Anda di halaman 1dari 20

TUGAS KLIPING SEJARAH PEMINATAN

Nama : Esterlika Rosana Tambaip

Kelas: X IPS 1
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana
Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period)
adalah salah satu ciri-ciri zaman batu tua (paleolitikum) dimana manusia purba
memenuhi kebutuhan akan pangan dengan cara berburu hewan dan
mengumpulkan makanan dari alam. Pada masa ini juga telah mengenal sistem
kepercayaan yang sederhana dan alat-alat pemenuh kebutuhan hidup yang
sederhana. Hidup mereka berkelompok dengan anggota yang tidak banyak,
antara 20 sampai 50 orang. Hidup mereka masih nomaden dan sangat bergantung
pada ketersediaan alam. Perburuan dilakukan oleh kaum laki-laki sedangkan
pengumpulan makanan dilakukan oleh kaum perempuan.
1. Keadaan Lingkungan pada Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Keadaan lingkungan pada masa itu masih sangat liar, belum stabil, dan
berbahaya. Manusia masih belum mampu menciptakan alat untuk mempermudah
hidupnya seperti senjata untuk membunuh hewan buas dan rakit untuk
menyeberangi sungai. Bahkan mereka masih tinggal di goa-goa alam. Manusia
masih sangat bergantung pada ketersediaan alam. Sehingga jika lingkungan alam
di sekitar gua sudah tidak memungkinkan mereka untuk bertahan hidup, mereka
akan mengembara dan mencari tempat baru. Mereka biasanya tinggal di dekat
sumber air seperti sungai atau pantai karena disana lebih banyak terdapat hewan
dan tumbuhan yang bisa dimakan.

2. Kehidupan Ekonomi pada Masa Berburu dan


Mengumpulkan Makanan
Pada masa itu belum ada sistem ekonomi yang kompleks. Kegiatan berburu dan
mengumpulkan makanan hanya semata-mata untuk memenuhi kebutuhan
anggota kelompoknya dan tidak pernah ada transaksi dengan kelompok lain.
Mereka masih sangat bergantung pada alam dan akan mencari tempat lain jika
tempat tersebut sudah tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Pengolahan makanan masih sebatas dibakar saja. Pada masa itu manusia telah
mengenal api. Untuk makanan yang berasal dari tumbuhan, mereka memakannya
mentah-mentah. Mereka juga belum mengenal teknik menanak nasi.

3. Kehidupan Sosial pada Masa Berburu dan


Mengumpulkan Makanan
1. Mereka selalu hidup berkelompok yang anggotanya berjumlah 20 sampai 50
orang yang terdiri dari satu atau dua keluarga. Tujuan hidup berkelompok
adalah untuk menghadapi binatang buas dan saling membantu untuk
memenuhi kebutuhan hidup. Mereka juga sudah mengenal kerja sama
terutama dalam hal berburu. Hasil buruannya dibagikan kepada seluruh
anggota kelompok.
2. Mereka belum mengenal teknik berkomunikasi lisan. Mereka hanya
menggunakan bahasa tubuh, gambar, atau bunyi-bunyian untuk
menyampaikan sesuatu.
4. Teknologi pada Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Manusia pada masa itu lebih memilih gua sebagai tempat tinggal karena mereka
belum mampu membangun tempat tinggal. Mereka sudah mengenal beberapa
peralatan yang sederhana untuk memenuhi kebutuhan hidup. Bentuk alat-alat
tersebut masih kasar (belum diasah atau dihaluskan) dan sederhana. Peralatan
tersebut biasanya berasal dari batu, serpihan, dan tulang hewan yang memiliki
bentuk sesuai dengan fungsinya. Beberapa alat tersebut diantaranya kapak
perimbas, kapak penetak, kapak genggam, pahat genggam, alat serpih, dan
peralatan dari tulang.

1. Kapak Perimbas

Kapak perimbas adalah kapak yang digunakan dengan cara digenggam dan
tidak memiliki tangkai. Kapak ini ditemukan di beberapa tempat di Indonesia
dan beberapa negara lain seperti Malaysia, Tiongkok, Thailand, Vietnam,
Pakistan, Myanmar, dan Filipina.

