(RPP)
A. Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta didik dapat:
1. Menjelaskan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat
Indonesia pada masa , Kerajaan Banten. Mengaitkan sistem pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa Kerajaan Banten.
terhadap kehidupan masyarakat masa kini.
2. Memberikan contoh bukti-bukti peninggalan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi,
dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa, Kerajaan Banten. pada kehidupan
masyarakat masa kini
3. Membuat laporan diskusi tentang sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan Kerajaan Ternate-Tidore pada kehidupan
masyarakat masa kini.
4. Meyajikan hasil laporan diskusi tentang sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan Kerajaan Ternate-Tidore pada kehidupan
masyarakat masa kini.
B. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi
No Kompetensi Dasar Indikator
3.2 Menganalisis sistem pemerintahan, 3.2.1. Menjelaskan sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa masyarakat Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar Islam di Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Indonesia yang berpengaruh pada Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
kehidupan masyarakat Indonesia Kerajaan Ternate-Tidore.
masa kini. 3.2.2. Mengaitkan sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa
Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
Kerajaan Ternate-Tidore terhadap
kehidupan masyarakat masa kini.
3.2.3. Memberikan contoh bukti-bukti
peninggalan sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa
Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
Kerajaan Ternate-Tidore yang
berpengaruh pada masyarakat masa
kini
4.2 Menyajikan hasil identifikasi 4.2.1.Membuat laporan diskusi tentang
warisan sistem pemerintahan, sosial, sistem pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa masyarakat Indonesia pada masa
kerajaan-kerajaan besar Islam di Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Indonesia yang berpengaruh pada Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
kehidupan masyarakat Indonesia Kerajaan Ternate-Tidore yang
masa kini, dalam bentuk tulisan dan berpengaruh pada kehidupan
media lain. masyarakat masa kini.
4.2.2. Meyajikan hasil laporan diskusi
tentang sistem pemerintahan, sosial,
ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa
Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
Kerajaan Ternate-Tidore yang
berpengaruh pada kehidupan
masyarakat masa kini.
C. Materi Pembelajaran:
Sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan Mataram dan kerajaan Banten.yang berpengaruh pada kehidupan
masyarakat masa kini.
Sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan kerajaan Ternate dan Tidore.yang
berpengaruh pada kehidupan masyarakat masa kini.
D. Metode Pembelajaran:
1. Pendekatan : Sceincetifik
2. Model Pembelajaran : Problem Based learning
3. Metode Pembelajaran : Diskusi, Presentase, Tanya jawab, dan Penugasan
E. Media Pembelajaran
1. Video tentang kerajaan-kerajaan Kerajaan Gowa Tallo (Makasar)
Islam di Indonesia (Kerajaan dan Kerajaan Ternate-Tidore
Mataram, Kerajaan Banten.
F. Alat
1. Laptop
2. LCD Projector
3. Papan tulis dan Spidol
G. Sumber Belajar
1. Hapsari, Ratna. 2013. Sejarah Indonesia untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta : Erlangga
2. Hugiono,dkk.1987.Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta: Bina Aksara
3. Ririn Darini, dkk. 2016. Buku Siswa Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI. Klaten :
Cempaka Putih
4. Mustopo, M. Habib.2004.Sejarah Untuk kelas X1 SMA. Jakarta: Yudistira
5. Badrika, I Wayan. 2005.Sejarah Nasional Indonesia dan Umum SMA Jilid 1.
Jakarta:Erlangga
6. https://hapbiker.wordpress.com/2007/11/27/kerajaan-kerajaan islam di Indonesia-
sejarah/.
b. Bentuk Instrumen
1) Penilaian Pengetahuan
a) Bentuk : Test Tertulis
b) Instrumen : Soal Uraian
2) Penilaian Ketrampilan
a) Bentuk : Lembar Pengamatan Diskusi dan Presentasi
b) Instrumen : Skala Nilai Observasi
c) Portofolio : Kumpulan tugas siswa
Lampiran 1
Materi Ajar
Nama Mataram berasal dari nama bunga, sejenis bunga Dahlia yang berwarna merah
menyala. Ada juga nama Mataram yang dihubungkan dengan Bahasa
Sansekerta, Matr yang berarti Ibu, sehingga nama Mataram diberi arti sama dengan kata
Inggris Motherland yang berarti tanah air atau Ibu Pertiwi.
A. Lat ar Bel ak an g B erd i ri n ya K er aj aan Mat aram Isl am
Pada mulanya, Mataram adalah wilayah yang dihadiahkan oleh Sultan Adiwijaya
kepada Ki Gede Pemanahan. Sultan Adiwijaya menghadiahkannya karena Ki Gede
Pemanahan telah berhasil membantu Sultan Adiwijaya dalam membunuh Arya Penangsang
di Jipang Panolan. Ki Pamenahan, disinyalir sebagai penguasa Mataram yang patuh kepada
sultan Pajang. Ia mulai naik tahta di Istananya di Kotagede pada tahun 1577 M. Di tangan
Ki Gede Pemanahan, Mataram mulai menunjukkan kemajuan. Pada tahun 1584 Ki Gede
Pemanahan meninggal, maka usaha memajukan Mataram dilanjutkan oleh anaknya yaitu
Sutawijaya.
Sutawijaya atau dikenal dengan nama Panembahan Senapati. Sepeninggal ayahnya, ia
dilantik sebagai penguasa penting di Mataram menggantikan Ayahnya. Ia seorang yang
gagah berani, mahir dalam hal berperang. Sehingga sejak ia masih sebagai pemimpin
pasukan pengawal raja Pajang ia telah diberi galar oleh Sultan Adiwijaya, Senapati ing
Alaga (panglima perang).
Senapati memiliki cita-cita hendak mengangkat kerajaan Mataram sebagai penguasa
tertinggi di Jawa menggantikan Pajang. Untuk mewujudkan cita-citanya itu, Senapati
mengambil dua langkah penting, Pertama memerdekakan diri dari pajang dan Kedua
untuk memperluas wilayah kerajaan Mataram keseluruh jawa.
