Anda di halaman 1dari 16

STUDI KASUS : SUSPECT DERMATOFITOSIS PADA ANJING LOKAL

Oleh :
Hanif Wahyu Wibisono, S.KH
1209006028

LABORATORIUM PENYAKIT DALAM


PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN KLINIK HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
UNIVERSITAS UDAYANA
2016

Lembaran Pengesahan Kasus

STUDI KASUS : SUSPECT DERMATOFITOSIS PADA ANJING LOKAL

Dosen Pembimbing Kasus

Drh. Putu Ayu Sisyawati P, M.Sc


NIP. 19840510 200812 2 005

Lembaran Pengesahan Kasus

STUDI KASUS : SUSPECT DERMATOFITOSIS PADA ANJING LOKAL

Dosen Penguji Kasus

Dosen Pembimbing Kasus

Dr. drh. I Wayan Batan, MS

Drh. Putu Ayu Sisyawati P, M.Sc

NIP. 19600227 198603 1 002

NIP. 19840510 200812 2 005

Studi Kasus : Suspect Dermatofitosis pada Anjing Lokal


(CASE REPORT: SUSPECT DERMATOPHYTOSIS ON LOCAL DOG)
Hanif Wahyu Wibisono1
1

Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana


Jln. PB. Sudirman, Denpasar, Bali
Telp/Fax (0361) 223791
Email: hanifwibisono43@yahoo.com

ABSTRAK
Dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan oleh
kapang yang tergolong dalam kelompok dermatofita, dan pada hewan
lebih dikenal dengan penyakit ringworm. Hewan kasus adalah anjing
lokal bernama Bleky dengan berat badan 14 kg, umur 1 tahun 6 bulan,
jenis kelamin jantan. Pada anamnesis didapatkan informasi bahwa
anjing diberikan pakan berupa nasi yang dicampurkan ayam, anjing
jarang dimandikan, tidak dikandangkan, sudah diobati dengan
shampoo tapi tidak membuahkan hasil, dan anjing sering mengalami
kegatalan. Dalam pemeriksaan fisik secara umum masih dalam
keadaan normal seperti suhu tubuh, respirasi, denyut jantung, pulsus
dan Capillary Refill Time (CRT). Pada pemeriksaan klinis hanya pada
kulit saja yang mengalami kelainan seperti ditemukan lesi yang terdiri
dari kombinasi alopesia, hiperkeratosis, makula, sisik dan krusta. Lesilesi tersebut ditemukan di bagian daun telinga, wajah, kaki depan, kaki
belakang dan bagian perut. Anjing mengalami pruritis pada bagian-bagian yang
terdapat lesi. Dari hasil pemeriksaan kerokan kulit secara mikroskopik menggunakan
KOH 10% ditemukan arthrospora dari dermatofita dengan bentukan bulat-bulat bening.
Pada rambut yang diperiksa secara mikroskopis mengalami kerusakan pada batangnya.
Dari pemeriksaan Woods Lamp tidak ditemukan pendaran kehijauan pada lesi-lesi yang
terdapat pada anjing tersebut. Sedangkan pada pemeriksaan darah lengkap monosit dan
limfosit mengalami peningkatan jumlah yang tinggi menandakan adanya infeksi oleh
fungi. Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan klinis dan laboratoris,
dapat disimpulkan bahwa anjing lokal bernama Bleky didiagnosa suspect dermatofitosis.
Pengobatan secara sistemik dan topikal untuk anjing kasus diberikan griseofulvin dan
salep ketoconazole. Anjing dimandikan dengan sabun sulfur untuk membantu
penyembuhan. Terapi suportif yang diberikan yaitu vi-sorbid yang merupakan
multivitamin dan cod liver oil untuk membantu regenerasi rambut serta menjaga
kesehatannya.
Kata kunci : anjing, dermatofitosis, lesi.
ABSTRACT

