Anda di halaman 1dari 13

Assalamu’alaikum

Warahmatullahi
Wabarakatuh….
PARASITER

Ketua : Memi Sari Kartika


Anggota : Ryan Chayana Aditya
Reksi Permadi
Hendra Yandi
Muhammad Aditya Rizky
Pandu Muhammad Saleh
Oksan Kurniawan
PARASIT
Parasit adalah organisme yang hidup pada atau di dalam makhluk hidup lain
(disebut inang) dengan menyerap nutrisi, tanpa memberi bantuan atau manfaat
lain padanya. Organisme parasit adalah organisme yang hidupnya bersifat
parasitis; yaitu hidup yang selalu merugikan organisme yang ditempatinya
(hospes). Predator adalah organisme yang hidupnya juga bersifat merugikan
organisme lain (yang dimangsa). Bedanya, kalau predator ukuran tubuhnya jauh
lebih besar dari yang dimangsa, bersifat membunuh dan memakan sebagian
besar tubuh mangsanya. Sedangkan parasit, selain ukurannya jauh lebih kecil
dari hospesnya juga tidak menghendaki hospesnya mati, sebab kehidupan
hospes sangat essensial dibutuhkan bagi parasit yang bersangkutan.
A. PARASIT EKSTERNAL

Penyakit eksternal dapat didefinisikan adalah penyakit yang


menyerang sapi perah di daerah luar tubuh sapi seperti kulit, bulu.
Beberapa penyakit yang perlu diwaspadai adalah kudis, ringworm,
serangan caplak dan lalat.
P E N YA K I T YA N G D I S E B A B K A N O L E H P A R A S I T
EKSTERNAL

A. Kudis (skabies)


Penyakit kudis adalah infestasi tungau pada kulit. Tungau yang menginfeksi terdiri dari 2 jenis
spesies yaitu adalah tungau yang hidup di permukaan kulit (Chorioptes bovis) dan tungau yang hidup
di bawah permukaan serta membuat terowongan (Sarcoptes scabiei). 
Gejala klinis : terjadi kerusakan pada kulit di bagian leher, kaki, dan pangkal ekor, ditandai dengan
adanya kehilangan rambut yang meningkat ukurannya secara perlahan-lahan sesuai dengan tingkat
keparahannya. Kegatalan sering muncul hingga menyebabkan kerusakan kulit di berbagai tempat, hal
ini terjadi ketika sapi menggaruk daerah yang terinfeksi. Pada daerah terinfeksi seperti kulit yang
menebal dan berkerak diagnosa dan dilakukan pengerokan kulit, lalu diperiksa di bawah mikroskop.
Pengendalian pengobatan dapat dilakukan dengan obat yang berspektrum luas, aplikasi dapat
dilakukan dalam bentuk tabur atau suntikan (Skabicid, Ivermectin). Aplikasi penaburan obat mudah
serta cepat dilakukan dan umumnya berbiaya murah. Namun mempunyai kendala kontak yang
terbatas, khususnya pada tungau pembuat terowongan sehingga pengobatan cara tabur kurang efektif.
Sebaliknya pengobatan dengan injeksi lebih disukai karena lebih efektif dan merupakan pilihan lain
yang baik. Selain itu pemakaian kontrol biologis dengan cendawan seperti Metarhizium anisopliae
dapat dilakukan pula. Pengobatan secara bersamaan merupakan yang terbaik.
LANJUTAN
B. Ringworm
Ringworm atau Dermatophytosis (kurap) adalah suatu penyakit kulit yang disebabkan oleh
cendawan Dermatofit (Trichophyton verrucosum). Umumnya menyerang pada sapi muda. Ringworm
hidup di permukaan kulit tubuh yang mengalami keratinisasi seperti lapisan tanduk pada kuku dan
rambut, tidak bersifat invasive dan tidak dapat hidup dalam jaringan hidup. Meskipun Ringworm
dapat membentuk kekebalan pada hewan yang telah terserang pengobatan harus dilakukan karena
memerlukan waktu sembuh cukup lama yaitu kurang lebih 9 bulan. Penularan dapat secara langsung
atau tidak langsung, Penularan langsung terjadi dengan sentuhan pada hewan sakit.
Gejala klinis : ditandai dengan adanya bercak-bercak berwarna merah, eksudasi, rambut patah-
patah atau bervariasi, daerah abu-abu putih dengan permukaan seperti abu, umumnya terjadi garis
melingkar, selanjutnya erupsi bervariasi terjadi pada muka, leher umumnya pada sekitar mata,
punggung, dada dan kaki dengan permukaan meninggi, berkeropeng, bersisik atau berbentuk
bungkul-bungkul, jika keropeng diangkat terjadi perdarahan.
Pencegahan dapat dilakukan dengan menjaga kesehatan tubuh dan kebersihan kulit hewan.
LANJUTAN
C. Caplak dan lalat
Selain ringworm dan tungau agen penyakit lain yang penting adalah lalat dan caplak. Lalat terdiri dari Haematobia irritans (lalat
tanduk). Tabanus sp (lalat petak), Chrysops sp (lalat krisop). Haematopota sp (lalat totol), Simulium sp (lalat punuk), Hippobosca
sp (lalat Sumba), Stomocys sp (lalat kandang), Haemotobia sp (lalat kerbau), dan Musca domestica (lalat rumah). Sedangkan caplak
yang umum menyerang sapi adalah Boophilus microplus. Hal ini ada hubungannya dengan iklim tropis dengan kelembaban yang
tinggi di Indonesia, sehingga merupakan tempat tumbuh berbagai macam ektoparasit termasuk lalat dan caplak. Beberapa
ektoparasit melakukan aktivitas menghisap darah untuk kelangsungan hidupnya, sehingga dapat merupakan vektor (pemindah
penyakit seperti anaplasmosis, Surra, Jembrana dan lain-lainnya). Sebagai vektor penyakit dapat bersifat mekanis dan hayati. Selain
sebagai vektor, lalat tertentu seperti M. domestica, Chrysomyia bezziana, Booponus intonsus, Sarcophaga spp dapat menyebabkan
miasis/belatungan (infestasi lalat pada jaringan tubuh hewan hidup), miasis menyebabkan sapi menderita borok.
Pengendalian diawali dengan pencegahan yaitu melakukan kebersihan kandang dan pengusiran lalat, sedangkan pengobatan dapat
dilakukan dengan pembersihan borok luka, kemudian pembersihan infestasi lalat pada borok, lalu diobati dengan salep Diazone.
Pengendalian umumnya dengan mempergunakan insektisida Carbaryl, Malanthion, Dichlorovos, Comouphos yang bersifat
sistemik dan diaplikasikan dengan penyemprotan atau dipping hewan induksemangnya. Sedangkan pengendalian caplak dapat
dilakukan dengan akarisida seperti Organo fosfat, juga dilakukan dengan penyemprotan atau dipping. Selain itu dapat pula
dilakukan rotasi penggembalaan yaitu mengosongkan padang gembalaan selama 3 bulan, bila memungkinkan rumput yang
terkontaminasi dipotong dan dibakar.
B. PARASIT INTERNAL

