Anda di halaman 1dari 32

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

PENGKAJIAN PADA ANAK DENGAN CHILD ABHUSE

(KEKERASAN FISIK,MENTAL,DAN SEKSUAL)


 Prinsip atraumatik care
 Pendidikan kesehatan an pencegahan primer,sekunder dan tersier
 Anticipationery Guidance
 Konsep family center care
 Helath promotion pada infant-remaja

DISUSUN OLEH KELOMPOK V:

WIWIT HARDIANI

EKA PUSLINA

FITRIA HADIYAH

ICE NOVRI

STIKES PERINTIS SUMATERA BARAT

SI KEPERAWATAN KELAS D DHARMASRAYA

TAHUN 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setelah 24 tahun Indonesia meratifikasi Konvensi Hak-hak Anak, tepatnya pada
tanggal 25 Agustus 1990 melalui Keppres R.I. No. 36 tahun 1990, Indonesia belum
mempunyai kebijakan dan peraturan perundang-undangan tentang perlindungan anak
yang berorientasi pada Konvensi Hak-hak Anak. Baru pada tanggal 22 Oktober 2002,
Indonesia menetapkan Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak yang berorientasi pada hak-hak anak seperti yang tertuang dalam Konvensi
Hak-hak Anak.
Situasi dan kondisi anak Indonesia saat ini, mencerminkan adanya
penyalahgunaan anak (abuse), eksploitatif, diskriminatif dan mengalami berbagai
tindakan kekerasan yang membahayakan perkembangan jasmani, psikologi, dan
sosial anak. Keadaan ini, tentunya sangat memprihatinkan bagi bangsa dan negara
Indonesia, karena anak dari aspek agama merupakan amanah dan karunia dari Tuhan
Yang Maha Esa yang harus dijaga harkat dan martabatnya sebagai mahluk ciptaan–
Nya. Dari aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah generasi penerus
perjuangan bangsa dan penentu masa depan bangsa dan negara Indonesia. Untuk itu,
diperlukan upaya-upaya yang akan memberikan perlindungan khusus kepada anak-
anak Indonesia yang berada dalam keadaan sulit tersebut, ke dalam suatu Program
Nasional Bagi Anak Indonesia sebagai tindak lanjut Sidang Umum PBB yang
melahirkan deklarasi “ A World Fit For Children“.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Defenisi
a. Menurut U.S Departement of Health, Education and Wolfare child abuse
merupakan tidakan kekerasan fisik atau mental, kekerasan seksual dan
penelantaran terhadap anak dibah usia 18 tahun yang dilakukan oleh orang
yang seharusnya bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak yang
terancam.
b. Menurut Harry Kempe dkk (1992), child abuse merupakan the battered child
syndrome yang hanya terbatas pada anak-anak yang mendapatkan perlakuan
salah secara fisik yang bersifat ekstrem atau membahayakan anak-anak.

Jadi child abuse merupakan suatu tidak kekerasan kekerasan (fisik dan/atau
mental), eksploitasi (ekonomi, seksual) dan diskriminasi dalam tulisan ini
selanjutnya disebut anak yang mengalami berbagai perlakuan salah. Kondisi dan
situasi anak yang sulit tersebut tergolong ke dalam anak yang memerlukan
perlindungan khusus.

Pasal 59 Undang-undang No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak


menyatakan bahwa perlindungan khusus diberikan kepada :

 anak dalam situasi darurat (anak pengungsi, anak korban kerusuhan,anak


korban bencana alam, anak dalam situasi konflik bersenjata)
 anak yang berhadapan dengan hukum,
 anak dari kelompok minoritas dan terisolasi,
 anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual,
 anak yang diperdagangkan,
 anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, akohol, psikotropika
dan zat adiktif lainnya (napza),
 anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan,
 anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental,
 anak korban perlakuan salah,
 penelantaran
 anak yang menyandang cacat

Selain itu, dimasukkan pula kelompok anak rentan lainnya yakni anak
jalanan dan anak tanpa akta kelahiran. Dengan demikian terdapat berbagai jenis
kondisi dan situasi anak yang memerlukan perlindungan khusus dari perlakuan
salah.yang dapat dilakukan oleh orang perorang, keluarga, masyarakat bahkan
oleh negara sekalipun.

B. Klasifikasi Child Abuse


Perlakuan salah terhadap anak dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Dalam keluarga
 Penganiayaan fisik contohnya seperti memukul anak.
 Kelalaian atau penelantaraan contohnya nak merasa kurang
mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya, pengawasan yang kurang
dari keluarga anak sehingga anak rentan mengalami resiko trauma fisik
maupun mental.
 Penganiayaan secara emosional contohnya mengucapkan kata-kata
yang tidak seharusnya didengar oleh anak seperti perkataan yang dapat
merendahkan anak atau perkataan yang membuat anak menjadi malu.
 Penganiayaa seksual, dimana anak mendapatkan pelecehan seksual
seperti pemerkosaan.
 Syndrom Munchausen dimana merupakan permintaan pengobatan
terhadap penyakit yang dibuat-buat dan pemberian keterangan palsu
untuk mendukung tuntutan.
b. Diluar Keluarga
 Dalam institusi atau lembaga
 Di tempat kerja
 Di jalan
 Di medan perang
C. Penyebab Terjadinya Child Abuse
Menurut Helfer dan Kempe dalam Pillitery ada 3 faktor yang
menyebabkan child abuse, yaitu:
 Orang tua memiliki potensi untuk melukai anak-anak. Orang tua yang
memiliki kelainan mental, atau kurang kontrol diri daripada orang lain,
atau orang tua tidak memahami tumbuh kembang anak, sehingga mereka
memiliki harapan yang tidak sesuai dengan keadaan anak. Dapat juga
orang tua terisolasi dari keluarga yang lain, bisa isolasi sosial atau karena
letak rumah yang saling berjauhan dari rumah lain, sehingga tidak ada
orang lain yang dapat memberikan support kepadanya.
 Menurut pandangan orang tua anak terlihat berbeda dari anak lain. Hal ini
dapat terjadi pada anak yang tidak diinginkan atau anak yang tidak
direncanakan, anak yang cacat, hiperaktif, cengeng, anak dari orang lain
yang tidak disukai, misalnya anak mantan suami/istri, anak tiri, serta anak
dengan berat lahir rendah (BBLR). Pada anak BBLR saat bayi dilahirkan,
mereka harus berpisah untuk beberapa lama, padahal pada beberapa hari
inilah normal bonding akan terjalin.
 Adanya kejadian khusus : Stress. Stressor yang terjadi bisa jadi tidak
terlalu berpengaruh jika hal tersebut terjadi pada orang lain. Kejadian yag
sering terjadi misalnya adanya tagihan, kehilangan pekerjaan, adanya anak
yang sakit, adanya tagihan, dll. Kejadian tersebut akan membawa
pengaruh yang lebih besar bila tidak ada orang lain yang menguatkan
dirinya di sekitarnya Karena stress dapat terjadi pada siapa saja, baik yang
mempunyai tingkat sosial ekonomi yag tinggi maupun rendah, maka child
abuse dapat terjadi pada semua tingkatan.

