Anda di halaman 1dari 16

PENANGGULANGAN PENYELIDIKAN WABAH DAN KLB PADA KIA

D
I
S
U
S
U
N
O L E H :

1. NOVALITA INDRIANI PASARIBU


2. NURHANIDA RAMBE
3. NURAZIZAH NASUTION
4. NURUL RISKA

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini
bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi
terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN ......................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................. 1


1.2. Rumusan Masalah ...................................................... 2
1.3. Tujuan Makalah ......................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ......................................................... 3

2.1. Dukungan Fisik dalam Persalinan ............................. 3


2.2. Dukungan Psikologis dalam Persalinan .................... 10
2.3. Pemeriksaan Dalam ................................................... 14

BAB III PENUTUP ................................................................... 17

3.1. Kesimpulan ................................................................ 17


3.2. Saran .......................................................................... 17

DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 18


BAB I.

PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara yang masih memiliki angka kejadian luar biasa
(KLB) penyakit menular dan keracunan yang cukup tinggi. Kondisi ini menyebabkan perluny
a peningkatan sistem kewaspadaan dini dan respon terhadap KLB tersebut dengan langkah-
langkah yang terprogram dan akurat, sehingga proses penanggulangannya menjadi lebih
cepatdan akurat pula. Untuk dapat mewujudkan respon KLB yang cepat, diperlukan
bekal pengetahuan dan keterampilan yang cukup dari para petugas yang diterjunkan ke lapan
gan.Kenyataan tersebut mendorong kebutuhan para petugas di lapangan untuk memiliki
pedoman penyelidikan dan penanggulangan KLB yang terstruktur, sehingga memudahkan
kinerja para petugas mengambil langkah-langkah dalam rangka melakukan respon
KLB. Dewasa ini kejadian wabah penyakit sudah merupakan masalah global,
sehinggamendapat perhatian utama dalam penetapan kebijakan kesehatan masyarakat.
Letusan penyakitakibat pangan (foodborne disease) dan kejadian wabah penyakit lainnya
terjadi tidak hanya di berbagai negara berkembang dimana kondisi sanitasi dan higiene
umumnya buruk, tetapi jugadi negara-negara maju. Oleh karena itu disiplin ilmu
epidemiologi berupaya menganalisis sifatdan penyebaran berbagai masalah kesehatan
dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajarisebab timbulnya masalah dan gangguan
kesehatan tersebut untuk tujuan pencegahan maupun penanggulangannya. Peristiwa
bertambahnya penderita atau kematian yang disebabkan oleh suatu penyakit diwilayah
tertentu, kadang-kadang dapat merupakan kejadian yang mengejutkan dan membuat panik
masyarakat di wilayah itu. Secara umum kejadian ini kita sebut sebagai Kejadian LuarBiasa
(KLB), sedangkan yang dimaksud dengan penyakit adalah semua penyakit
menular yangdapat menimbulkan KLB, penyakit yang disebabkan oleh keracunan makanan
dan keracunanlainnya. Penderita atau yang beresiko penyakit dapat menimbulkan KLB dapat
diketahui jikadilakukan pengamatan yang merupakan semua kegiatan yang dilakukan secara
teratur, telitidan terus-menerus, meliputi pengumpulan, pengolahan, analisa/interpretasi,
penyajian data
dan pelaporan. Apabila hasil pengamatan menunjukkan adanya tersangka KLB, maka perludi
lakukan penyelidikan epidemiologis yaitu semua kegiatan yang dilakukan untuk
mengenalsifat-sifat penyebab dan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya
dan penyebarluasan KLB tersebut di samping tindakan penanggulangan seperlunya. Hasil pe
nyelidikan epidemiologis mengarahkan langkah-langkah yang harus dilakukan
dalam upaya penanggulangan KLB. Upaya penanggulangan ini meliputi pencegahan penyeba
ran KLB,termasuk pengawasan usaha pencegahan tersebut dan pemberantasan penyakitnya.
Upaya penanggulangan KLB yang direncanakan dengan cermat dan dilaksanakan oleh
semua pihakyang terkait secara terkoordinasi dapat menghentikan atau membatasi
penyebarluasan KLBsehingga tidak berkembang menjadi suatu wabah (Efendy Ferry, 2009).
B.TUJUAN

Tujuan dari makalah ini adalah

1.Untuk mengetahui definisi Kejadian Luar Biasa (KLB).