Dermatophytosis is a kind of skin disease caused by mold that


classified in dermatophyta group, and on animals it commonly known
as ringworm. The case is a local dog named Bleky an 1 year 6 month
male dog, that has 14 kg of weight. From anamesis can be gained
information that the dog was given feed consisted of rice that mixed
with chicken, rarely showered, didnt keep in a cage, has been cured
using shampoo but didnt give good result so that Bleky often get itchy.
Physical

examination

respiration,

heart

showed

pulse,

that

pulsus

Blekys

body

and Capillary

Refill

temperature,
Time (CRT)

were normal. On clinical examination only skin that got disorder, such
as

the

exist

of

hyperkeratosis, macula,

lesions

that

consisted

scaly and crusty combination.

of alopecia,
The

lesions

were found in the part of earlobe, face, front leg and back leg
abdominal part. Dog get itchy on the part where the lesions lied, so
that it form ulcer slowly. From the skin scraping examination by
microscope using KOH 10%, arthrospora from dermatophyta was found
with transparent round look. The hair examination showed damage on
its trunk. From the Woods Lamp examination, there wasnt found
greenish phosphorescent on the dog lesions. Meanwhile on the blood
examination, monosit and lymphosit were highly increased, meant that
there was fungis infection. Based on anamnesis, physic, clinic and
laboratories examination, it can be concluded that Bleky was diagnoses
suspected for dermatophytosis. Systemic and topical treatment for this
dog are given griseofulvin and ketoconazole zalf. The dog is bathed
using sulfur in order to help the curement process. Supportive therapy
using vi-sorbed which is multivitamin and cod liver oil for the hair
regeneration as well as for keeping it health.
Keywords : dog, dermatophytosis, lesion.

PENDAHULUAN
Kulit atau integumen merupakan salah satu organ yang paling luas pada
hewan dan mempunyai peran yang sangat penting bagi tubuh hewan tersebut.
Kondisi kulit dan rambut pada hewan dapat menjadi indikator penting dari status

kesehatan umum. Infeksi mikosis superfisial atau sistemik dapat berpengaruh


secara langsung ataupun tidak langsung terhadap aktivitas fungsional dari kulit
dan rambut.
Dermatofitosis merupakan penyakit kulit yang disebabkan
oleh kapang yang tergolong dalam kelompok dermatofita, dan
pada hewan lebih dikenal dengan penyakit ringworm. Terdapat
tiga

genus

penyebab

dermatofitosis,

yaitu

Trichophyton,

Microsporum, dan Epidermophyton (Rippon, 1988; Hay dan


Moore 1998; Ervianti et al., 2002) yang dikelompokkan dalam
kelas

Deuteromycetes.

Dari

ketiga

genus

tersebut

telah

ditemukan 41 spesies, terdiri dari 17 spesies Microsporum, 22


spesies Trichophyton, 2 spesies Epidermophyton (Rippon, 1988;
Hay dan Moore 1998; Wolf et al., 2005). Pada hewan kesayangan,
dermatofitosis dapat menginfeksi kulit, rambut, atau kuku. Pada
anjing, sekitar 70% penderita ringworm disebabkan kapang
Microsporum canis, 20% oleh M. gypseum, dan 10% oleh
Trichophyton mentagrophytes (Spakers et al., 1993; Kahn dan
Line 2007; Vermout et al., 2008).
Dalam

tubuh inang, kapang ini biasanya ditemukan

terbatas pada bagian luar dari tubuh, misalnya pada bagian


keratin dari stratum korneum kulit, kuku, dan rambut. Kapang ini
bersifat tidak ganas, tidak dapat tumbuh dalam jaringan hidup
maupun pada bagian tubuh yang mengalami peradangan secara
intens (Carter dan Cole, 1990; Olivares, 2003).