Konflik antara raja Pajang dengan Sutawijaya menghasilkan kemenangan dipihak
Sutawijaya. Setelahnya, keturunan Adiwijaya, yaitu pangeran Benawa yang seharusnya
menjadi ahli waris kesultanan pajang, menyerahkan tahta kekuasaan kerajaan Pajang
kepada Senapati. Sejak saat itu Senapati mengambil gelar Panembahan tahun 1586.
Sutawijaya berhasil membangun Mataram pada tahun 1586.
Wilayah yang dikuasai Kesultanan Mataram adalah Mataram, Kedu, dan Banyumas.
Sutawijaya meninggal pada tahun 1601 dan ia menguasai wilayah Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Di sebelah timur hanya Blambangan, Panarukan, dan Bali yang masih tetap
merdeka. Lainnya tunduk pada kekuasaan Senapati Sedangkan di pantai laut Jawa
Rembang, Pati, Demak, Pekalongan mengakui kekuasaan Mataram
Setelah Sutawijaya meninggal, posisinya sebagai Sultan digantikan oleh putranya
yaitu Raden Mas Jolang. Ia diberi gelar Sultan Hanyakrawati. Ia memerintah pada tahun
1601-1613. Pada masa pemerintahannya, sering terjadi perlawanan dari wilayah pesisir,
yang merupakan salah satu penyebab mengapa RM Jolang tidak mampu memperluas
wilayah Kesultanan Mataram. Dalam menjalankan roda pemerintahan, ia cenderung
mengadakan pembangunan dibanding ekspansi. Menjelang wafatnya, RM Jolang menunjuk
Raden Mas Rangsang sebagai penggantinya. Setelah dilantik, RM Rangsang diberi gelar
Sultan Agung Hanyakrakusuma Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahaman. Ia memerintah
dari tahun 1613-1645. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Mataram mengalami
kejayaan.
B. M asa Kej a ya an M at aram Isl am
Raden Mas Rangsang diangkat menjadi raja baru yang memakai nama Sultan Agung
Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahman. Jika para pendahulunya mengambil ibukotanya di
Kotagede, maka Sultan Agung mengambil ibukotanya di Karta. Sultan Agung dikenal
dengan politik ekspansinya, sehingga bukan Jawa saja yang ingin dikuasainya melainkan
wilayah Nusantara. Musuh-musuh Sultan Agung bukan saja kerajaan-kerajaan yang ada di
pesisir dan kerajaan Hindu di Blambang, tetapi juga para penguasa asing yang berkoloni di
Nusantara. Misalnya, Portugis dan Belanda. Oleh karena itu, wajarlah jika semenjak
diangkatnya, ia selalu mengangkat senjata dalam rangka menerapkan taktik ekspansi.
Sebagai orang Islam, Sultan Agung selalu menaati ibadah dan menjadi contoh untuk
rakyatnya. Setiap hari Jum’at Sultan agung bersama rakyatnya melakukan shalat Jum’at.
Dalam tahun 1633 ia membuat tarikh (kalender baru) yaitu kalender Jawa-Islam. Guna
memperkokoh kedudukannya sebagai pemimpin Islam, Sultan Agung mengirim utusan ke
Mekkah untuk kembali ke Mataram dengan membawa gelar Sultan untuknya dan ahli-ahli
agama untuk menjadi penasihat baginya di istana. Gelar dari Mekkah itu lengkapnya adalah
Sultan Abu Muhammad Maulana Mataram.
Akan tetapi setelah Sultan Agung wafat pada tahun 1645, para penggantinya lemah-
lemah, kejam, dan mengadakan perjanjian dengan Belanda sehingga memberi peluang
kepada Belanda untuk berkoloni di Nusantara. Hal ini menimbulkan berbagai kerusakan.
Pemberontakan dan perebutan kekuasaan itu muncul mengakhibatkan perpecahan di
kalangan bangsa Mataram yang menguntungkan Belanda.
C . Bi dan g P er ekonom i a n Kesul t anan Mat a ra m
Negara Mataram tetap merupakan negara agraris yang tetap mengutamakan pertanian.
Selain beras, Mataram juga menghasilkan gula kelapa dan gula aren. Hasil gula tersebut
berasal dari daerah Giring di Gunungkidul. Gula kelapa dan gula aren itu diekspor ke luar
melalui Tembayat dan Wedi.
Dasar-dasar kehidupan maritim tidak dimiliki oleh Mataram. Pada hakikatnya
Sutawijaya memeriksa apakah laut Hindia dapat digunakan sebagai pelabuhan kesultanan
Mataram yang sedang dalam taraf pembentukan. Bagaimanapun laut Jawa masih dikuasai
oleh orang Tionghoa dari kesultanan Demak pada zaman pemerintahan Dinasti Jin Bun.
Selain itu, Ternyata gelombangnya terlalu besar sehingga pembuatan pelabuhan di pantai
selatan tidak mungkin. Kesultanan Mataram yang sedang dalam taraf pembangunan tidak
berhasil memiliki pelabuhan dan tidak akan menjadi negara Maritim. Kesultanan Mataram
hanya akan menjadi negara pertanian karena pusat kerajaannya berada di pedalaman.
D. Kehi dupan S osi al , a gam a sert a P e ran Ul am a dan P art i si pasi n ya
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, para ulama yang ada di kesultanan Mataram
dapat dibagi dalam tiga bagian. Yaitu ulama yang masih berdarah bangsawan, ulama yang
bekerja sebagai alat birokrsi, ulama pedesaan yang tidak menjadi alat birokrasi. Sebagai
penguasa Mataram, Sultan Agung sangat menghargai para ulama karena mereka
mempunyai moral dan ilmu pengetahuan tinggi. Jika ingin membuat kebijakan, Sultan
Agung selalu memeinta nasihat dan pertimbangan kepada para ulama.
