau kesepakatan antara pengusaha dengan pekerja yang mewakili lebih dari 50%
pekerja penerima upah minimum bagi perusahaan yang belum ada serikat pekerja,disertai
dengan:

a. salinan kesepakatan bersama;

b. salinan akte pendirian perusahaan;

c. laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca,perhitungan rugi/laba beserta


penjelasan-penjelasan untuk 2(dua) tahun terakhir;

d. perkembangan produksi dan pemasaran selama 2(dua) tahun terakhir;

e. data upah menurut jabatan pekerja;

f. jumlah pekerja seluruhnya dan jumlah pekerja yang dimohonkan penangguhan pelaksanaan
upah minimum;

g. surat pernyataan kesediaan perusahaan untuk melaksanakan upah minimum yang baru
setelah berakhirnya waktu penangguhan.

(2). Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 91 Menteri atau Pejabat yang
ditunjuk,dapat meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna
pembuktian ketidak mampuan perusahaan tersebut atas biaya perusahan.

(3). Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b,huruf c dan ayat 2 tidak
diwajibkan bagi perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja sampai dengan 100(seratus)
orang.

(4). Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Menteri atau Pejabat
yang ditunjuk menetapkan penolakkan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan upah
minimum.

(5). Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam pasal 20 ayat 2 adalah:

a. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan untuk


perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja 500 (lima ratus) orang atau lebih.

b. Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga Kerja setempat untuk perusahaan yang
memperkerjakan tenaga kerja 101 (seratus satu) sampai dengan 500(lima ratus) orang;

c. Kantor Departemen Tenaga Kerja/Kantor Dinas Tenaga Kerja setempat untuk perusahaan
yang mempekerjakan tenaga kerja sampai dengan 100 (seratus) orang.
(6). Persetujuan penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) yang ditetapkan oleh
Menteri atau Pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5),berlaku untuk waktu
paling lama 1(satu) tahun.

Pasal 22

(1). Persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud dalam


pasal 21 ayat (4) diberikan kepada pengusaha dalam bentuk:

a. membayar upah terendah,tetap sesuai ketetapan upah minimum yang lama atau

b. membayar lebih rendah dari upah minimum yang baru atau

c. menangguhkan pembayaran upah minimum yang baru secara bertahap

(2). Besarnya UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II,selama penangguhan tidak boleh lebih
rendah dari UMR Tk.I atau Tk.II yang berlaku.

(3). Bagi perusahaan yang diberikan penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dan
(2),pengusaha tidak diwajibkan membayar kekurangan upah selama jangka waktu
pelaksanaan penangguhan upah minimum.

Pasal 23

(1). Permohonan penangguhan upah minimum diajukan oleh pengusaha paling lama 10
(sepuluh) hari sebelum berlakunya ketetapkan upah minimum.

(2). Penolakan atau persetujuan atas permohonan penangguhan yang diajukan oleh
pengusaha,diberikan dalam jangka waktu paling lama 1(satu) bulan terhitung sejak diterima
secara lengkap permohonan penangguhan upah minimum.

(3). Apabila waktu yang ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat(2) telah terlampaui dan
belum ada keputusan dari pejabat sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 ayat (4)
dan(5),permohonan penangguhan yang telah memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 21 ayat (1) dianggap telah disetujui.

(4). Selama permohonan penangguhan masih dalam proses penyelesaian perusahaan yang
bersangkutan dapat membayar upah yang biasa diterima pekerja.

(5). Dalam hal permohonan penanggulangan ditolak,upah yang diberikan pengusaha kepada
pekerja serendah-rendahnya sama dengan upah minimum yang berlaku terhitung tanggal
berlakunya ketentuan upah minimum yang baru.
BAB VI

ATURAN PERALIHAN

Pasal 24

Dengan diberlakukannya Peraturan Menteri ini,rekomendasi Gubernur yang belum sesuai


dengan ketentuan pasal 5 tetap berlaku untuk penetapan UMSR Tk.I dan atau UMSR Tk.II
tahun 1999.