2. Kapak Penetak

Kapak penetak adalah kapak yang memiliki bentuk lebih besar daripada kapak
perimbas dan berfungsi untuk membelah bambu dan kayu. Kapak ini ditemukan
hampir di seluruh wilayah Indonesia.
3. Kapak Genggam

Kapak genggam adalah kapak yang berukuran lebih kecil daripada kapak
perimbas dan memiliki ujung kecil untuk tempat menggenggam alat tersebut.
Kapak ini juga ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.

4. Pahat Genggam

Pahat genggam adalah alat yang memiliki ukuran lebih kecil dari kapak genggam
dan berfungsi untuk menggali tanah untuk mencari umbi-umbian.

5. Alat Serpih

Alat serpih adalah peralatan yang memiliki bentuk yang sederhana berupa
serpihan. Alat ini memiliki fungsi sesuai bentuknya seperti pisau dan alat
penusuk. Manusia dapat menggunakan alat ini untuk mengupas, memotong, dan
menggali makanan. Alat serpih memiliki ukuran sekitar 10 sampai 12 cm dan
banyak ditemukan pada goa-goa di Sangiran (Surakarta), Cabbenge (Sulawesi
Selatan), Maumere (Flores), dan Timor
.

Selain dari batu dan serpihan, manusia juga menggunakan tulang hewan untuk
dijadikan alat. Peralatan yang berasal dari tulang antara lain pisau, belati, mata
tombak, mata panah, dll.

5. Keadaan Manusia Indonesia pada Masa Berburu


dan Mengumpulkan Makanan
Terdapat dua ras yang mendiami Indonesia pada masa ini yaitu
Austromelanesoid dan Mongoloid. Ras Austromelanesoid yang berasal dari
Australia (yang dulunya pernah menyatu dengan Papua) mendiami kawasan timur
Indonesia. Ras Mongoloid yang berasal dari Asia (yang pernah menyatu dengan
kawasan Sumatera, Jawa, dan Kalimantan) mendiami kawasan barat Indonesia.

6. Sistem Kepercayaan pada Masa Berburu dan


Mengumpulkan Makanan
Pada masa ini manusia telah mengenal sistem kepercayaan. Mereka percaya
bahwa ada kehidupan lain setelah meninggal dan benda-benda besar (seperti
batu besar dan pohon besar) memiliki kekuatan gaib. Mereka percaya bahwa ada
kekuatan alam yang telah membantu kehidupan mereka. Pada masa ini juga telah
terdapat ritual penguburan jenazah dan pemujaan terhadap benda-benda yang
dianggap memiliki kekuatan gaib. Mereka juga sering menggambar sesuatu di
dinding gua yang bertujuan untuk menghormati dan mengingat kekuatan gaib
yang diyakininya.
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut

Manusia prasejarah pada waktu berburu dan mengumpulkan makanan

menghadapi berbagai kesulitan. Keadaan alam masa itu masih liar dan keadaan

bumi belum stabil. Letusan gunung berapi masih sering terjadi disertai gempa

bumi yang menakutkan, demikian pula lahar panas yang membara mengancam

kehidupan manusia. Aliran sungai kadang-kadang berpindah sejalan dengan

perubahan bentuk permukaan bumi.

Mereka hidup berpidah-pindah tempat, mencari daerah yang dapat

menghasilkan makanan. Karena sulitnya mencari bahan makanan, pertumbuhan

populasi mereka sangat sedikit dan banyak yang mati dan akhirnya punah.

Seperti diketahui, alat-alat pada zaman Paleolithikum terdiri atas kapak-kapak

genggam dan alat dari tulang atau tanduk rusa yang berbentuk belati dan ada

pula alat dari tulang yang sisinya bergerigi dan dipergunakan untuk ujung

tombak. Alat-alat itu dipergunakan untuk berburu atau menangkap ikan. Alat

lainnya dipergunakan untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah.

Hewan-hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang,

kerbau, kera, gajah, kuda nil, dan beberapa jenis hewan buas lainnya. Suatu cara

berburu mereka antara lain dengan membuat lubang-lubang jebakan atau

menggiring hewan ke arah jurang yang terjal.