Ulama pada saat itu sedang konsentrasi menggarap soal Islamisasi terhadap budaya-
budaya yang masih melekat di hati masyarakat Mataram. Sunan Kalijaga misalnya,
beliau adalah ulama yang selalu berusaha keras agar ajaran Islam mudah diterima oleh
masyarakat yang sudah kuat nilai kepercayaan terhadap ajaran dan doktrin budaya sebelum
Islam. Berbagai cara telah beliau tempuh termasuk melalui karya seni yang telah mentradisi
di masyarakat.
Memang disadari pindahnya pusat pemerintahan dari pesisir utara Jawa ke daerah
pedalaman yang agraris serta telah dipengaruhi budaya pra Islam menimbulkan warna baru
bagi Islam yang kemudian disebut dengan Islam Sinkretisme. Demikianlah keadaan Islam
semenjak berpusat di Mataram campur tangan budaya setempat yang kemudian terk enal
dengan Islam Kejawen.
Penggunaan gelar Sayidin Panatagama oleh Senopati menunjukkan bahwa sejak awal
berdirinya Mataram telah dinyatakan sebagai negara Islam. Raja berkedudukan sebagai
pemimipin dan pengatur agama. Mataram menerima agama dan peradaban Islam dari
kerajaan-kerajaan Islam pesisir yang lebih tua. Sunan Kalijaga sebagai penghulu terkenal
masjid suci di Demak mempunyai pengaruh besar di Mataram. Tidak hanya sebagai
pemimpin rohani, tetapi juga sebagai pembimbing di bidang politik. Hubungan-hubungan
erat antara Cirebon dan Mataram memiliki peranan penting bagi perkembangan Islam di
Mataram. Sifat mistik Islam dari keraton Cirebon merupakan unsur yang menyebabkan
mudahnya Islam diterima oleh masyarakat Jawa di Mataram. Islam tersebut tentu adalah
Islam Sinkretis yang menyatukan diri dengan unsur-unsur Hindu-Budha.
Namun peran ulama menjadi tergeser semenjak Mataram dikuasai oleh Amangkurat I.
Pada saat itu terjadi de-islamisasi. Banyak ulama yang dibunuh sehingga kehidupan
keagamaan merosot, sementara dekadensi moral menghiasi keruntuhan pamor Mataram
akibat dari campur tangan budaya asing.
E. P eran di bi dan g keb uda ya an Isl am
Peranan kegiatan di bidang kebudayaan pada masa awal berdirinya Mataram, kurang
berkembang dikarenakan dua alasan. Pertama, para pendiri Mataram belum punya waktu
untuk memikirkan hal-hal yang spiritual. Perhatiannya lebih tercurah pada soal-soal
pembukaan dan pemanfaatan sumber daya alam demi kemajuan ekonomi dan strategi
pertahanan. Pengolahan tanah dan penggarapan daerah-daerah tandus lebih banyak menyita
waktu. Kedua, penanaman kekuasaan politik ternyata hanya dapat dilakukan dengan
kekuatan senjata. Oleh sebab itu seluruh masa pemerintahan raja-raja pertama Mataram
hanya dihabiskan dalam peperangan. Demikianlah maka ki Gede Pemanahan Senapati dan
Mas Jolang belum sempat untuk mengembangkan kebudayaan yang sifatnya lebih rohaniah.
Baru pada masa pemerintahan raja yang ketiga, Sultan Agung gagasan untuk
mengembangkan kebudayaan dapat dimulai. Diambillah unsur-unsur peradaban dari
daerah-daerah pesisir Utara dan Jawa Timur yang dapat mempertinggi martabat keraton
Mataram dibidang kebudayaan sesuai dengan kedudukannya sebagai istana raja penguasa
tertinggi diseluruh tanah Jawa juga dalam hal penyebaran agama Islam, menyatukan diri
dengan unsur-unsur Hindu-Budha yang disebut dengan islam Sinkretis.
A. Kehidupan Politik
Sultan pertama Kerajaan Banten ini adalah Sultan Hasanuddin yang memerintah tahun
1522-1570. Ia adalah putra Fatahillah, seorang panglima tentara Demak yang pernah diutus
oleh Sultan Trenggana menguasai bandar bandar di Jawa Barat. Pada waktu Kerajaan Demak
berkuasa, daerah Banten merupakan bagian dari Kerajaan Demak. Namun setelah Kerajaan
Demak mengalami kemunduran, Banten akhirnya melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan
Demak.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis (1511) membuat para pedagang muslim
memindahkan jalur pelayarannya melalui Selat Sunda. Pada masa pemerintahan Sultan
Hasanuddin, Kerajaan Banten berkembang menjadi pusat perdagangan. Hasanuddin
memperluas kekuasaan Banten ke daerah penghasil lada, Lampung di Sumatra Selatan yang
sudah sejak lama mempunyai hubungan dengan Jawa Barat. Dengan demikian, ia telah
meletakkan dasar-dasar bagi kemakmuran Banten sebagai pelabuhan lada. Pada tahun 1570,
Sultan Hasanuddin wafat.
Penguasa Banten selanjutnya adalah Maulana Yusuf (1570-1580), putra Hasanuddin. Di
bawah kekuasaannya Kerajaan Banten pada tahun 1579 berhasil menaklukkan dan menguasai
Kerajaan Pajajaran (Hindu). Akibatnya pendukung setia Kerajaan Pajajaran menyingkir ke
pedalaman, yaitu daerah Banten Selatan, mereka dikenal dengan Suku Badui. Setelah
Pajajaran ditaklukkan, konon kalangan elite Sunda memeluk agama Islam.
Maulana Yusuf digantikan oleh Maulana Muhammad (1580-1596). Pada akhir
kekuasaannya, Maulana Muhammad menyerang Kesultanan Palembang. Dalam usaha
menaklukkan Palembang, Maulana Muhammad tewas dan selanjutnya putra mahkotanya yang
bernama Pangeran Ratu naik takhta. Ia bergelar Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir.