Dermatofita

adalah

kemampuan

sekelompok

membentuk

molekul

jamur
yang

yang

memiliki

berikatan

dengan

keratin

dan

menggunakannya sebagai sumber nutrisi untuk membentuk


kolonisasi

(Rippon,

1988;

Budimulya,

2007;

Verma

dan

Hefferman 2008).
Ringworm hampir ditemukan pada semua jenis hewan.
Anjing semua umur dapat terinfeksi kapang dermatofita. Namun,

kejadian lebih banyak ditemukan pada anak anjing. Selain umur,


faktor lainnya termasuk status nutrisi yang jelek dan manajemen
pemeliharaan

yang

buruk

serta

tidak

diisolasinya

hewan

penderita, akan meningkatkan kejadian penyakit. Patogenesis


dermatofitosis tergantung pada faktor lingkungan, antara lain
iklim yang panas, higiene perseorangan, sumber penularan,
penggunaan obat-obatan steroid, antibiotik dan sitostatika,
imunogenitas dan kemampuan invasi organisme, lokasi infeksi
serta respon imun dari pasien (Rippon, 1988; Ervianti et al.,
2002; Adiguna, 2004; Koga, 2005). Mortalitas penyakit rendah,
namun

demikian kerugian

ekonomis

dapat

terjadi

karena

kerusakan kulit dan rambut atau bobot badan turun karena


hewan menjadi tidak tenang serta adanya risiko zoonosis yang
ditimbulkan oleh M. canis (Olivares, 2003; Kotnik, 2007).
KEJADIAN KASUS
Signalement
Anjing bernama Bleky, ras lokal, jenis kelamin jantan, umur
1 tahun 6 bulan, berat badan 14 kg. Pemilik hewan bernama ibu
Wayan yang beralamat di Jalan Tukad Banyusari No. 23 Panjer,
Denpasar Selatan.
Anamnesa
Anjing diberikan pakan berupa nasi yang campurkan
dengan ayam. Anjing jarang dimandikan oleh pemiliknya. Anjing
tidak pernah dikandangkan, dibiarkan lepas begitu saja, sehingga
sering kontak dengan anjing lainnya di sekitar lingkungan
tersebut. Pemilik sudah mengobati anjing tersebut dengan
shampoo,

namun

tidak

membuahkan

mengalami kegatalan di bagian leher.


Pemeriksaan Fisik

hasil.

Anjing

sering

Berdasarkan

pemeriksaan

fisik

diperoleh

data

anjing

bernama Bleky berupa suhu tubuhnya normal 38,2 C, Respirasi


33x/menit, denyut jantung 83x/menit, pulsus 80x/menit, CRT < 2
detik. Kondisi umum tubuh anjing terlihat normal. Begitu juga
dengan

pemeriksaan

muskuloskeletal,

klinis

syaraf,

seperti

sirkulasi,

anggota

respirasi,

gerak,

urogenital,

pencernaan, mukosa, limfonodus dan kuku normal. Namun pada


pemeriksaan klinis terlihat kulit anjing tidak normal.
Gejala dan Tanda Klinis
Beberapa tanda klinis yang terlihat seperti adanya alopesia
pada daerah daun telinga, kaki depan, kaki belakang, leher dan
kelopak mata. Sisik ditemukan di bagian kaki depan, kaki
belakang dan perut. Krusta di bagian kaki belakang. Makula
terdapat

pada

daerah

kaki

depan

dan

kaki

belakang.

Hiperkeratosis pada kaki belakang. Sering mengalami pruritus di


bagian tubuh yang terdapat lesi.
Uji Laboratorium
Kerokan

kulit

dan

diidentifikasi

positif

mikroskopis

dilakukan

rambut

diambil

dermatofitosis.
terhadap

dari

lesi

Pemeriksaan

sampel

kerokan

yang
secara

kulit

dan

rambut, dilakukan dengan metode natif/langsung menggunakan


KOH 10%. KOH 10% berfungsi sebagai agen keratolitik yaitu
untuk melisiskan keratin yang ada pada kerokan kulit dan rambut
yang diambil pinggiran atau tepi lesi dan debris-debris. Dari hasil
pemeriksaan

kerokan

kulit

ditemukan

arthrospora

dari

dermatofita. Spora diidentifikasi berupa bentukan bulat yang


berkoloni yang berwarna bening. Pada pemeriksaan trikogram,
terlihat rambut mengalami kerusakan pada batangnya, struktur
atau bagian-bagian rambut sudah tidak jelas. Untuk lebih jelasnya
akan disajikan pada Gambar 1.