2.Untuk mengetahui kriteria Kejadian Luar Biasa (KLB).

3.Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang berpotensi menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).

4.Untuk mengetahui klasifikasi Kejadian Luar Biasa (KLB).

5.Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya Kejadian Luar Biasa


(KLB).

6.Untuk mengetahui langkah-langkah penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB).


BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Kejadian Luar Biasa (KLB)


Peningkatan frekuensi suatu penyakit yang relatif besar dalam waktu yang cepat
sehingga jumlah penderita melampaui keadaan normal atau lebih tinggi daripada yang
diharapkan atau yang diperkirakan sebelumnya, pada waktu dan tempat tertentu, disebut
Keadaan Luar Biasa (KLB) (Noor, 2008).
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
1501/MENKES/PER/X/2010, kejadian luar biasa adalah timbulnya atau meningkatnya
kejadian kesakitan dan/atau kematian yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah
dalam kurun waktu tertentu dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya
wabah.
Selain itu, Menteri Kesehatan RI (2010) membatasi pengertian wabah sebagai berikut:
“Kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya
meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka”.
Kejadian Luar Biasa : Persepsi Risiko Kesehatan. Pemerintah menetapkan status
wilayah yang terjangkit wabah penyakit berdasarkan perhitungan angka kesakitan
(morbidity) dan kematian (mortalitas). Bila di suatu wilayah ditemukan jumlah penderita
melebihi jumlah penderita di bulan yang sama pada tahun lalu di wilayah itu atau angka
kematiannya sudah melebihi 1%, status wilayah itu dinyatakan telah terjadi Kejadian Luar
Biasa (Sinaga, 2015).

B. Kriteria Kerja KLB


Kriteria kerja KLB telah diatur dalam Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451
I/PD.03.04/1997 tentang Pedoman Penyelidikan Epidemiologi dan Penanggulangan KLB,
yakni sebagai berikut:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal.
2. Peningkatan kejadian penyakit atau kematian terus-menerus selama kurun waktu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian atau kematian ≥ 2 kali dibandingkan dengan periode sebelumnya.
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukan kenaikan ≥ 2 kali bila dibandingkan
dengan angka rata-rata perbulan tahun sebelumnya.
5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan ≥ 2 kali dibandingkan
angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.
6. CFR suatu penyakit dalam tertentu menunjukan kenaikan 50% atau lebih di banding CFR
periode sebelumnya.
7. Proposional Rate penderita baru dari suatu periode tertentu menunjukkan kenaikan ≥ 2 kali
dibandingkan periode yang sama dan kurun waktu atau tahun sebelumnya.
8. Beberapa penyakit khusus: Kolera, DHF/DSS daerah endemis (setiap peningkatan kasus dari
periode sebelumnya) dan terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4
minggu sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit tersebut.
9. Beberapa penyakit yang dialami satu atau lebih penderita: keracunan makanan, pestisida,
tetanus, gizi buruk, dipteri.
(Umaroh, 2015).

C. Klasifikasi KLB
Menurut Bustan (2002), Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebab
dan sumbernya, yakni sebagai berikut:
1. Berdasarkan Penyebab
a. Toxin
- Entero toxin, misal yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus, Vibrio,
Kholera, Eschorichia, Shigella
- Exotoxin (bakteri), misal yang dihasilkan oleh Clostridium botulinum, Clostridium
perfringens
- Endotoxin
b. Infeksi
- Virus
- Bakteri
- Protozoa
- Cacing
c. Toxin Biologis
- Racun jamur
- Alfatoxin
- Plankton
- Racun ikan
- Racun tumbuh-tumbuhan
d. Toxin Kimia
- Zat kimia organik: logam berat (seperti air raksa, timah), logam-logam lain cyanida, nitrit,
pestisida.
- Gas-gas beracun: CO, CO2, HCN, dan sebagainya.