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang bernama
Sultan Ageng Tirtayasa. Kerajaan Banten dibawah Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1676)
melakukan perombakan besar di bidang politik, sosio-budaya dan ekonomi. Ia sosok yang
visioner dalam pembangunan kerajaan. Keuntungan kerajaan digunakan untuk membangun
keraton di Tirtayasa, membuat jalan dari Pontang ke Tirtayasa-bahkan membuat persawahan
di sepanjang jalan tersebut serta membangun pemukiman di sebelah utara Untung Jawa.
Sebagai kesultanan maritim, Banten semakin mengandalkan dan mengembangkan
perdagangan. Monopoli atas lada di Lampung menempatkan Banten sebagai pedagang
perantara dan salah satu pusat niaga yang penting. Ia sangat menentang kekuasaan
Belanda.Usaha untuk mengalahkan orang-orang Belanda yang telah membentuk VOC serta
menguasai pelabuhan Jayakarta yang dilakukan oleh Sultan Ageng Tirtayasa mengalami
kegagalan. Setelah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa, Banten mulai dikuasai oleh Belanda
di bawah pemerintahan Sultan Haji.
B. Kehidupan Ekonomi
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi
bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah:
(1) Letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan;
(2) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi
singgah di Malaka namun langsung menuju Banten;
(3) Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.
Banten yang menjadi maju banyak dikunjungi pedagang-pedagang dari Arab, Gujarat,
Persia, Turki, Cina dan sebagainya. Di kota dagang Banten segera terbentuk perkampungan-
perkampungan menurut asal bangsa itu, seperti orang-orang Arab mendirikan Kampung
Pakojan, orang Cina mendirikan Kampung Pacinan, orang-orang Indonesia mendirikan
Kampung Banda, Kampung Jawa dan sebagainya.
C. Kehidupan Sosial-budaya
Sejak Banten di-Islamkan oleh Fatahilah (Faletehan) tahun 1527, kehidupan sosial
masyarakat secara berangsur- angsur mulai berlandaskan ajaran-ajaran Islam. Setelah Banten
berhasil mengalahkan Pajajaran, pengaruh Islam makin kuat di daerah pedalaman. Pendukung
kerajaan Pajajaran menyingkir ke pedalaman, yakni ke daerah Banten Selatan, mereka dikenal
sebagai Suku Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan yang artinya Pasundan
yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi-tradisi lama dan menolak pengaruh Islam
Kehidupan sosial masyarakat Banten semasa Sultan Ageng Tirtayasa cukup baik, karena
sultan memerhatikan kehidupan dan kesejahteran rakyatnya. Namun setelah Sultan Ageng
Tirtayasa meninggal, dan adanya campur tangan Belanda dalam berbagai kehidupan sosial
masyarakat berubah merosot tajam. Seni budaya masyarakat ditemukan pada bangunan Masjid
Agung Banten (tumpang lima), dan bangunan gapura-gapura di Kaibon Banten. Di samping
itu juga bangunan istana yang dibangun oleh Jan Lukas Cardeel, orang Belanda, pelarian dari
Batavia yang telah menganut agama Islam. Susunan istananya menyerupai istana raja di
Eropa.
D. Peninggalan Kerajaan Banten
1. Mesjid Agung Banten
2. Istana keraton Kaibon
3. Istana keraton Surosawan
4. Benteng Speelwijk
5. Danau Tasikardi
6. Vihara Avalokitesvara
7. Meriam Ki Amuk
Ketika kerajaan Gowa – Tallo memperluas wilayah dan pada saat yang sama banyak
pedagang dari kepulauan nusantara yang menetap di Makassar. Mereka terdiri atas pedagang
Melayu dari Pahang, Patani, Johor, Campa, Minangkabau, dan Jawa.
Berdasarkan Lontara Pattorioloang (Lontara Sejarah), pada masa pemerintahan Raja
Gowa X Tonipalangga, terdapat sebuah perkampungan Muslim di Makassar. Penduduk
kampung Muslim terdiri atas para pedagang Melayu tersebut. Bahkan, pada masa
pemerintahan raja berikutnya, Tonijallo (1565-1590 M), berdiri sebuah masjid di
Manggallekanna, tempat para pedagang itu bermukim.
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional
Indonesia III: Zaman Pertumbuhan dan Perkembangan Islam di Indonesia menuturkan, baik
sumber asing maupun naskah kuno memaparkan, kehadiran Islam di Makassar telah ada sejak
abad sebelum kedatangan Tome Pires (1512-1515 M).
Pasalnya, penjelajah Barat itu menceritakan bahwa Makassar sudah melakukan
hubungan perdagangan dengan Malaka, Kalimantan, dan Siam. Akan tetapi, penguasa-
penguasa lebih dari 50 negeri di Pulau Sulawesi saat itu masih menganut berhala atau belum
Islam.
Meski telah ada permukiman Muslim dan masjid di sana, Islam baru benar-benar tampak
saat Kerajaan Gowa-Tallo memeluk Islam. Menurut Sewang, para pemukim dari Melayu
berinisiatif mendakwahkan Islam kepada para raja. Mereka pun kemudian mengundang tiga
ulama dari Kota Tengah (Minangkabau) untuk mengislamkan Kerajaan Gowa-Tallo.
Inisiatif untuk mendatangkan mubaligh khusus ke Makassar sudah ada sejak Anakkodah
Bonang (Nahkodah Bonang 3), seorang ulama dari Minangkabau sekaligus pedagang, berada
di Gowa pada 1525. Akan tetapi, baru berhasil setelah memasuki awal abad 17 dengan
kehadiran tiga orang mubaligh yang bergelar datuk dari Minangkabau.