BAB VII

KETENTUAN SANKSI

Pasal 25

(1). Berdasarkan pasal 17 undang-undang No.14 tahun 1969 pengusaha yang melanggar
ketentuan pasal 7 dan pasal 13 atau tidak memenuhi pasal 14 ayat (1) dan (2) dipidana
dengan pidana kurungan selama-lamanya 3(tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya
Rp.100.000;(seratus ribu rupiah).

(2). Selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1),hakim dapat menjatuhkan
putusan membayar upah pekerja.

BAB VIII

PENUTUP

Pasal 26 Selain dari pegawai penyidik pada umumnya,pegawai pengawas perburuhan


sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.3 tahun 1951 tentang Pernyataan
berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948 No.23 berwenang
melakukan pengawasan dan penyidikan atas pelanggaran terhadap ketentuan dalam Peraturan
Menteri ini.

Pasal 27

Dengan berlakunya Peraturan Menteri ini,maka Peraturan Menteri Tenaga Kerja


No.Per.03/Men/1997 tentang Upah Minimum Regional,dan Keputusan Direktur Jenderal
Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan No.Kep.16/BW/1997
tentang Petunjuk Pelaksanaan Upah minimum Regional bagi Perusahaan Padat Karya tertentu
dan Perusahaan Kecil dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 28

Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan. Ditetapkan di : J A K A R T A Pada


tanggal :12 Januari 1999 MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK
INDONESIA ttd ALHILAL HAMDI KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP-226/MEN/2000 TENTANG
PERUBAHAN PASAL 1, PASAL 3, PASAL 4, PASAL 8, PASAL 11PASAL 20,DAN
PASAL 21 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR PER-01/MEN/1999
TENTANG UPAH MINIMUM MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI
REPUBLIK INDONESIA.

Menimbang : a. bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.25 Tahun


2000 tentang Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom,Propinsi berwenang menetapkan
Upah Minimum.

b. bahwa untuk memperlancar pelaksanaan kewenangan tersebut pada huruf a, dipandang


perlu melakukan perubahan beberapa pasal Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-
01/MEN/1999 tentang Upah Minimum,untuk digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan
Upah Minimum;

c. bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Mengingat :

1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.25 Tahun 2000 tentang Kewenangan


Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom;

2. Keputusan Presiden Republik Indonesia No.234/M Tahun 2000;

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per.01/Men/1999 tentang Upah Minimum. M E M U


T U S K A N Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN
TRANSMIGRASI TENTANG PERUBAHAN PASAL 1, PASAL 3, PASAL 4, PASAL 8,
PASAL 11, PASAL 20,DAN PASAL 21,PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA
NOMOR PER-01/MEN/1999 TENTANG UPAH MINIMUM.

Pasal 1

1. Beberapa ketentuan dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per 01/MEN/1999 tentang
upah Minimum,diubah sebagai berikut :

1. Penulisan dan penyebutan istilah dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No.Per-
01/MEN/1999 yaitu: Istilah 'Upah Minimum Regional tingkat 1(UMR Tk.1)" diubah menjadi
"Upah Minimum Propinsi". istilah "Upah Minimum Regional Tingkat II(UMRTk.II)" diubah
menjadi "Upah Minimum Kabupaten/Kota.istilah "Upah Minimum Sektoral Regional
Tingkat 1(UMSR Tk.I)" diubah menjadi "Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS
Propinsi),dan istilah "Upah Minimum sektoral Regional Tingkat II (UMSR Tk.II)"diubah
menjadi "Upah Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMS Kabupaten/Kota).
2. Ketentuan Pasal 1 angka 2,angka 3, angka 4 dan angka 5, diubah sehingga selengkapnya
berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 2. Upah Minimum Propinsi adalah Upah Minimum yang
berlaku untuk seluruh Kabupaten/Kota di satu Propinsi.