Menurut Rusel dan Margolin, wanita lebih banyak melakukan kekerasan


pada anak, karena wanita merupakan pemberi perawatan anak yang utama.
Sedangkan laki-laki lebih banyak melakukan sex abuse, ayah tiri mempunyai
kemungkinan 5 sampai 8 kali lebih besar untuk melakukannya daripada ayah
kandung (Smith dan Maurer).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik


kekerasan fisik maupun kekerasan psikis, diantaranya adalah:

 Stress yang berasal dari anak.


a. Fisik berbeda, yang dimaksud dengan fisik berbeda adalah kondisi
fisik anak berbeda dengan anak yang lainnya. Contoh yang bisa dilihat
adalah anak mengalami cacat fisik. Anak mempunyai kelainan fisik
dan berbeda dengan anak lain yang mempunyai fisik yang sempurna.
b. Mental berbeda, yaitu anak mengalami keterbelakangan mental
sehingga anak mengalami masalah pada perkembangan dan sulit
berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya.
c. Temperamen berbeda, anak dengan temperamen yang lemah
cenderung mengalami banyak kekerasan bila dibandingkan dengan
anak yang memiliki temperamen keras. Hal ini disebabkan karena anak
yang memiliki temperamen keras cenderung akan melawan bila
dibandingkan dengan anak bertemperamen lemah.
d. Tingkah laku berbeda, yaitu anak memiliki tingkah laku yang tidak
sewajarnya dan berbeda dengan anak lain. Misalnya anak berperilaku
dan bertingkah aneh di dalam keluarga dan lingkungan sekitarnya.
e. Anak angkat, anak angkat cenderung mendapatkan perlakuan kasar
disebabkan orangtua menganggap bahwa anak angkat bukanlah buah
hati dari hasil perkawinan sendiri, sehingga secara naluriah tidak ada
hubungan emosional yang kuat antara anak angkat dan orang tua.
 Stress keluarga
a. Kemiskinan dan pengangguran, kedua faktor ini merupakan faktor
terkuat yang menyebabkan terjadinya kekerasan pada anak, sebab
kedua faktor ini berhubungan kuat dengan kelangsungan hidup.
Sehingga apapun akan dilakukan oleh orangtua terutama demi
mencukupi kebutuhan hidupnya termasuk harus mengorbankan
keluarga.
b. Mobilitas, isolasi, dan perumahan tidak memadai, ketiga faktor ini juga
berpengaruh besar terhadap terjadinya kekerasan pada anak, sebab
lingkungan sekitarlah yang menjadi faktor terbesar dalam membentuk
kepribadian dan tingkah laku anak.
c. Perceraian, perceraian mengakibatkan stress pada anak, sebab anak
akan kehilangan kasih sayang dari kedua orangtua.
d. Anak yang tidak diharapkan, hal ini juga akan mengakibatkan
munculnya perilaku kekerasan pada anak, sebab anak tidak sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh orangtua, misalnya kekurangan fisik,
lemah mental, dsb.
 Stress berasal dari orang tua
a. Rendah diri, anak dengan rendah diri akan sering mendapatkan
kekerasan, sebab anak selalu merasa dirinya tidak berguna dan selalu
mengecewakan orang lain.
b. Waktu kecil mendapat perlakuan salah, orangtua yang mengalami
perlakuan salah pada masa kecil akan melakuakan hal yang sama
terhadap orang lain atau anaknya sebagai bentuk pelampiasan atas
kejadian yang pernah dialaminya.
c. Harapan pada anak yang tidak realistis, harapan yang tidak realistis
akan membuat orangtua mengalami stress berat sehingga ketika tidak
mampu memenuhi memenuhi kebutuhan anak, orangtua cenderung
menjadikan anak sebagai pelampiasan kekesalannya dengan
melakukan tindakan kekerasan.
D. Akibat Terjadinya Child Abuse
Anak-anak korban kekerasan umumnya menjadi sakit hati, dendam, dan
menampilkan perilaku menyimpang di kemudian hari. Bahkan, Komnas PA
mencatat, seorang anak yang berumur 9 tahun yang menjadi korban kekerasan,
memiliki keinginan untuk membunuh ibunya.
Berikut ini adalah dampak-dampak yang ditimbulkan kekerasan terhadap
anak (child abuse), antara lain;
 Dampak kekerasan fisik, anak yang mendapat perlakuan kejam dari orang
tuanya akan menjadi sangat agresif, dan setelah menjadi orang tua akan
berlaku kejam kepada anak-anaknya. Orang tua agresif melahirkan anak-
anak yang agresif, yang pada gilirannya akan menjadi orang dewasa yang
menjadi agresif.
 Dampak kekerasan psikis. Unicef (1986) mengemukakan, anak yang
sering dimarahi orang tuanya, apalagi diikuti dengan penyiksaan,
cenderung meniru perilaku buruk (coping mechanism) seperti bulimia
nervosa (memuntahkan makanan kembali), penyimpangan pola makan,
anorexia (takut gemuk), kecanduan alkohol dan obat-obatan, dan memiliki
dorongan bunuh diri.
 Dampak kekerasan seksual. Menurut Mulyadi (Sinar Harapan, 2003)
diantara korban yang masih merasa dendam terhadap pelaku, takut
menikah, merasa rendah diri, dan trauma akibat eksploitasi seksual, meski
kini mereka sudah dewasa atau bahkan sudah menikah. Bahkan eksploitasi
seksual yang dialami semasa masih anak-anak banyak ditengarai sebagai
penyebab keterlibatan dalam prostitusi.
 Dampak penelantaran anak. Pengaruh yang paling terlihat jika anak
mengalami hal ini adalah kurangnya perhatian dan kasih sayang orang tua
terhadap anak, Hurlock (1990) mengatakan jika anak kurang kasih sayang
dari orang tua menyebabkan berkembangnya perasaan tidak aman, gagal
mengembangkan perilaku akrab, dan selanjutnya akan mengalami masalah
penyesuaian diri pada masa yang akan datang.
E. Manifestasi klinis Child Abuse
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan,
luka bakar, patah tulang, perdarahan retinaakibat dari adanya subdural hematom
dan adanya kerusakan organ dalam lainnya. Sekuel/cacat sebagai akibat trauma,
misalnya jaringan parut, kerusakan saraf, gangguan pendengaran, kerusakan mata
dan cacat lainnya.
Akibat pada tumbuh kembang anak. Pertumbuhan dan perkembangan anak
yang mengalami perlakuan salah, pada umumnya lebih lambat dari anak yang
normal, yaitu:

a. Pertumbuhan fisik anak pada umumnya kurang dari anak-anak sebayanya


yang tidak mendapat perlakuan salah.
b. Perkembangan kejiwaan juga mengalami gangguan, yaitu:
1. Kecerdasan
 Berbagai penelitian melaporkan terdapat keterlambatan dalam
perkembangan kognitif, bahasa, membaca, dan motorik.
 Retardasi mental dapat diakibatkan trauma langsung pada kepala,
juga karena malnutrisi.
 Pada beberapa kasus keterlambatan ini diperkuat oleh tidak adanya
stimulasi yang adekuat atau karena gangguan emosi.
2. Emosi
Terdapat gangguan emosi pada: perkembangan kosnep diri yang
positif, atau bermusuh dalam mengatasi sifat agresif, perkembangan
hubungan sosial dengan orang lain, termasuk kemampuan untuk percaya
diri.
3. Konsep diri
Anak yang mendapat perlakuan salah merasa dirinya jelek, tidak
dicintai, tidak dikehendaki, muram, dan tidak bahagia, tidak mampu
menyenangi aktifitas dan bahkan ada yang mencoba bunuh diri.
4. Agresif
Anak yang mendapat perlakuan salah secara badani, lebih agresif
terhadap teman sebayanya. Sering tindakan agresif tersebut meniru
tindakan orangtua mereka atau mengalihkan perasaan agresif kepada
teman sebayanya sebagai hasil miskinnya konsep diri.
5. Hubungan sosial
Pada anak yang sering kurang dapat bergaul dengan teman
sebayanya atau dengan orang dewasa. Mereka mempunyai sedikit teman
dan suka mengganggu orang dewasa, misalnya dengan melempari batu
atau perbuatan-perbuatan kriminal lainnya.
6. Akibat dari penganiayaan seksual
Tanda-tanda penganiayaan seksual antara lain:
 Tanda akibat trauma atau infeksi lokal, misalnya nyeri perianal,
sekret vagina, dan perdarahan anus.
 Tanda gangguan emosi, misalnya konsentrasi berkurang, enuresis,
enkopresis, anoreksia, atau perubahan tingkah laku.
 Tingkah laku atau pengetahuan seksual anak yang tidak sesuai
dengan umurnya. Pemeriksaan alat kelamin dilakukan dengan
memperhatikan vulva, hymen, dan anus anak.
F. Penanganan Dan Pencegahan Child Abuse
Pencegahan dapat dilakukan dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
kekerasan pada anak dan di rumah tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan
dengan melakukan pendidikan kesehatan tentang child abuse dan mengidentifikasi
resiko terjadinya child abuse. Hal yang dapat dilakukan oleh perawat adalah
dengan memberikan pendidikan kepada keluarga tentang pertumbuhan dan
perkembangan anak, serta cara menghadapi stress saat menjadi orang tua.
Pencegahan dan penanggulangan penganiayaan dan kekerasan pada anak
adalah melalui:
1. Pelayanan kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat melakukan berbagai kegiatan dan program
yang ditujukan pada individu, keluarga, dan masyarakat.
a. Prevensi primer-tujuan: promosi orangtua dan keluarga sejahtera.
Individu
 Pendidikan kehidupan keluarga di sekolah, tempat
ibadah, dan masyarakat
 Pendidikan pada anak tentang cara penyelesaian
konflik
 Pendidikan seksual pada remaja yang beresiko
 Pendidikan perawatan bayi bagi remaja yang
merawat bayi
 Pelayanan referensi perawatan jiwa
 Pelatihan bagi tenaga profesional untuk deteksi
dini perilaku kekerasan.
Keluarga
 Kelas persiapan menjadi orangtua di RS, sekolah,
institusi di masyarakat
 Memfasilitasi jalinan kasih sayang pada orangtua
baru
 Rujuk orangtua baru pada perawat Puskesmas
untuk tindak lanjut (follow up)
 Pelayanan sosial untuk keluarga
Komunitas
 Pendidikan kesehatan tentang kekerasan dalam
keluarga
 Mengurangi media yang berisi kekerasan
 Mengembangkan pelayanan dukungan masyarakat,
seperti: pelayanan krisis, tempat penampungan
anak/keluarga/usia lanjut/wanita yang dianiaya
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam
b. Prevensi sekunder-tujuan: diagnosa dan tindakan bagi keluarga
yang stress.
Individu
 Pengkajian yang lengkap pada tiap kejadian
kekerasan pada keluarga pada tiap pelayanan
kesehatan
 Rencana penyelamatan diri bagi korban secara
adekuat
 Pengetahuan tentang hukuman untuk meminta
bantuan dan perlindungan
 Tempat perawatan atau “Foster home” untuk
korban
Keluarga
 Pelayanan masyarakat untuk individu dan keluarga
 Rujuk pada kelompok pendukung di masyarakat
(self-help-group). Misalnya: kelompok pemerhati
keluarga sejahtera
 Rujuk pada lembaga/institusi di masyarakat yang
memberikan pelayanan pada korban.
Komunitas
 Semua profesi kesehatan terampil memberikan
pelayanan pada korban dengan standar prosedur
dalam menolong korban.
 Unit gawat darurat dan unit pelayanan 24 jam
memberi respon, melaporkan, pelayanan kasus,
koordinasi dengan penegak hukum/dinas sosial
untuk pelayanan segera.
 Tim pemeriksa mayat akibat kecelakaan/cedera
khususnya bayi dan anak.
 Peran serta pemerintah: polisi, pengadilan, dan
pemerintah setempat.
 Pendekatan epidemiologi untuk evaluasi.
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam.
c. Prevensi tertier-tujuan: redukasi dan rehabilitasi keluarga dengan
kekerasan.
Individu
 Strategi pemulihan kekuatan dan percaya diri bagi
korban
 Konseling profesional pada individu
Keluarga
 Reedukasi orangtua dalam pola asuh anak
 Konseling profesional bagi keluarga
 Self-help-group (kelompok peduli)
Komunitas
 “Foster home”, tempat perlindungan
 Peran serta pemerintah
 “follow up” pada kasus penganiayaan dan
kekerasan
 Kontrol pemegang senjata api dan tajam
2. Pendidikan
Sekolah mempunyai hak istimewa dalam mengajarkan bagian badan yang
sangat pribadi, yaitu penis, vagina, anus, mammae dalam pelajaran biologi.
Perlu ditekankan bahwa bagian tersebut sifatnya sangat pribadi dan harud
dijaga agar tidak diganggu orang lain. Sekolah juga perlu meningkatkan
keamanan anak di sekolah. Sikap atau cara mendidik anak juga perlu
diperhatikan agar tidak terjadi aniaya emosional. Guru juga dapat membantu
mendeteksi tanda2 aniaya fisik dan pengabaian perawatan pada anak.
3. Penegak hukum dan keamanan
Hendaknya UU no.4 thn 1979, tentang kesejahteraan anak cepat
ditegakkan secara konsekuen. Hal ini akan melindungi anak dari semua bentuk
penganiayaan dan kekerasan. Bab II pasal 2 menyebutkan bahwa “anak berhak
atas perlindungan terhadap lingkungan hidup yang dapat membahayakan atau
menghambat pertumbuhan dan perkembangannya secara wajar.
4. Media massa
Pemberitaan penganiayaan dan kekerasan pada anak hendaknya diikuti
oleh artikel2 pencegahan dan penanggulangannya. Dampak pada anak baik
jangka pendek maupun jangka panjang diberitakan agar program pencegahan
lebih ditekankan.
G. Fasilitas Pelayanan Untuk Anak Child Abuse
Pelayanan fasilitas yang bisa digunakan untuk anak dengan child abuse adalah:
1. Pihak kepolisian
2. Rumah sakit
3. YPAI
Meningkatkan upaya-upaya perlindungan anak Indonesia dari berrbagai bentuk
penyalahgunaan atau tindakan salah melalui berbagai bidang kegiatan yang akan
dibagi kedalam:
a. Pencegahan
b. Perlindungan hukum
c. Pemulihan anak dan reinteraksi sosial atau keluarga
d. Peningkatan koordinasi dan kerja sama baik tingkat lokal, nasional, regional
dan internasional.
e. Peningkatan partisipasi anak
H. ASKEP Keluarga Child Abuse
a. Pengkajian
Fokus pengkajian secara keseluruhan untuk menegakkan diagnosa
keperawatan berkaitan dengan child abuse, antara lain:
 Psikososial
 Melalaikan diri
 Gagal tumbuh
 Keterlambatan perkembangan koognitif, psikomotor dan
psikososial
 Memisahkan diri dari orang-orang dewasa
 Muskuloskeletal
 Dislokasi
 Sprain
 Fraktur
 Genital urinaria
 Luka pada vagina/penis
 Luka pada anus
 Infeksi saluran kemih
b. Diagnosa keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan memakan, mencerna, dan mengabsorpsi makanan karena
faktor psikologis.
NOC: setelah dilakukan tindaan keperawatan maka pasien menunjukkan
adanya perubahan status gizi; asupan makanan, cairan, dan gizi. Ditandai
dengan indikator berikut: rentang nilai 1-5: tidak adekuat, ringan, sedang,
kuat dan adekuat total.
Intervensi:
 Mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi nafsu makan
pasien.
 Memantau hasil labotarium seperti hasil albumin dan elektrolit.
 Pengelolaan nutrisi dengan memantau kandungan nutrisi dan kalori
asupan gizi yang dikonsumsi pasien.
2. Kerusakan pengasuh berhubungan dengan usia muda, kurang pengetahuan
tentang perawatan kesehatan anak dan ketidakadekuatan pengaturan
perawatan anak.
NOC: setelah dilakukan asuhan keperawatan keluarga orang tua
diharapkan dapat menunjukkan kepada anak cara yang benar
mengungkapkan marah, perasaan yang tidak senang atau frustasi yang
tidak membahayakan anak dan orang tua berperan aktif dalam kegiatan
konseling keluarga.
Intervensi:
 Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaan.
 Membantu orang tua untuk mengidentifikasi perubahan menjadi orang
tua.
 Memberikan kesempatan interaksi yang sering untuk orang tua atau
anak.
 Memotivasi keluarga untuk menciptakan komunikasi yang terbuka
didalam keluarga.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Banyak orangtua menganggap kekerasan pada anak adalah hal yang wajar.
Mereka beranggapan kekerasan adalah bagian dari mendisiplinkan anak. Ada beberapa
faktor yang menyebabkan anak mengalami kekerasan. Baik kekerasan fisik maupun
kekerasan psikis. Dampak dari kekerasan terhadap anak antara lain; Kerusakan fisik
atau luka fisik; Anak akan menjadi individu yang kukrang percaya diri, pendendam
dan agresif; memiliki perilaku menyimpang, Pendidikan anak yang terabaikan.
Akibat pada fisik anak, antara lain: Lecet, hematom, luka bekas gigitan, luka
bakar, patah tulang, perdarahan retina akibat dari adanya subdural hematom dan
adanya kerusakan organ dalam lainnya. Akibat pada tumbuh kembang anak.
Pertumbuhan dan perkembangan anak yang mengalami perlakuan salah, pada
umumnya lebih lambat dari anak yang normal, yaitu: Pencegahan dapat dilakukan
dengan mengurangi kemungkinan terjadinya kekerasan pada anak dan di rumah
tangga. Pencegahan primer dapat dilakukan dengan melakukan pendidikan kesehatan
tentang child abuse dan mengidentifikasi resiko terjadinya child abuse.

