Anda di halaman 1dari 6

Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period) adalah

salah satu ciri-ciri zaman batu tua (paleolitikum) dimana manusia purba memenuhi kebutuhan
akan pangan dengan cara berburu hewan dan mengumpulkan makanan dari alam. Pada masa ini
juga telah mengenal sistem kepercayaan yang sederhana dan alat-alat pemenuh kebutuhan hidup
yang sederhana. Hidup mereka berkelompok dengan anggota yang tidak banyak, antara 20
sampai 50 orang. Hidup mereka masih nomaden dan sangat bergantung pada ketersediaan alam.
Perburuan dilakukan oleh kaum laki-laki sedangkan pengumpulan makanan dilakukan oleh kaum
perempuan.

1. Keadaan Lingkungan pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Keadaan lingkungan pada masa itu masih sangat liar, belum stabil, dan berbahaya. Manusia
masih belum mampu menciptakan alat untuk mempermudah hidupnya seperti senjata untuk
membunuh hewan buas dan rakit untuk menyeberangi sungai. Bahkan mereka masih tinggal di
goa-goa alam. Manusia masih sangat bergantung pada ketersediaan alam. Sehingga jika
lingkungan alam di sekitar gua sudah tidak memungkinkan mereka untuk bertahan hidup,
mereka akan mengembara dan mencari tempat baru. Mereka biasanya tinggal di dekat sumber air
seperti sungai atau pantai karena disana lebih banyak terdapat hewan dan tumbuhan yang bisa
dimakan.
2. Kehidupan Ekonomi pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Pada masa itu belum ada sistem ekonomi yang kompleks. Kegiatan berburu dan mengumpulkan
makanan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan anggota kelompoknya dan tidak pernah
ada transaksi dengan kelompok lain. Mereka masih sangat bergantung pada alam dan akan
mencari tempat lain jika tempat tersebut sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Pengolahan makanan masih sebatas dibakar saja. Pada masa itu manusia telah mengenal api.
Untuk makanan yang berasal dari tumbuhan, mereka memakannya mentah-mentah. Mereka juga
belum mengenal teknik menanak nasi.

3. Kehidupan Sosial pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan

Mereka selalu hidup berkelompok yang anggotanya berjumlah 20 sampai 50 orang yang terdiri
dari satu atau dua keluarga. Tujuan hidup berkelompok adalah untuk menghadapi binatang buas
dan saling membantu untuk memenuhi kebutuhan hidup. Mereka juga sudah mengenal kerja
sama terutama dalam hal berburu. Hasil buruannya dibagikan kepada seluruh anggota kelompok.

Mereka belum mengenal teknik berkomunikasi lisan. Mereka hanya menggunakan bahasa tubuh,
gambar, atau bunyi-bunyian untuk menyampaikan sesuatu.
Kehidupan Manusia Purba Pada Masa Bercocok Tanam

Di hari yang cerah dan bahagia ini, dimana kita telah jauh dari kata hidup keterbelakang jika di
bandingkan Ribuan tahun atau bahkan jutaan tahun yang lalu, yang mana semua itu telah
menjadi sejarah yang hanya kita bisa kenang sepanjang masa hingga akhir hayat kita, dimana
kelak kita juga akan menjadi bagian dari sejarah manusia, akan tetapi ada satu hal yang menarik
untuk kita bahasa pada kesempatan kali ini yakni kita akan mencoba membahas tentang manusia
purba, yang akan kita beri judul Sejarah Kehidupan Manusia Purba Pada Masa Bercocok Tanam.
Jika sobat genggaminterne.com mengikuti berbagai lalu lintas website genggam internet ini
maka sobat akan menemukan dan membaca tentang artikel yang berjudul pengertian sejarah (
Silahkan Baca : Pengertian Sejarah). nah jika sudah membaca apa itu pengertian sejarah maka,
mari kita lanjutkan untuk membahas mengenai Kehidupan manusia purba di masa bercocok
tanam di bawah ini.