3. Upah Minimum Kabupaten/Kota adalah Upah Minimum yang berlaku di Daerah


Kabupaten/Kota.

4. Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi) adalah Upah Minimum yang berlaku
secara sektoral di seluruh Kabupaten/Kota di satu Propinsi.

5. Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMS Kabupaten/kota)adalah Upah Minimum


yang berlaku secara Sektoral di Daerah Kabupaten/Kota. 3. Ketentuan Pasal 3 diubah
sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 3

Upah Minimum terdiri dari Upah Minimum Propinsi,Upah Minimum Sektoral Propinsi
(UMS Propinsi),Upah Minimum Kabupaten/Kota dan Upah Minimum Sektoral
Kabupaten/Kota(UMS Kabupaten/kota)". 4. Ketentuan

Pasal 4

diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pasal 4

(1). Gubernur menetapkan besarnya Upah Minimum Propinsi atau Upah Minimum
Kabupaten/Kota,sebagaimana dimaksud dalam pasal 3.

(2). Gubernur dalam menetapkan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud


dalam ayat 1 harus lebih besar dari Upah Minimum Propinsi.

(3). Selain Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) Gubernur dapat
menetapkan Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi) atau Upah Kesepakatan
organisasi perusahaan dengan serikat pekerja/serikat buruh.

(4). Ketetapan Upah Minimum Propinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
selambat-lambatnya 60(enam puluh) hari sebelum tanggal berlakunya upah minimum.

(5). Ketetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditetapkan selambat-lambatnya 40(empat puluh ) hari sebelum tanggal berlakunya upah
minimum.

(6). Upah Minimum Propinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota tahun 2001,berlaku sejak
tanggal 1 Januari tahun 2001.

(7). Peninjauan terhadap besarnya Upah Minimum Propinsi dan Upah Minimum
Kabupaten/Kota diadakan 1(satu) tahun sekali". 5. Ketentuan Pasal 8 diubah sehingga
selengkapnya berbunyi sebagai berikut :

Pasal 8
(1). Gubernur dalam menetapkan Upah Minumum Propinsi dan Upah Minimum
Kabupaten/Kota berdasarkan usulan dari Komisi Penelitian Pengupahan dan Jaminan Sosial
Dewan Ketenagakerjaan Daerah.

(2). Dalam merumuskan usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Komisi Penelitian
Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah dapat berkonsultasi dengan
pihak-pihak yang dipandang perlu.

(3). Usulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Komisi Penelitian
Pengupahan dan Jaminan Sosial Dewan Ketenagakerjaan Daerah melalui Kepala Kantor
Wilayah Departemen Tenaga Kerja/Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Propinsi. 6. Ketentuan Pasal 9 dihapus. 7. Pasal 10 diubah menjadi Pasal
9. 8. Pasal 11 diubah menjadi Pasal 10 dan ketentuan ayat (5) dihapus serta ketentuan ayat(4)
diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut: Pasal 10 (1). Hasil kesepakatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat(1) disampaikan kepada gubernur melalui Kepala Kantor
Wilayah Departemen tenaga Kerja/Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan di Propinsi. 9. Pasal 12,Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16, Pasal 17,
Pasal 18 dan Pasal 19, diubah menjadi Pasal 11, Pasal 12,Pasal 13, Pasal 14, Pasal 15, Pasal
16, Pasal 17, dan Pasal 18. 10. Pasal 20 diubah menjadi Pasal 19 dan ketentuan ayat(2)
diubah sehingga selengkapnya berbunyi sebagai berikut : "

Pasal 19

(2). Permohonan penangguhan pelaksanaan upah minimum sebagaimana dimaksud ayat (1)
diajukan kepada Gubernur melalui Kepala Kantor Wilayah Departemen Tenaga
Kerja/Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Propinsi".
11 Pasal 21 diubah menjadi Pasal 20 dan ketentuan ayat (5) dihapus serta ketentuan ayat
(2),ayat(4),dan ayat(6) diubah menjadi ayat (2),ayat (4),dan ayat(5) sehingga selengkapnya
berbunyi sebagai berikut :

Pasal 20

(3). Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Gubernur dapat


meminta Akuntan Publik untuk memeriksa keadaan keuangan guna pembuktian ketidak
mampuan perusahaan tersebut atas biaya perusahaan.

