Anda di halaman 1dari 26

MASA BERBURU DAN MERAMU MAKANAN

TINGKTA SEDERHANA
Diajukan untuk memenuhi salahsatu tugas
pada mata plejaran Sejarah Indonesia

Disusun Oleh :
Kelas X AK 2
Kelompok III

Aldi Fradhari
Angga Irawan
Devi Mulyani
Erni Hestiani
Sahira Dwi Oktavia

DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


KABUPATEN CIAMIS

SMK NEGERI 1 RAJADESA


Alamat : Jl. Kubang Atas No. 05, Sirnabaya Rajadesa
Telp. (0265) 2795934
1

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sudah selayaknya kita panjatkan pada Illahi
Robbi, karena atas rahmat dan karuni-Nya, Kami mampu
menyelesaikan penyusunan Laporan Observasi tentang Masa
Berburu dan Meramu Makanan Tingkat Sederha ini.
Sholawat dan salam Alloh semoga selamanya tercurah limpahkan
pada Nabi Besar Muhammad SAW. Kepada keluarganya, para
Shohabatnya, dan semoga sampai pada kita semua selaku
umatnya.
Dalam proses penyusunan makalah ini banyak sekali
rintangan dan kesulitan yang kami hadapi, akan tetapi dengan
banyaknya bantuan yang diberikan dari berbagai pihak, proses
penyusunan makalah ini mejadi cukup mudah, sehingga makalah
ini dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu Kami ucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu proses
pembutan makalah ini.
Layaknya sebuah pribahasa Tak ada gading yang tak retak,
kami sadari bahwa dalam penyusunan dan penyajian makalah ini
tidak terlepas dari kesalahan dan kekurangan, baik daei segi
penulisan, isi maupun redaksi. Oleh karena hal tersebut, besar
harapan

kami

menyampaikan

agar
kritik

para
serta

pembaca
saran

yang

semua

berkenan

membangun

agar

kesalahan-kesalahan yang kami buat bisa diperbaiki sehingga


kedepannya akan menjadi lebih baik.
Akhir kata, semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kami
selaku penyhusun Laporan ini maupun bagi pemca pada
umumnya.

Rajadesa,

September 2016

Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................

DAFTAR ISI...............................................................................

ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .........................................................

1.2 Rumusan Masalah.....................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Bumi pada Kala Pleistosen ........................

2.1.1 Indohesi ............................................................

2.1.2 Iklim ..................................................................

2.2 Manusia ....................................................................

11

2.2.1 Penelitian Manusia Purba .................................

11

2.2.2 Megan Tropus ...................................................

11

2.2.3 Phitekan Tropus ................................................

12

2.2.4 Homo Erectus ...................................................

13

2.3 Kemampuan Membuat Alat .......................................

14

2.4 Kehidupan Sosial .......................................................

17

BAB III KESIMPULAN ................................................................

22

3.1...................................................................................Kesi
mpulan .......................................................................

22

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................

23

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1839, Charles Lyell memberikan nama pleistosen untuk
jaman geologi yang mengikuti jaman pliosen. Jaman ini dimulai dari awal
kuarter hingga kira-kira 11.000 tahun yang lalu. Jaman pleitosen didefinisikan
dengan dasar bahwa lapisan sedimen mengandung 90% hingga 100% dari
fauna yang masih hidup.
Gunung tengah atlantik masih terus mekar dengan kecepatan 2 cm
pertahun pada jama ini. Karena pendeknya waktu pleistosen, tektonik yang
terjadi belum banyak merubah morfologi dan struktur bumi. Namun demikian
perubahan tektonik yang terjadi yang terkait dengan perkembangan dan
pencairan lempeng es di daerah kutub telah sangat berpengaruh pada
perubahan muka laut yang menyertainya.
Pada kala pleistosen, zona penujaman jawa pindah ke selatan, kearah
samudera india. Mulai terbentuk gunung api kuarter, termasuk merapi,
merbabu, lawu, ungaran, yang sebagian masih hingga holosen. Susut laut
yang mulai terjadi sejak pliosen terus berlangsung hingga pertengahan
pleistosen awal. Dijawa tengan susut laut ini disertai dengan pengangkatan
dari pegunungan kendeng. Akibatnya laut yang terletak diantara kendeng dan
pegunungan selatan
( yang telah terangkat sejak pliosen ) dimana daerah sangiran terletak
berubah menjadi lautan tertutup dan kemudian menjadi daerah rawa.
Pengangkatan yang terus berlangsung segera diikuti oleh erosi, dan hasil erosi
tersebuit masuk ke cekungan rawa tersebut diatas yang kemudian
menghadilkan endapan lempung hitam ( formasi pucangan ). Pengisian terus
menerus dari rawa tersebut berakibat daerah tersebut menjadi daratan dengan
sungai yang mengalir diatasnya (Sartono, 1976). Pengangkatan kendeng
tersebut juga berakibatterbentuknya endapan teras yang bertingkat-tingkat
sepanjang lembah sungai, misalnya aliran Bengawan Solo diantara Ngawi
dan Cepu (Sartono, 1976).
1.2 Rusmusan Masalah
1. Apa yang terjadi pada Zaman Pleistosen ?
2. Apa saja alat-alat yang dibuiat pada Zaman Pleistosen ?
1