Kehidupan Manusia Purba pada masa bercocok tanam kadang lebih di kenal dengan bahasa
inggris yakni Food Producing, Setelah berlangsungnya kehidupan masa berburu dan meramu
lambat laun pola pikir manusia purba pun berubah, dari yang dahulunya Food Gathering atau
yang di kenal dengan Proses Mengumpulkan makanan mengalami perubahan pola hidup menjadi
Food Producing atau penghasil makanan. Lalu manusia purba melakukan kegiatan Pertanian dan
Juga perternakan setelah mereka tinggal di kampung kecil yang biasanya dekat dengan Sumber
air. (Baca Juga : Kehidupan Masyarakat Prasejarah Indonesia).

Manusia purba pada saat itu sudah tidak lagi hidup dengan cara berpindah-pindah tempat, akan
tetapi sudah mulai menetap(Semi Nomaden). Masyarakat purba pertanian ini di perkirakan oleh
para ahli Muncul pada zaman Mesolitikum dan manusia pendukungnya merupakan homo
sapiens yang berasal dari rumpun proto melayu yang terlah bermigrasi atau pindah di indonesia.
Sistem irigrasi ladang mereka masih sangatlah sederhana dan juga masih bergantung dari
kesuburan tanah dan air hujan. bila tanah pertanian sudah di anggap tidak subur maka mereka
akan mencari tempat yang masih subur untuk melakukan pertanian. Tradisi seperti ini masih
banyak kita jumpai sampai saat ini di Indonesia, seperti contoh nya di wilayah pedalaman
sumatra, kalimantan dan juga papua.
Dari kampung kampung kecil itulah kemudian lambat laun terbentuklah desa-desa yang masih
sangat sederhana dengan pertanian sebagai basis perekonomianya. pada masa ini sudah adanya
pemimpin yang di pilih untuk memimpin suatu desa tersebut, pemimpin pada masa itu biasanya
di pilih berdasarkan kekuatan Fisik, kewibawaan dan juga di segani serta mempunyai
kemampuan dalam memecahkan masalah dengan baik. pada masa bercocok tanam tingkat lanjut
manusia purba yang sebelumnya masih semi-menetap sudah berubah menjadi menetap(sedenter),
tinggal berkelompok dii suatu tempat menyerupai kampung dan mempunyai kemampuan untuk
membuat peralatan untuk menggosok-gosok sampai halus alat-alat yang di buatnya dari batu.
Mereka juga sudah memiliki kemampuan untuk membuat tembikar dan juga tentun yang sudah
semakin maju. Sebagian penemuan tembikar oleh para ahli, jika tembikar atau gerabah pada
beberapa tempat di gunakan sebagai bekal kubur, an juga sebagian lagi di temukan warna hitam
bekas api di bagian bawah tembikar, hal ini tentu saja menunjukan bahwa manusia purba pada
masa itu suah mengenal memasak makanan dengan menggunakan tembikar.

Masa perundagian Zaman perundagian adalah zaman di mana manusia sudah mengenal
pengolahan logam. Hasil-hasil kebudayaan yang dihasilkan terbuat dari bahan logam. Adanya
penggunaan logam, tidaklah berarti hilangnya penggunaan barang-barang dari batu. Pada masa
perundagian, manusia masih juga menggunakan barang-barang yang berasal dari batu.
Penggunaan bahan dari logam tidak begitu tersebar luas sebagaimana halnya bahan dari batu.
Persediaan logam sangat terbatas. Hanya orangorang tertentu yang memiliki barang-barang dari
logam. Kemungkinan hanya orang-orang yang mampu membeli bahan-bahan tersebut.
Keterbatasan persediaan tersebut memungkinkan barang-barang dari logam diperjualbelikan.
Adanya perdagangan tersebut dapat diperkirakan bahwa manusia pada zaman perundagian telah
mengadakan hubungan dengan luar.
Sistem sosial-ekonomi
Masyarakat pada masa perundagian diperkirakan sudah mengenal pembagian kerja. Hal ini dapat
dilihat dari pengerjaan barang-barang dari logam. Pengerjaan barang-barang dari logam
membutuhkan suatu keahlian, tidak semua orang dapat mengerjakan pekerjaan ini. Selain itu,
ada orang-orang tertentu yang memiliki benda-benda dari logam. Dengan demikian pada masa
perundagian sudah terjadi pelapisan sosial.Bahkan bukan hanya pembuat dan pemilik, tetapi
adanya pedagang yang memperjualbelikan logam. Pada masa perundagian kehidupan sosialnya
sudah mengenal system kemasyarakatan yang sudah teratur. Masyarakat hidup diikat oleh
normanorma dan nilai. Norma-norma dan nilai-nilai ini diciptakan oleh mereka sendiri,
disepakati dan dijadikan pegangan dalam menjalan kehidupannya. Sebagaimana layaknya dalam
suatu sistem kemasyarakatan, pada masa ini sudah ada pemimpin dan ada masyarakat yang
dipimpin. Struktur ini dikatakan ada kalau dilihat dari penemuan alat-alat untuk penguburan.
Kuburan-kuburan yang ada terdapat kuburan yang diiringi dengan berbagai bekal bagi mayat.
Model kuburan ini diperkirakan hanya untuk para pemimpin. Sistem mata pencaharian pada
masa perundagian sudah mengalami kemajuan. Keterikatan terhadap bahan-bahan makanan yang
disediakan oleh alam mulai berkurang. Mereka mampu mengolah sumber-sumber daya yang ada
di alam untuk dijadikan bahan makanan. Cara bertani berhuma sudah mulai berubah menjadi
bertani dengan bersawah. Ada perbedaan dalam cara bertani berhuma dengan bersawah. Dalam
bertani berhuma ada kebiasaan meninggalkan tempat olahannya, apabila tanahnya sudah tidak
subur, jadi hidup mereka pun tidak menetap secara permanen. Sedangkan dalam bertani
bersawah tidak lagi berpindah, mereka tinggal secara permanen. Hal ini dikarenakan pengolahan
tanah pertanian sudah menggunakan pupuk yang membantu kesuburan tanah. Dengan demikian
masyarakat tidak akan meninggalkan lahan garapannya. Bukti adanya kehidupan bersawah yaitu
dengan ditemukannya alat-alat pertanian dari logam, seperti bajak, pisau, dan alat-alat yang
lainnya.
Benda-benda yang dihasilkan
Benda-benda yang dihasilkan pada zaman perundagian mengalami kemajuan dalam hal teknik
pembuatan. Teknik pembuatan barang dari logam yang utama adalah melebur, yang kemudian
dicetak sesuai dengan bentuk yang diinginkan. Ada dua teknik pencetakan logam yaitu bivolve
dan a cire perdue. Teknik bivolve dilakukan dengan cara menggunakan cetakan-cetakan batu
yang dapat dipergunakan berulang kali. Cetakan terdiri dari dua bagian (kadang-kadang lebih,
khususnya untuk benda-benda besar) diikat. Ke dalam rongga cetakan itu dituangkan perunggu
cair. Kemudian cetakan itu dibuka setelah logamnya mengering. Teknik a cire perdue dikenal
pula dengan istilah cetak lilin. Cara yang dilakukan yaitu dengan membuat cetakan model benda
dari lilin. Cetakan tersebut kemudian dibungkus dengan tanah liat. Setelah itu tanah liat yang
berisi lilin itu dibakar. Lilin akan mencair dan keluar dari lubang yang telah dibuat. Maka
terjadilah benda tanah liat bakar yang berongga. Bentuk rongga itu sama dengan bentuk lilin
yang telah cair. Setelah cairan logam dingin, cetakan tanah liat dipecah dan terlihatlah cairan
logam yang telah membeku membentuk suatu barang sesuai dengan rongga yang ada dalam
tanah liat.

Anda mungkin juga menyukai