(4). Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ,Gubernur menetapkan
penolakan atau persetujuan penangguhan pelaksanaan upah minimum.

(5). Persetujuan Penangguhan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),Gubernur berlaku untuk
waktu paling lama 1 tahun". 12. Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 25 diubah menjadi Pasal
21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24. 13. Sesudah Pasal 24 ditambah Pasal baru yaitu 25 yang
selengkapnya berbunyi sebagai berikut : Pasal 25 Bab II, Bab IV, dan Bab V, Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No.Per 01/MEN/1999 tentang Upah Minimum,serta Keputusan
Menteri ini digunakan sebagai pedoman dalam menetapkan upah minimum
SE MENAKER 01/1997
MENTERI TENAGA KERJA Telah diketahui dan dimaklumi bahwa bahan-bahan dan peralatan kerja
disatu pihak mutlak diperlukankan bagi pembanguaan demi dan kemajuan bangsa, namun di pihak
lain dapat memberikan akibat-akibat negatif seperti gangguan kesehatan , kesehatan, dan kenyamanan
kerja serta gangguan pencemaran lingkungan. Guna mengantisipasi dampak negatif yang
kemungkinan dilingkungan terjadi di lingkungan kerja perlu dilakukan upaya-upaya pengamanan
guna meningkatkan keselamatan dan kesehatan tenaga kerja. Mengingat Undang-undang Nomor 1
Tahun 1970 belum lengkap peraturan pelaksanaannya serta menimbang bahwa Nilai Ambang Batas
(NAB) Faktor Kimia yang ditetapkan berdasarkan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Koperasi Nomor SE-02/Men/1978 dinilai telah tidak sesuai lagi dengan kemajuan dan
perkembangan teknologi masa kini, maka dipandang perlu untuk melakukan kemajuan kembali dan
penyempurnaan NAB Faktor Kimia dalam SE-02/Men/1978 tersebut. Untuk maksud tersebut di atas,
maka para pengusaha agar selalu mengendalikan lingkungan kerja secara teknis sehingga kadar
bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja tidak melampaui Nilai Ambang Batas (NAB) seperti
yang tercantum pada lampiran Surat Edaran ini. Dengan berlakunya Surat Edaran Menteri Tenaga
Kerja ini, maka Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja Transmigrasi dan Koperasi Nomor SE-
02/Men/1978 dinyatakan tidak berlaku Iagi.

NILAI AMBANG BATAS FAKTOR KIMIA

PENGERTIAN

Dalam Surat Edaran ini yang dimaksud dengan :

1. Tanaga kerja adalah tiap orang yang mampu melakukan pekerjaan baik di dalam maupun
di luar hubungan kerja guna menghasilkan jasa atau barang untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat.

2. Tempat kerja adalah setiap ruangan atau lapangan yang tertutup atau terbuka,bergerak atau
tetap, dimana tenaga kerja atau sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan
dimana terdapat sumber atau sumber-sumber berbahaya.

3. Nilai Ambang Batas (NAB) adalah standar faktor-faktor kerja yang dianjurkan di tempat
kerja agar tenaga kerja masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan penyakit atau
gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak 8 jam sehari atau 40 jam
seminggu.

4. Faktor Iingkungan kerja adalah potensi-potensi bahaya kemungkinan terjadi dilingkungan


kerja akibat adanya suatu proses kerja.

