Anda di halaman 1dari 22

Focus Group Discussion (FGD)

SKENARIO II
MORBILI

Oleh Kelompok D3 :
1. Sandra Widyanti (16700130)
2. Fitria Nirwana (16700132)
3. Novianti Indah Puspitasari (16700134)
4. Titalonica Buana Pramesti (16700136)
5. Mergerizka Amiko Kapindo (16700138)
6. Putu Dian Pradnya (16700140)
7. Aulia Tri Tusri S (16700146)
8. Eric Satrio Adi (16700148)
9. Fatin Sabrina (16700150)
10. Agustika Pramitasari (10700214)

Dosen Pembimbing :
dr. Sugiharto, MBA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA


TAHUN 2017
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang atas
rahmat-Nya maka kami dapat menyelesaikan penyusunan Tugas Focus Group
Discussion (FGD) pada Skenario 2 ini. Penulisan makalah ini merupakan salah satu
tugas untuk menjabarkan hasil diskusi yang telah di lakukan sebelumnya.

Dalam penulisan makalah ini, Kami merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang kami
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk pembaca dan
semua orang yang memanfaatkannya.

Surabaya, Oktober 2017

Tim Penyusun
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar..
Daftar
Isi.
Skenario
..
BAB I
PENDAHULUAN.
1.1 Latar
Belakang........
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
Penelitian.........
BAB II ANALISIS DAN
PEMBAHASAN..
2.1
ANALISIS

2.1.1 Definisi
Morbili..
2.1.2 Cara Penularan
Morbili..
2.1.3 Tanda dan Gejala
Morbili..
2.1.4 Kerentanan
Morbili
2.1.5 Pencegahan
Morbili...
2.1.6 Penatalaksanaan
Morbili

2.2 PEMBAHASAN..

2.2.1 Definisi
KLB.
2.2.2 Definisi kasus awal, kepastian diagnosis dan hubungan
epidemiologi
..
2.2.3 Kriteria
KLB..
2.2.4 Penanggulangan
KLB
2.2.5 Faktor resiko imunisasi dengan
morbili
2.2.6 5 level prevention (Leavell &
Clarke)...
2.2.7 Desain penelitian epidemiologi pada kasus
KLB..
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
Skenario 2

Puskesmas A melaporkan ke Dinas Kesehatan terkait bahwa di Desa X pada


tanggal 3 Februari 2015 ditemukan 41 orang sakit dengan gejala panas disertai rash
dan beberapa gejala lain yang mengarah pada morbili. Sebagian besar penderita
adalah siswa SD, pada periode tahun sebelumnya tidak didapatkan penyakit morbili
di desa tersebut.

Berdasarkan informasi awal tersebut dilakukan konfirmasi awal seperlunya


dan dinilai perlu segera dilakukan peneylidikan. Dari hasil penyelidikan selama
tanggal 4 7 Februari 2015 diperoleh hasil jumlah penderita yang berhasil
ditemukan sebanyak 73 orang. Data puskesmas juga menunjukkan jumlah siswa
SD yang tidak mendapatkan imunisasi sebanyak 55 siswa. Total populasi 200
siswa. Jumlah siswa yang mendapat imunisasi 145 siswa.

Data penyelidikan

a. Tabel Gejala Penyakit


GEJALA JUMLAH TIDAK IMUNISASI
PENDERITA
Panas 73 55
Bercak merah pada kulit 73 55
(rash)
Batuk atau pilek 68 50
Mata merah 46 39
Diare 43 39
Keluar cairan dari 2 1
telinga
Sesak napas 1 1
b. Tabel Jumlah Penderita
TANGGAL JUMLAH KASUS
9 Januari 2015 1
11 Januari 2015 3
12 Januari 2015 1
13 Januari 2015 1
14 Januari 2015 10
15 Januari 2015 4
16 Januari 2015 4
17 Januari 2015 16
18 Januari 2015 1
19 Januari 2015 3
20 Januari 2015 5
21 Januari 2015 3
22 Januari 2015 1
23 Januari 2015 2
24 Januari 2015 1
25 Januari 2015 2
26 Januari 2015 1
27 Januari 2015 4
28 Januari 2015 3
29 Januari 2015 1
30 Januari 2015 2
31 Januari 2015 1
1 Februari 2015 2
Pada Penderita Morbili