Serangan parasit internal pada sapi dapat menyebabkan kurang


nafsu makan, pengurangan kecernaan, penurunan bobot badan dan
produksi susu, melemahkan sistem imun dan kerusakan organ.
Beberapa parasit internal yang perlu ditelaah adalah fasciolosis,
ostertagiasis, koksidiosis dan trichomoniasis.
P E N YA K I T YA N G D I S E B A B K A N O L E H PA R A S I T

INTERNAL


A. Fasciolosis

Fasciolosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica (cacing hati). Cacing trematoda ini
hidup di dalam saluran empedu, berbentuk seperti daun, gepeng dorso-ventral. Telur dan cacing F. gigantica lebih besar
ukurannya dibandingkan F. hepatica. Penularan melalui induk semang antara siput Limnea rubigenosa. Cara penularannya
melalui terjadi ketika sapi meminum air atau memakan rumput yang tercemar metaserkaria yang merupakan
perkembangbiakan dari telur.
Gejala klinis : dalam bentuk akut sapi menderita konstipasi dan kadang-kadang mencret, sapi menjadi kurus dengan cepat,
lemah dan anemia. Dalam bentuk kronik terjadi penurun produktivitas. Di dalam diagnosa penyakit ini selain gejala klinis
yang tampak perlu dilakukan adalah peneguhan diagnosa dengan pemeriksaan tinja untuk menemukan telur fasciola dan
memeriksa jumlah telur pergram tinja dengan metoda Whitlock, selain itu dicari pula metaserkaria pada sampel rumput.