2. Berdasarkan Sumber
a. Sumber dari manusia
Misalnya: jalan napas, tangan, tinja, air seni, muntahan seperti: Salmonella, Shigella,
hepatitis.
b. Bersumber dari kegiatan manusia
Misalnya: toxin dari pembuatan tempe bongkrek, penyemprotan pencemaran lingkungan.
c. Bersumber dari binatang
Misalnya: binatang peliharaan, rabies dan binatang mengerat.
d. Bersumber pada serangga (lalat, kecoak)
Misalnya: Salmonella, Staphylococcus, Streptococcus
e. Bersumber dari udara
Misalnya: Staphylococcus, Streptococcus virus
f. Bersumber dari permukaan benda-benda atau alat-alat
Misalnya: Salmonella
g. Bersumber dari makanan dan minuman
Misalnya: keracunan singkong, jamur, makanan dalam kaleng.

D. Macam - Macam Penyakit yang Menimbulkan KLB


Menurut Rajab (2008) penyakit-penyakit tertentu yang dapat menimbulkan wabah
yaitu sebagai berikut :
1. Kolera
2. Pes
3. Demam Kuning
4. Demam Bolak-balik
5. Tifus
6. Demam Berdarah Dengue
7. Campak
8. Polio
9. Difteri
10. Pertusis
11. Rabies
12. Malaria
13. Influenza
14. Hepatitis
15. Tifus perut
16. Meningitis
17. Ensefalitis
18. Antraks
Adapula menurut dalam Permenkes 560/MENKES/PER/VIII/1989 telah ditetapkan
16 penyakit potensial wabah, yakni: Kholera, Pes, Demam Kuning, Demam Bolak - balik,
Tifus Bercak wabah, DBD, Campak, Polio, Difteri, Pertusis, Rabies, Malaria, Influenza,
Hepatitis, Tifus Perut, Meningitis, Ensefalitis, Antraks (Umaroh, 2015).
a. Demam Berdarah Dengue (DBD)
Penyakit Demam Berdarah Dengue merupakan salah satu penyakit menular yang sampai
saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan sering muncul sebagai Kejadian
Luar Biasa (KLB). Penyakit DBD sering menimbulkan kepanikan di masyarakat, karena
penyebarannya yang cepat dan berpotensi menimbulkan kematian. Penyakit ini disebabkan
oleh virus Dengue yang penularannya melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes
albopictus yang hidup digenangan air bersih di sekitar rumah. Umumnya kasus ini mulai
meningkat saat musim hujan.
Tahun 2011 jumlah kasus yang dilaporkan dan dinyatakan positif sebanyak 199 kasus dan
4 meninggal orang, (CFR: 2,0%). Dengan demikian dilihat dari indikator CFR, maka CFR
Sambas sedikit di atas indikator nasional (<1%). Kasus DBD tersebar hampir merata di
seluruh kecamatan di Kabupaten Sambas, namun bila dibandingkan dengan tahun 2010
jumlah kasus DBD mengalami penurunan yang signifikan dengan angka insiden DBD tahun
2010 39,3 per 100.000 penduduk.
Dalam penanganan kasus DBD perlu melibatkan dan dukungan semua sektor, baik
pemerintah, masyarakat maupun pihak swasta, dengan gerakan pemberantasan sarang
nyamuk yaitu 3 M (menguras - mengubur - menutup tempat penampungan air). Upaya lain
yaitu melakukan pemantauan rumah / bangunan bebas jentik serta melakukan pengenalan
dini gejala DBD dan penanganannya di rumah.
b. Diare
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang berbasis lingkungan, di mana sarana
air bersih dan jamban yang tidak sehat serta perilaku manusia yang tidak sehat merupakan
faktor dominan penyebab penyakit tersebut. Kasus diare dapat menyebabkan kematian
terutama pada saat Kejadian Luar Biasa (KLB).
Pada tahun 2011 di Kabupaten Sambas terdapat 11.532 kasus dan mengalami peningkatan
dibandingkan dengan tahun 2010. Persentase diare ditemukan dan ditangani tahun 2011
adalah sebesar 22,75%.
Dengan demikian program penyehatan lingkungan dan kebersihan individu menjadi
sangat penting untuk mereduksi penyakit diare. Penyakit diare dapat dikorelasikan dengan
perbaikan hygiene sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dalam kehidupan
sehari - hari serta melibatkan kader dalam tatalaksana diare karena dengan penanganan yang
tepat dan cepat ditingkat rumah tangga, maka diharapkan dapat mencegah terjadinya kasus
dehidrasi berat yang dapat mengakibatkan kematian.
c. Filariasis (Penyakit Kaki Gajah)
Filariasis (penyakit kaki gajah) adalah penyakit infeksi menahun (kronis) yang
disebabkan oleh cacing mikrofilaria. Penyakit ini ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk yang
menyerang saluran dan kelenjar getah bening yang dapat menimbulkan cacat menetap