Para mubaligh yang datang ke Makassar disebut dengan Dalto Tallu (Tiga Dato) atau
sumber lain menyebut Datuk Tellue (Bugis) atau Datuk Tallua (Makassar). Ketiganya
bersaudara dan berasal dari Kota Tengah, Minangkabau. Mereka, yakni Dato’ri Bandang
(Abdul Makmur atau Khatib Tunggal), Dato’ri Pattimang (Dato’ Sulaemana atau Khatib
Sulung), Dato’ri Tiro (Abdul Jawad alias Khatib Bungsu).
Prof Andi Zainal dalam Sejarah Sulawesi Selatan menuturkan, ketiga ulama tersebut
tidak datang serta-merta langsung mendakwahkan Islam kepada para raja. Mereka terlebih
dahulu mempelajari kebudayaan Bugis-Makassar di Riau dan Johor.Pasalnya, di dua tempat
tersebut banyak etnis Bugis-Makassar bermukim. Baru setelah sampai di Makassar, mereka
menemui para pedagang Melayu yang tinggal di sana. Dari keterangan merekalah diketahui
bahwa raja yang paling dihormati adalah Datuk Luwu’, sedangkan yang paling kuat dan
berpengaruh ialah Raja Tallo dan Raja Gowa. Maka, tiga raja itulah yang menjadi objek
dakwah para ulama Melayu tersebut.
Pada awalnya para mubaligh tersebut berhasil mengislamkan Raja Luwu, yaitu Datu’ La
Patiware’ Daeng Parabung dengan gelar Sultan Muhammad pada 15-16 Ramadhan 1013 H
atau 4-5 Februari 1605 M. Kemudian, mereka pun berhasil mengislamkan Kerajaan Gowa-
Tallo.
Karaeng Matowaya dari Tallo yang bernama I Mallingkang Daeng Manyonri (Karaeng
Tallo) mengucapkan syahadat pada Jumat sore, 9 Jumadil Awal 1014 H atau 22 September
1605 M. Ia pun kemudian bergelar Sultan Abdullah. Selanjutnya, Karaeng Gowa I Manga’
rangi Daeng Manrabbia mengucapkan syahadat pada Jumat, 19 Rajab 1016 H atau 9
November 1607 M. Secara resmi, raja dari kerajaan Gowa-Tallo memeluk agama Islam.
Maka, dengan Islamnya kerajaan tersebut, dakwah Islam pun kemudian menyebar
dengan pesat. Jika Aceh merupakan “Serambi Makkah” Indonesia, Gowa-Tallo adalah
“Serambi Madinah”-nya. Karena di Gowa-Tallo, syariat Islam diterapkan kemudian
didakwahkan ke timur Indonesia.Setelah Kerajaan Gowa-Tallo memeluk Islam, penyebaran
Islam di Sulawesi dan bagian timur Indonesia sangat pesat. Kerajaan Gowa-Tallo berhasil
menorehkan tinta emas sejarah peletakan dasar dan penyebaran Islam di bagian timur negeri
ini.
Prof DR Ahmad M Sewang MA dalam Islamisasi Kerajaan Gowa: abad XVI sampai
abad XVII menuturkan, peristiwa masuk Islamnya Raja Gowa-Tallo merupakan tonggak
sejarah dimulainya penyebaran Islam di Sulawesi Selatan.
Pasalnya, terjadi konversi Islam secara besar-besaran pascaperistiwa tersebut.
Penerimaan Islam dimulai dari sebuah dekrit yang dikeluarkan pemimpin Gowa-Tallo, Sultan
Alauddin, pada 9 November 1607 M. Dekrit tersebut menyatakan Islam sebagai agama resmi
kerajaan dan agama masyarakat.
Saat dekrit dikeluarkan, dakwah Islam masih berlangsung dengan damai. Kerajaan-
kerajaan yang ditaklukkan Gowa-Tallo pra-Islam pun dengan sukarela menerima agama Allah
ini. Begitu pula dengan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.
Namun, hambatan dakwah mulai muncul ketika Raja Gowa-Tallo menyerukan Islam ke
tiga kerajaan Bugis. Ketiga kerajaan yang tergabung dalam aliansi Tellunpoccoe menolak
seruan tersebut. Maka, terjadilah perang antara Kerajaan Makassar yang terdiri atas Kerajaan
Gowa dan Tallo dan Kerajaan Bugis yang terdiri atas Kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo.
Menurut artikel Islam di Kerajaan Gowa-Tallo; Menelusuri Jejak-jekak Islam dalam
Kaitannya dengan Penyebaran Islam di Sulawesi di laman Wacana Nusantara, kerajaan yang
menolak dakwah Gowa-Tallo merupakan kerajaan Bugis dan Mandar yang secara
pemerintahan telah kuat.
Mereka khawatir Gowa-Tallo akan menjajah mereka. Faktor penolakan lain juga karena
mereka sukar meninggalkan kegemaran makan babi, minum tuak, sabung ayam dengan
berjudi, dan kebiasaan negatif lain. Kepada yang menolak itu dikirimkan peringatan. Namun
setiap kali ada pesan, setiap itu pula ditolak. Dengan alasan mereka itu mau membangkang
dan melawan, maka terpaksa Gowa mengangkat senjata menundukkan mereka. Namun,
angkatan perang Gowa-Tallo yang terkenal sangat tangguh itu pun berhasil mengalahkan
mereka. Satu per satu kerajaan Bugis dapat ditaklukkan. Dimulai pada 1609 M, tentara Gowa
dikirim ke pedalaman untuk mengislamkan kerajaan Bugis dari yang terkecil, yakni
Ajatappareng (Suppak, Sawitto, Rappang, dan Sidenreng).
Baru kemudian pada tahun yang sama, mereka bergerak ke Kerajaan Soppeng dan
berhasil. Tahun berikutnya, Kerajaan Wajo pun menerima Islam, lalu pada 1611 M Kerajaan
Bone memeluk Islam.