. Sebagai pencegahan dilakukan pemotongan siklus hidup dengan mollusida (Natrium pentachlorophenate, Cooper
pentachlorophenate) dengan dosis 9 kg di dalam 3600 liter untuk setiap hektarnya.
Pengendalian dapat dilakukan pengobatan 3 kali dalam setahun yaitu Permulaan, pertengahan dan akhir musim hujan. Bila
daerah merumput mempunyai daerah bebas siput yang luas barulah dapat dilaksanakan sistem manajemen dengan baik. Ternak
sapi yang sakit diobati dengan fasciolasida (Albendazol, Disophenol, Haloxon, ivermectine, Nitroxynil, Oxyclozanide.
LANJUTAN
B. Ostertagiasis
Ostertagiasis adalah penyakit cacingan yang disebabkan oleh Ostertagia spp umumnya Ostertagia ostertagi. Cacing
nematoda ini menyerang saluran pencernaan sapi (usus), namun kasus ini di Indonesia hampir jarang dilaporkan atau
tidak ada bila dibandingkan serangan nematoda lain seperti Ascaris vitulorum, Bunostomum spp di usus halus,
Oesophagostomum spp di kolon, Haemonchus spp, Mecistocirrus spp dilambung, Cooperia spp, Nematodirus spp,
Trichostrongylus spp di usus. Penularan umumnya terjadi ketika sapi menelan rumput yang mengandung larva3 infektif.
Kekebalan sapi terhadap cacing saluran pencernaan ini dipengaruhi oleh umur, pakan, genetik dan preimunisasi.
Gejala klinis : sapi mengalami diare yang berwarna hijau kehitaman, sapi menjadi cepat kurus dan akhirnya mati. Sapi
penderita ditemukan dalam jumlah yang tinggi pada suatu kelompok. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
jumlah telur pergram tinja. Uji darah dapat dilakukan untuk pemeriksaan kandungan pepsinogen atau mineral.
Pencegahan adalah hal yang terbaik di dalam pengendalian. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian pakan yang baik
dalam jumlah kualitas dan kuantitas. Menghindari kepadatan sapi yang berlebihan di dalam kandang, memisahkan ternak
muda dan dewasa, menghindari tempat yang becek. Sanitasi kandang, pemeriksaan kesehatan hewan. Pengobatan pada
sapi dewasa yang telah terinfeksi dapat dilakukan dengan obat cacing yang berspektrum luas (Levamisol, Piperazine,
Albendazole, Panacur).
LANJUTAN
C. Koksidiosis
Parasit oosit Eimeria bovis menginfeksi bagian jaringan limfatik di dalam ileum (usus halus), sekum dan bagian
atas kolon sapi. Umumnya menyerang pada kelompok sapi yang tumbuh berumur antara 1 bulan s/d 12 bulan.
Gejala klinis : muncul 17 hari setelah oosit tertelan ditandai adanya kehilangan bobot badan, diare, demam,
depresi, dehidrasi, dapat terjadi komplikasi penyakit sekunder. Sapi yang dapat bertahan hidup dari serangan
koksidiosis akut tidak dapat mengkonpensasi bobot badannya yang hilang selama sakit. Umumnya menyerang
hewan muda, namun dapat menulari hewan dewasa karena keadaan lingkungan yang padat populasinya. Penularan
terjadi bila sapi menelan oosit yang mencemari pakan, air, tanah. Diagnosa penyakit dapat dilakukan dari
memeriksa gejala klinis dan pemeriksaan feses dengan metoda apung.
Pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antikoksidial. Pengobatan dilakukan dengan
mengisolasi hewan yang sakit untuk mencegah terjadinya penularan lebih lanjut serta mencegah invasi terhadap sel
dan perbaikan sel. Bila kontaminasi diminimumkan, maka reinfeksi akan berkurang sehingga dapat terjadi respon
kekebalan yang baik. Pengobatan dapat dilakukan dengan anti koksidial seperti Amprolium, dengan dosis
pencegahan 5mg/kgBB/hari selama 28 hari.
LANJUTAN
D. Trichomoniasis

Trichomoniasis adalah penyakit kelamin yang disebabkan Trichomonas foetus. Protozoa ini memiliki membrane
undulans, 3 flagella anterior, sebuah flagelium posterior, berbentuk alpukat berukuran panjang 10-25µ dan lebar 3–
15µ. Kerugian secara ekonomis adalah terjadi kegagalan kebuntingan.
Gejala klinisnya : kurang jelas namun ditandai dengan menurunnya daya reproduksi, rahim bernanah dan keguguran
pada sapi dengan tingkat kebuntingan muda. Ditemukan pula kasus piometra sampai dengan 10% pada sapi-sapi
betina. Sedang pada sapi jantan bersifat kronis karena tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, namun terjadi
peradangan pada organ vitalnya seperti peradangan pada prepurtium, skrotum dan penis. Untuk peneguhan diagnosa
dapat dilakukan dengan pengambilan lendir pada daerah terinfeksi dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Pencegahan adalah hal terbaik dapat dilakukan, Hendaknya memeriksa asal usul dan fertilitas sapi yang akan
dipelihara, memeriksa kesehatan sapi sewaktu membeli. Sapi jantan yang sakit dipotong. Sapi betina yang sakit dapat
diobat dengan Metronidazol, sedangkan sapi yang abortus dibersihkan plasentanya dan diobati.
Billahi Fii Sabililhaq Fastabiqul
Khoirot

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh….

Anda mungkin juga menyukai