TINGKTA SEDERHANA
Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas
pada mata plejaran Sejarah Indonesia
Disusun Oleh :
Kelas X AK 2
Kelompok III
Aldi Fradhari
Angga Irawan
Devi Mulyani
Erni Hestiani
Sahira Dwi Oktavia
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sudah selayaknya kita panjatkan pada Illahi
Robbi, karena atas rahmat dan karuni-Nya, Kami mampu
menyelesaikan penyusunan Laporan Observasi tentang Masa
Berburu dan Meramu Makanan Tingkat Sederha ini.
Sholawat dan salam Alloh semoga selamanya tercurah limpahkan
pada Nabi Besar Muhammad SAW. Kepada keluarganya, para
Shohabatnya, dan semoga sampai pada kita semua selaku
umatnya.
Dalam proses penyusunan makalah ini banyak sekali
rintangan dan kesulitan yang kami hadapi, akan tetapi dengan
banyaknya bantuan yang diberikan dari berbagai pihak, proses
penyusunan makalah ini mejadi cukup mudah, sehingga makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu Kami ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
pembutan makalah ini.
Layaknya sebuah pribahasa Tak ada gading yang tak retak,
kami sadari bahwa dalam penyusunan dan penyajian makalah ini
tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, baik daei segi
penulisan, isi maupun redaksi. Oleh karena hal tersebut, besar
harapan
kami
menyampaikan
agar
kritik
para
serta
pembaca
saran
yang
semua
berkenan
membangun
agar
Rajadesa,
September 2016
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Bumi pada Kala Pleistosen ........................
11
11
11
12
13
14
17
22
3.1...................................................................................Kesi
mpulan .......................................................................
22
23
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1839, Charles Lyell memberikan nama pleistosen untuk
jaman geologi yang mengikuti jaman pliosen. Jaman ini dimulai dari awal
kuarter hingga kira-kira 11.000 tahun yang lalu. Jaman pleitosen didefinisikan
dengan dasar bahwa lapisan sedimen mengandung 90% hingga 100% dari
fauna yang masih hidup.
Gunung tengah atlantik masih terus mekar dengan kecepatan 2 cm
pertahun pada jama ini. Karena pendeknya waktu pleistosen, tektonik yang
terjadi belum banyak merubah morfologi dan struktur bumi. Namun demikian
perubahan tektonik yang terjadi yang terkait dengan perkembangan dan
pencairan lempeng es di daerah kutub telah sangat berpengaruh pada
perubahan muka laut yang menyertainya.
Pada kala pleistosen, zona penujaman jawa pindah ke selatan, kearah
samudera india. Mulai terbentuk gunung api kuarter, termasuk merapi,
merbabu, lawu, ungaran, yang sebagian masih hingga holosen. Susut laut
yang mulai terjadi sejak pliosen terus berlangsung hingga pertengahan
pleistosen awal. Dijawa tengan susut laut ini disertai dengan pengangkatan
dari pegunungan kendeng. Akibatnya laut yang terletak diantara kendeng dan
pegunungan selatan
( yang telah terangkat sejak pliosen ) dimana daerah sangiran terletak
berubah menjadi lautan tertutup dan kemudian menjadi daerah rawa.
Pengangkatan yang terus berlangsung segera diikuti oleh erosi, dan hasil erosi
tersebuit masuk ke cekungan rawa tersebut diatas yang kemudian
menghadilkan endapan lempung hitam ( formasi pucangan ). Pengisian terus
menerus dari rawa tersebut berakibat daerah tersebut menjadi daratan dengan
sungai yang mengalir diatasnya (Sartono, 1976). Pengangkatan kendeng
tersebut juga berakibatterbentuknya endapan teras yang bertingkat-tingkat
sepanjang lembah sungai, misalnya aliran Bengawan Solo diantara Ngawi
dan Cepu (Sartono, 1976).