3. Bagaimana Kondisi kehidupan pada Zaman Pleistosen ?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Keadaan Bumi pada Kala Pleistosen
Manusia pertama kali muncul di dunia adalah pada tahap zaman
Neozoikum, yaitu kala Pleistosen sekitar 3 juta tahun yang lalu. Kala
Pleistosen merupakan aman termuda dari keseluruhan tahapan zaman dari
terbentuknya bumi, dan di perkirakan berproses dalam waktu yang cukup
singkat, yaitu dari 3 juta sampai dengan 10.000 tahun yang lalu.
Meskipun sudah di anggap stabil, kala Pleistosen masih diwarnai
sejumlah peristiwa alam yang besar yang dapat mengubah kehidupan manusia
sewaktu-waktu, seperti :
1. Meluasnya es ke sebagian permukaan bumi
2. Munculnya daratan-daratan baru dari dasar laut karena permukaan air
laut yang turun
3. Adanya perubahan iklim
4. Letusan gunung berapi yang sangat besar
5. Muncul dan tenggelamnya sungai-sungai dan danau
Kerasnya fenomena alam ikut mengembangkan otak manusia purba.
Alam memang menyediakan cukup makanan pada masa ini seperti air,
hewan, umbi-umbian, dan tumbuh-tumbuhan yang bermanfaat bagi tubuh,
tetapi manusia harus berupaya untuk memperolehnya.
Merek lalu membuat alat-alat dari batu seperti kapak genggam dengan
berbagai bentuk, alat-alat dari kayu, alat-alat dari tulang binatang seperti
flakes (alat serpih), pisau, serta pancing utuk menangkap ikan.
Dari bentuk awal yang sederhana sampai ke bentuk yang lebih rumit.
Dengan demikian, manusia menjadi terlatih dan selalu mengembangkan
akalnya dan mengasah kemampuan otaknya. Tidak mengherankan, volume
otak manusia

mengalami perubahan terus-menerus ke arah

yang lebih

sempurna sebagaimana tercermin dari hasil-hasil budaya mereka.


Masa berikutnya adalah kala Holosen, yang berlangsung sekitar 10.000
tahun yang lalu sampai sekarang. Pada masa ini tingkat kecerdasan manusia
sudah mengalami kemajuan. Hal ini terlihat dari perkembangan kemampuan
dan hasil-hasil budayanya hingga pada akhirnya mendukung mereka

menerapkan pola hidup menetap, bercocok tanam, dan membuat barangbarang dari logam.
2.1.1 Indohesi
Pada ribuan tahun yang lalu, kondisi alam Indonesia berbeda dibanding
dengan masa sekarang. Memasuki kala pleistosen, secara umum kondisi
alam sudah stabil, kecuali Indonesia bagian timur. Selama kala
pleistosen berlangsung jaman es (Glasial), dimana es di kutub sering
meluas. Hal ini berarti daratan di bumi mencapai wilayah yang paling
luas. Jaman es terjadi empat kali yaitu Gunz, Mindel, Risz dan Wurm.
Sedangkan jaman interglasial terjadi sebanyak tiga kali. Jaman
interglasial merupakan jaman diantara dua jaman es, dimana es di kutub
yang mencair menyebabkan sebagian besar permukaan bumi diliputi
perairan.
Jaman es timbul karena suhu bumi tidak tetap. Suhu yang turun
mendadak membawa akibat permukaan es meluas, sehingga bagian
barat Indonesia bersatu dengan Asia. Sedangkan bagian timur bersatu
dengan Australia. Sebaliknya jika suhu naik, es akan mencair yang
berakibat daratan penghubung tenggelam dan terbentuk paparan Sahul
dan paparan Sunda. Perubahan geografis ini akan mempengaruhi
perkembangan flora dan fauna di wilayah Indonesia. Adapun perubahan
bentuk kepulauan Indonesia disebabkan oleh gerakan pengangkatan,
kegiatan gunung berapi dan turunnya permukaan air laut pada masa
glasial.
Kepulauan Indonesia terletak di daerah tropis. Pada masa pleistosen,
telah dikenal musim hujan dan kemarau. Musim hujan pertama
berlangsung dan diikuti dengan terbentuknya hutan di daerah
semenanjung Malaya, Kalimantan, Philipina dan Sulawesi Utara.
Jullius Schuster menyelidiki lapisan bumi di trinil dan menemukan fosil
tumbuhan. Dari fosil tersebut, ternyata ada yang masih hidup sampai
sekarang di Jawa. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pada jaman
pleistosen di Jawa memiliki temperatur 6 8 C lebih rendah
dibanding masa sekarang.
Istilah proto sejarah atau sejarah awal sering digunakan dalam literatur
lama yang berkaitan dengan periodisasi sejarah. Proto sejarah

