Warahmatullahi
Wabarakatuh….
PARASITER
INTERNAL
A. Fasciolosis
Fasciolosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Fasciola gigantica dan Fasciola hepatica (cacing hati). Cacing trematoda ini
hidup di dalam saluran empedu, berbentuk seperti daun, gepeng dorso-ventral. Telur dan cacing F. gigantica lebih besar
ukurannya dibandingkan F. hepatica. Penularan melalui induk semang antara siput Limnea rubigenosa. Cara penularannya
melalui terjadi ketika sapi meminum air atau memakan rumput yang tercemar metaserkaria yang merupakan
perkembangbiakan dari telur.
Gejala klinis : dalam bentuk akut sapi menderita konstipasi dan kadang-kadang mencret, sapi menjadi kurus dengan cepat,
lemah dan anemia. Dalam bentuk kronik terjadi penurun produktivitas. Di dalam diagnosa penyakit ini selain gejala klinis
yang tampak perlu dilakukan adalah peneguhan diagnosa dengan pemeriksaan tinja untuk menemukan telur fasciola dan
memeriksa jumlah telur pergram tinja dengan metoda Whitlock, selain itu dicari pula metaserkaria pada sampel rumput.
. Sebagai pencegahan dilakukan pemotongan siklus hidup dengan mollusida (Natrium pentachlorophenate, Cooper
pentachlorophenate) dengan dosis 9 kg di dalam 3600 liter untuk setiap hektarnya.
Pengendalian dapat dilakukan pengobatan 3 kali dalam setahun yaitu Permulaan, pertengahan dan akhir musim hujan. Bila
daerah merumput mempunyai daerah bebas siput yang luas barulah dapat dilaksanakan sistem manajemen dengan baik. Ternak
sapi yang sakit diobati dengan fasciolasida (Albendazol, Disophenol, Haloxon, ivermectine, Nitroxynil, Oxyclozanide.
LANJUTAN
B. Ostertagiasis
Ostertagiasis adalah penyakit cacingan yang disebabkan oleh Ostertagia spp umumnya Ostertagia ostertagi. Cacing
nematoda ini menyerang saluran pencernaan sapi (usus), namun kasus ini di Indonesia hampir jarang dilaporkan atau
tidak ada bila dibandingkan serangan nematoda lain seperti Ascaris vitulorum, Bunostomum spp di usus halus,
Oesophagostomum spp di kolon, Haemonchus spp, Mecistocirrus spp dilambung, Cooperia spp, Nematodirus spp,
Trichostrongylus spp di usus. Penularan umumnya terjadi ketika sapi menelan rumput yang mengandung larva3 infektif.
Kekebalan sapi terhadap cacing saluran pencernaan ini dipengaruhi oleh umur, pakan, genetik dan preimunisasi.
Gejala klinis : sapi mengalami diare yang berwarna hijau kehitaman, sapi menjadi cepat kurus dan akhirnya mati. Sapi
penderita ditemukan dalam jumlah yang tinggi pada suatu kelompok. Penyakit ini dapat didiagnosis dengan pemeriksaan
jumlah telur pergram tinja. Uji darah dapat dilakukan untuk pemeriksaan kandungan pepsinogen atau mineral.
Pencegahan adalah hal yang terbaik di dalam pengendalian. Hal ini dapat dilakukan dengan pemberian pakan yang baik
dalam jumlah kualitas dan kuantitas. Menghindari kepadatan sapi yang berlebihan di dalam kandang, memisahkan ternak
muda dan dewasa, menghindari tempat yang becek. Sanitasi kandang, pemeriksaan kesehatan hewan. Pengobatan pada
sapi dewasa yang telah terinfeksi dapat dilakukan dengan obat cacing yang berspektrum luas (Levamisol, Piperazine,
Albendazole, Panacur).
LANJUTAN
C. Koksidiosis
Parasit oosit Eimeria bovis menginfeksi bagian jaringan limfatik di dalam ileum (usus halus), sekum dan bagian
atas kolon sapi. Umumnya menyerang pada kelompok sapi yang tumbuh berumur antara 1 bulan s/d 12 bulan.
Gejala klinis : muncul 17 hari setelah oosit tertelan ditandai adanya kehilangan bobot badan, diare, demam,
depresi, dehidrasi, dapat terjadi komplikasi penyakit sekunder. Sapi yang dapat bertahan hidup dari serangan
koksidiosis akut tidak dapat mengkonpensasi bobot badannya yang hilang selama sakit. Umumnya menyerang
hewan muda, namun dapat menulari hewan dewasa karena keadaan lingkungan yang padat populasinya. Penularan
terjadi bila sapi menelan oosit yang mencemari pakan, air, tanah. Diagnosa penyakit dapat dilakukan dari
memeriksa gejala klinis dan pemeriksaan feses dengan metoda apung.
Pencegahan dan pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antikoksidial. Pengobatan dilakukan dengan
mengisolasi hewan yang sakit untuk mencegah terjadinya penularan lebih lanjut serta mencegah invasi terhadap sel
dan perbaikan sel. Bila kontaminasi diminimumkan, maka reinfeksi akan berkurang sehingga dapat terjadi respon
kekebalan yang baik. Pengobatan dapat dilakukan dengan anti koksidial seperti Amprolium, dengan dosis
pencegahan 5mg/kgBB/hari selama 28 hari.
LANJUTAN
D. Trichomoniasis
Trichomoniasis adalah penyakit kelamin yang disebabkan Trichomonas foetus. Protozoa ini memiliki membrane
undulans, 3 flagella anterior, sebuah flagelium posterior, berbentuk alpukat berukuran panjang 10-25µ dan lebar 3–
15µ. Kerugian secara ekonomis adalah terjadi kegagalan kebuntingan.
Gejala klinisnya : kurang jelas namun ditandai dengan menurunnya daya reproduksi, rahim bernanah dan keguguran
pada sapi dengan tingkat kebuntingan muda. Ditemukan pula kasus piometra sampai dengan 10% pada sapi-sapi
betina. Sedang pada sapi jantan bersifat kronis karena tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, namun terjadi
peradangan pada organ vitalnya seperti peradangan pada prepurtium, skrotum dan penis. Untuk peneguhan diagnosa
dapat dilakukan dengan pengambilan lendir pada daerah terinfeksi dan dilakukan pemeriksaan laboratorium.
Pencegahan adalah hal terbaik dapat dilakukan, Hendaknya memeriksa asal usul dan fertilitas sapi yang akan
dipelihara, memeriksa kesehatan sapi sewaktu membeli. Sapi jantan yang sakit dipotong. Sapi betina yang sakit dapat
diobat dengan Metronidazol, sedangkan sapi yang abortus dibersihkan plasentanya dan diobati.
Billahi Fii Sabililhaq Fastabiqul
Khoirot
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi
Wabarakatuh….