Kurang Baik Total

1. Status gizi 55 18 73

2. Higience 63 10 73
perorangan

3. Pengetahuan orang 43 30 73
tua

4. Kepadatan hunian 50 23 73

5. Status imunisasi 55 18 73

Pada Populasi yang tidak Morbili

Kurang Baik Total

1. Status gizi 60 67 127

2. Higience 27 100 127


perorangan

3. Pengetahuan orang 47 80 127


tua

4. Kepadatan hunian 47 80 127

5. Status imunisasi 40 87 127


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Morbili merupakan salah satu penyakit penyebab kematian tertinggi


pada anak, sangat infeksius, dapat menular sejak awal masa prodromal (4
hari sebelum muncul ruam) sampai lebih kurang 4 hari setelah munculnya
ruam. Morbili timbul karena terpapar droplet yang mengandung virus
campak. Sejak program imunisasi campak dicanangkan, jumlah kasus
menurun, namun akhir-akhir ini kembali meningkat. Di Amerika Serikat,
timbul KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan 147 kasus sejak awal Januari
hingga awal Februari 2015. Di Indonesia, kasus Morbili masih banyak
terjadi dan tercatat peningkatan jumlah kasus yang dilaporkan pada tahun
2014.
Penyakit Morbili bersifat endemik di seluruh dunia, pada tahun 2013
terjadi 145.700 kematian yang disebabkan oleh campak di seluruh dunia
(berkisar 400 kematian setiap hari atau 16 kematian setiap jam) pada
sebagian besar anak kurang dari 5 tahun. Berdasarkan laporan DirJen
PP&PL DepKes RI tahun 2014, masih banyak kasus Morbili di Indonesia
dengan jumlah kasus yang dilaporkan mencapai 12.222 kasus. Frekuensi
KLB sebanyak 173 kejadian dengan 2.104 kasus. Sebagian besar kasus
Morbili adalah anak-anak usia pra-sekolah dan usia SD. Selama periode 4
tahun, kasus campak lebih banyak terjadi pada kelompok umur 5-9 tahun
(3591 kasus) dan pada kelompok umur 1-4 tahun (3383 kasus).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik KLB?
2. Bagaimana upaya penanggulangan penyakit Morbili?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Memahami dan mengetahui cara mengatasi angka kejadian yang cukup
tinggi akibat Morbili
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi bagaimana pengaruh pola hidup sehat terhadap
penyebaran Morbili.
b) Agar lebih mengetahui tentang cara penularan penyakit Morbili.
c) Agar masyarakat lebih memahami dampak yang ditimbulkan dari
Morbili.
d) Agar dapat menentukan upaya upaya pemberantasan Morbili.
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
2.2. Pembahasan
2.2.1 Metode Pemastian KLB Berdasarkan Deskripsi Menurut
Waktu, Tempat, dan Orang
Kejadian Luar Biasa yang selanjutnya disingkat KLB adalah timbulnya atau
meningkatnya kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara
epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu, dan merupakan
keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah. Wabah adalah kejadian
berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi dari pada keadaan yang lazim pada waktu dan
daerah tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka dan ditetapkan oleh Menteri.
Penetapan KLB dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Penemuan penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah dapat


dilakukan secara aktif dan pasif.
2. Penemuan secara pasif melalui penerimaan laporan/informasi kasus dari
fasilitas pelayan kesehatan meliputi diagnosa secara klinis dan
konfrimasi laboratorium
3. Penemuan secara aktif melalui kunjungan lapangan untuk melakukan
penegakan diagnosa secara epidemologi berdasarkan gambaran umum
penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah yang
selanjutnya diikuti pemeriksaan klinis dan laboratorium.
4. Selain pemeriksaan klinis dan pemeriksaan laboratorium dapat
dilakukan pemeriksaan penunjang lainnya