mencakup kurun waktu sejak adanya manusia sampai ditemukannya


bukti tertulis. Penggunaan konsep pra sejarah menimbulkan kesan
bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki sejarah. Padahal sejak adanya
manusia, sejarah manusia sudah mulai berlangsung. Oleh karena itu,
penggunaan konsep proto sejarah sebagai ganti konsep prasejarah
dimaksudkan untuk menghindari kesan demikian.
Berdasarkan geologi yaitu ilmu yang mempelajari tarikh / lapisan kulit
bumi, maka jaman sejarah awal dibedakan atas empat masa yaitu:
1. Arkhaikum
Arkhaikum atau jaman tertua berlangsung kurang lebih 2.500 juta
tahun. Jaman ini ditandai kondisi kulit bumi masih panas sekali,
sehingga tidak ada kehidupan sedikitpun. Baru pada akhir jaman ini
mulai

nampak

ada

kehidupan

yang

sangat

lamban

perkembangannya.
2. Palaeozoikum (primer)
Palaeozoikum atau jaman hidup tua berlangsung selama kurang
lebih 340 juta tahun. Kondisi bumi masih belum stabil, dimana
iklim masih berubah-ubah dan curah hujan yang tinggi. Jaman ini
ditandai dengan munculnya kehidupan yang dimulai dengan
tumbuhan tingkat rendah (misal ganggang dan lumut), makhluk
hidup bersel satu, hewan kecil tidak bertulang belakang sampai
jenis ikan dan permulaan amphibi dan reptil.
3. Mesozoikum (sekunder)
Mesozoikum atau jaman kehidupan tengah berlangsung sekitar 140
juta tahun. Kondisi bumi

ditandai dengan iklim dan curah hujan

yang mulai stabil, namun temperatur masih sering berubah.


Perkembangan kehidupan makin pesat. Jumlah dan jenis ikan,
amfibi dan reptil bertambah. Bahkan pada pertengahan jaman ini,
jenis reptil mencapai bentuk yang sangat besar, misal dinosaurus
panjangnya 12 meter, atlantosaurus lebih dari 30 meter. Juga
ditemukan jenis brontosaurus dan peteranodon. Oleh karena itu
jaman mesozoikum sering disebut jaman reptil. Pada masa ini juga
mulai nampak jenis burung dan berbagai macam hewan mamalia
tingkat rendah.
4. Neozoikum (Kenozoikum)