Pada pemeriksaan yang dilakukan dengan menggunakan Woods Lamp


tidak menunjukkan pendaran berwarna hijau kekuningan akibat dari metabolit
dermatofita. Pemeriksaan dengan Woods Lamp dapat menunjukkan flourescence
pada jamur patogen tertentu.
Selain

itu

dilakukan

juga

dilakukan

pemeriksaan

hematologi rutin terhadap sampel darah anjing yang disajikan


pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pemeriksaan Darah Lengkap pada Anjing
Hematolo
gi Rutin
Leukosit
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Eritrosit
Hemoglobi
n
Hematokrit
MCV
MCH
MCHC

Hasil

Nilai
Rujukan

Keteran

Satuan

gan

8,68
2,5
81,5
1,04
0,00
1,5
6,33

6-17
60-77
12-30
12,0
2-10
0-1
5,5-8,5

10x3/mm3
%
%
%
%
%
10x6/mm3

Normal
Turun
Tinggi
Tinggi
Turun
Tinggi
Normal

12,8

12,0-18,0

g/dl

Normal

37,5
59,2
20,2
34,1

37,0-55,0
60,0-77,0
19.5-26.0
32,0-36,0

%
Fl
Pg
%

Normal
Turun
Normal
Normal

Dari hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan bahwa anjing


bernama

Bleky

mengalami

neutropenia,

limfositosis,

monositosis,

eosinopenia dan basofilia. Dengan monosit dan limfosit mengalami peningkatan


jumlah yang tinggi menandakan bahwa adanya infeksi oleh fungi/jamur.
Diagnosis
Berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

klinis

dan

laboratoris, dapat disimpulkan bahwa anjing yang lokal yang


bernama Bleky didiagnosa suspect dermatofitosis.
Prognosis
Prognosis yang dapat ditarik dari kasus ini adalah fausta.

Terapi
Terapi yang bisa diberikan pada hewan yang didiagnosa
dermatofitosis adalah dengan pemberian griseofulvin dengan
dosis anjuran 15-20 mg/kg BB dengan jumlah pemberian 1 tablet
sehari yang diberikan secara per oral untuk terapi sistemik.
Sedangkan untuk terapi topikal dapat diberikan ketoconazole 2%
dua kali sehari yang pada lesi yang positif dermatofitosis. Anjing
dimandikan dengan sulfur untuk membantu penyembuhan. Terapi suportif yang
diberikan vi-sorbid yang merupakan multivitamin dan cod liver oil untuk
membantu regenerasi rambut serta menjaga kesehatannya.
PEMBAHASAN
Ringworm atau dermatofitosis adalah infeksi oleh kapang
pada bagian kutan (kulit). Penyakit kulit menular ini pada ternak
tidak berakibat fatal, namun sangat mengganggu dan dapat
menurunkan produktivitas ternak. Pada anjing, penyakit ini
sangat tidak berestetika sebagai hewan peliharaan yang dekat
dengan manusia. Ringworm menyerang hewan dan manusia.
Dermatofitosis ini dapat menular antar sesama hewan, dan
antara manusia dengan hewan (antropozoonosis) dan hewan ke
manusia (zoonosis) dan merupakan penyakit mikotik yang yang
tertua di dunia (Adzima et al., 2013)
Dalam pemeriksaan klinis, dermatofitosis dicurigai pada
hewan

dengan

lesi

yang

terdiri

dari

kombinasi

alopesia,

hiperkeratosis, makula, sisik dan krusta. Lesi-lesi tersebut


ditemukan di bagian daun telinga, wajah, kaki depan, kaki
belakang dan bagian perut. Untuk lebih jelasnya akan disajikan
pada Gambar 2. Lesi klasik pada anjing umumnya memiliki
batasan dengan radang aktif di pinggiran lesi. Hal senada juga
diungkapkan oleh Outerbridge (2006) bahwa dermatofitosis pada
anjing biasanya menimbulkan lesi lokal, paling sering ditemukan

pada wajah, kaki depan, kaki belakang, perut bagian bawah dan
ekor.