1.2 Rusmusan Masalah
1. Apa yang terjadi pada Zaman Pleistosen ?
2. Apa saja alat-alat yang dibuiat pada Zaman Pleistosen ?
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Bumi pada Kala Pleistosen
Manusia pertama kali muncul di dunia adalah pada tahap zaman
Neozoikum, yaitu kala Pleistosen sekitar 3 juta tahun yang lalu. Kala
Pleistosen merupakan aman termuda dari keseluruhan tahapan zaman dari
terbentuknya bumi, dan di perkirakan berproses dalam waktu yang cukup
singkat, yaitu dari 3 juta sampai dengan 10.000 tahun yang lalu.
Meskipun sudah di anggap stabil, kala Pleistosen masih diwarnai
sejumlah peristiwa alam yang besar yang dapat mengubah kehidupan manusia
sewaktu-waktu, seperti :
1. Meluasnya es ke sebagian permukaan bumi
2. Munculnya daratan-daratan baru dari dasar laut karena permukaan air
laut yang turun
3. Adanya perubahan iklim
4. Letusan gunung berapi yang sangat besar
5. Muncul dan tenggelamnya sungai-sungai dan danau
Kerasnya fenomena alam ikut mengembangkan otak manusia purba.
Alam memang menyediakan cukup makanan pada masa ini seperti air,
hewan, umbi-umbian, dan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi tubuh,
tetapi manusia harus berupaya untuk memperolehnya.
Merek lalu membuat alat-alat dari batu seperti kapak genggam dengan
berbagai bentuk, alat-alat dari kayu, alat-alat dari tulang binatang seperti
flakes (alat serpih), pisau, serta pancing utuk menangkap ikan.
Dari bentuk awal yang sederhana sampai ke bentuk yang lebih rumit.
Dengan demikian, manusia menjadi terlatih dan selalu mengembangkan
akalnya dan mengasah kemampuan otaknya. Tidak mengherankan, volume
otak manusia
yang lebih
menerapkan pola hidup menetap, bercocok tanam, dan membuat barangbarang dari logam.
2.1.1 Indohesi
Pada ribuan tahun yang lalu, kondisi alam Indonesia berbeda dibanding
dengan masa sekarang. Memasuki kala pleistosen, secara umum kondisi
alam sudah stabil, kecuali Indonesia bagian timur. Selama kala
pleistosen berlangsung jaman es (Glasial), dimana es di kutub sering
meluas. Hal ini berarti daratan di bumi mencapai wilayah yang paling
luas. Jaman es terjadi empat kali yaitu Gunz, Mindel, Risz dan Wurm.
Sedangkan jaman interglasial terjadi sebanyak tiga kali. Jaman
interglasial merupakan jaman diantara dua jaman es, dimana es di kutub
yang mencair menyebabkan sebagian besar permukaan bumi diliputi
perairan.
Jaman es timbul karena suhu bumi tidak tetap. Suhu yang turun
mendadak membawa akibat permukaan es meluas, sehingga bagian
barat Indonesia bersatu dengan Asia. Sedangkan bagian timur bersatu
dengan Australia. Sebaliknya jika suhu naik, es akan mencair yang
berakibat daratan penghubung tenggelam dan terbentuk paparan Sahul
dan paparan Sunda. Perubahan geografis ini akan mempengaruhi
perkembangan flora dan fauna di wilayah Indonesia. Adapun perubahan
bentuk kepulauan Indonesia disebabkan oleh gerakan pengangkatan,
kegiatan gunung berapi dan turunnya permukaan air laut pada masa
glasial.
Kepulauan Indonesia terletak di daerah tropis. Pada masa pleistosen,
telah dikenal musim hujan dan kemarau. Musim hujan pertama
berlangsung dan diikuti dengan terbentuknya hutan di daerah
semenanjung Malaya, Kalimantan, Philipina dan Sulawesi Utara.
Jullius Schuster menyelidiki lapisan bumi di trinil dan menemukan fosil
tumbuhan. Dari fosil tersebut, ternyata ada yang masih hidup sampai
sekarang di Jawa. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada jaman
pleistosen di Jawa memiliki temperatur 6 8 C lebih rendah
dibanding masa sekarang.