Menurut Sewang, terlepas dari motivasi Sultan Alaudin untuk berperang dengan
kerajaan tetangga tersebut, perang itu sendiri justru sangatlah menguntungkan dari segi
Islamisasi di Sulawesi Selatan. Hal tersebut karena raja-raja yang ditaklukkan kemudian
memeluk Islam. “Raja Bone merupakan raja terakhir dari aliansi Tellunpoccoe yang menerima
Islam setelah ia mengalami kekalahan dalam perang pada 1611 M. Dengan masuknya Islam
Raja Bone, sebagian besar wilayah Sulawesi Selatan telah memeluk Islam, kecuali Tana
Toraja,” ujarnya.
Mengutip Noorduyn, De Islamisering van Makassar, Islamisasi Sulawesi Selatan terbagi
atas tiga tahap. Pertama, datangnya orang-orang Islam untuk pertama kalinya di suatu
daerah.Kedua, masuknya agama Islam yang berarti penduduk setempat telah memeluk agama
Islam. Ketiga, penyebaran Islam, yaitu setelah Islam mulai disebarkan ke dalam masyarakat
atau disebarkan ke luar daerah di mana Islam pertama kali diterima.
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar adalah nelayan dan
pedagang. Mereka giat berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang
dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya. Walaupun masyarakat
Makasar memiliki kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi
dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adat yang mereka anggap sakral.
Norma kehidupan masyarakat Makasar diatur berdasarkan adat dan agama Islam yang disebut
PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma
tersebut.Di samping norma tersebut, masyarakat Makasar juga mengenal pelapisan sosial yang
terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan bangsawan dan keluarganya disebut dengan
“Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat
lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makasar banyak menghasilkan benda-benda
budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka terkenal sebagai pembuat kapal. Jenis
kapal yang dibuat oleh orang Makasar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.Kapal Pinisi
dan Lombo merupakan kebanggaan rakyat Makasar dan terkenal sampai mancanegara.
KONDISI EKONOMI KERAJAAN GOWA TALLO
Sultan Hasannudin terkenal sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh
karena itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah
berkuasa di Ambon. Untuk itu hubungan antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia
Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka
timbul pertentangan antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan menyebabkan terjadinya
peperangan. Peperangan tersebut terjadi di daerah Maluku.
Peperangan demi peperangan melawan Belanda dan bangsanya sendiri (Bone) yang
dialami Gowa, membuat banyak kerugian. Kerugian itu sedikit banyaknya membawa
pengaruh terhadap perekonomian Gowa.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya
untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda
semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memberikan
julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur. Upaya Belanda untuk mengakhiri
peperangan dengan Makasar yaitu dengan melakukan politik adu-domba antara Makasar
dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa
dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari
kekuasaan Makasar. Sebagai akibatnya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk
menghancurkan Makasar.
Akibat persekutuan tersebut akhirnya Belanda dapat menguasai ibukota kerajaan
Makasar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan
menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan
Makasar.
Isi dari perjanjian Bongaya antara lain:
1. VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
2. Belanda dapat mendirikan benteng di Makasar.
3. Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya seperti Bone dan pulau-pulau di
luar Makasar.
4. Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap
berlangsung. Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin)
meneruskan perlawanan melawan Belanda.Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar,
Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda dapat menguasai
sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
Namun demikian Sultan Hasanuddin telah menunjukkan perjuangannya yang begitu
gigih untuk membela tanah air dari cengkraman penjajah. Sebagai tanda jasa atas perjuangan
Sultan Hasanuddin, Pemerintah Republik Indonesia atas SK Presiden No. 087/TK/1973
tanggal 10 November 1973 menganugerahi beliau sebagai Pahlawan Nasional.
Demikian Gowa telah mengalami pasang surut dalam perkembangan sejak Raja Gowa
pertama, Tumanurung (abad 13) hingga mencapai puncak keemasannya pada abad XVIII
kemudian sampai mengalami transisi setelah bertahun-tahun berjuang menghadapi penjajahan.
Dalam pada itu, sistem pemerintahanpun mengalami transisi di masa Raja Gowa XXXVI Andi
Idjo Karaeng Lalolang, setelah menjadi bagian Republik Indonesia yang merdeka dan bersatu,
berubah bentuk dari kerajaan menjadi daerah tingkat II Otonom. Sehingga dengan perubahan
tersebut, Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai Raja Gowa terakhir dan sekaligus
Bupati Gowa pertama.
TOKOH TERKENAL
Sultan Alaudin
Sultan Alauddin dengan nama asli Karaeng Ma’towaya Tumamenanga ri Agamanna. Ia
merupakan Raja Gowa Tallo yang pertama kali memeluk agama islam yang memerintah dari
tahun 1591 – 1638. dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah.
Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin (lahir di Makassar, Sulawesi Selatan, 12 Januari 163 meninggal
diMakassar, Sulawesi Selatan, 12 Juni 1670 pada umur 39 tahun) adalah Raja Gowa ke-16 dan
pahlawan nasional Indonesia yang terlahir dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir
Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Setelah memeluk agama Islam, ia mendapat
tambahan gelar Sultan Hasanuddin Tumenanga Ri Balla Pangkana, hanya saja lebih dikenal
dengan Sultan Hasanuddin saja. Karena keberaniannya, ia dijuluki De Haantjes van Het
Oosten oleh Belandayang artinya Ayam Jantan/Jago dari Benua Timur. Ia dimakamkan di
Katangka, Makassar.
Sampai sekarang kapal pinisi dari Sulawesi Selatan masih menjadi salah satu kebanggan
bangsa Indonesia. Disamping itu, masyarakat kerajaan Makassar juga mengembangkan seni
sastra, yaitu kitab Lontara.
Mereka juga mengembangkan kebudayaan lainnya, seperti seni bangunan dan seni
suara. Namun, sayang karya itu tidak banyak diketahui karena kurangnya peninggalan yang
sampai kepada kita.
Fort Rotterdam
Kapal Pinisi
Masjid Katangka
Mesjid Katangka ini didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami
beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan
Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan
Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi bagian paling awal
(asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
KERAJAAN TERNATE
Tanah di Kepulauan maluku itu subur dan diliputi hutan rimba yang banyak memberikan
hasil diantaranya cengkeh dan di kepulauan Banda banyak menghasilkan pala. Pada abad ke
12 M permintaan rempah-rempah meningkat, sehingga cengkeh merupakan komoditi yang
penting. Pesatnya perkembangan perdagangan keluar dari maluku mengakibatkan
terbentuknya persekutuan. Selain itu mata pencaharian perikanan mendukung perekonomian si
masyarakat.
Kehidupan sosial
Kehidupan budaya
Rakyat Maluku, yang didominasi oleh aktivitas perekonomian tampaknya tidak begitu
banyak mempunyai kesempatan untuk menghasilkan karya-karya dalam bentuk kebudayaan.
Jenis-jenis kebudayaan rakyat Maluku tidak begitu banyak kita ketahui sejak dari zaman
berkembangnya kerajaan-kerajaan Islam seperti Ternate dan Tidore.
Awal mula persaingan antara Tidore dan Ternate
Semula kerjaan Tidore dan Ternate hidup secara damai dan berdampingan. Semenjak
datangnya bangsa Eropa terjadilah persaingan diantara dua kerajaan tersebut karena
menewarkan rempah-rempah. Persaingan di antara kerajaan Ternate dan Tidore adalah dalam
perdagangan. Dari persaingan ini menimbulkan dua persekutuan dagang, masing-masing
menjadi pemimpin dalam persekutuan tersebut, yaitu :
1. Uli-Lima (persekutuan lima bersaudara)
Dipimpin oleh Ternate meliputi Bacan, Seram, Obi, dan Ambon. Pada masa Sultan
Baabulah, Kerajaan Ternate mencapai aman keemasan dan disebutkan daerah kekuasaanya
meluas ke Filipina.
2. Uli-Siwa (persekutuan sembilan bersaudara)
Dipimpin oleh Tidore meliputi Halmahera, Jailalo sampai ke Papua. Kerajaan Tidore
mencapai masa keemasan dibawah pemerintahan Sultan Nuku.
Peninggalan Kerajaan Ternate dan Tidore
Ternate
2. Benteng kerajaan Ternate dibangun pada tahun 1540 oleh Francisco Serao, seorang
panglima Portugis yang pernah mendarat di Ternate.
3. Masjid di Ternate
2. Keraton Tidore Keraton ini dibangun oleh Sultan Muhammad Taher pada Tahun 1812 masa
pemerintahan Sultan Syahjuan T.
Lampiran 2
Penilaian Pengetahuan:
Kisi-kisi Soal
Mata Pelajaran : Sejarah(Peminatan)
Kelas/ Semester : X/1
Bentuk Soal : Uraian
Jumlah Soal : 5 butir
No.
Tujuan Pembelajaran Indikator
Soal
1. Menjelaskan sistem pemerintahan, 2. Menjelaskan sistem pemerintahan, 1
sosial, ekonomi, dan kebudayaan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa masyarakat Indonesia pada masa 2
Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten. Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
Kerajaan Ternate-Tidore. Kerajaan Ternate-Tidore.
2. Mengaitkan sistem pemerintahan, 3. Mengaitkan sistem pemerintahan, 3
sosial, ekonomi, dan kebudayaan sosial, ekonomi, dan kebudayaan
masyarakat Indonesia pada masa masyarakat Indonesia pada masa
Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten. Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
Kerajaan Ternate-Tidore terhadap Kerajaan Ternate-Tidore terhadap
kehidupan masyarakat masa kini. kehidupan masyarakat masa kini.
3. Memberikan contoh bukti-bukti 4. Memberikan contoh bukti-bukti 4
peninggalan sistem pemerintahan, peninggalan sistem pemerintahan,
sosial, ekonomi, dan kebudayaan sosial, ekonomi, dan kebudayaan 5
masyarakat Indonesia pada masa masyarakat Indonesia pada masa
Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten. Kerajaan Mataram, Kerajaan Banten.
Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan Kerajaan Gowa-Tallo (Makasar) dan
Kerajaan Ternate-Tidore pada Kerajaan Ternate-Tidore pada
kehidupan masyarakat masa kini kehidupan masyarakat masa kini
SOAL
Kerjakan Soal-soal dibawah ini :
No. Soal
1. Jelaskanlah sistem pemerintahan pada masa Sultan Agung dan ekonomi pada masa
kerajaan Mataram?
2. Jelaskanlah sistem pemerintahan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa dan ekonomi pada
masa kerajaan Banten?
3. Jelaskanlah keterkaitkan kebudayaan pada masa kerajaan Mataram yang masih ada
pada saat sekarang, beserta contohnya?
4 Tulisakanlah 3 contoh bukti peninggalan masa kerajaan Gowa Tallo(Makasar) berupa
benda yang masih ada saat sekarang?
5 Tuliskanlah 3 contoh bukti peninggalan masa kerajaan Ternate dan Tidore berupa
benda yang masih ada saat sekarang?
Kunci Jawaban:
1. Sistem pemerintahaan pada masa Sultan Agung
Raden Mas Rangsang diangkat menjadi raja baru yang memakai nama Sultan
Agung Senopati Ing Ngalaga Ngabdurrahman. Jika para pendahulunya mengambil
ibukotanya di Kotagede, maka Sultan Agung mengambil ibukotanya di Karta. Sultan
Agung dikenal dengan politik ekspansinya, sehingga bukan Jawa saja yang ingin
dikuasainya melainkan wilayah Nusantara. Musuh-musuh Sultan Agung bukan saja
kerajaan-kerajaan yang ada di pesisir dan kerajaan Hindu di Blambang, tetapi juga
para penguasa asing yang berkoloni di Nusantara. Misalnya, Portugis dan Belanda.
Oleh karena itu, wajarlah jika semenjak diangkatnya, ia selalu mengangkat senjata
dalam rangka menerapkan taktik ekspansi.
Sistem ekonomi kerajaan Mataram
Negara Mataram tetap merupakan negara agraris yang tetap mengutamakan
pertanian. Selain beras, Mataram juga menghasilkan gula kelapa dan gula aren. Hasil
gula tersebut berasal dari daerah Giring di Gunungkidul. Gula kelapa dan gula aren itu
diekspor ke luar melalui Tembayat dan Wedi.
2. Sistem pemerintahaan pada masa Sultan Ageng Tirtayasa
Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaan pada masa putra Pangeran Ratu yang
bernama Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1682). Sebagai kesultanan maritim, Banten
semakin mengandalkan dan mengembangkan perdagangan. Monopoli atas lada di
Lampung menempatkan Banten sebagai pedagang perantara dan salah satu pusat niaga
yang penting.
Sistem ekonomi kerajaan Banten
Banten di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa dapat berkembang menjadi
bandar perdagangan dan pusat penyebaran agama Islam. Adapun faktor-faktornya ialah:
(1) Letaknya strategis dalam lalu lintas perdagangan;
(2) Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis, sehingga para pedagang Islam tidak lagi
singgah di Malaka namun langsung menuju Banten;
(3) Banten mempunyai bahan ekspor penting yakni lada.
3. keterkaitan kebudayaan masa kerajaan Mataram dengan kehidupan masa kini beserta
contohnya
pada saat sekarang pengaruh dari kebudayaan pada masa kerajaan mataram masih
digunakan, dimana di kota yogyakarta masih memproduksi kerajinan dari perak yang
merupakan salah satu kerajinan pada masa mataram.
4. 3 contoh bukti peninggalan masa kerajaan Gowa Tallo (Makasar) berupa benda yang
masih ada saat sekarang
Fort Rotterdam
Kapal Pinisi
Mesjid katangka
5. 3 contoh bukti peninggalan masa kerajaan Banten berupa benda yang masih ada saat
sekarang
Kerajaan Ternate
Istana Sultan Ternate
Benteng kerajaan Ternate
Masjid di Ternate
Kerajaan Tidore
Benteng Tore
Keraton Tidore
Skor Penilaian Tes Tertulis
No. Soal Skor Maksimal
1 25
2 25
3 20
4 15
5 15
Jml Skor Maksimal 100
Lampiran 3
Penilaian Keterampilan:
RUBRIK OBSERVASI I
KEGIATAN DISKUSI KELOMPOK
Mata Pelajaran : Sejarah (Peminatan) Tahun Pelajaran : 2016/2017
Kelas / Semester : X /1 Waktu Pengamatan :
Lampiran 4
Penilaian Keterampilan:
RUBRIK OBSERVASI II
KEGIATAN PRESENTASI
Mata Pelajaran : Sejarah (Peminatan) Tahun Pelajaran : 2016/2017
Kelas / Semester : X /1 Waktu Pengamatan :
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Keterangan :
a. Keterampilan menjelaskan adalah kemampuan menyampaikan hasil observasi dan
diskusi secara meyakinkan.
b. Keterampilan memvisualisasikan berkaitan dengan kemampuan peserta didik untuk
membuat atau mengemas informasi seunik mungkin, semenarik mungkin, atau sekreatif
mungkin.
c. Keterampilan merespon adalah kemampuan peserta didik menyampaikan tanggapan
atas pertanyaan, bantahan, sanggahan dari pihak lain secara empatik.
d. Skor rentang antara 0 – 100
91 – 100 = Amat Baik 75 – 80 = Cukup
81 – 90 = Baik 0 – 74 = Kurang
Lampiran 5
Penilaian Keterampilan
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta didik dapat:
1. Menjelaskan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan
Kerajaaan Ternate dan Tidore.
2. Mengaitkan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan
Kerajaaan Ternate dan Tidore terhadap kehidupan masyarakat masa kini.
3. Memberikan contoh bukti-bukti peninggalan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan
Gowa Tallo (Makasar) dan Kerajaaan Ternate dan Tidore pada kehidupan masyarakat masa
kini
Selamat bekerja!
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta didik dapat:
1. Menjelaskan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan
Kerajaaan Ternate dan Tidore.
2. Mengaitkan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan
Kerajaaan Ternate dan Tidore terhadap kehidupan masyarakat masa kini.
3. Memberikan contoh bukti-bukti peninggalan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan
Gowa Tallo (Makasar) dan Kerajaaan Ternate dan Tidore pada kehidupan masyarakat masa
kini
Selamat bekerja!
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta didik dapat:
1. Menjelaskan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan
Kerajaaan Ternate dan Tidore.
2. Mengaitkan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia
pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan
Kerajaaan Ternate dan Tidore terhadap kehidupan masyarakat masa kini.
3. Memberikan contoh bukti-bukti peninggalan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan
Gowa Tallo (Makasar) dan Kerajaaan Ternate dan Tidore pada kehidupan masyarakat masa
kini
Tujuan Pembelajaran :
Setelah mengikuti proses pembelajaran peserta didik dapat:
1. Menjelaskan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan Kerajaaan
Ternate dan Tidore.
2. Mengaitkan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada
masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan Gowa Tallo (Makasar) dan Kerajaaan
Ternate dan Tidore terhadap kehidupan masyarakat masa kini.
3. Memberikan contoh bukti-bukti peninggalan sistem pemerintahan, sosial, ekonomi, dan
kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa kerajaan Mataram, kerajaan Banten. Kerajaan
Gowa Tallo (Makasar) dan Kerajaaan Ternate dan Tidore pada kehidupan masyarakat masa
kini