Nama Anggota :-
-
-
-
-
-
-
Kelas : X Mia3
Mata Pelajaran : Sejarah Indonesia
Daftar Isi:
1. Sejarah Didirikan Museum Sang Nila Utama
2. Visi & Misi Museum Sang Nila Utama
3. Tujuan Didirikan Museum
4. Kendala Dalam Mengurus Museum
5. Benda Benda Yang Terdapat Pada Museum
6. Dokumentasi
1.Sejarah Didirikan Museum
Banyaknya benda budaya maupun benda yang menjadi sumber daya alam yang
patut dilestarikan di Riau, menyebabkan pemerintah daerah Riau menganggarkan
pengumpulan benda-benda tersebut secara bertahap sejak tahun anggaran 1977/1978.
Pembangunan gedung museum sendiri baru dimulai pada tahun anggaran 1984/1985. Pada
awal berdirinya, museum ini dikenal dengan nama Museum Negeri Provinsi Riau.
Peresmiannya dilaksanakan pada 9 Juli 1994 oleh Direktur Jenderal Kebudayaan Prof. Edi
Sedyawati.
Setelah dikeluarkannya UU No. 22 Tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No. 32
Tahun 2001 tentang Pemerintahan Daerah, maka Museum Negeri Provinsi Riau berganti
nama menjadi sang nila utama
Nama “Sang Nila Utama” berasal dari nama seorang pangeran sriwijaya yang menjadi raja
Bintan dan pendiri kerajaan Singapura pada tahun 1922. Riau dahulunya merupakan pusat
kebudayaan dan pernah berada di puncak kejayaan sebagai kerajaan besar di Indonesia.
Misi:
Membina dan mengembangkan mmuseum sebagai upaya kepentingan penelitian dan
pendidikan rekreasi.
2.Akordeon
Akordeon adalah alat musik sejenis organ. Akordeon dimainkan dengan cara di dorong dan
ditarik , sambil menekan tombol akor dengan jari tangan kiri dan jari tangan memainkan melodi lagu
yang di bawakan
Ilmuwan menemukannya pertama kali pada 2004 di Situs Jebel Irhoud, Maroko. Pada
penggalian kala itu mereka menemukan tengkorak, tulang tungkai, dan gigi. Fosil ini
berasal dari tiga orang dewasa, satu remaja, dan satu anak-anak berumur sekitar delapan
tahun.
Prasasti Talang Tuwo ditemukan oleh Louis Constant Westenenk (Residen Palembang) pada
tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang / Bukit Siguntang dan dikenal sebagai salah satu
peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keadaan fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi berukuran
50 cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis dalam Aksara Pallawa,
Berbahasa Melayu Kuno, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang berhasil membaca dan
mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang dimuat dalam Acta Orientalia.
Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional Indonesia di Jakarta dengan nomor
inventaris D.145.p.
Candi Muara Takus adalah sebuah situs candi Buddha yang terletak di desa Muara
Takus, Kecamatan XIII Koto, Kabupaten Kampar, Riau, Indonesia. Situs ini berjarak kurang
lebih 135 kilometer dari Kota Pekanbaru.
Situs Candi Muara Takus dikelilingi oleh tembok berukuran 74 x 74 meter, yang terbuat dari
batu putih dengan tinggi tembok ± 80 cm, di luar arealnya terdapat pula tembok tanah
berukuran 1,5 x 1,5 kilometer, mengelilingi kompleks ini sampal ke pinggir Sungai Kampar
Kanan. Di dalam kompleks ini terdapat beberapa bangunan candi yang disebut
dengan Candi sulung /tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa dan Palangka.
Para pakar purbakala belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan.
Ada yang mengatakan abad ke-4, ada yang mengatakan abad ke-7, abad ke-9 bahkan pada
abad ke-11. Namun candi ini dianggap telah ada pada zaman keemasan Sriwijaya, sehingga
beberapa sejarahwan menganggap kawasan ini merupakan salah satu pusat pemerintahan
dari kerajaan Sriwijaya.[1][2]
Pada tahun 2009 Candi Muara Takus dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan
Dunia UNESCO.
6.rebana
Terbuat dari kayu dan kulit kambing , alat musik ini di temukan di lipat kain kampar, alat
musik ini di golongkan sebagai membramfon
batu siput yang memiliki berat 1 ton ditemukan di Koto Kampar, merupakan salah
satu kayu yang memfosil menjadi batu. Batu ini berpori-pori dan dimasuki silika dan zat besi.
6.Dokumentasi