Kelas: X IPS 1
Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat
sederhana
Masa berburu dan mengumpulkan makanan (food gathering and hunting period)
adalah salah satu ciri-ciri zaman batu tua (paleolitikum) dimana manusia purba
memenuhi kebutuhan akan pangan dengan cara berburu hewan dan
mengumpulkan makanan dari alam. Pada masa ini juga telah mengenal sistem
kepercayaan yang sederhana dan alat-alat pemenuh kebutuhan hidup yang
sederhana. Hidup mereka berkelompok dengan anggota yang tidak banyak,
antara 20 sampai 50 orang. Hidup mereka masih nomaden dan sangat bergantung
pada ketersediaan alam. Perburuan dilakukan oleh kaum laki-laki sedangkan
pengumpulan makanan dilakukan oleh kaum perempuan.
1. Keadaan Lingkungan pada Masa Berburu dan
Mengumpulkan Makanan
Keadaan lingkungan pada masa itu masih sangat liar, belum stabil, dan
berbahaya. Manusia masih belum mampu menciptakan alat untuk mempermudah
hidupnya seperti senjata untuk membunuh hewan buas dan rakit untuk
menyeberangi sungai. Bahkan mereka masih tinggal di goa-goa alam. Manusia
masih sangat bergantung pada ketersediaan alam. Sehingga jika lingkungan alam
di sekitar gua sudah tidak memungkinkan mereka untuk bertahan hidup, mereka
akan mengembara dan mencari tempat baru. Mereka biasanya tinggal di dekat
sumber air seperti sungai atau pantai karena disana lebih banyak terdapat hewan
dan tumbuhan yang bisa dimakan.
1. Kapak Perimbas
Kapak perimbas adalah kapak yang digunakan dengan cara digenggam dan
tidak memiliki tangkai. Kapak ini ditemukan di beberapa tempat di Indonesia
dan beberapa negara lain seperti Malaysia, Tiongkok, Thailand, Vietnam,
Pakistan, Myanmar, dan Filipina.
2. Kapak Penetak
Kapak penetak adalah kapak yang memiliki bentuk lebih besar daripada kapak
perimbas dan berfungsi untuk membelah bambu dan kayu. Kapak ini ditemukan
hampir di seluruh wilayah Indonesia.
3. Kapak Genggam
Kapak genggam adalah kapak yang berukuran lebih kecil daripada kapak
perimbas dan memiliki ujung kecil untuk tempat menggenggam alat tersebut.
Kapak ini juga ditemukan di hampir seluruh wilayah Indonesia.
4. Pahat Genggam
Pahat genggam adalah alat yang memiliki ukuran lebih kecil dari kapak genggam
dan berfungsi untuk menggali tanah untuk mencari umbi-umbian.
5. Alat Serpih
Alat serpih adalah peralatan yang memiliki bentuk yang sederhana berupa
serpihan. Alat ini memiliki fungsi sesuai bentuknya seperti pisau dan alat
penusuk. Manusia dapat menggunakan alat ini untuk mengupas, memotong, dan
menggali makanan. Alat serpih memiliki ukuran sekitar 10 sampai 12 cm dan
banyak ditemukan pada goa-goa di Sangiran (Surakarta), Cabbenge (Sulawesi
Selatan), Maumere (Flores), dan Timor
.
Selain dari batu dan serpihan, manusia juga menggunakan tulang hewan untuk
dijadikan alat. Peralatan yang berasal dari tulang antara lain pisau, belati, mata
tombak, mata panah, dll.
menghadapi berbagai kesulitan. Keadaan alam masa itu masih liar dan keadaan
bumi belum stabil. Letusan gunung berapi masih sering terjadi disertai gempa
bumi yang menakutkan, demikian pula lahar panas yang membara mengancam
populasi mereka sangat sedikit dan banyak yang mati dan akhirnya punah.
genggam dan alat dari tulang atau tanduk rusa yang berbentuk belati dan ada
pula alat dari tulang yang sisinya bergerigi dan dipergunakan untuk ujung
tombak. Alat-alat itu dipergunakan untuk berburu atau menangkap ikan. Alat
lainnya dipergunakan untuk mengorek ubi dan keladi dari dalam tanah.
Hewan-hewan yang diburu antara lain rusa, kuda, babi hutan, kijang,
kerbau, kera, gajah, kuda nil, dan beberapa jenis hewan buas lainnya. Suatu cara
tenaga besar. Tempat-tempat yang menarik bagi mereka untuk dihuni ialah
daerah yang cukup mengandung bahan makanan dan air, terutama di sekitar
padang-padang rumput dengan semak belukar dan hutan kecil yang terletak
buas yang diburunya atau bencana alam yang sering terjadi, seperti letusan
gunung berapi.
daging supaya menjadi lunak untuk dikunyah, untuk penerangan, dan mengusir
binatang buas yang hendak mengganggu. Api mula-mula dikenal dari gejala alam,
misalnya percikan gunung berapi, kebakaran hutan yang sering ditimbulkan oleh
halilintar atau nyala api yang tersembur dari dalam bumi, karena mengandung
gas. Secara lambat laun mereka dapat menyalakan api dengan cara menggosok
batu dengan batu yang mengandung unsur besi, sehingga menimbulkan percikan
api. Percikan-percikan api itu ditampung pada semacam lumut kering, sehingga
menggantungkan diri pada alam. Dimana daerah yang mereka tempati harus
dapat memberikan persediaan yang cukup untuk kelangsungan hidup. Oleh
mereka diami.
dengan peralatan yang masih sanagat primitif membuat mereka tidak dapat
LANJUT
ciri-ciri masyarakatmasa berburu dan meramu tingkat lanjut diuraikan berikut ini.
1. Manusia Pendukung
kelanjutan dari manusia purba jenis Homosapiens , yaitu ras Mongoloid dan
kecil, muka lebar dan datar, tengkorak sedang dan bundar, besar hidung besar,
dan reduksi alat pengunyah sudah terlihat. Ciri-ciri ras Austromelanesoid, yaitu
tubuh agak besar, tengkorak kecil, muka sedang, hidung lebar, bagian rahangnya
Kedua ras tersebut tersebar di wilayah Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara, dan
Sulawesi. Di Indonesia juga dihuni ras Papua Melanesoid. Keturunan ras
2. Kehidupan Ekonomi
masih bergantung pada alam. Berikut ini beberapa ciri kehidupan ekonomi
bergantung pada alam, yaitu iklim, cuaca, kesuburan tanah, dan kondisi bintang.
alat berburu.
(kjokkenmoddinger).
hidup.
3. Kehidupan Sosial
Secara umum, pola kehidupan sosial masyarakat purba masa berburu dan
a. Manusia pada masa ini sudah mulai hidup semisedenter, yaitu kadang menetap
di gua-gua alam dan berpindah lagi mencari gua lain yang di sekitarnya banyak
c. Munculnya gua-gua alam yang dinamakan abris sous roche yang merupakan
4. Hasil Kebudayaan
satu hasil budaya pada masa berburu dan meramu tingkat lanjut adalah
alat dari tulang atau tanduk rusa (bone culture). Selain itu, ditemukan beberapa
a. Lukisan pada kapak berupa garis sejajar dan lukisan mata. Makna lukisan
Sulawesi Selatan. Lukisan tersebut berupa gambar babi hutan sedang berlari. Di
Gua Leang-Leang juga ditemukan lukisan cap tangan berwarna merah. Heekeren
mengatakan bahwa gambar tersebut dimungkinkan telah berumur lebih dari 4.000
Pada masa itu manusia sudah mulai menetap di rumah panggung untuk
menghindari bahaya binatang buas. Manusia pada masa Neolitikum ini pun telah
mulai membuat lumbung-lumbung guna menyimpan persediaan padi dan gabah.
Tradisi menyimpan padi di lumbung ini masih bisa dilihat di Lebak, Banten.
Mereka tak perlu membeli beras dari pihak luar karena menjualbelikan padi
dilarang secara hukum adat. Mereka rupanya telah mempraktikkan swasembada
pangan sejak zaman nenek moyang.
Pada zaman ini, manusia purba Indonesia telah mengenal dua jenis peralatan,
yakni beliung persegi dan kapak lonjong. Beliung persegi menyebar di Indonesia
bagian Barat, diperkirakan budaya ini disebarkan dari Yunan di Cina Selatan yang
berimigrasi ke Laos dan selanjutnya ke Kepulauan Indonesia.
Kapak lonjong tersebar di Indonesia bagian timur yang didatangkan dari Jepang,
kemudian menyebar ke Taiwan, Filipina, Sulawesi Utara, Maluku, Irian dan
kepulauan Melanesia. Contoh dari kapak persegi adalah yang ditemukan di
Bengkulu, terbuat dari batu kalsedon; berukuran 11,7×3,9 cm, dan digunakan
sebagai benda pelengkap upacara atau bekal kubur.
Sedangkan kapak lonjong yang ditemukan di Klungkung, Bali, terbuat dari batu
agats; berukuran 5,5×2,5 cm; dan digunakan dalam upacara-upacara terhadap roh
leluhur.
Selain itu ditemukan pula sebuah kendi yang dibuat dari tanah liat; berukuran
29,5×19,5 cm; berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur. Kendi ini digunakan
sebagai bekal kubur. Anda sekarang sudah mengetahui Zaman Neolitikum.
Ciri-ciri Zaman Batu Neolitikum (Zaman Batu Muda)
Masa ini penting dalam sejarah perkembangan masyarakat dan peradaban karena
pada masa ini beberapa penemuan baru berupa penguasaan sumber-sumber
alam bertambah cepat. Berbagai macam tumbuh-tumbuhan dan hewan mulai
dipelihara dan dijinakkan. Hutan belukar mulai dikembangkan, untuk membuat
ladang-ladang. Dalam kehidupan bercocok tanam ini, manusia sudah menguasai
lingkungan alam beserta isinya.
Kemajuan masyarakat dalam masa neolitikum ini tidak saja dapat dilihat dari
corak kehidupan mereka, tetapi juga bisa dilihat dari hasil-hasil peninggalan
budaya mereka. Yang jelas mereka semakin meningkat kemampuannya dalam
membuat alat-alat kebutuhan hidup mereka. Alat-alat yang berhasil mereka
kembangkan antara lain: beliung persegi, kapak lonjong, alat-alat obsidian, mata
panah, gerabah, perhiasan, dan bangunan megaltikum. Beliung persegi
ditemukan hampir seluruh kepulauan Indonesia, terutama bagian barat seperti
desa Sikendeng, Minanga Sipakka dan Kalumpang (Sulwasei), Kendenglembu
(Banyuwangi), Leles Garut (Jawa Barat), dan sepanjang aliran sungai Bekasi,
Citarum, Ciherang, dan Ciparege (Rengasdengklok). Beliung ini digunakan untuk
alat upacara.
Alat-alat obsidian merupakan alat-alat yang dibuat dari batu kecubung. Alat-alat
obsidian ini berkembang secara terbatas di beberapa tempat saja, seperti: dekat
Danau Kerinci (Jambi), Danau Bandung dan Danau Cangkuang Garut, Leuwiliang
Bogor, Danau Tondano (Minahasa), dan sedikit di Flores Barat.
Hasil kebudayaan zaman batu muda menunjukkan bahwa manusia purba sudah
mengalami banyak kemajuan dalam menghasilkan alat-alat. Ada sentuhan tangan
manusia, bahan masih tetap dari batu. Namun sudah lebih halus, diasah, ada
sentuhan rasa seni. Fungsi alat yang dibuat jelas untuk pengggunaannya. Hasil
budaya zaman neolithikum, antara lain.
Kapak Persegi
Kapak Persegi
Kapak persegi dibuat dari batu persegi. Kapak ini dipergunakan untuk
mengerjakan kayu, menggarap tanah, dan melaksanakan upacara. Di Indonesia,
kapak persegi atau juga disebut beliung persegi banyak ditemukan di Jawa,
Kalimantan Selatan, Sulawesi, dan Nusa tenggara.
Kapak Lonjong
Kapak Lonjong
Mata Panah
Mata Panah
Mata panah terbuat dari batu yang diasah secara halus. Gunanya untuk berburu. Penemuan mata
panah terbanyak di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.
Gerabah
Gerabah
Perhiasan
Perhiasan
Pemukul Kayu
Alat pemukul kulit kayu digunakan untuk memukul kulit kayu yang akan
digunakan sebagai bahan pakaian. Adanya alat ini, membuktikan bahwa pada
zaman neolithikum manusia pra- aksara sudah mengenal pakaian.
Masa perundagian (budaya megalitik dan budaya
logam)
Masa Zaman Megalithikum (Masa Kebudayaan Batu Besar) - Adanya kebudayaan
megalithik terungkap dari penemuan bangunan-bangunan yang dibuat dari batu besar.
Bahan-bahan bangunan megalithik kerap kali harus didatangkan dari tempat lain
sebelum didirikan di suatu tempat yang terpilih. Dalam kenyataannya, bangunan
megalithik memang didirikan demi kepentingan seluruh masyarakat yang
membangunnya.
Bangunan ini didirikan untuk kepentingan penghormatan dan pemujaan roh nenek
moyang. Dengan demikian, pendirian bangunan megalitihik berkaitan erat dengan
kepercayaan yang dianut masyarakat pada masa itu.
Bangunan megalithik tersebar di seluruh Indonesia. Ada yang dibangun secara
berkelompok dan ada yang berdiri sendiri. Kehidupan menetap yang telah dijalani
menimbulkan ikatan-ikatan antara manusia dengan alam semestanya. Oleh karena itu,
nenek moyang kita mempunyai kepercayaan yang berkaitan dengan alam sekitarnya.
Zaman Megalithikum
Hasil-hasil Kebudayaan
Kebudayaan Dongson
- menhir
- dolmen
- sarkopagus
- waruga
- manik-manik
- kubur batu
- pundek berundakundak
- arca
- Food producing
- Tempat tinggal menetap
- Bercocok tanam
- Beternak
- Nelayan
- Membuat alat-alat
- Rumah panggung
Jenis Manusia Pendukung
Proto Melayu (2000 SM)
- Suku Nias
- Suku Dayak
- Suku Sasak
- Suku Toraja
Zaman Logam
Masa Zaman Logam - Zaman logam adalah zaman dimana manusia sudah mengenal
teknologi pertukangan secara sederhana. Pada masa ini manusia purba mulai mengenal
logam perunggu dan besi.
Pengolahan logam memerlukan suatu tempat dan keahlian khusus. Tempat untuk
mengolah logam dikenal dengan nama perundagian dan orang yang ahli mengerjakan
pertukangan logam disebut undagi. Maka zaman logam disebut juga zaman perundagian.
Pada masa ini nenek moyang bangsa Indonesia telah pandai membuat barang-barang
penunjang kehidupan dari logam. Di Indonesia logam yang digunakan adalah perunggu
dan besi.
Maka muncul daerah-daerah produsen barang, yang kemudian ditukarkan dengan
barang kebutuhan lain, sehingga terjadilah barter. Kebutuhan barang makin meningkat
memunculkan daerah konsumen, sehingga terjadilah perdagangan antar daerah.
Kebudayaan zaman logam terus berkembang hingga munculnya kerajaan-kerajaan di
Indonesia.
Zaman Logam/Perunggu
Hasil-hasil Kebudayaan
- Barang-barang perhiasan
- Manik-manik
- Bejana perunggu
- Candrasa
- Moko
- Kapak corong
(budaya Dongson)
Masa Perundagian