Istilah proto sejarah atau sejarah awal sering digunakan dalam literatur
lama yang berkaitan dengan periodisasi sejarah. Proto sejarah
nampak
ada
kehidupan
yang
sangat
lamban
perkembangannya.
2. Palaeozoikum (primer)
Palaeozoikum atau jaman hidup tua berlangsung selama kurang
lebih 340 juta tahun. Kondisi bumi masih belum stabil, dimana
iklim masih berubah-ubah dan curah hujan yang tinggi. Jaman ini
ditandai dengan munculnya kehidupan yang dimulai dengan
tumbuhan tingkat rendah (misal ganggang dan lumut), makhluk
hidup bersel satu, hewan kecil tidak bertulang belakang sampai
jenis ikan dan permulaan amphibi dan reptil.
3. Mesozoikum (sekunder)
Mesozoikum atau jaman kehidupan tengah berlangsung sekitar 140
juta tahun. Kondisi bumi
demikian
di
Indonesia
akan
hewan
mengelompok
di
dengan
daerah
ciri
tertentu.
tertentu
Garis
akan
Wallace
utara berpindah keselatan lebihdari 2000 km dari posisi pra jaman es.
Di eropa selatan, daerah tundra yang sangat luas yang dialasi
permafrost ( tanah yang beku secara permanen), melempar jauh kearah
selatan lempengan es hingga sejauh tepian dari laut tengah. Pada daerah
seperti itu berkembang pesat fauna daerah dingin seperti rusa kutub
(reindeer), mammoth dan badak berbulu lebat.
Selama Pleistosen, perkembangan golongan mamalia sangat pesat,
mungkin akibat tersedianya relubg ekologi yang tepat. Muncul
golongan baru misalnya mammoth, badak berbulu tebal dan harimau
bergigi pedang. Satu hal yang sangat penting adalah bahwa muncul
golongan hominid yang terwakili oleh homo erectus, homo habilis dan
akhirnya homo sapiens. Kondisi iklim yang tidak terlalu basah pada
pleistosen menyukarkan pertumbuhan hutan lebat. Hutan yang ada
bukan merupakan hutan rimba, tetapi steppa.
Kondisi seperti ini berakibat berkembang pesatnya mamalia darat
golongan gajah yang berukuran besar seperti Stegodon trigonocephalus,
mastodon, mammoth. Golongan hominid mulai menggunakan peralatan
batu, mulai berburu dan berakibat punahya beberapa hewan perburuan.
1. Proses glasiasi, Berakibat pendangkalan air laut sehingga menjadi
daratan dan menjadi jembatan perpindahan hewan untuk bermigrasi
karena perubahan musim.
2. Proses interglasiasi / post glasiasi (pencairan kembali air laut)
Berakibat naiknya permukaan air laut daerah tropis menjadi lembab,
penyempitan wilayah jelajah fauna sehingga terjadi pengkerdilan
fauna tertentu
3. Proses pembentukan daratan karena tenaga endogen dan eksogen
4. Aktifitas vulkanisme Berakibat terbentuknya daratan-darataan baru
dan dapat merubah keadaan alam sebelumnya.
Pada kala pleistosen sebagian besar daratan ditutupi oleh es (divilium /
jaman es). Akibatnya banyak fauna yang bermigrasi. Inilah pembatasan
antara jaman tersier ke kala pleistosen ditandai dengan banyaknya fauna
dan flora tertentu dan digantikan dengan varietas baru yang disebabkan
evolusi akibat penyesuaian diri.
Dengan lewatnya jaman wurm, maka berakhirlah jaman divilium dan
mulailah jaman holosen (post glacial) tanda-tanda peninggalan jaman es
10
2.2 Manusia
2.3.1 Penelitian Manusia Purba
Sesungguhnya, kita bangsa Indonesia boleh bangga karena temuantemuan manusia-manusia purba di Indonesia. Dengan ditemukannya
manusia-manusia purba di Indonesia (khusunya di Jawa), membuat
Indonesia menjadi terkenal dan penting bagi penelitian sejarah
kehidupan dan perkembangan manusia di masa lampau. Oleh karena
banyaknya temuan fosil manusia purba di Indonesia, maka Indonesia
sering mendapat julukan museum manusia purba dunia.