Neozoikum atau jaman hidup baru berlangsung kurang lebih 60 juta


tahun sampai sekarang. Keadaan bumi makin membaik dan
perubahan iklim yang stabil memungkinkan berbagai jenis
kehidupan dapat berkembang pesat. Binatang ukuran besar secara
lambat laun berkurang dan hewan mamalia mulai berkembang
pesat. Jaman neozoikum dibedakan atas :
a. Tersier
Jaman tersier sering disebut jaman ketiga yang ditandai dengan
jenis hewan menyusui mengalami perkembangan pesat.
Sebaliknya jenis reptil raksasa secara perlahan berkurang.
Kehidupan jenis primat mulai nampak yaitu kera dan kera
manusia. Jaman tersier dapat dibedakan atas masa Palleosen,
Eosen, Oligosen, Miosen dan Pliosen. Pada masa pliosen, 10
juta tahun yang lalu telah hidup hewan Gigantropus (kera
manusia raksasa). Hewan ini ditemukan di bukit Siwalik, kaki
Himalaya dan di dekat Simla (India Utara). Disamping itu
hidup pula kera manusia dari selatan (Austrolopithecus) yang
ditemukan di Afrika Selatan dan Afrika Timur. Di Indonesia, di
daerah Kalimantan Barat ditemukan hewan vertebrata yaitu
Anthracotereum dan Choeromeus (sejenis babi purba).
Perkembangan ini berlangsung pada masa Eosen.
b. Kuarter
Kuarter atau jaman keempat merupakan jaman yang sangat
penting dimana para ahli berpendapat bahwa jaman ini ditandai
adanya manusia. Jaman ini dimulai sejak 600.000 tahun yang
lalu dan dapat dibedakan atas :
1) dilluvium (jaman Pleistosen)
Jaman pleistosen berlangsung kira-kira 600.000 tahun.
Selama jaman pleistosen, es dari kutub utara sering
meluas sehingga menutupi daerah Eropa Utara, Asia
Utara dan Amerika Utara (jaman glasial). Hal ini
disebabkan ukuran panas bumi yang tidak tetap. Jika
ukuran panas turun drastis, es mencapai bentangan yang

sangat luas. Sebaliknya, jika ukuran panas naik, maka es


mencair dan permukaan air laut naik (jaman interglasial).
Perkembangan

demikian

di

Indonesia

akan

memunculkan paparan Sunda dan paparan Sahul. Jawa,


Sumatra, Kalimantan dan Malaysia Barat bergabung
dengan benua Asia. Kalimantan Utara, Philipina dan
Formosa bergabung dengan benua Asia. Sedangkan
Sulawesi yaitu Minahasa, Sangir, Philipina bergabung ke
Asia. Antara Sulawesi dan Jawa Timur berhubungan
melalui Nusa Tenggara. Pada jaman ini ditandai dengan
munculnya kehidupan manusia sejarah awal.
Selain manusia, juga berkembang hewan berbulu tebal,
misal gajah purba (mamouth). Hewan berbulu tipis
mengadakan migrasi ke daerah tropis. Perpindahan ini
menyebabkan

hewan

mengelompok

di

dengan

daerah

ciri

tertentu.

tertentu
Garis

akan

Wallace

merupakan garis yang membentang antara selat Makasar


dan Lombok sebagai batas hewanberciri Asiatis dan
Australis. Migrasi manusia awal juga berlangsung, dari
Asia ke Indonesia sampai Australia
2) alluvium (jaman holosen)
Jaman holosen berlangsung sejak 20.000 tahun yang lalu
sampai sekarang. Kondisi bumi ditandai dengan sebagian
besar es di kutub mencair, sehingga permukaan laut naik.
Dataran rendah sudah terisi air kembali dan berubah
menjadi laut dangkal. Di Indonesia ditandai dengan
terpisahnya Sumatra, Jawa dan Kalimantan dipisahkan
laut dangkal (laut Jawa). Wilayah Indonesia berubah
menjadi kepulauan. Di bagian barat terbentuk paparan
Sunda dan daerah timur terbentuk paparan Sahul. Selama
holosen, ditandai dengan munculnya nenek moyang
manusia sekarang. Jenis manusianya sebangsa dengan