(seumur hidup) berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin, sehingga dapat
menimbulkan stigma sosial.
Di Indonesia kurang lebih 10 juta penduduk sudah terinfeksi penyakit ini dengan jumlah
penderita kronis (elephantiasis) kurang lebih 6.500 orang. Di Kabupaten Sambas jumlah
penderita kronis filariasis berdasarkan laporan terdapat 82 kasus yang tersebar di 16
kecamatan. Penderita terbanyak di Kecamatan Sejangkung sebanyak 24 orang, Tekarang
sebanyak 15 orang dan Sebawi sebanyak 17 orang. Angka kesakitan penyakit filariasis tahun
2011 sebesar 16 per 100.000 penduduk.
Upaya pencegahan dan pemberantasan dilakukan dengan memutus rantai penularan dan
mengobati penderita untuk mencegah infeksi sekunder. Dalam upaya mencapai eradikasi
Filariasis tahun 2020 (WHO), diperlukan alat / sarana yang sensitif untuk penegakan
diagnosis, sehingga penderita dapat ditemukan dalam stadium dini dan tidak sampai
menimbulkan kecacatan.
E. Penyeilidikan KLB
Prinsip dasar penyelidikan wabah umumnya sama, pada penyakit menular dan tidak
menular, (khusus untuk penyakit menular ada beberapa terminologi yang harus dipahami,
yaitu: karier, kontak, masa penularan, menular, infeksi masa inkubasi, subklinis, isolasi,
karantina transmisi, reservoir, sumber penularan, vektor, konvalesent, zoonosis, dan
sebagainya) (Noor, 2008).
Sebelum melakukan penyelidikan, langkah awal yang harus dilakukan adalah
menentukan tujuan penyelidikan KLB. Menurut Weraman (2010), tujuan utama dari suatu
penyelidikan KLB adalah untuk mencegah meluasnya (penanggulangan) dan terulangnya
KLB di masa yang akan datang (pengendalian), sedangkan tujuan khususnya dengan
memastikan diagnosis penyakit, menetapkan KLB, dan menentukan sumber dan cara
penularan.
Menurut Noor (2008), terdapat 3 langkah dalam penyelidikan KLB, antara lain:
1. Garis Besar Pelacakan Wabah / Kejadian Luar Biasa
Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan wabah sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan
khusus. Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung di lapangan/tempat
kejadian, yang diikuti dengan analisis data yang teliti dengan ketajaman penelitian
merupakan landasan dari keberhasilan pelacakan. Menurut Weraman (2010), pertimbangan
penetapan pelacakannya selain didasarkan pada perolehan informasi yang akurat juga harus
mempertimbangkan hal-hal lain seperti sumber daya yang ada (dana, sarana, dan tenaga),
luas wilayah KLB, asal sumber KLB, dan sifat penyakit.
Dengan demikian maka dalam usaha pelacakan KLB, diperlukan langkah-langkah yang
merupakan pedoman dasar yang kemudian harus dikembangkan sendiri oleh investigator
(pelacak) dalam menjawab pertanyaan yang mungkin timbul dalam kegiatan pelacakan
tersebut. Walaupun penentuan langkah-langkah sangat tergantung tim pelacak, namun prinsip
dasar seperti penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah harus mendapatkan
perhatian lebih awal dan harus ditetapkan sedini mungkin.
2. Analisis Situasi Awal
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan KLB, diperlukan sekurang -
kurangnya empat kegiatan awal yan bersifat dasar dari pelacakan.
a. Penentuan / penegakan diagnosis
Penelitian/pengamatan klinis dan pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk kepentingan
diagnosis. Laporan awal yang diperoleh harus diamati secara tuntas apakah sesuai dengan
keadaan yang sebenarnya (perhatikan tingkat kebenarannya yaitu kasus pasti: ada kepastian
pemeriksaan laboratorium serologi, bakteriologi, virologi atau parasitologi atau tanpa gejala
klinis. Kasus mungkin: tanda/gejala sesuai dengan penyakitnya tanpa dukungan laboratorium.
Kasus tersangka: tanda/gejala sesuai dengan penyakitnya tetapi pemeriksaan laboratorium
negatif) (Lapau, 2011). Seperti contohnya wabah penyakit demam berdarah dengue (DBD),
harus jelas diagnosis secara klinis maupun laboratorium. Hal ini mengingat bahwa gejala
DBD dapat didiagnosis secara tidak tepat, disamping itu, pemeriksaan laboratorium
terkadang tidak cukup hanya satu kali.
Dalam menegakkan diagnosis, harus ditetapkan kapan seseorang dapat dinyatakan sebagai
kasus. Hal ini sangat tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang sedang dihadapi.
Seseorang dapat dinyatakan kasus hanya dengan gejala klinis saja atau dengan pemeriksaan
laboratorium saja atau keduanya. Misalnya wabah diare, bila kita mengarah pada masalah
diare secara umum maka diagnosisnya hanya dengan gejala klinis saja. Tetapi bial masalah
ini diarahkan khusus untuk cholera Eltor, maka pemeriksaan laboratorium sangat menentukan
disamping gejala klinis dan analisis epidemiologi.
Weraman (2010) mengemukakan cara diagnosis penyakit pada KLB adalah dengan
mencocokkan gejala atau tanda penyakit yang terjadi pada individu. Pada tahap ini paling
tidak dapat dibuat distribusi frekuensi gejala klinis. Cara penghitungan distribusi frekuensi
dari tanda dan gejala yang ada pada kasus antara lain:
1) Membuat daftar gejala yang ada pada kasus
2) Menghitung persen kasus yang mempunyai gejala tersebut
3) Menyusun urutan menurut frekuensinya
Selanjutnya melakukan uji hipotesis dengan menyelaraskan pola klinis, laboratoris, dan pola
epidemiologis dari kasus yang ditemukan dengan pengetahuan tentang penyakit tersebut.
b. Penentuan adanya wabah
Langkah ini adalah saat tindakan deskriptif mulai berperan. Sebelumnya harus dipastikan
dulu bahwa memang benar terjadi epidemik (Magnus, 2010). Penentuan adanya wabah dapat
dilakukan dengan melakukan usaha perbandingan keadaan jumlah kasus sebelumnya untuk
melihat apakah terjadi kenaikan frekuensi, artinya apakah jumlah kasus yang dihadapi jauh
lebih banyak dari sebelumnya, atau jumlah kasus lebih tinggi dari yang diperkirakan
sebelumnya.
Selain itu perbandingan periode waktu yang terdekat serta periode tahun sebelumnya untuk
mengidentifikasi pola penyakit perlu dilakukan. Contohnya, jika seseorang melihat jumlah
kasus saat musim panas, pada umumnya kasus campak lebih banyak terjadi daripada di
musim lainnya. Di samping itu, juga dapat memeriksa rate yang disesuaikan menurut usia,
jenis kelamin, dan ras untuk melihat apakah ada perbedaan subpopulasi yang mengalami
penyakit dan rate yang disesuaikan dapat menunjukkan penjelasan alternatif wabah yang
memang terjadi (Magnus, 2010).
c. Uraian keadaan wabah
Uraian keadaan wabah dapat diuraikan berdasarkan tiga unsur utama, yakni waktu, tempat,
dan orang. Sebelumnya membuat kurva epidemi terlebih dahulu dengan menggambarkan
penyebaran kasus menurut waktu mulainya timbul gejala penyakit. Di samping itu,
menggambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan penyebaran kasus menurut
tempat/secara geografis (spot map epidemi). Selanjutnya melakukan perhitungan
epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian penyakit pada populasi dengan risiko seperti
umur, jenis kelamin, pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu (misalnya makanan,
minuman atau faktor penyebab lainnya) serta berbagai sifat orang yang berguna dalam
analisis.
3. Analisis Lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya situasi wabah, selanjutnya ada
beberapa pokok yang perlu diperhatikan pada tindak lanjut tersebut, yaitu:
a. Usaha penemuan kasus tambahan
1) Pelacakan ke rumah sakit dan dokter praktek umum setempat untuk mencari kemungkinan
penderita penyakit yang diteliti dan belum termasuk dalam laporan.
2) Pelacakan dan pengawasan yang intensif terhadap orang-orang yang tanpa gejala atau gejala
ringan/tidak spesifik, tetapi memiliki potensi menderita atau melakukan kontak dengan
penderita, misalnya penyakit hepatitis.
b. Analisis lanjutan
Dilakukan dengan menambahkan informasi yang didapatkan dan laporan hasil interpretasi
tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan, dibuatlah kesimpulan hasil analisis yang
bersifat hipotesis tentang keadaan yang diperkirakan. Kesimpulan dari semua fakta yang telah
ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang tercantum dalam hipotesis tersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman wabah diambil berdasarkan hasil analisis dan sesuai dengan keadaan
wabah yang terjadi. Tindakan pemadaman wabah harus disertai dengan berbagai kegiatan
tindak lanjut (follow up) sampai keadaan normal kembali. Biasanyma kegiatan tindak lanjut
dan pengamatan dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali masa tunas penyakit yang mewabah.
Pada beberapa penyakit yang mempunyai potensi menimbulkan KLB susulan, perlu disusun
suatu program dalam bentuk surveilans epidemiologi, terutama pada kelompok risiko tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan lengkap yang kemudian dikirim
kepada semua instansi terkait.
Menurut Hasmi (2011), langkah - langkah yang dapat dilakukan untuk penyelidikan
wabah atau KLB antara lain:
1. Menetapkan diagnosis
Melakukan pemeriksaan klinis dan laboratorium untuk memastikan diagnosa. Selalu
mempertimbangkan apakah laporan permulaan benar dan diperlukan penetapan kriteria untuk
menentukan seseorang kasus.
2. Menetapkan adanya suatu wabah
Menunjukkan adanya kelebihan suatu kasus pada waktu ini dibandingkan dengan waktu -
waktu sebelumnya.
3. Menguraikan wabah dalam hubungannya dengan orang, waktu, tempat. Membuat kurva
epidemik, membuat spot map dan tabulasi penyebaran kasus menurut sifat orang, umur, jenis
kelamin, pekerjaan dan lain - lain.
4. Merumuskan dan menguji hipotesa terjadinya wabah. Menunjukkan bentuk wabah, apakah
dari orang ke orang atau berasal dari satu sumber. Berdasarkan pengetahuan yang didapat,
kemudian menentukan siapa yang mempunyai risiko tertinggi untuk mendapatkan serangan
penyakit. Mempertimbangkan kemungkinan - kemungkinan sumber - sumber dari mana
penyakit berasal. Membandingkan kasus - kasus dan penduduk lainnya yang tidak terserang
(kontrol) dari segi pemaparan terhadap sumber yang tersangka. Melakukan uji statistik untuk
menentukan sumber penularan yang mungkin. Bila memungkinkan mengusahakan
pemeriksaan laboratorium untuk memastikan hasil penyelidikan epidemiologi.
5. Mencari kemungkinan adanya kasus - kasus lain yang belum diketahui dan membuat uraian
deskriptif bagi mereka seperti yang sudah dilakukan sebelumnya.
6. Menganalisis data.
7. Menentukan apakah fakta - fakta yang telah dikumpulkan mendukung hipotesa terjadinya
wabah.
8. Membuat laporan penyelidikan wabah yang memuat pembahasan mengenai faktor - faktor
yang menyebabkan wabah, penilaian terhadap usaha - usaha pemberantasan yang telah
dilakukan dan rekomendasi - rekomendasi untuk pencegahan di waktu mendatang.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejadian luar biasa adalah peningkatan frekuensi penyakit sehingga jumlah penderita
melampaui keadaan normal yang diperkirakan sebelumnya, pada waktu dan tempat tertentu.
Terdapat 9 kriteria kerja kejadian luar biasa menurut Kep.Dirjen PPM dan PLP No. 451
I/PD.03.04/1997. Klasifikasi Kejadian Luar Biasa dibagi berdasarkan penyebabnya yaitu ;
Toksin, infeksi, toksin biologis, dan toksin kimia. Sedangkan berdasarkan sumbernya yaitu ;
Sumber dari manusia, kegiatan manusia, binatang, serangga, udara, permukaan benda,
makanan dan minuman. Ada 18 penyakit yang dapat menimbulkan kejadian luar biasa yaitu ;
kolera, pes, demam kuning, demam bolak - balik, tifus, demam berdarah dengue, campak,
polio, difteri, pertusis, rabies, malaria, influenza, hepatitis, tifus perut, meningitis, ensefalitis,
antraks. Faktor yang memengaruhi kejadian luar biasa adalah Herd Imunity yang rendah,
patogenesis, dan lingkungan yang buruk. Langkah dalam penanggulangan kejadian luar biasa
dapat dilakukan dengan kajian epidemiologi, peringatan kewaspadaan dini, peningkatan
kewaspadan dan kesiapsiagaan, dan tindakan penanggulangan dengan cepat dan tepat.
Adapun langkah dalam penyelidikan kejadian luar biasa yaitu ; menetapkan diagnosis,
menetapkan suatu wabah, menguraikan wabah dalam hubungannya dengan waktu dan
tempat, merumuskan dan menghipotesa terjadinya wabah, mencari kemungkinan adanya
kasus - kasus lain yang belum diketahui dan membuat uraian deskriptif bagi mereka seperti
yang sudah dilakukan sebelumnya, menganalisis data, menentukan faktor - faktor yang
mendukung, serta membuat laporan penyelidikan wabah.
Daftar Pustaka