Dermatofitosis

pada

anjing

cenderung

membentuk

lingkaran alopecia yang klasik pada kulit disertai dengan sisik,


krusta, papula dan pustula. Selanjutnya terjadi keropeng, lepuh dan kerak.
Pada bagian tengah keropeng biasanya kurang aktif, sedangkan pertumbuhan aktif
terdapat pada rambut berupa kekusutan, rapuh dan akhirnya patah, ditemukan pula
kegatalan (Riza, 2009).
Dermatofita memiliki enzim seperti keratinolytic protease, lipase dan
lainnya yang berperan sebagai faktor virulensi terhadap invasi ke kulit, rambut,
kuku, dan juga memanfaatkan keratin sebagai sumber nutrisi untuk bertahan
hidup. Fase penting dalam infeksi dermatofita adalah terikatnya dermatofita
dengan jaringan keratin yang diikuti oleh invasi dan pertumbuhan elemen
myocelial. Terlepasnya mediator proinflamasi sebagai konsekuensi dari degradasi
keratin membuat tubuh host ikut merespon dengan timbulnya gejala inflamasi.
Untuk dapat menimbulkan suatu penyakit, jamur harus dapat
mengatasi pertahanan tubuh non spesifik dan spesifik. Jamur
harus mempunyai kemampuan melekat pada kulit dan mukosa
pejamu, serta kemampuan untuk menembus jaringan pejamu,
dan mampu bertahan dalam lingkungan pejamu, menyesuaikan
diri dengan suhu dan keadaan biokimia pejamu untuk dapat
berkembang biak dan menimbulkan reaksi jaringan atau radang
(Cholis, 2004; Budimulya, 2007; Underhill, 2007). Terjadinya
infeksi dermatofit melalui tiga langkah utama, yaitu: perlekatan
pada keratinosit, penetrasi melewati dan di antara sel, serta
pembentukan respon pejamu (Ervianti et al., 2002; Verma dan
Hefferman 2008).
Pemeliharaan dengan cara dilepas (tidak diikat atau tidak dikandangkan)
akan membuat penyebaran dermatofitosis semakin cepat. Penyebaran penyakit ini
dapat terjadi secara kontak langsung dengan lesi pada tubuh hewan, yaitu kontak
dengan kulit atau rambut yang terkontaminasi ringworm maupun secara tidak
langsung melalui spora dalam lingkungan tempat tinggal hewan. Kapang