Dalam skenario yang kami dapatkan mengenai timbulnya penyakit menular dengan
gejala dan banyak penderita dapat kami buat dalam tabel seperti berikut :

Gejala Jumlah Penderita


Panas 73 Yang bercetak tebal
Bercak Merah Pada Kulit 73 merupakan gejala Morbili.
Batuk Pilek 68
Mata Merah 46
Diare 43
Keluar Cairan Dari Telinga 2
Sesak 1
2.2.2 Penetapan Definisi Kasus Awal, Kepastian Diagnosa, dan
Hubungan Epidemologi
Penetapan definisi kasus awal, kepastian diagnosa dan hubungan
epidemologi dapat dilakukan apabila situasi KLB berkembang atau meningkat dan
berpotensi menimbulkan malapetaka, dengan cara pertimbangan sebagai berikut :

a. Secara epidemologi data penyakit menunjukan peningkatan angka


kesakitan dan/atau angka kematian.
b. Terganggunya keadaan masyarakat berdasarkan aspek sosial budaya,
ekonomi, dan pertimbangan keamaanan.

Penetapan ini pada skenario yang kami dapatkan, kami gambarkan melalui
grafik jumlah kasus yang terjadi pada waktu Januari hingga Febuari, sebagai berikut
:

Jumlah Kasus
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
9-Jan 11-Jan 13-Jan 15-Jan 17-Jan 19-Jan 21-Jan 23-Jan 25-Jan 27-Jan 29-Jan 31-Jan 2-Feb

Jumlah Kasus

Grafik diatas menunjukan jumlah kasus yang terserang penyakit morbili


dengan periode waktu 09 Januari 2015 sampai pada tanggal 02 Febuari 2015. Pada
grafik diatas dapat diketahui bahwa jumlah kasus terbanyak terjadi pada tanggal 17
Januari 2015 dengan jumlah kasus 16, sebelumnya terdapat jumlah kasus yang
meningkat pada tanggal 13 Januari 2015 yaitu dengan jumlah kasus 10. Pada
tanggal 4-7 Febuari 2015 didapatkan data hasil penyelidikan didapatkan penderita
sebanyak 73 orang.
2.2.3 Penetuan Deskripsi KLB Berdasarkan Krteria KLB
Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila memenuhi
salah satu kriteria berikut :

1. Timbulnya penyakit menular tertentu yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal pada suatu daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 (tiga) kurun
dalam jam, hari, atau minggu berturut-turut menurut jenis penyakit.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut
jenis peyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu) bulan
menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka
rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1 (satu) tahun
menunjukann kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan perbulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate) dalam 1 (satu)
kurun waktu tertentu menunjukan kenaikan 50 % (lima puluh persen) atau
lebih dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.
7. Angka proposi penyakit (Propotional Rate) penderita baru pada satu
periode menunjukan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan satu periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama.

Dari kriteria KLB diatas, kami dapat menyimpulkan bahwa skenario yang
kami dapat merupakan skenario dengan kasus KLB. Hal ini termasuk dalam
point ke 2 (dua) dan Ke 4 (empat).
2.2.4 Penetapan Langkah Penanggulangan KLB
Penetapan langkah peanggulanga KLB dapat dilakukan dengan cara
:

1. Penyelidikan epidemologis
2. Penatalaksanaan penderita yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan, dan isolasi penderita termasuk karantina.
3. Pencegahan penyebaran
4. Pemusnahan penyebab penyakit
5. Penangan Jenazah akibat wabah
6. Penyuluhan kepada masyarakat; dan
7. Penanggulangan lainya.
a. Penetapan Hubungan Kepastian Etiologi, Sumber dan Cara
Penularan serta Keleluasan Penyelidikan.
Campak adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh RNA virus
genus Morbillivirus famili Paramyxoviridae. Virus ini dari famili yang
sama dengan virus gondongan (mumps), virus parainfuenza, virus human
metapneumovirus, dan RSV (Respiratory Syncytial Virus).
Penyebaran infeksi terjadi jika terhirup droplet di udara yang berasal
dari penderita. Virus campak masuk melalui saluran pernapasan dan
melekat di sel-sel epitel saluran napas. Setelah melekat, virus bereplikasi
dan diikuti dengan penyebaran ke kelenjar limfe regional. Setelah
penyebaran ini, terjadi viremia primer disusul multiplikasi virus di sistem
retikuloendotelial di limpa, hati, dan kelenjar limfe. Multiplikasi virus juga
terjadi di tempat awal melekatnya virus. Pada hari ke-5 sampai ke-7 infeksi,
terjadi viremia sekunder di seluruh tubuh terutama di kulit dan saluran
pernapasan. Pada hari ke-11 sampai hari ke-14, virus ada di darah, saluran
pernapasan, dan organ-organ tubuh lainnya, 2-3 hari kemudian virus mulai
berkurang.
b. Pemberian Rekomendasi Penanggulangan
Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi
MMR (Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi
IDAI tahun 2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya,
vaksin penguat dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR
diberikan pada usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2
tahun. Selanjutnya, MMR ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun.13 Dosis
vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5 mL subkutan.

2.2.5 Perhitungan OR Morbili dengan imunisasi dan tidak di imunisasi


Morbili Imunisasi
Ya Tidak
50 5
-
23 122
+
73 145

OR = (axd)/ (bxc)
= (50x122)/ (5x23)
= 6100/115
= 53,04
1. STATUS GIZI

STATUS GIZI Morbili Tidak Morbili Total


- 55 60 115
+ 18 67 85
Total 73 127 200

OR = (axd)/ (bxc)

OR = (55x67)/(60x18)

= 3865/1080

= 3,41

Status gizi yang buruk merupakan salah satu indikator penyebab morbili yang
memiliki nilai OR sebesar 3,41. Dengan nilai OR tersebut maka statsus gizi yang buruk
maka dapat digolongkan dalam kategori faktor resiko.

2. HIGIENITAS

HIGIENITAS Morbili Tidak Morbili Total


- 63 27 90
+ 10 100 110
Total 73 127 200

OR = (axd)/(bxc)
= (63x100)/(27x10)
= 6300/270
= 23,33

Higenitas yang buruk merupakan salah satu indikator penyebab morbili yang memiliki
nilai OR sebesar 23,33. Dengan nilai OR tersebut maka higenitas buruk maka dapat
digolongkan dalam kategori faktor resiko.

3. PENGETAHUAN ORANG TUA

PENGETAHUAN Morbili Tidal Morbili Total


ORANG TUA
- 43 47 90
+ 30 80 110
Total 73 127 200

OR = (axd)/(bxc)
= (43x80)/(47x30)
= 3440/1410
= 2,4
Pengetahuan orang tua yang kurang merupakan salah satu indikator penyebab morbili
yang memiliki nilai OR sebesar 2,4. Dengan nilai OR tersebut maka pengetahuan orang tua
yang kurang maka dapat digolongkan dalam kategori faktor resiko.

4. KEPADATAN HUNIAN
KEPADATAN Morbili Tidak Morbili Total
HUNIAN
- 50 47 97
+ 23 80 103
Total 73 127 200

OR = (axd)/(bxc)

= (50x80)/ (47x23)

= 4000/1082

= 3,7

Kepadatan penduduk yang berebihan merupakan salah satu indikator penyebab morbili
yang memiliki nilai OR sebesar 3,7. Dengan nilai OR tersebut maka kepadatan penduduk
yang berebihan maka dapat digolongkan dalam kategori faktor resiko.