5. Bahan-bahan kimia adalah semua bahan baku yang digunakan proses produksi dan atau
proses kerja, serta sisa-sisa proses dan atau proses kerja.

6. Alat Pelindung Diri adalah perlengkapan yang digunakm melindungi tenaga kerja dari
bahaya lingkungan kerja tutup hidung, mutut, respirator, kacamata, pakaian kerja termasuk
sepatu, sarung tangan, tutup kepala dan lain-lain.
7. Pengurus ialah orang yang mempunyai tugas memimpin sesuatu di tempat kerja atau
bagiannya yang berdiri sendiri.

8. Pengusaha ialah :

(a) Orang atau Badan Hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk
keperluan itu mempergunakan tempat kerja. Orang atau Badan Hukum yang menjalankan
sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja.

(c) Orang atau Badan Hukum yang di Indonesia mewakili orang atau Badan Hukum termasuk
pada (a) dan (b), jikalau diwakili berkedudukan di luar Indonesia.

9. Pegawai pengawas adalah pegawai teknis berkeahlian khusus dari Departemen Tenaga
Kerja yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

10. Menteri Tenaga Kerja adalah Menteri yang bertanggung jawab dalam bidang
ketenagakerjaan. KATEGORI NILAI AMBANG BATAS (NAB) Ada 3 (tiga ) kategori NAB
yang spesifik, yaitu sebagai berikut :

1. NAB rata-rata selama jam kerja, yaitu kadar bahan-bahan kimia rata-rata dilingkungan
kerja selama 8 jam per hari atau 40 jam per minggu di mana hampir semua tenaga kerja dapat
terpajan berulang-ulang, sehari-hari dalam melakukan pekerjaannya, tanpa mengakibatkan
gangguan kesehatan maupun penyakit akibat kerja. Dalam daftar Nilai Ambang Batas
disingkat dengan

NAB. 2. NAB batas pemaparan singkat, yaitu kadar tertentu bahan-bahan kimia di udara
lingkungan kerja di mana hampir semua tenaga kerja dapat terpajan secara terus menerus
dalam waktu yang singkat, yaitu tidak lebih dari 15 menit dan tidak lebih dari 4 kali
pemajanan per hari kerja, tanpa menderita/ mengglami gangguan iritasi, kerusakan atau
perubahan jaringan yang kronis serta efek narkosis. Dalam daftar disingkat dengan PSD atau
Pemajanan Singkat yang Diperkenankan.

3. NAB tertinggi, yaitu kadar tertinggi bahan-bahan kimia di udara lingkungan kerja setiap
saat yang tidak boleh dilewati selama rnelakukan pekerjaan. Dalam daftar disingkat dengan
KTD atau Kadar Tertinggi Yang Diperkenankan.
KEGUNAAN NILAI AMBANG BATAS

Nilai ambang batas ini akan digunakan sebagai rekommdasi bagi praktek higiene perusahan
dalam melakukan penatalaksanaan lingkungan kerja sebagai upaya untuk mencegah
dampaknya terhadap kesehatan.Dengan demikian NAB antara lain dapat pula digunakan :

1. Sebagai kadar standar untuk perbandingan.

2. Sebagai pedoman untuk perencanaan produksi dan perencanaan tehnologi pengendalian


bahaya-bahaya di lingkungan kerja

3. Menentukan substitusi bahan proses produksi terhadap bahan yang lebih beracun dengan
bahan yang kurang beracun.

4. Membantu menentukan diagnosis gangguan kesehatan, timbulnya penyakit-penyakit dan


hambatan-hambatan efisiensi kerja faktor kimiawi dengan bantuan pemeriksaan biologik

KATEGORI KARSINOGENITAS

Bahan-bahan kimia yang bersifat karsinogen, dikategorikan berikut :

A-1 Terbukti karsinogen untuk manusia (Confirmed Human carcinogen) Bahan-bahan kimia
yang berefek karsinogen manusia, atas dasar bukti dari studi-studi epidemiolagi atau bukti
klinik yang meyakinkan, dalam pemajanan terhadap manusia yang terpajan.

A-2 Diperkirakan karsinogen untuk manusia (Suspected Human Carcinogen). Bahan kimia
yang berefek karsinogen binatang percobaan pada dosis tertentu, melalui jalan yang
ditempuh. pada lokasi-lokasi, dari tipe histologi atau melalui mekanisme yang dianggap
sesuai dengan pemajanan tenaga kerja terpajan. Penelitian epidemiologik yang ada belum
cukup membuktikan meningkatnya risiko kanker pada manusia yang terpajan.

A-3 Karsinogen terhadap binatang. Bahan-bahan kimia karsinogen pada binatang pencobaan
pada dosis relatif tinggi, pada jalan yang ditempuh, lokasi, tipe histologik atau mekanisme
yang kurang sesuai dengan pemajanan tenaga tenaga kerja terpapar.

A-4 Tidak diklasifikasikan karsinogen terhadap manusia. Tidak cukup data untuk
mengklasifikasikan bahan-bahan ini ber-sifat karsinogen terhadap manusia ataupun binatang.

A-5 Tidak diperkirakan karsinogen terhadap manusia.

NiLAI AMBANG BATAS CAMPURAN

Apabila terdapat lebih dari satu bahan kimia berbahaya yang bereaksi terhadap sistem atau
organ yang sama, di suatu udara, lingkungan kerja, maka kombinasi pengaruhnya perlu
diperhatikan. Jika tidak dijelaskan lebih lanjut, efeknya dianggap saling menambah.
Dilampaui atau tidaknya Nilai Ambang Batas (NAB) campuran dari bahan-bahan kimia
tersebut, dapat diketahui dengan menghitung dari jumlah perbandingan diantara kadar dan
NAB masingmasing, dengan rumus-rumus sebagai berikut :
C 1 + C 2 + ……..+ C n = …………… NAB(1) NAB(2) NAB(n)

Kalau jumlahnya lebih dari 1 (satu), berarti Nilai Ambang Batas campuran dilampaui.

A. Efek saling menambah.

1. Keadaan umum NAB campuran : C 1 + C 2 + C 3 = ……………………… NAB(1)


NAB(2) NAB(3) Contoh 1 a Udara mengandung 400 bds Aseton (NAB-750 bds),150 bds
Butil asetat sekunder (NAB200 bds) dan 100 bds Metil etil keton (NAB – 200 bds). Kadar
campuran = 400 bds + 100 bds = 650 bds. untuk mengetahui NAB campuran dilampaui atau
tidak, angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus : 400 + 150 + 100 = 0,53 + 0,75 +
0,5 = 1,78 750 200 200 Dengan demikian kadar baban kimia campuran tersebut di atas telah
melampaui NAB campuran, karena hasil dari rumus lebih besar dari 1 (satu).

2. Kasus Khusus. Yang dimaksud dengan kasus kasus yaitu sumber kontaminan adalah suatu
campuran zat cair dan komposisi lrahan-bahan kimia di udara dianggap sama dengan
komposisi campuran. Komposisi campuran diketahui dalam % (persen) berat, sedangkan
NAB campuran dinyatakan dalam miligram per meter kubik (mg/m3). NAB campuran = 1 .
Fa + fb + fc + f(n) NAB(a) NAB(b) NAB(c) NAB(n) Contoh :

Zat cair mengandung : 50 % Heptan (NAB =400 bds atau 1640 mg/m3), 30 % Metil
kloroform (NAB = 350 bds atau 1910 mg/M3), 20% Perkloroetelin (NAB = 25 bds atau 170
mg/m3) NAB campuran = 1 0,5 + 0,3 + 0,2 1640 1910 170 = 1 . 0,00030 + 0,00016 +
0,00018 = 1 . 0,00164 = 610 mg/m3 Komposisi campuran adalah : 50% atau (610) (0,5)
mg/m3 = 305 mg/m3 Heptan = 73 bds 30% atau (610) (0,3) mg/m3 = 183 mg/m3 Metil
kloroform= 33 bds 20% atau (610) (0,2) mg/m3 = 122 mg/m3 Perkloroetilen = 18 bds NAB
Campuran : 73 + 33 + 18 = 124 bds atau 610 mg/m3.

B. Berefek sendiri

- sendiri NAB campuran = C 1 = 1. C2 = 1. C3 = 1 dan seterusnya. NAB(1) NAB(2) NAB(3)


Contoh : Udara mengandung 0,15 mg/m3 timbal (NAB = 0,15 mg/m3) dan 0,7 mg/m3 asam
sulfat (NAB= 1 mg/m3) 0,15 = 1 . 0,7 = 0,7 0,15 1 Dengan demikian NAB campuran belum
dilampaui.

C. NAB untuk campuran debu-debu mineral.

Untuk campuran debu-debu mineral yang secara biologik bersifat aktif, dipakai rumus seperti
pada campuran di A.2. (kasus khusus).

CATATAN KAKI

* Adopsi tahun 1996

╬ Lihat catatan dari perubahan-perubahan yang diharapkan. Angka-angka yang diadopsi


untuk maksud tersebut diusulkan untuk dilakukan perubahan .

+ Revisi tahun 1996 atau bahan pada catatan dari perubahan-perubahan yang diharapkan.
▲ Identitas bahan-bahan kimia dimana diperlukan indikator Pemajanan biologik (BEI =
Biological Exposure Indices).

● Bahan-bahan kimia yang NABnya lebih tinggi dari Batas Pemajanan yang Diperkenankan
(PEL) dari OSHA dan atau Batas Pemajanan yang Dianjurkan dari NIOSH.

■ Identitas bahan-bahan kimia yang dikeluarkan oleh surnber-sumber lain, diperkirakan atau
terbukti karsirogen untuk manusia.

A Menurut katogori A - Karsinologen

B Bahan-bahan kimia yang mempunyai komposisi berubah-ubah. T Kadar tertinggi BDS


Bagian Dalam, Sejuta ( Bagian uap atau gas per juta volume dari udara terkontaminasi).
Mg/M3 Miligram bahan kimia per meter kubik udara.

( c ) Bahan kimia yang bersifat asfiksian.

( d ) NOC = not otherwise ctauilied (tidak diklasifikasikan cara lain)

( e ) Nilai untuk partikulat yang dapat dihirup (total) tidak mengandung asbes dan kandungan
silika kristalin < I %.

( f ) Serat lebih psnjang dari 5 mm dan dengan suatu rasio sama atau lebih besar dari 3 : 1.

( g ) Nilai untuk material partikulat yang mengandung kristal silika < 5%.

( h ) Serat lebih panjang dari 5 mm, diameter kurang dari 3 mm. rasio lebib besar dari 5 : 1.

( i ) Partikulat dapat dihirup.

( j ) NAB untuk fraksi respirabel dari matarial partikulat.

( k ) Pengambilan contoh dengan metoda di mana tidak bentuk terambil bentuk uapnya.

( l ) Tidak termasuk stearat-stearat yang berbentuk logam-logam beracun.

(M) Berdasarkan pengambilan contoh dengan High Volume Sampling.

( n ) Bagaimanapun respilabel partikulat tidak boleh melampaui 2 mg/m3.

( o ) Untuk jaminan yang lebih baik dalam perlindungan tenaga kerja, disarankan monitoring
sampel biologi.

( p ) Kecuali minyak kastroli (jarak), biji mente (cashew nut), atau minyak-minyak iritan
yang sejenis.

( q ) Material pertikulat bebas bulu kain diukur dengan vertical elutrior-dust sampler.

Anda mungkin juga menyukai