Kelompok berburu terdiri atas keluarga kecil dengan pembagian tugas

yaitu: yang laki-laki melakukan pemburuan dan yang perempuan mengumpulkan


makanan, tumbuh-tumbuhan, dan hewan-hewan kecil yang tidak memerlukan

tenaga besar. Tempat-tempat yang menarik bagi mereka untuk dihuni ialah

daerah yang cukup mengandung bahan makanan dan air, terutama di sekitar

tempat-tempat yang sering dilalui buruan. Tempat-tempat semacam itu berupa

padang-padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang terletak

berdekatan dengan sungai atau danau. Hewan yang berkeliaran di tempat-tempat

itu menjadi binatang buruan.

Untuk menghadapi kemungkinan bahaya, mereka hidup berkelompok dan

berlindung dalam gua-gua. Bahaya itu datang dari serangan binatang-binatang

buas yang diburunya atau bencana alam yang sering terjadi, seperti letusan

gunung berapi.

Masyarakat berburu dan mengumpulkan makanan telah mengenal api,

menyalakan dan memeliharanya. Api ternyata bermanfaat bagi kehidupan

manusia untuk berbagai keperluan, misalnya memanaskan makanan, membakar

daging supaya menjadi lunak untuk dikunyah, untuk penerangan, dan mengusir

binatang buas yang hendak mengganggu. Api mula-mula dikenal dari gejala alam,

misalnya percikan gunung berapi, kebakaran hutan yang sering ditimbulkan oleh

halilintar atau nyala api yang tersembur dari dalam bumi, karena mengandung

gas. Secara lambat laun mereka dapat menyalakan api dengan cara menggosok

batu dengan batu yang mengandung unsur besi, sehingga menimbulkan percikan

api. Percikan-percikan api itu ditampung pada semacam lumut kering, sehingga

terjadi bara api. Pada masyarakat food gathering, mereka sangat

menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang mereka tempati harus
dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan hidup. Oleh

karena itu mereka selalu berpindah-pindah.

Sebab mereka hidup berpindah-pindah adalah sebagai berikut:

• Binatang buruan dan umbi-umbian semakin berkurang di tempat yang

mereka diami.

• Musim kemarau menyebabkan binatang buruan berpindah tempat untuk

mencari sumber air yang lebih baik.

• Mereka berusaha menemukan tempat dimana kebutuhan mereka tersedia

lebih banyak dan mudah diperoleh.

• Mereka masih hidup mengembara. Tempat tinggal sementara di gua-gua.

Ada pula kelompok yang tinggal di daerah pantai

• Mencari makanan berupa binatang buruan dan tumbuh-tumbuhan liar di

tepi sungai atau danau. Mereka mencari kerang sebagai makanannya.

• Mereka hidup dalam kelompok-kelompok kecil untuk memudahkan

pergerakan dalam mengikuti binatang buruan/ mengumpulkan makanan.

• Dalam kelompok-kelompok tersebut terdapat pembagian tugas kerja. Laki-

laki pada umumnya melakukan perburuan. Sementara itu, para wanita

mengumpulkan bahan makanan seperti buah-buahan dan merawat anak. Mereka

yang memilih dan meramu makanan yang akan di makan.

• Hubungan antar anggota sangat erat, mereka bekerjasama untuk memenuhi

kebutuhan hidup serta mempertahankan kelompok dari serangan kelompok lain

ataupun dari binatang buas.


• Populasi pertumbuhan penduduk sangat kecil karena situasi yang berat,

dengan peralatan yang masih sanagat primitif membuat mereka tidak dapat

selamat dari berbagai bahaya.

CIRI MASA BERBURU DAN MENGUMPULKAN MAKANAN TINGKAT

LANJUT

berburu dan meramu tingkat lanjut merupakan kelanjutan dari masa

berburu dan meramu tingkat awal atau sederhana. Ciri-ciri kehidupan

masyarakatnya setingkat lebih tinggi dibandingkan dengan masa sebelumnya,

terutama dalam hal manusia pendukung, teknik pembuatan alat, tempattinggal,

ataupun kesenian dan kepercayaannya.,

ciri-ciri masyarakatmasa berburu dan meramu tingkat lanjut diuraikan berikut ini.

1. Manusia Pendukung

Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, masyarakat purba

memasuki masa Holosen. Manusia pendukung kebudayaan masa ini adalah

kelanjutan dari manusia purba jenis Homosapiens , yaitu ras Mongoloid dan

Austromelanesoid. Ras Mongoloid mempunyai ciri-ciri, antara lain tubuh lebih

kecil, muka lebar dan datar, tengkorak sedang dan bundar, besar hidung besar,

dan reduksi alat pengunyah sudah terlihat. Ciri-ciri ras Austromelanesoid, yaitu

tubuh agak besar, tengkorak kecil, muka sedang, hidung lebar, bagian rahangnya

ke depan, alat pengunyahnya kuat, dan geraham belum mengalami reduksi.

Kedua ras tersebut tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan
Sulawesi. Di Indonesia juga dihuni ras Papua Melanesoid. Keturunan ras

ini,antara lain suku Sakai (Siak) dan suku Irian.

2. Kehidupan Ekonomi

Kehidupan perekonomian pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut

sudah mengalami perkembangan meskipun dalam pemenuhan kebutuhannya

masih bergantung pada alam. Berikut ini beberapa ciri kehidupan ekonomi

masyarakat purba masa berburu dan meramu tingkat lanjut.

a. Cara memperoleh makanan masih bersifat food gathering masih sangat

bergantung pada alam, yaitu iklim, cuaca, kesuburan tanah, dan kondisi bintang.

b. Kehidupan berburu berkembang seiring dengan kemajuan dalam pembuatan

alat berburu.

c. Selain berburu hewan di dekat, mereka juga makan hewan-hewan laut,

misalnya kerang yang kulitnya dibuang menjadi sampah bukit kerang

(kjokkenmoddinger).

d. Mulai melakukan bercocok tanam sederhana dengan berpindah-pindah

tempatsesuai dengan kesuburan tanah. Tanaman yang ditanam sebatas umbi-

umbian, karena belum mengenal padi.

e. Masa ini belum mengenal perdagangan barter, yaitu tukar-menukar barang,

karena makanan yang mereka peroleh hanya sekadar untuk mempertahankan

hidup.
3. Kehidupan Sosial

Secara umum, pola kehidupan sosial masyarakat purba masa berburu dan

meramu tingkat lanjut diuraikan berikut ini.

a. Manusia pada masa ini sudah mulai hidup semisedenter, yaitu kadang menetap

di gua-gua alam dan berpindah lagi mencari gua lain yang di sekitarnya banyak

tersedia bahan makanan.

b. Pembagian kerja; laki-laki berburu, dan perempuan mengmpulkan makanan

dan mengurus anak

c. Munculnya gua-gua alam yang dinamakan abris sous roche yang merupakan

tempat tinggal sementara.

4. Hasil Kebudayaan

Pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut, masyarakat praaksara

sudah menghasilkan berbagai budaya meskipun belum berkembang pesat. Salah

satu hasil budaya pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut adalah

digunakannya peralatan dari batu yang disebut chooper (kapak

perimbas/pebble/kapak sumatra), chooping tool (kapak penetak), anak panah, dan

alat dari tulang atau tanduk rusa (bone culture). Selain itu, ditemukan beberapa

kesenian berupa lukisan-lukisan. Berikut beberapa bentuk lukisan tersebut.

a. Lukisan pada kapak berupa garis sejajar dan lukisan mata. Makna lukisan

tersebut belum diketahui secara pasti.

b. Lukisan di dinding-dinding gua, seperti yang terdapat di Gua Leang-Leang,

Sulawesi Selatan. Lukisan tersebut berupa gambar babi hutan sedang berlari. Di
Gua Leang-Leang juga ditemukan lukisan cap tangan berwarna merah. Heekeren

mengatakan bahwa gambar tersebut dimungkinkan telah berumur lebih dari 4.000

tahun, atau pada zaman peralihan dari Mesolitikum ke Neolitikum.


Masa bercocok tanam (budaya neolitik)
Sekitar tahun 1.500 merupakan zaman Neolitikum dan perubahan dalam
kehidupan manusia pada saat itu sudah mengalami perkembangan dari zaman
sebelumnya. Mereka telah memulai kehidupan dengan menetap di suatu tempat
dan bercocok tanam. Berikut adalah ulasan tentang zaman Neolitikum dan ciri-
ciri, serta peninggalannya.

Zaman Neolitikum dan Ciri-ciri serta Peninggalannya

Zaman Neolitikum artinya zaman batu muda. Di Indonesia, zaman Neolitikum


dimulai sekitar 1.500 SM. Cara hidup untuk memenuhi kebutuhannya telah
mengalami perubahan pesat, dari cara food gathering menjadi food producting,
yaitu dengan cara bercocok tanam dan memelihara ternak.

Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk
menghindari bahaya binatang buas. Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah
mulai membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah.
Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa dilihat di Lebak, Banten.

Mereka tak perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi
dilarang secara hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada
pangan sejak zaman nenek moyang.

Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan,
yakni beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia
bagian Barat, diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang
berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia.

Kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang,
kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan
kepulauan Melanesia. Contoh dari kapak persegi adalah yang ditemukan di
Bengkulu, terbuat dari batu kalsedon; berukuran 11,7×3,9 cm, dan digunakan
sebagai benda pelengkap upacara atau bekal kubur.

Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat dari batu
agats; berukuran 5,5×2,5 cm; dan digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh
leluhur.

Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat; berukuran
29,5×19,5 cm; berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan
sebagai bekal kubur. Anda sekarang sudah mengetahui Zaman Neolitikum.
Ciri-ciri Zaman Batu Neolitikum (Zaman Batu Muda)

Zaman neolitikum (zaman batu baru) kehidupan masyarakatnya semakin maju.


Manusia tidak hanya sudah hidup secara menetap tetapi juga telah bercocok
tanam.

Masa ini penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena
pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber
alam bertambah cepat. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai
dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat
ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah menguasai
lingkungan alam beserta isinya.

Kemajuan masyarakat dalam masa neolitikum ini tidak saja dapat dilihat dari
corak kehidupan mereka, tetapi juga bisa dilihat dari hasil-hasil peninggalan
budaya mereka. Yang jelas mereka semakin meningkat kemampuannya dalam
membuat alat-alat kebutuhan hidup mereka. Alat-alat yang berhasil mereka
kembangkan antara lain: beliung persegi, kapak lonjong, alat-alat obsidian, mata
panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan megaltikum. Beliung persegi
ditemukan hampir seluruh kepulauan Indonesia, terutama bagian barat seperti
desa Sikendeng, Minanga Sipakka dan Kalumpang (Sulwasei), Kendenglembu
(Banyuwangi), Leles Garut (Jawa Barat), dan sepanjang aliran sungai Bekasi,
Citarum, Ciherang, dan Ciparege (Rengasdengklok). Beliung ini digunakan untuk
alat upacara.

Kapak lonjong ditemukan terbatas hanya di wilayah Indonesia bagian timur


seperti Sulawesi, Sangihe-Talaud, Flores, Meluku, Leti, Tanibar dan Papua. Kapak
ini umumnya lonjong dengan pangkal agak runcing dan melebar pada bagian
tajaman. Bagian tajaman diasah dari dua arah sehingga menghasilkan bentuk
tajaman yang simetris.

Alat-alat obsidian merupakan alat-alat yang dibuat dari batu kecubung. Alat-alat
obsidian ini berkembang secara terbatas di beberapa tempat saja, seperti: dekat
Danau Kerinci (Jambi), Danau Bandung dan Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang
Bogor, Danau Tondano (Minahasa), dan sedikit di Flores Barat.

Kebudayaan Batu Muda (Neolithikum)

Hasil kebudayaan zaman batu muda menunjukkan bahwa manusia purba sudah
mengalami banyak kemajuan dalam menghasilkan alat-alat. Ada sentuhan tangan
manusia, bahan masih tetap dari batu. Namun sudah lebih halus, diasah, ada
sentuhan rasa seni. Fungsi alat yang dibuat jelas untuk pengggunaannya. Hasil
budaya zaman neolithikum, antara lain.

 Kapak Persegi
Kapak Persegi

Kapak persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini dipergunakan untuk
mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia,
kapak persegi atau juga disebut beliung persegi banyak ditemukan di Jawa,
Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusa tenggara.

 Kapak Lonjong

Kapak Lonjong

Kapak ini disebut kapak lonjong karena penampangnya berbentuk lonjong.


Ukurannya ada yang besar ada yang kecil. Alat digunakan sebagai cangkul untuk
menggarap tanah dan memotong kayu atau pohon. Jenis kapak lonjong
ditemukan di Maluku, Papua, dan Sulawesi Utara.

 Mata Panah

Mata Panah

Mata panah terbuat dari batu yang diasah secara halus. Gunanya untuk berburu. Penemuan mata
panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

 Gerabah
Gerabah

Gerabah dibuat dari tanah liat. Fungsinya untuk berbagai keperluan.

 Perhiasan

Perhiasan

Masyarakat pra-aksara telah mengenal perhiasan, diantaranya berupa gelang,


kalung, dan anting-anting. Perhiasan banyak ditemukan di Jawa Barat, dan Jawa
Tengah.

1. Alat Pemukul Kulit Kayu

Pemukul Kayu

Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul kulit kayu yang akan
digunakan sebagai bahan pakaian. Adanya alat ini, membuktikan bahwa pada
zaman neolithikum manusia pra- aksara sudah mengenal pakaian.
Masa perundagian (budaya megalitik dan budaya
logam)
Masa Zaman Megalithikum (Masa Kebudayaan Batu Besar) - Adanya kebudayaan
megalithik terungkap dari penemuan bangunan-bangunan yang dibuat dari batu besar.
Bahan-bahan bangunan megalithik kerap kali harus didatangkan dari tempat lain
sebelum didirikan di suatu tempat yang terpilih. Dalam kenyataannya, bangunan
megalithik memang didirikan demi kepentingan seluruh masyarakat yang
membangunnya.

Bangunan ini didirikan untuk kepentingan penghormatan dan pemujaan roh nenek
moyang. Dengan demikian, pendirian bangunan megalitihik berkaitan erat dengan
kepercayaan yang dianut masyarakat pada masa itu.
Bangunan megalithik tersebar di seluruh Indonesia. Ada yang dibangun secara
berkelompok dan ada yang berdiri sendiri. Kehidupan menetap yang telah dijalani
menimbulkan ikatan-ikatan antara manusia dengan alam semestanya. Oleh karena itu,
nenek moyang kita mempunyai kepercayaan yang berkaitan dengan alam sekitarnya.

Zaman Megalithikum

Hasil-hasil Kebudayaan
Kebudayaan Dongson

 - menhir
 - dolmen
 - sarkopagus
 - waruga
 - manik-manik
 - kubur batu
 - pundek berundakundak
 - arca

Cara Hidup dan Kemampuan membuat alat dari gerabah

 - Food producing
 - Tempat tinggal menetap
 - Bercocok tanam
 - Beternak
 - Nelayan
 - Membuat alat-alat
 - Rumah panggung
Jenis Manusia Pendukung
Proto Melayu (2000 SM)

 - Suku Nias
 - Suku Dayak
 - Suku Sasak
 - Suku Toraja

Zaman Logam

Masa Zaman Logam - Zaman logam adalah zaman dimana manusia sudah mengenal
teknologi pertukangan secara sederhana. Pada masa ini manusia purba mulai mengenal
logam perunggu dan besi.
Pengolahan logam memerlukan suatu tempat dan keahlian khusus. Tempat untuk
mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang ahli mengerjakan
pertukangan logam disebut undagi. Maka zaman logam disebut juga zaman perundagian.
Pada masa ini nenek moyang bangsa Indonesia telah pandai membuat barang-barang
penunjang kehidupan dari logam. Di Indonesia logam yang digunakan adalah perunggu
dan besi.
Maka muncul daerah-daerah produsen barang, yang kemudian ditukarkan dengan
barang kebutuhan lain, sehingga terjadilah barter. Kebutuhan barang makin meningkat
memunculkan daerah konsumen, sehingga terjadilah perdagangan antar daerah.
Kebudayaan zaman logam terus berkembang hingga munculnya kerajaan-kerajaan di
Indonesia.

Zaman Logam/Perunggu
Hasil-hasil Kebudayaan

 - Barang-barang perhiasan
 - Manik-manik
 - Bejana perunggu
 - Candrasa
 - Moko
 - Kapak corong
(budaya Dongson)

Cara Hidup dan Kemampuan membuat alat

Masa Perundagian

 - Mengenal teknologi pertukangan.


 - Muncul daerah produsen dan daerah konsumen.
 - Timbul perdagangan barter.

Jenis Manusia Pendukung

 Deutro Melayu Yang masuk ke Indonesia tahun 300 SM.

Anda mungkin juga menyukai