5. STATUS IMUNISASI

STATUS Morbili Tidak Morbili Total


IMUNISASI
- 55 40 95
+ 18 87 105
Total 73 127 200

OR = (axd)/(bxc)

= (55x87)/ (40x18)
= 6,65

Tidak dilakukannya imunisasi merupakan salah satu indikator penyebab morbili yang
memiliki nilai OR sebesar 6,5. Dengan nilai OR tersebut maka tidak dilakukannya
imunisasi maka dapat digolongkan dalam kategori faktor resiko.

Dapat disimpulkan bahwa faktor resiko terbesar morbili pada merupakan


kurangnya higenitas atau kebersihan. Hal ini dikarena penularan morbili dapat
terjadi melalui droplet.
2.2.6 Five Levels Of Prevention Leavell & Clarkes
1. Primary prevention

Pencegahan primer bertujuan untuk melindungi dan mencegah seseorng


terkena penyakit. Dengan sasaran kepada orang-orang yang sehat dan belum
terjangkit penyakit. Dibagi menjadi 2, yaitu :
- Health Promotion : diberikan penyuluhan kepada umum (masyarakat).

Edukasi Campak adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan


mengenai Campak. Disamping kepada penderita Campak, edukasi juga diberikan
kepada anggota keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak pihak
perencana kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada
pasien. Campak adalah definisi penyakit Campak, faktor-faktor yang berpengaruh
pada timbulnya Campak dan upaya-upaya menekan Campak, pengelolaan Campak
secara umum, pencegahan dan pengenalan komplikasi Campak.
- Specific Protection : diberikan penyuluhan kepada populasi yang spesifik
dengan penyakit tertentu. ( pada skenario kami memberikan imunisasi MR kepada
balita dan anak anak dengan usia dibawah 12 tahun). vaksinasi campak ataupun
vaksinasi MMR (Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi
IDAI tahun 2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin
penguat dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada
usia 15 bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR
ulangan diberikan pada usia 5-6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin
MMR 0,5 mL subkutan

Dalam skenario yang kami dapatkan, kami dapat melakukan Primary


Prevention (Health Promotion) dengan cara penyukuhan dan pemberian limflet
seperti berikut :
2. Secondary prevention

Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah sakit tidak terlalu parah


dengan sasaran kepada orang yang sudah sakit dan sedang sakit agar dapat
terdeteksi dini dan melakukan pengobatan dengan segera serta mencegah
kecacatan. Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan -tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini Campak serta penanganan segera dan efektif.
Tujuan utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk
mengidentifikasi orang-orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang
beresiko tinggi untuk mengembangkan atau memperparah penyakit
- Early diagnosa and prompt treatment

Pada kasus kami dapat dilakukan deteksi dini penyakit morbili dan
pengobatan segera morbili dilakukan dengan cara :

Pemeriksaan fisik berupa suhu badan tinggi (>380C), mata merah, dan ruam
makulopapular. Pemeriksaan Laboratorium pemeriksaandarah berupa leukopenia
dan limfositopenia. Pemeriksaan imunoglobulin M (IgM) campak juga dapat
membantu diagnosis dan biasanya sudah dapat terdeteksi sejak hari pertama dan
ke-2 setelah timbulnya ruam. IgM campak ini dapat tetap terdeteksi setidaknya
sampai 1 bulan sesudah infeksi.
Pengobatan segera dilakukan dengan cara Pada campak tanpa komplikasi
tatalaksana bersifat suportif, berupa tirah baring, antipiretik (parasetamol 10-15
mg/kgBB/dosis dapat diberikan sampai setiap 4 jam), cairan yang cukup, suplemen
nutrisi, dan vitamin A. Vitamin A dapat berfungsi sebagai imunomodulator yang
meningkatkan respons antibodi terhadap virus campak. Pemberian vitamin A dapat
menurunkan angka kejadian komplikasi seperti diare dan pneumonia. Vitamin A
diberikan satu kali per hari selama 2 hari dengan dosis sebagai berikut:
200.000 IU pada anak umur 12 bulan atau Lebih
100.000 IU pada anak umur 6 - 11 bulan
50.000 IU pada anak kurang dari 6 bulan
Pemberian vitamin A tambahan satu kali