Bustan, 2002. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: PT. Rineka Cipta.


Effendi, Ferry. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas. Jakarta: Salemba Medika.
Hasmi. 2011. Dasar - dasar Epidemiologi. Jakarta: Trans Info Media.
Heukelbach, Jorg. et al. 2016. “Zika Virus Outbreak in Brazil”. JIDC (The Journal of
Infection in Developing Countries), Vol. 10(2):116-120.
Kristina. 2014. Sistem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa (SKD-
KLB). http://www.diskes.baliprov.go.id/id/SISTEM-KEWASPADAAN-DINI-KEJADIAN-
LUAR-BIASA--SKD-KLB-, diakses 13 November 2016.
Lapuu, B. 2011. Prinsip dan Metode Epidemiologi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Lednicky, John.et al. 2016. “Zika Virus Out breakin Haitiin 2014:
Molecular and Clinical Data”. PLOS Neglected Tropical Diseases.
DOI:10.1371/journal.pntd.0004687.
Magnus, M. 2010. Buku Ajar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: EGC.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2010. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia No. 1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang
dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan. Jakarta: (tidak diterbitkan).
Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Notoatmojo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat: Prinsip Prinsip Dasar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Rajab, W. 2008. Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Sinaga, N, Siti. 2015. “Kebijakan Penanggulangan Penyakit Demam Berdarah Di
Indonesia”. Jurnal Ilmiah “Research Sains”. Vol 1: 1.
Sulistyaningsih, 2011. Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Umaroh, A.K., Badar, K., Dwi, A. 2015. “Kejadian Luar Biasa (KLB) BDB Berdasarkan
Time, Place, Person di Puskesmas Boyolali (2011-2013)”. University Research
Colloquinum. ISSN 2407-9189. Semarang: Kesehatan Masyarakat FIK UMS.

Weraman, P. 2010. Dasar Surveilans Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Gramedia Publishing.

Anda mungkin juga menyukai