mengambil keuntungan dari hewan dengan mengurangi kapasitas kekebalan tubuh


atau sistem imum hewan (Feline, 2005). Indonesia yang berada di daerah tropis
dengan kelembaban tinggi merupakan daerah yang cocok bagi tumbuhnya
berbagai jenis jamur seperti Trichophyton sp. dan Microsporum sp. yang dapat
menginfeksi anjing. Rambut tebal dan panjang pada anjing menjadi predileksi
yang cocok bagi tumbuhnya jamur (Pohan, 2007).
Dari hasil pemeriksaan darah lengkap menunjukkan bahwa terjadi
neutropenia, limfositosis, monositosis, eosinopenia dan basofilia. Sedangkan pada
eritrosit dan platelet dalam kedaan normal. Neutropenia adalah penurunan jumlah
absolut netrofil yang disebabkan oleh jaringan dalam proses fagositosis.
Neutropenia dapat disebabkan oleh pembentukan netropil yang tidak efektif dan
gangguan pembentukan netrofil yang dapat ditemukan pada anemia hipoplastik
dan anemia aplastik (disebabkan oleh obat sitotoksis, infeksi virus). Penyebab
penurunan jumlah netrofil antara lain infeksi virus, hiperslenism dan infeksi
kronis. Limpositosis terjadi pada semua keadaan yang disertai dengan penurunan
netrofil (Bijanti, 2010). Peningkatan jumlah limfosit sering terjadi pada beberapa
penyakit kronis dan limfositik leukemia. Limfosit juga berfungsi untuk
memfagosit agen bersifat mikro seperti virus serta berhubungan dengan
pembentukan antibodi humoral dan seluler. Monositosis terjadi selama kebutuhan
jaringan untuk proses fagositosis makromolekuler meningkat seperti fungi dan
protozoa serta membuang sel-sel rusak dan mati. Eosinopenia pada umumnya
berhubungan dengan efek kortikosteroid. Penurunan jumlah eosinofil dapat pula
disebabkan oleh keradangan akut dan kronis, intoksikasi, trauma. Sedangkan pada
basofilia jarang terjadi pada hewan, kalau ada disertai dengan eosinofilia dan
leukemia mieloid kronik. Penyebab umumnya adalah kelainan mieloproliferatif,
reaksi alergi, anemia hemolitik kronik terutama setelah splenektomi, infeksi
variola dan varicella, radang (Bijanti, 2010). Dengan monosit dan limfosit
mengalami peningkatan jumlah yang tinggi menandakan atau mengindukasikan
bahwa adanya infeksi oleh fungi/jamur.
Pengobatan secara sistemik dan topikal untuk infeksi jamur dermatofitosis
diberikan griseofulvin dan salep ketoconazole 2%. Griseofulvin merupakan obat

antifungal yang bersifat fungistatik, yang bekerja dengan cara menghambat


mitosis sel jamur berikatan dengan protein mikrotubular (Wientarsih et al., 2012).
Cara mengaplikasikan griseofulvin diberikan peroral satu tablet sehari dan dapat
diberikan dengan mencampurkan obat tersebut dengan makanan. Sedangkan salep
ketoconazole 2% merupakan obat antifungal azole (imidazole). Mekanisme
kerjanya sama dengan obat antifungal azole lain, yaitu menghambat sintesis
ergosterol pada dinding sel fungi. Efektif membunuh dermatofita dan varietes
fungi sistemik seperti Histoplasma, Blastomyces dan Coccidioides (Wientarsih et
al., 2012). Ketoconazole 2% dapat dioleskan ke bagian lesi-lesi yang
menunjukkan hasil positif terinfeksi jamur dermatofita. Anjing dimandikan
dengan sulfur untuk membantu penyembuhan. Terapi suportif yang diberikan visorbid yang merupakan multivitamin dan cod liver oil untuk membantu regenerasi
rambut serta menjaga kesehatannya.

a
b
Gambar 1. a) Spora dermatofita pada pemeriksaan kulit, b) batang rambut yang
mengalami kerusakan.

f
e

Gambar 2. c) Alopesia, d) makula, e) hiperkeratosis, f) sisik, g) krusta


SIMPULAN
Berdasarkan

anamnesis,

pemeriksaan

klinis

dan

laboratories, maka anjing lokal yang bernama Bleky didiagnosa


mengalami dermatofitosis. Dengan prognosa fausta. Terapi yang
diberikan berupa griseofulvin yang diaplikasikan secara peroral
sebagai terapi sistemik dan ketoconazole 2% sebagai terapi
topikal.
DAFTAR PUSTAKA
Adiguna MS. 2004. Epidemiologi Dermatomikosis di Indonesia.
Dalam: Budimulya U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL,
Dwihastuti P, Widati S, editor. Dermatomikosis Superfisialis.
Edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; h. 16.
Adzima V, Jamin F dan Abrar M. 2013. Isolasi Dan Identifikasi
Kapang Penyebab Dermatofitosis Pada Anjing Di Kecamatan
Syiah Kuala Banda Aceh. Jurnal Medika Veterinaria. 7 (1) :
46-47.
Bijanti R, Yuliani MGA, Wahjuni RS, Utomo RB. 2010. Buku Ajar
Patologi Klinik Veteriner Edisi Pertama. Airlangga University
Press: Surabaya.
Budimulya U. 2007. Mikosis. Dalam: Djuanda A, Hamzah Has,
Aisah S, editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI. h. 89105.