- Dissability Limitation (Pencegahan Kecacatan)

Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi campak ataupun vaksinasi MMR


(Measles, Mumps, Rubella). Sesuai jadwal imunisasi rekomendasi IDAI tahun
2014, vaksin campak diberikan pada usia 9 bulan. Selanjutnya, vaksin penguat
dapat diberikan pada usia 2 tahun. Apabila vaksin MMR diberikan pada usia 15
bulan, tidak perlu vaksinasi campak pada usia 2 tahun. Selanjutnya, MMR ulangan
diberikan pada usia 5-6 tahun.13 Dosis vaksin campak ataupun vaksin MMR 0,5
mL subkutan.

3. Tertiary prevention
- Rehabilitation

Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat


komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakuka n rehabilitasi sedini mungkin
bagi penderita yang mengalami kecacatan. Dalam upaya ini diperlukan kerjasama
yang baik antara pasien pasien dengan dokter mapupun antara dokter-dokter yang
terkait dengan komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk
meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan penyakit Campak.
pengobatan untuk mengatasi komplikasi yang timbul seperti :

Otitis media akut, sering kali disebabkan oleh karena infeksi sekunder,
maka perlu mendapat antibiotik kotrimoksazol-sulfametokzasol.
Ensefalitis, perlu direduksi jumlah pemberian cairan kebutuhan untuk
mengurangi edema otak, di samping pemberian kortikosteroid dosis tinggi yaitu
:
Hidrokostison 100 200 mg/hari selama 3 4 hari.
Prednison 2 mg/kgBB/hari untuk jangka waktu 1 minggu., perlu dilakukan
koreksi elektrolit dan ganguan gas darah.
Bronchopneumonia, diberikan antibiotik ampisilin 100 mg/kgBB/hari
dalam 4 dosis, sampai gejala sesak berkurang dan pasien dapat minum obat per
oral. Antibiotik diberikan sampai tiga hari demam reda.
Enteritis, pada keadaan berat anak mudah dehidrasi. Pemberian cairan
intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis dengan dehidrasi
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN
Campak atau Morbili merupakan infeksi yang umum terjadi pada anak dan
menyebar melalui perantara udara atau semburan ludah (droplet). Morbili
merupakan salah satu penyebab kematian pada anak anak meskipun telah
ditemukan vaksin terhadap virus campak.Morbili adalah suatu penyakit yang
sangat menular karena paramyxovirus yang ditandai oleh prodromal infeksi
saluran pernafasan atas dan kehitaman seperti demam,batuk,pilek dan
konjungtivitis yang diikuti dengan ruam makulopolar.

Jadi,dengan melakukan penyuluhan kepada masyarakat,dan memberikan


imunisasi MR kita dapat mencegah penyakit Morbili yang dapat menyebabkan
kepada anak anak bisa tertular karena penyakit ini.

B. SARAN
Upaya penanggulangan penyakit Morbili harus ditingkatkan salah satunya
dengan cara memberikan imunisasi kepada anak anak dan memberikan penyuluhan
masyarakat, dengan harapan agar penyebaran penyakit ini dapat ditanggulangi dan
dicegah.
DAFTAR PUSTAKA
1. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Kementrian Kesehatan
Republik Indonesi Nomor 150/MENKES/PER/X/2010 Tentang Jenis
Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya
Penaggulanganya. 2010.
2. Halim, R. G. (2016). Campak Pada Anak. CDK-238, 186-189.

Anda mungkin juga menyukai