B. Saran
Demikianlah makalah ini kami buat untuk meningkatkan pemahaman dan
pengetahuan kita tentang Asuhan Keperawatan Child Abuse. Kami selaku penulis
sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca agar makalah
selanjutnya dapat lebih baik lagi.
A. PRINSIP PERAWATAN ATRAUMATIK PADA ANAK

1. Definisi Perawatan Atraumatik Pada Anak

Menurut Hidayat ( 2005:12) atraumatic care adalah perawatan yang tidak

menimbulkan adanya trauma pada anak maupun keluarga. Perawatan tersebut difokuskan

dalam pencegahan terhadap trauma yang merupakan bagian dalam keperawatan anak.

Perhatian khusus pada anak sebagai individu yang masih dalam usia tumbuh kembang,

sangat penting karena masa anak merupakan proses menuju kematangan.

Dengan demikian, atraumatic care sebagai bentuk perawatan terapeutik dapat

diberikan kepada anak dan keluarga dengan mengurangi dampak psikologis dari tindakan

keperawatan yang diberikan seperti memperhatikan dampak tindakan yang diberikan

dengan melihat prosedur tindakan atu aspek lain yang kemungkinan adanya trauma

(Hidayat, 2005:10).

Menurut Wong (2005:22) atraumatic care merupakan ketetapan dan kepedulian dari
tim pelayanan kesehatan melalui intervensi yang meminimalkan atau meniadakan
stressor yang dialami oleh anak dan keluarga di Rumah Sakit baik fisik maupun
psikis. Perawatan atraumatik juga disebut dengan perawtan yang terapeutik yang
meliputi pencegahan trauma, hasil diagnose, dan mengurangi dampak kondisi-kondisi
yang akut maupun kronis. Stressor lingkungan yang sering dialami oleh anak adalah
lingkungan
Rumah Sakit yang tidak nyaman bagi mereka yang mengakibatkan anak stress

selama dirawat di Rmah Sakit.

2. Prinsip Perawatan Atraumatik Pada Anak

Pada umumnya anak yang dirawat di Rumah Sakit akan timbul rasa takut baik pada

dokter maupun perawat, apalagi jika anak telah mempunyai pengalaman mendapatkan

imunisasi. Dalam bayangannya, perawat tau dokter akan menyakiti dan menyuntik.

Selain itu anak juga merasa terganggu hubungannya dengan orang tua dan saudaranya.

Lingkungan di rumah tentu berbeda bentuk dan suasanya dengan ruang perawtan. Reaksi

pertama selain ketakutan, tidak mau makan dan minum bahkan menangis. Untuk

mengatasi masalah tersebut adalah memberikan perawatan atraumatik. Ada beberapa

prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh perawat anak menurut Hidayat

(2005:44), yaitu:
a. Menurunkan atau mencegah dampak perpisahan dengan orang tua

Dampak perpisahan dari keluarga, anak akan mengalami gangguan

psikologis seperti kecemasan, ketakutan, kurangnya kasih saying, gangguan tersebut

kan menghambat proses penyembuhan anak dan dapat mengganggu pertumbuhan

dan perkembangan anak. Bila anak dirawat di Rumah Sakit dan selama itu tidak

boleh berhubungan dengan orang tuanya, maka ia kan merasa ditolak oleh

keluarganya dan mengakibatkan anak cenderung emosi saat kembali pada

keluarganya. Pada umumnya anak bereaksi negative waktu pulang ke rumah. Selama

anak mengalami hospitalisasi, keluarga memainkan peran bersifat dukungan moril

seperti kasih sayang, perhatian, rasa aman, dan dukungan materiil berupa usaha

keluarga untuk memenuhi kebutuhan anggota keluarga. Jika dukungan tersebut tidak

ada, maka keberhasilan untuk penyembuhan sangat berkurang.