Carter GR, Cole JR. 1990. Diagnostis Prcedure in Veterinary


Bakteriology and Mycology. Fifth Edition. California. Academic
Press.

Cholis M. 2004. Imunologi Dermatomikosis Superfisialis. Dalam:


Budimulya U, Kuswadji, Bramono K, Menaldi SL, Dwihastuti
P, Widati S, editor. Dermatomikosis Superfisialis. Edisi ketiga.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI; . h. 718.
Ervianti E, Martodiharjo S, Murtiastutik D. 2002. Etiologi dan
Patogenesis
Dermatomikosis
Superfisialis.
Simposium
Penatalaksanaan Dermatomikosis Superfisialis Masa Kini;
Surabaya, Indonesia.
Feline AB. 2005. Ringworm. http://www. Fabcats.org/ringworm for
breeders.html. Diakses tanggal 23 Oktober 2016.
Hay RJ, Moore M. 1998. Mycology. In : Champion RH, Burton JL,
Durns DA, Breathnach SDM, editors. Text Book of
Dermatology. 6th ed. Oxford: Blackwell Science; p. 1277
350.
Khan CM, Line S. 2007. The Merck/Merial Manual For Pet Health.
Home Edition. Merck & CO., INC. Whitehouse Station, NJ,
USA. 266268 ; 504505.
Koga T. 2005. Immune Surveillance against Dermatophytes
Infection. In: Fidel PL, Jr.,Huffnagle G.B, editors. Fungal
Imunologi from Organ Perspective. Netherlands: Springer; p.
4439.
Kotnik T. 2007. Dermatophytoses in Domestic Animals and Their
Zoonotic Potential. Slovenian Veterinary Research 44 (3) :
63-73.
Olivares RAC. 2003. Ringworm Infection in Dogs and Cats. in
Recent Advances in Canine Infectious Diseases. Online.
www.ivis.org. (akses 19 Oktober 2016).
Outerbridge CA. 2006. Mycologic Disorders of the Skin. Clin Tech
Smal Anim Pract (21):128-134.
Pohan KA. 2007. Bahan Kuliah Mikologi. Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
Rippon JW. 1988. Medical Mycology The Pathogenic Fungi. 3rd ed.
Philadelphia: WB Saunders Company.

Riza ZA. 2009. Permasalahan dan Penanggulangan Ringworm


pada Hewan. Balai Penelitian Veteriner, Bogor.
Sparkes AH, Gruffydd-Jones TJ, Shaw SE, Wright AI, Stokes CR.
1993. Epidemiological and diagnostic features of canine and
feline dermatophytosis in the United Kingdom from 1956 to
1991. Vet Rec 133: 57-6.
Underhill. DM. 2007. Escape Mechanisms from the Immun
Respons. In: Brown GD, Nitea MG, editors. Immunology of
fungal Infection. Oxford: Springer; p. 42942.
Verma S, Hefferman MP. 2008. Superficial Fungal Infection:
Dermatophytosis, Onichomycosis, Tinea Nigra, Piedra. In:
Wolff K, Goldsmith L, Katz S, Gilchrest B, Paller A, Leffell O,
editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. 7th
ed. New York: McGraw-Hill. p. 180721.
Vermout S, Tabart J, Baldo A, Mathy A, Losson B, Mignon B. 2008.
Pathogenesis of Dermatophytosis. Mycopathologia 166: 267275.
Wientarsih L, Noviyanti L, Prasetyo BF, Madyastuti R. 2012.
Penggunaan Obat Untuk Hewan-Hewan Kecil. Techno Medica
Press: Bogor.
Wolf K, Johnson RA, Suurmond D. 2005. Fitzpatricks Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. 5th ed. New York:
McGraw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai