KELAS :A
MK : PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
RESUME
Konflik merupakan suatu hal yang sangat sulit dihindari oleh setiap
masyarakat. Hal ini disebabkan masih sering terjadinya intoleran dalam menghadapi
setiap hal. Bahkan di Indonesia sendiri, konflik sudah menjadi hal biasa yang sering
terjadi dalam masyarakat, yang ditakutkan akan mengarah ke disintegrasi bangsa.
Menurut Juraid Abdul Latief (2015), dalam dua dekade terakhir realitas
harmoni Indonesia kerap terkoyak oleh serangkaian konflik berbau kekerasan
(violence conflicts) yang marak merebak di berbagai daerah. Berbagai konflik
komunal bukan hanya sangat mengganggu stabilitas nasional tetapi juga mengancam
integrasi bangsa.
Berbagai upaya penanganan konflik yang selama ini dilakukan elit masyarakat
maupun pemerintah terkesan hanya menyelesaikan atau mengakhiri konflik, belum
mengarah pada upaya transformasi konflik (conflict transformation) secara
berkesinambungan. Untuk itu diperlukan upaya alternatif yang berbeda dari cara-cara
penyelesaian konflik yang selama ini ada (Juraid Abdul Latief dan Riady Ibnu
Khaldun, 2015).
Konflik: Konsepsi dan Resolusi
Tahap-tahapan dalam resolusi konflik di atas, tidak akan terwujud jika tidak
ada kerja sama yang baik dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Selain itu, peran para
penengah di dalam konflik diharapkan harus bijak dalam mengatasi dan mengambil
keputusan.
Dalam hal teori, konflik memiliki pengertian yang beragam dari berbagai
persepktif, baik itu perspektif secara umum, sosiologi dan kulturlal, dan pandangan
terhadap konflik dalam perspektif-perspektif yang lainnya. Menurut Juraid Abdul
Latief (2015), berikut merupakan beberapa pandangan mengenai konflik dalam
berbagai perspektif.
Konflik adalah suatu kenyataan hidup, tidak terhindarkan dan sering bersifat
kreatif. Konflik terjadi ketika kepentingan maupun tujuan masyarakat tidak sejalan.
Berbagai perbedaan pendapat terjadi namun konflik dapat diselesaikan tanpa adanya
kekerasan dan bahkan sering menghasilkan situasi yang lebih baik bagi sebagian
besar atau semua pihak yang terlibat.
- Tekanan yang makin keras terhadap peran negara sebagai sebuah kekuatan
yang berdaulat atas wilayah dan warganya.
- Posisi negara yang makin terancam oleh mobilisasi kelompok-kelompok yang
tidak puas terhadap situasi dan kondisi tertentu.
- Konflik di tingkat lokal dapat juga dipicu oleh ambisi-ambisi pribadi para
pemimpin kelompok di dalam suatu negara dengan cara mengeksploitasi
suasana pluralitas demi kepentingan pribadi/kelompoknya melalui
penggalangan dukungan massa.
4. Konflik Primordial
Di luar bentuk eksploitasi pluralitas, konflik juga dapat terbangun dari akibat
pola primordial. Ketika masih berlangsung pegelompokan negara menjadi Blok Barat
dan Blok Timur atau Kapitalisme-liberal versus Marxisme-Leninisme, eksploitasi
pluralitas menjadi tidak relevan. Namun ketika Perang Dingin berakhir, maka benih-
benih primordialisme mulai muncul ke permukaan.
5. Resolusi (Negara dan Masyarakat Sipil) Multikultural
Silsilah Radikalisme
Menurut Juraid Abdul Latief dan Riady Ibnu Khaldun (2017: 143), sebagai
soal fakta, radikalisme adalah masalah umum yang selalu muncul dalam agama
apapun, tidak hanya Islam. Hal ini erat terkait dengan fundamentalisme yang ditandai
dengan kecenderungan orang untuk mengakui dan mempraktekkan nilai-nilai agama
mereka.
Menurut Juraid Abdul Latief dan Riady Ibnu Khaldun (2017: 144-146),
Faktor-faktornya antara lain sebagai berikut:
- Faktor sosial-politik
Ini adalah sedikit jelas bahwa sentimen agama merupakan salah satu faktor
utama yang memicu gerakan radikal. Solidaritas di antara mereka dengan agama yang
sama juga memiliki porsi besar dalam menyebabkan indikasi tersebut.
- Faktor budaya
Barat di adalah subjek yang tidak pantas bagi umat Islam yang dianggap
sebagai berbahaya dan mengalihkan nilai implementasi Islam. Hal ini memberikan
inspirasi untuk menciptakan upaya mengurangi ide-ide Barat untuk mempertahankan
nilai-nilai dan praktik Islam.
Itu berasal dari sentimen agama berdasarkan interpretasi ajaran agama. Jika
gerakan radikal terinspirasi oleh kesalahpahaman dari nilai-nilai agama, maka perlu
untuk merekonstruksi belajar dasar sebagian doktrin agama. Sebagai contoh, proses
pembelajaran simbolik-normatif dapat secara bertahap berubah menjadi cara yang
lebih etis, substansial, dan universal pemahaman.
2. Faktor Eksternal
Pengembalian hak politik yang tertahan oleh pihak Barat, seperti penghentian
menyinggung manipulasi media, restitusi Muslim Muslim daerah teritorial, dan
ekonomi, budaya, dan militer lenyapnya monopoli adalah kondisi utama yang
diperlukan untuk menjaga radikal gerakan di teluk. Selain itu, kebijakan pemerintah
dari negara-negara Islam juga poin penting yang memiliki kontribusi untuk
membantu mengurangi tingkat gerakan radikal.
Juraid Abdul Latief, 2015. Mengurai Konflik dan Membangun Harmoni dalam
Keberagaman. https://ahmadsamantho.wordpress.com/2015/02/17/mengurai-
konflik-dan-membangun-harmoni-dalam-keberagaman-1/, diakses pada
tanggal 7 Maret 2020.
Juraid Abdul Latief dan Ryadi Ibnu Khaldun. 2017. UNDER THE SHADOW OF
TOLERANCE, PEACE, AND DEMOCRACY: TRACING BACK THE
ORIGINS OF RELIGIOUS VIOLENCE AND RADICALISM IN
INDONESIA. Asian Journal of Evironment, History and Heritage. 1 (1):
142-147.