Peneliti pertama yang datang di Indonesia ialah seorang dokter
Belanda bernama Eugene Dubois. Di Jawa, ia berhasil menemukan fosil
tengkorak manusia purba di dekat desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur
(tahun 1889) yang diberi nama Pithecantropus Erectus. Penelitian
Eugene Dubois ini sangat menggemparkan dunia ilmu pengetahuan,
khususnya paleoantropologi dan biologi. Hasil penelitian tersebut
kemudian dipublikasikan ke luar negeri, sehingga mengakibatkan studi
tentang manusia purba lebih banyak lagi dilakukan oleh para ahli untuk
menemukan fosil manusia purba di Indonesia.
Berikutnya GHR. Von Koenigswald, pada tahun 1931-1933
berhasil menemu- kan manusia purba di Ngandong (Kabupaten Blora)
yang diberi nama Homo Soloensis. Pada tahun 1936 Von Koenigswald
berhasil menemukan fosil tengkorak kanak-kanak di desa Perning dekat
Mojokerto yang diberi nama Homo Mojokertensis. Selanjutnya, pada
tahun 1941 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil rahang bawah
yang sangat besar yang kemudian diberi nama Megantropus
Paleojavanicus.
2.3.2 Megan Tropus
Megantropus Paleo Javanicus, berasal dari kata mega : besar, Paleo
: tua dan Java : Jawa, yang berarti manusia besar/raksasa yang
diperkirakan manusia pertama yang hidup di Jawa. Megantropus
diketemukan di Sangiran pada lapisan pleistosen bawah pada tahun
1941 oleh Von Koeningswald.
Ciri yang menonjol pada Meganthropus ialah rahangnya kuat dan
gerahamnya besar-besar dengan badan yang tegap. Rahangnya
menunjukkan bahwa ia mempunyai otot-otot kunyah yang sangat
11
kukuh, dengan tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang menyolok
dan tonjolan belakang kepala yang tajam dan besar untuk otot-otot
tengkuk yang kuat. Dagu tidak ada pada Meganthropus. Makanan
dimungkinkan
terutama
tumbuh-tum-
buhan
dan
buah-buahan.
12
13
A.
Asia
yang
Timur
memiliki
berbeda
dengan
perkembangan
corak
kebudayaan
kebudayaan
yang
Lahat
(Sumatra
Selatan),
Kalianda
(Lampung),
setrika,
berpenampang
15
cembung,
dan
bentuknya itu diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan alat penusuk.
Dengan alat ini manusia purba mengupas, memotong, dan juga
menggali makanan. Alat serpih ini juga ditemukan oleh Von
Koenigswald pada tahun 1934 di daerah Sangiran (Surakarta). Tempattempat penemuan lainnya di Indonesia antara lain: Cabbenge (Sulawesi
Selatan), Maumere (Flores) dan Timor. Alat-alat serpih sangat kecil dan
berukuran antara 10-20 cm serta banyak ditemukan pada goa-goa
tempat tinggal mereka pada waktu itu.
Pada umumnya goa-goa tidak terganggu keadaannya, maka apa yang
ditinggalkan oleh manusia purba masih dapat ditemukan dalam keadaan
seperti ditinggalkan oleh penghuninya, sehingga goa-goa menjadi salah
satu sasaran para ahli untuk penelitian.
2.4 Kehidupan Sosial
2.5.1 Kehidupan Berkelompok
Kehidupan Manusia Purba pada masa bercocok tanam kadang lebih
di kenal dengan bahasa inggris yakni Food Producing, Setelah
berlangsungnya kehidupan masa berburu dan meramu lambat laun pola
pikir manusia purba pun berubah, dari yang dahulunya Food Gathering
atau yang di kenal dengan Proses Mengumpulkan makanan mengalami
perubahan pola hidup menjadi Food Producing atau penghasil makanan.
Lalu manusia purba melakukan kegiatan Pertanian dan Juga
perternakan setelah mereka tinggal di kampung kecil yang biasanya
dekat dengan Sumber air. (Baca Juga : Kehidupan Masyarakat
Prasejarah Indonesia).
Manusia purba pada saat itu sudah tidak lagi hidup dengan cara
berpindah-pindah tempat, akan tetapi sudah mulai menetap(Semi
Nomaden). Masyarakat purba pertanian ini di perkirakan oleh para ahli
16
17
dari batang pohon. tiga alat tersebut di temukan di situs buni bekasi,
Jawa Barat.
Di akhir masa Manusia purba juga terlihat sudah ada kepercayaan
terhadap kekuatan yang melebihi kekuatan manusia, mereka sudah
percaya terhadap hal-hal ghaib ataupun Roh-roh orang yang telah
meinggal dunia bisa mempengaruhi kehidupan mereka. hal ini dapat
kita lihat dari posisi tengkorak yang menghadap ke suatu Gunung di
dekat makan tersebut, Manusia purba pada saat itu percaya bahwa
gunung di anggap sebagai tempat tinggal para roh, agar roh-roh atau
kekuatan tersebut melindungi mereka dan tidak mendatangkan bahaya
mereka melakukan peroses pemujaan atau upacara.
Manusia Purba pada masa itu juga telah membuat bangunanbangunan besar di tempat-tempat yang di yakini sebagai tempat tinggal
Roh, Misalnya di Gunung Gunung atau di Daratan Tinggi.
Nah sobat genggaminternet.com Saya rasa artikel tentang Kehidupan
Manusia purba pada masa bercocok tanam kita sudahi sampai disini
dahulu ya, tapi tenang saja saya akan masih menyambung materi
tentang manusia purba ini, karena Masih banyak banget materi tentang
manusia purba yang ingin saya bagikan di website Faforit anak sekolah
ini, Jangan Sungkan untuk memberikan Kontribusi berupa artikel atau
komentar anda di bagian bawah artikel ini, akhir kata terima kasih saya
ucapkan.
2.5.2 Perkembangan Budaya Masyarakat Pemburu
Masyarakat pemburu dan peramu (hunters and gathers) telah ada
dipermukaan bumi ini semenjak manusia ada. Mereka hidup tergantung
kepada hasil alam. Hasil alam itu berupa binatang buruan dan hasil
hutan. Kehidupan masyarakat pemburu dan peramu terbagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil sekitar 25 - 50 orang, dan terpencar satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Pembagian kelompok kecil ini
bertujuan untuk memudahkan berpindah tempat yang sejalan dengan
migrasi binatang buruannya. "Berburu" adalah aktivitas masyarakat
untuk mendapatkan binatang-binatang liar dengan menggunakan
tombak, pelempar lembing, busur dan panah, jaring dan perangkap.
Sedangkan "meramu" adalah aktivitas mengumpulkan bahan makanan
18
laki-laki
dididik
yaitu
19
(2)
(3)
seperti,
kemahiran
berburu,
di
masyarakat
pemburu-peramu
senantiasa
akan
20
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Beberapa perubahan iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar
pada flora dan fauna. Seperti daerah kontinen mengalami kehilangan populasi
besar, hewan dan tumbuhan mengahadapi tingkatan stress yang tinggi akibat
zaman es ini. Hasil dari perubahan iklim yang drastis itu adalah pengurangan
populasi, dan makan suplay makanan yang habis.
Beberapa perubahan iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar
pada flora dan fauna. Seperti daerah kontinen mengalami kehilangan populasi
besar, hewan dan tumbuhan mengahadapi tingkatan stress yang tinggi akibat
zaman es ini. Hasil dari perubahan iklim yang drastis itu adalah pengurangan
populasi, dan makan suplay makanan yang habis.
21
Daftar Pustaka
http://ilmusosial.net/keadaan-alam-pada-kala-pleistosen.html
http://penasejarah.com/pembentukan-kepulauan-indonesia/
http://www.sridianti.com/keadaan-alam-pada-kala-pleistosen.html
http://www.wacana.co/2009/11/kapak-perimbas/
http://genggaminternet.com/sejarah-kehidupan-manusia-purba-pada-masabercocok-tanam/
22