Untuk mencegah atau meminimalkan dampak perpisahan dari keluarga dapat

dilakukan dengancara melibatkan orang tua berperan aktif dalam perawatan anak

dengan cara memperbolehkan mereka untuk tinggal bersama anak selama 24 jam

(rooming in), jika tidak mungkin untuk rooming in, beri kesempatan orang tua untuk

melihat setiap saat dengan maksud mempertahankan kontak antar mereka dan

mempertahankan kontak dengan kegiatan sekolah, diantaranya dengan memfasilitasi

pertemuan dengan guru, teman sekolah dan lain-lain (Supartini, 2004:66).

b. Meningkatkan kemampuan orang tua dalam mengontrol perawatan pada anak

Melalui peningkatan kontrol orang tua pada diri anak diharapkan anak akan

selalu berhati-hati dalam melakukan aktivitas sehari-hari, selalu bersikap waspada

dalam segala hal. Serta pendidikan terhadap kemampuan dan keterampilan orang tua

dalam mengawasi perawatan anak. Intervensi keperawtan difokuskan pada upaya

untuk mengurangi ketergantungan dengan cara member kesempatan anak mengambil

keputusan dan melibatkan orang tua.

c. Mencegah atau mengurangi cedera dan nyeri

Mengurangi nyeri merupakan tindakan yang harus dilakukan dalam

keperawatan anak. Proses pengurangan nyeri tidak bias dihilangkan secara cepat
akan tetapi dapat dikurangi melalui berbagai teknik, misalnya: distraksi, relaksasi,

dan imaginary. Apabila tindakan pencegahan tidak dilakukan maka cedera dan nyeri

akan berlangsung lama pada anak sehingga dapat mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak.

Untuk meminimalkan rasa takut terhadap cedera tubuh dan rasa nyeri

dilakukan dengancara mempersiapkan psikologis anak dan orang tua untuk tindakan

prosedur yang menimbulkan rasa nyeri, yaitu dengan menjelaskan apa yang akan

dilakukan dan memberikan dukungan psikologis pada orang tua. Lakukan permainan

terlebih dahulu sebelum melakukan persiapan fisikanak, misalnya dengan bercerita

yang berkaitan dengan tindakan atau prosedur yang akan dilakukan pada anak.

Aktivitas bermain dilakukan perawat pada anak akan memberikan

keuntungan seperti meningkatkan hubungan anatara anak, keluarga dan perawat

karena bermain merupakan alat komunikasi yang efektif antara perawat dank lien.

Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak

dan bias mengekspresikan perasaan anak. Pertimbangan untuk menghadirkan orang

tua pada saat dilakukan prosedur yang menimbulkan rasa nyeri apabila mereka tidak

dapat menahan diri, bahkan menangis bila melihatnya. Dalam kondisi seperti itu

tawarkan pada anak dan orang tua untuk mempercayakan kepada perawat sebagai

pendamping anak.

d. Tidak melakukan kekerasan pada anak

Secara umum kekerasan didefinisikan sebagai suatu tindakan yang dilakukan

oleh individu terhadap individu lain yang mengakibatkan gangguan fisik dan psikis.

Kekerasan pada anak adalah tindakan yang dilakukan seseorang atau indivisu pada

mereka yang belum genap berusia 18 tahun yang menyebabkan kondisi fisik dan

psikis terganggu (Sugiarno, 2007:11).

Kekerasan pada anak menimbulkan gangguan psikologis yang sangat berarti dalam
kehidupan anak. Apabila hal tersebut terjadi pada saat anak dalam proses tumbuh
kembang, maka kemungkinan pencapaian kematangan akan terhambat, dengan
demikian tindakan kekerasan pada anak sangat tidaka dianjurkan karena akan
memperberat kondisi anak seperti melakukan tindakan keperawtan yang berulang-
ulang dalam pemasanagan IVFD.
e. Modifikasi lingkungan fisik

Melalui modifikasi lingkungan fisik Rumah Sakit yang bernuansa anak dapat

meningkatkan keceriaan, perasaan aman dan nyaman bagi lingkungan anak sehingga

anak selalu berkembang dan merasa nyaman di lingkungannya. Modifikasi ruang

perawatan dengan cara membuat situasi ruang rawat seperti di rumah dan ruangan

tersebut memelukan dekorasi yang penuh dengan nuansa anak, seperti adanya

gambar dinding brupa gambar binatang, bunga, tirai dan sprei serta sarung bantal

berwarna dan bercorak binatang atau bunga, cat dinding yang berwarna serta tangga

yang pengangannya berwarna ceria.

Wong (2005:221) mengungkapkan ada 3 prinsip perawatan atraumatik yang

harus dimiliki oleh tim kesehatan dalam merawat pasien anak yaitu diantaranya

adalah mencegah atau meminimalkan stressor fisik dan psikis yang meliputi

prosedur yang menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan, ketidakberdayaan, tidur

yang tidak nyaman, pengekangan, suara bising, bau yang tidak sedap dan lain-lain,

mencegah dampak perpisahan orang tua dan anggita keluarga yang lain, bersikap

empati keluarga dan anak yang sedang dirawat serta memberikan pendidikan

kesehatan tentang kondisi sakit yang dialami anak.

3. Pencegahan Kecelakaan Pada Anak

Menurut Sacharin (1996:77) ada beberapa cara pencegahan kecelakaan terhadap anak,

yaitu:

a. Jatuh dari tempat tidur

Hal ini merupakan kecelakaan yang umum terjadi pada anak-anak di bangsal Rumah
Sakit. Tempat tidur harus dirancang sehingga bagian sisi tempat tidur dapat dikunci
dan cukup tinggi sehingga anak yang mulai berjalan tidak dapat
memanjat keluar. Oleh karena itu perawat harus menjamin bahwa sisi tempat

tidur terkunci setelah menyelesaikan suatu tindakan.

b. Mandi
Teseduh air panas dan tenggelam merupakan konsekuensi dari perencanaan

dan prosedur yang sembrono. Oleh karena itu suhu air harus aman bagi anak. Untuk

mencegah tenggelam maka diperlukan pengawasan yang konstan selama mandi.

Tidak selalu memungkinkan untuk mencegah anak masuk kamar mandi, karena hal

ini sebagian besar tergantung pada penataan bangsal.

c. Obat-obatan

Penyimpanan obat-obatan secara aman merupakan ketentuan hokum yang

mengikat semua perawat. Selama pembagian obat harus di bawah pengawasan

perawat.

d. Peralatan (Rumah Sakit)

Setiap peralatan yang digunakan harus dalam keadaan dapat dipakai dan

secara mekanis dan listrik dalam keadaan aman seperti thermometer, mainan dari

Rumah Sakit, spuit, dan lain

4. Pengelompokan Masalah Keperawatan Anak yang Dirawat di Rumah Sakit

a. Masalah fisik

Masalah fisik yang terjadi bias berupa perubahan tanda-tanda vital: suhu,

pernapasan, nadi dan tekanan darah, gangguan terhadap kebutuhan cairan dan

nutrisi, gangguan terhadap aktivitas dan istirahat, penurunan respon imun.

b. Masalah psikis

Masalah psikis pada anak yang sering terjadi adaklah perasaan tidak berdaya

karena perpisahan dengan keluarga atau pengasuh (care giver), protes, apatis,

penolakan, cemas, serta takut terhadap lingkungan baru (alat-alat, peraturan, dan

sikap petugas kesehatan).

Masalah social yang sering terjadi pada anak adalah perasaan terisolasi dan

suka menyendiri. Sedangakan masalah ketergantungan bias berupa perasaan bersalah

dan memerlukan pertolongan.


SIMPULAN

Atraumatic care atau asuhan yang tidak menimbulkan trauma pada anak dan

keluarganya merupakan asuhan yang terapeutik , yang bertujuan sebagai terapi bagi anak.

Pentingnya atraumatic care adalah bahwa walaupun ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang

pediatric telah berkembang pesat, tindakan yang dilakukan pada anak tetap menimbulkan trauma,

rasa nyeri, marah, cemas dan takut pada anak. Sampai saat ini belum ada teknologi yang dapat

mengatasi masalah yang timbul sebagai dampak dari perawatan tersebut. Hal itu memerlukan

perhatian khusus dari tenaga kesehatan, khususnya perawat dalam melaksanakan tindakan

keperawatan pada anak dan orang tua.

Ada beberapa prinsip perawatan atraumatik yang harus dimiliki oleh perawat anak

dalam merawat pasien anak yaitu diantaranya adalah mencegah atau meminimalkan stressor fisik

dan psikis yang meliputi prosedur yang menyakitkan seperti suntikan, kegelisahan,

ketidakberdayaan, tidur yang tidak nyaman, pengekangan, suara bising, bau yang tidak sedap dan

lain-lain, mencegah dampak perpisahan orang tua dan anggota keluarga yang lain, bersikap

empati keluarga dan anak yang sedang dirawat serta memberikan pendidikan kesehatan tentang

kondisi sakit yang dialami anak.

PERAWATAN BERFOKUS PADA KELUARGA (FAMILY CENTERED CARE)


Keluarga sebagai suatu kehidupan yang konstan dan individu mendukung, menghargai
dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi dalam memberikan asuhan terhadap anak
(Johson, 1989). System pelayanan dan personel harus juga mendukung, menghargai,
mendorong dan meningkatkan kekuatan dan kompetensi keluarga melalui pemberdayaan
pendekatan dan pemberian bantuan efektif (Duns dan Trivette, 1996)
Sebagai seorang perawat, kita harus mampu memfasilitasi keluarga dalam pemberian
tindakan keperawatan langsung, pemberian pendidikan kesehatan pada anak,
memperhatikan bagaimana kehidupan social, budaya dan ekonomi keluarga sehingga
dapat membantu mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari keluarga tersebut dalam
memberikan pelayanan keperawatan. Perawat juga melibatkan keluarga dalam hal ini
yaitu dengan cara mengajak kerjasama/ melibatkan dan mengajarkan pada keluarga
tentang perawatan anak ketika sehat maupun sakit.
• Konsep dasar Family Center Care
– Enabling: melibatkan keluarga (memampukan, memberdayakan, dan kemitraan)
– Empowering : pengambil keputusan
ATRAUMATIC CARE
• Tujuan utama : “DO NO HARM” yaitu :
– Mencegah/mengurangi anak berpisah dari orang tua
– Perlindungan
– Mencegah/mengurangi trauma fisik dan nyeri
PRIMARY NURSING
• Mendukung pelaksanaan askep anak
• Menjadikan asuhan yang konsisten dan berfokus pada keluarga sebagai komponen
integral pada perencanaan dan pelaksanaan.

MANAJEMEN KASUS (CASE MANAGEMENT)


Sistem pemberian asuhan yang seimbang antara biaya dan kualitas.

PERAN KELUARGA DALAM KEPERAWATAN ANAK


KELUARGA:
– Suatu sistem terbuka
– terdapat sub / komponen, memiliki tujuan/fungsi, interrelasi dan interdependensi,
dipengaruhi oleh system luar.
FUNGSI KELUARGA:
– Merawat fisik anak
– Mendidik anak untuk menyesuaikan dengan kultur
– Bertanggung jawab terhadap kesejahteraan anak secara psikologis/emosional.

ELEMEN KUNCI FAMILY-CENTERED CARE


• Mengenal bahwa keluarga bersifat menetap pada kehidupan anak, sedangkan personil
dan sistem pelayanan berfluktuasi
• Memfasilitasi kolaborasi orang tua dan perawat pada semua tingkat asuhan
• Menghormati keanekaragaman ras, budaya, dan sosio ekonomi dalam keluarga
• Mengenali kekuatan keluarga dan perorangan serta menghormati perbedaan
• Mendorong dan memfasilitasi dukungan keluarga dan jaringan kerja
• Mengerti dan memasukkan kebutuhan perkembangan bayi, anak, remaja dan keluarga
dalam sistem asuhan.
• Menerapkan sistem asuhan yang dpt dilaksanakan secara fleksibel
PRINSIP PERAWATAN ANAK
• Perawat tidak boleh mengabaikan ketrampilan & pengetahuan orang tua anak
• Perawat tidak boleh mengabaikan kepercayaan anak
• Perawat harus selalu memperhatikan keadaan kesehatan mental, spiritual dan fisiknya
sendiri
• Perawat juga tidak boleh mengabaikan kemampuannya sendiri untuk mengubah sesuatu
menjadi lebih baik

PERAN PERAWAT PEDIATRIK


• Hubungan terapeutik
Diterapkan dalam berkomunikasi dengan anak dan keluarga, bersifat empati dan
professional dengan memisahkan peran perawat dari keluarga tanpa mengganggu
kenyamanan anak dan keluarga
• Family advocacy/caring
Advokasi meliputi jaminan bahwa keluarga akan mengetahui yankes yang tersedia,
diinformasikan tentang prosedur dan pengobatannya secara benar. Caring berarti
memberikan yankes secara langsung pada anak.
• Disease prevention/Health promotion
Melakukan dan mengajarkan keluarga tentang bagaimana cara mencegah penyakit baik
dari luar maupun dari dalam tubuh.
• Health education
Memberikan pendidikan kesehatan yang bertujuan membantu orangtua dan anak
memahami suatu pengobatan medis, mengevaluasi pengetahuan anak tentang kesehatan
mereka, memberi pedoman antisipasi
• Support/counseling
Memberikan perhatian pada kebutuhan emosi melalui dukungan dan konseling.
Dukungan diberikan dengan mendengar, menyentuh dan kehadiran fisik untuk
memudahkan komunikasi nonverbal. Sedangkan, konseling dalam bentuk pertukaran
pendapat, melibatkan dukungan, penyuluhan teknik untuk membantu keluarga mengatasi
stress dan mendorong ekspresi perasaan dan pikiran. Yang membantu keluarga mengatasi
stress dan memampukan untuk mendapatkan tingkat fungsi yang lebih tinggi.
• Pengambil keputusan etis
Prinsipnya, tindakan yang ditentukan adalah yang paling menguntungkan klien, dan
sedikit bahayanya terhadap segala aspek yang berhubungan denagn pelaksanaan asuhan
keperawatan. Seperti dalam kerangka kerja mesyarakat, standar praktik professional,
hukum, aturan lembaga, tradisi religius, sistem nilai keluarga dan nilai pribadi perawat.
• Coordination/Collaboration
bekerjasama dengan spesialis / profesi lain dalam mengatasi kesehatan anak.
• Peran restoratif
Keterlibatan perawat secara langsung dalam aktivitas pemberi asuhan yang dilakukan atas
daar konsep teori yang berfokus pada pengkajian dan evaluasi status yang
berkesinambungan. Perawat punya tanggung jawab dan tanggung gugat terhadap
tindakannya.
• Research
melakukan praktik berasarkan penelitian, menerapkan metode inovatif dalam
memberikan intervensi pada anak, melakukannya berdasarkan penelitian dan sesuai
rasional.
• Health care planning
menggunakan perencanaan & metode yang tepat untuk perawatan anak. Perawat
melibatkan penyediaan layanan yang baru, peningkatan kualitas pelayanan kesehatan
• Trend masa depan
Ada beberapa hal yang dituntut :
• Pengobatan penyakit (kuratif) menjadi promosi kesehatan (promotif)
• Filosofi asuhan berpusat pada keluarga bukan pilihan melainkan kewajiban
• Perawat dituntut meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan, komputer,
membuktikan keunikan peran mereka dan dituntut lebih mandiri dan melebihi lingkungan
asuhan terdahulu.

Definisi Health Promotion


Promosi kesehatan adalah proses untuk meningkatkan kemampuan
masyarakat dalam memelihara dan meningkatkan kesehatannya.
Ruang Lingkup Health Promotion pada Bayi Baru Lahir
Menurut (Alimul, 2005) Beberapa promosi kesehatan yang dapat dilakukan
pada bayi diantaranya, yaitu:
1) Pemberian ASI
Pemberian ASI pada bayi merupakan hal yang penting. Pemberian
promosi kesehatan berperan dalam menunjang ibu untuk
memberikan ASI pada bayinya. Beberapa hal berikut dapat
mendukung pemberian ASI kepada bayi, yaitu:
 Membiarkan bayi bersama ibunya segera setelah lahir selama
beberapa jam pertama.
 Mengajarkan cara merawat payudara yang sehat pada ibu
untuk mencegah masalah umum yang timbul.
 Membantu ibu pada waktu pertama kali memberi ASI.
 Menempatkan bayi di dekat ibu pada kamar yang sama
(rawat gabung).
 Memberikan ASI pada bayi sesering mungkin.
 Memberikan kolustrum dan ASI saja
 Menghidari susu botol dan “dot empeng”
2) Mempromosikan Vaksinasi
Imunisasi merupakan usaha dalam memberikan kekebalan pada bayi
dan anak dengan memasukkan vaksin ke dalam tubuh agar tubuh
membuat zat anti untuk mencegah terhadap infeksi penyakit tertentu.
Vaksin merupakan bahan yang dipakai untuk merangsang
pembentukan zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui
suntikan ataupun per oral.
Imunisasi yang dapat diberikan kepada bayi, yaitu:
1) Imunisasi BCG (Bacillus Calmette Guerin)
Pemberian vaksi ini diberikan pada usia 0-11 bulan, namun
umumnya diberikan pada bayi usia 2 atau 3 bulan. Pemberian
vaksin ini hanya 1 kali melalui intradermal.
2) Hepatitis B
Vaksin ini diberikan secara 3 kali, dengan waktu pemberian
pada usia 0-11 bulan dengan interval 4 minggu.
Pemberiannya dilakukan secara intramuscular.
3) Imunisasi Polio
Pemberian vaksin ini 4 kali sewaktu pada usia 0-11 bulan
dengan interval 4 minggu. Pemberiannya melalui oral.
4) Imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, dan Tetanus) Frekuensi
dari pemberian vaksin ini yaitu 3 kali. Waktu pemberian
antara usia 2-11 bulan dengan interval 4 minggu.
Pemberiannya dengan memlalui intramuscular.
5) Imunisasi Campak
Frekuensi pemberian vaksin ini diberikan 1 kali. Waktu
pemberian pada usia 9-11 bulan. Cara pemberiannya melalui
subcutan.
6) Imunisasi MMR (Measles, Mumps, dan Rubella)
Imunisasi yang digunakan untuk mencegah penyakit campak
(measles) gondong, parotis epidemika (mumps) dan rubella
(campak jerman). Pemberian imunisasi campak yang
monovalent pada usia 4-6 bulan atau 9-11 bulan, khusus pada
daerah endemik dan boster dapat dilakukan MMR pada usia
15-18 bulan.
7) Imunisasi Tiphus Abdominalis
Terdapat 3 jenis vaksin tiphus abdominalis di Indonesia,
yaitu:
a. Kuman yng dimatikan, diberikan untuk bayi usia 6-12
bulan dengan dosis 0,1 ml, 1-2 tahun 0,2 ml, 2-12
tahun diberikan sebanyak 2 kali dengan interval 4
minggu.
b. Kuman yang dilemahkan (vivotif, berna), dapat
diberikan dalam bentuk kapsul enteric coated sebelum
makan pada hari ke-1, 2 dan 5 pada anak usia 6 tahun.
c. Antigen kapsular Vi polysaccaharide (Typhim Vi,
Pasteur Meriux) diberikan pada usia 2 tahun dan
dapat diulang tiap 2 tahun.
8) Imunisasi Varicella
Pemberiannya tunggal pada usia 12 tahun di daerah tropic
dan bila usia 13 tahun dapat diberikan 2 kali suntikan interval
4-8 minggu.
9) Imunisasi Hepatitis A
Diberikan pada usia 2 tahun untuk pemberian awal
menggunakan vaksin havrix dengan 2 suntikan interval 4
minggu dan boster 6 bulan kemudian.
10) Imunisasi HiB (Haemophilus Influenzae Tipe B)
Untuk pemberian awal PRP-T dilakukan 3 kali suntikan
interval 2 bulan. Suntikan PRP-OMPC dilakukan 2 kali
suntikan interval 2 bulan kemudian bosternya diberikan pada
usia 18 bulan.
3) Perawatan Tali Pusar
Beberapa hal yang perlu diingat saat merawat tali pusar bayi, yaitu:
 Jaga kebersihan area pusrt dan sekitarnya, serta upayakan
selalu dalam keadaan kering.
 Gunakan kapas baru pada setiap basuhan.
 Agar tali pusar lebih cepat lepas, gunakan kain kasa pada
bagian pusar yang terus dibalut sehingga mendapat udara
cukup.
 Saat membersihkan, pastikan suhu kamar tidak terlalu dingin.
 Agar praktis, kenakan popok dan atasan dari bahan kaos yang
longgar.
 Ini dilakukan 1-2 kali sehari.

2.3 Ruang Lingkup Health Promotion pada Anak Batita dan Balita
Kegiatan promosi kesehatan yang dapat dilakukan pada sasaran anak
batita dan balita antara lain:
1. Pemeriksaan dan penimbangan anak dilaksanakan setiap bulan
agar terjamin pertumbuhan dan kesehatannya.
2. Berikan anak satu kapsul vitamin A takaran tinggi setiap 6 bulan
untuk mencegah kebutaan.
3. Berikan makanan seimbang sesuai dengan perkembangan
umurnya.
4. Berikan oralit jika terjadi diare dan periksa suhu tubuh jika
mengalami gejala panas.
5. Perhatikan kasih sayang dengan mengajak berbicara dan bermain
bersama, agar terpenuhi kebutuhan mental dan emosi anak.
6. Anak yang tumbuh dan berkembang dengan baik akan menjamin
kelangsungan hidup yang lebih baik.

Anggota keluarga, guru, taman kanak-kanak atau pengasuh anak


diikutsertakan dalam kegiatan pembinaan kesehatan. Kegiatan
pelayanan dan pembinaan kesehatan anak balita akan berhasil dengan baik dengan
adannya dukungan dari lingkungan sekitar. Para ibu perlu didorong pula untuk rutin
memeriksakan kesehatan anaknya.

Ruang Lingkup Health Promotion pada Anak

Masalah kesehatan pada anak cukup bervariasi. Obesitas, kebersihan dan


kesehatan gigi, perilaku jajan makanan, mencuci tangan dengan sabun dan
sebagainya merupakan bukti diperlukannya promosi kesehatan di masa
anak-anak (Childhood Health Promotion). Program-program dalam
promosi kesehatan bertujuan agar individu menerapkan perilaku sehat
serta mempersuasi individu agar meninggalkan kebiasaan tidak sehat
(unhealthful habits) yang selama ini dijalaninya, dan hal ini seringkali
membutuhkan upaya memodifikasi keyakinan-keyakinan sehat (health
beliefs).
Beberapa metode dalam promosi kesehatan mencakup :
1) Fear arousing,
2) Penyediaan informasi dan
3) Metode perilaku.

Meskipun tanggung jawab utama sekolah adalah untuk mendidik anak dalam
bidang akademik, namun partisipasi sekolah dalam mempromosikan
keterampilan hidup sehat pada anak-anak, seperti aktivitas fisik dan perilaku
makan diketahui cukup efektif. Pelaksanaan promosi kesehatan untuk anak di
sekolah dilakukan melalui kegiatan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
Adapun indikator PHBS di sekolah adalah :

1) Mencuci tangan memakai sabun,


2) Mengkonsumsi jajanan sehat,
3) Menggunakan jamban yang bersih dan sehat,
4) Olahraga yang teratur dan terukur,
5) Memberantas jentik nyamuk,
6) Tidak merokok di sekolah,
7) Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan dan
8) Membuang sampah pada tempatnya.

Beberapa indikator PHBS diatas merupakan masalah kesehatan yang ada pada
anak-anak dan dapat diatasi melalui kegiatan promosi kesehatan. Agar
kegiatan program promosi kesehatan efektif perlu dibuat suatu strategi dalam
pelaksanaanya seperti pemilihan media sebagai alat bantu kegiatan promosi
kesehatan serta strategi penyampaian materi dalam kegiatan promosi
kesehatan.

Ruang Lingkup Health Promotion pada Remaja


1. Masa remaja
Masa remaja (adolescence) merupakan masa transisi atau
perubahan dari masa anak-anak ke masa dewasa yang diawali
dengan masa pubertas. Pada masa ini terjadi banyak perubahan
yang berlangsung cepat dalam hal perubahan fisik, kognitif dan
psikososial/tingkah laku.
Perubahan-perubahan tubuh secara fisik disebabkan karena
pengaruh hormonal, pekembangan kognitif juga menunjukkan
kemajuan berupa kemampuan berfikir dalam artian dapat
memahami akibat dari perbuatan/tingkah laku serta dapat
melakukan beberapa tindakan secara serentak (Machfoedz,
2009)
1) Tahapan remaja
Menurut (Notoatmodjo, 2005) tahapan remaja dibagi
menjadi 3, yaitu :
a. Remaja awal (10-14 tahun)
Memiliki karakteristik:
 Kekhawatiran pada body image
 Mempercayai dan menghargai orang dewasa
 Kekhawatiran tentang hubungan dengan
teman sebaya
b. Remaja menengah (15-18 tahun)
Memiliki karakteristik:
 Sangat dipengaruhi oleh teman sebaya
 Kehilangan kepercayaan pada orang dewasa
 Mencoba mandiri sering tampak dalam
bentuk penolakan terhadap pola makan
keluarga
c. Remaja lanjut (19-24 tahun)
Memiliki karakteristik:
 Merencanakan masa depan dan bersifat lebih
mandiri
 Telah mempunyai persepsi terhadap body
image

2) Masalah remaja puteri


Masalah yang dialami remaja puteri antara lain:
 Makan tidak teratur
 Kehamilan
 Gangguan makan
 Obesitas/ kegemukan
 Alcohol dan penyalahgunaan obat
 Jerawat

Sebagai tenaga kesehatan salah satunya tentu harus memiliki


kompetensi sebagai educator, fasilitator, advocator dan
motivator.

Pendidikan kesehatan/ promosi kesehatan yang dilaksanakan


pada remaja adalah pentingnya pendidikan mengenai
kesehatan reproduksi wanita dan masalah gizi pada remaja.
Tugas tersebut antara lain:

a. Pengaturan menu seimbang/gizi seimbang untuk


remaja
b. Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja
c. Konseling pada remaja mengenai:
 Perubahan fisik/biologi sesuai dengan usia
perkembangan remaja putra maupun putri.
 Perubahan emosi dan perilaku pada usia
remaja
 Proses kehamilan yang mungkin terjadi pada
usia remaja dan dampaknya
 Penyalahgunaan obat dan bahan yang
berbahaya, termasuk dalamm kelompok
narkoba
 Kenakalan remaja
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pemberian promosi kesehatan pada infant dapat diberikan dengan


memberikan pendidikan kesehatan pada orang tua terutama pada ibu,
maupun keluarga. Dengan pemberian promosi kesehatan pada ibu terhadap
pentinnya pemberian ASI eksklusif dapat meningkatkan status kesehatan
bayi. Selain itu saat usia balita diperlukan untuk dilakukan imunisasi
lengkap guna menghindarkan balita dari infeksi penyakit. Pemberian
imunisasi yang tepat dan sesuai dengan tingkat tumbuh kembang balita
dapat meningkatkan sstatus imunitas dan menghindariakn dari infeksi
penyakit yang dapat berdampak pada kecacatan.
Pemberian promosi kesehatn pada remaja difokuskan pada pendidikan
seksual, kesehatan organ reproduksi wanita, serta pentingnya pemenuhan
gizi seimbang. Dengan memberikan pemahaman awal terhadap pendidikan
kesehatan dapat menghindarkan remaja dari hal-hal buruk dan negatif serta
diharapkan dapat mengarahkan remaja pada hal-hal positif dan bermanfaat
lainnya.

3.2 Saran

Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna. Kedepannya


penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah
diatas dengan sumber – sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggungjawabkan.

Untuk saran bisa berisi kritik atau saran terhadap penulis juga bisa untuk
menanggapi terhadap kesimpulan dari bahasan makalah yang dijelaskan.

Daftar Pustaka

https://www.neliti.com/journals/jurnal-promosi-kesehatan-indonesia?page=2

http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jupromkesfe0d40c082full.pdf

Anda mungkin juga menyukai