kita yang dinamakan homo sapiens atau manusia yang


cerdas.
2.1.2 Iklim
Pada tahun 1839, Charles Lyell memberikan nama pleistosen untuk
jaman geologi yang mengikuti jaman pliosen. Jaman ini dimulai dari
awal kuarter hingga kira-kira 11.000 tahun yang lalu. Jaman pleitosen
didefinisikan dengan dasar bahwa lapisan sedimen mengandung 90%
hingga 100% dari fauna yang masih hidup.
Gunung tengah atlantik masih terus mekar dengan kecepatan 2 cm
pertahun pada jama ini. Karena pendeknya waktu pleistosen, tektonik
yang terjadi belum banyak merubah morfologi dan struktur bumi.
Namun demikian perubahan tektonik yang terjadi yang terkait dengan
perkembangan dan pencairan lempeng es di daerah kutub telah sangat
berpengaruh pada perubahan muka laut yang menyertainya.
Pada kala pleistosen, zona penujaman jawa pindah ke selatan, kearah
samudera india. Mulai terbentuk gunung api kuarter, termasuk merapi,
merbabu, lawu, ungaran, yang sebagian masih hingga holosen. Susut
laut yang mulai terjadi sejak pliosen terus berlangsung hingga
pertengahan pleistosen awal. Dijawa tengan susut laut ini disertai
dengan pengangkatan dari pegunungan kendeng. Akibatnya laut yang
terletak diantara kendeng dan pegunungan selatan
( yang telah terangkat sejak pliosen ) dimana daerah sangiran terletak
berubah menjadi lautan tertutup dan kemudian menjadi daerah rawa.
Pengangkatan yang terus berlangsung segera diikuti oleh erosi, dan
hasil erosi tersebuit masuk ke cekungan rawa tersebut diatas yang
kemudian menghadilkan endapan lempung hitam ( formasi pucangan ).
Pengisian terus menerus dari rawa tersebut berakibat daerah tersebut
menjadi daratan dengan sungai yang mengalir diatasnya (Sartono,
1976). Pengangkatan kendeng tersebut juga berakibatterbentuknya
endapan teras yang bertingkat-tingkat sepanjang lembah sungai,
misalnya aliran Bengawan Solo diantara Ngawi dan Cepu (Sartono,
1976).
Pada masa jaman es, karena suhu udara rata-rata lebih rendah dari
sebelumnya, hal ini mengakibatkan bahwa zona vegetasi bumi belahan

utara berpindah keselatan lebihdari 2000 km dari posisi pra jaman es.
Di eropa selatan, daerah tundra yang sangat luas yang dialasi
permafrost ( tanah yang beku secara permanen), melempar jauh kearah
selatan lempengan es hingga sejauh tepian dari laut tengah. Pada daerah
seperti itu berkembang pesat fauna daerah dingin seperti rusa kutub
(reindeer), mammoth dan badak berbulu lebat.
Selama Pleistosen, perkembangan golongan mamalia sangat pesat,
mungkin akibat tersedianya relubg ekologi yang tepat. Muncul
golongan baru misalnya mammoth, badak berbulu tebal dan harimau
bergigi pedang. Satu hal yang sangat penting adalah bahwa muncul
golongan hominid yang terwakili oleh homo erectus, homo habilis dan
akhirnya homo sapiens. Kondisi iklim yang tidak terlalu basah pada
pleistosen menyukarkan pertumbuhan hutan lebat. Hutan yang ada
bukan merupakan hutan rimba, tetapi steppa.
Kondisi seperti ini berakibat berkembang pesatnya mamalia darat
golongan gajah yang berukuran besar seperti Stegodon trigonocephalus,
mastodon, mammoth. Golongan hominid mulai menggunakan peralatan
batu, mulai berburu dan berakibat punahya beberapa hewan perburuan.
1. Proses glasiasi, Berakibat pendangkalan air laut sehingga menjadi
daratan dan menjadi jembatan perpindahan hewan untuk bermigrasi
karena perubahan musim.
2. Proses interglasiasi / post glasiasi (pencairan kembali air laut)
Berakibat naiknya permukaan air laut daerah tropis menjadi lembab,
penyempitan wilayah jelajah fauna sehingga terjadi pengkerdilan
fauna tertentu
3. Proses pembentukan daratan karena tenaga endogen dan eksogen
4. Aktifitas vulkanisme Berakibat terbentuknya daratan-darataan baru
dan dapat merubah keadaan alam sebelumnya.
Pada kala pleistosen sebagian besar daratan ditutupi oleh es (divilium /
jaman es). Akibatnya banyak fauna yang bermigrasi. Inilah pembatasan
antara jaman tersier ke kala pleistosen ditandai dengan banyaknya fauna
dan flora tertentu dan digantikan dengan varietas baru yang disebabkan
evolusi akibat penyesuaian diri.
Dengan lewatnya jaman wurm, maka berakhirlah jaman divilium dan
mulailah jaman holosen (post glacial) tanda-tanda peninggalan jaman es

dapat dilihat dari ditemukannya fauna vertebrata Ngandong serta


Pithecanthrorupus Soloensis dalam undak-undakan di Bengawan Solo.
Pada jaman post glasial es mencair kembali dan Paparan Sunda
tergenang kembali oleh laut Jawa serta laut Cina Selatan. Paparan Sahul
juga tergenang oleh laut Arafura dan semakin dalamnya laut di daerah
Maluku. Dengan demikian pada Jaman wurm daratan Indonesia terbagi
oleh lautan yang terjadi pada zaman post glacial sehinnga terbentuklah
kepulau

10

2.2 Manusia
2.3.1 Penelitian Manusia Purba
Sesungguhnya, kita bangsa Indonesia boleh bangga karena temuantemuan manusia-manusia purba di Indonesia. Dengan ditemukannya
manusia-manusia purba di Indonesia (khusunya di Jawa), membuat
Indonesia menjadi terkenal dan penting bagi penelitian sejarah
kehidupan dan perkembangan manusia di masa lampau. Oleh karena
banyaknya temuan fosil manusia purba di Indonesia, maka Indonesia
sering mendapat julukan museum manusia purba dunia.
Peneliti pertama yang datang di Indonesia ialah seorang dokter
Belanda bernama Eugene Dubois. Di Jawa, ia berhasil menemukan fosil
tengkorak manusia purba di dekat desa Trinil, Ngawi, Jawa Timur
(tahun 1889) yang diberi nama Pithecantropus Erectus. Penelitian
Eugene Dubois ini sangat menggemparkan dunia ilmu pengetahuan,
khususnya paleoantropologi dan biologi. Hasil penelitian tersebut
kemudian dipublikasikan ke luar negeri, sehingga mengakibatkan studi
tentang manusia purba lebih banyak lagi dilakukan oleh para ahli untuk
menemukan fosil manusia purba di Indonesia.
Berikutnya GHR. Von Koenigswald, pada tahun 1931-1933
berhasil menemu- kan manusia purba di Ngandong (Kabupaten Blora)
yang diberi nama Homo Soloensis. Pada tahun 1936 Von Koenigswald
berhasil menemukan fosil tengkorak kanak-kanak di desa Perning dekat
Mojokerto yang diberi nama Homo Mojokertensis. Selanjutnya, pada
tahun 1941 Von Koenigswald berhasil menemukan fosil rahang bawah
yang sangat besar yang kemudian diberi nama Megantropus
Paleojavanicus.
2.3.2 Megan Tropus
Megantropus Paleo Javanicus, berasal dari kata mega : besar, Paleo
: tua dan Java : Jawa, yang berarti manusia besar/raksasa yang
diperkirakan manusia pertama yang hidup di Jawa. Megantropus
diketemukan di Sangiran pada lapisan pleistosen bawah pada tahun
1941 oleh Von Koeningswald.
Ciri yang menonjol pada Meganthropus ialah rahangnya kuat dan
gerahamnya besar-besar dengan badan yang tegap. Rahangnya
menunjukkan bahwa ia mempunyai otot-otot kunyah yang sangat
11

kukuh, dengan tulang pipi yang tebal, tonjolan kening yang menyolok
dan tonjolan belakang kepala yang tajam dan besar untuk otot-otot
tengkuk yang kuat. Dagu tidak ada pada Meganthropus. Makanan
dimungkinkan

terutama

tumbuh-tum-

buhan

dan

buah-buahan.

Hidupnya antara 2 hingga 1 juta tahun yang lalu.


2.3.3 Phitekan Tropus
Fosil jenis Pithecantropus ini ternyata paling banyak ditemukan di
Indonesia, sehingga dapat dikatakan bahwa kala pleistosen di Indonesia
didominasi oleh manusia Pithecantropus. Pithecantropus hidup di kala
pleistosen awal, tengah, dan akhir. Sisa-sisanya dapat ditemukan di
Mojokerto, Kedungbrubus, Trinil, Sangiran, Sambungmacan, dan
Ngandong. Hidupnya di lembah-lembah atau di kaki pegunungan dekat
perairan darat di Jawa Tengah dan Jawa Timur, yang mungkin
merupakan padang rumput dengan pohon-pohon yang jarang.
Pithecantropus mempunyai ciri-ciri antara lain tinggi tubuh berkisar
antara 165 - 180 cm dengan badan dan anggota badan yang tegap, tetapi
tidak setegap Meganthropus. Alat pengunyahnya juga tidak sehebat
Meganthropus. Dagu belum ada dan hidungnya lebar. Volume otaknya
berkisar antara 750 - 1300 cc. Pithecantropus hidup antara 2 juta 200.000 tahun yang lalu. Jenis-jenisnya antara lain:
Pithecantropus Mojokertensis, artinya manusia kera dari
Mojokerto, ditemukan oleh Von Koenigswald di Mojokerto tahun 1936
pada lapisan pleistosen bawah.
Pithecantropus Robustus, artinya manusia kera yang perkasa;
ditemukan oleh Von Koenigswald dan F.Weidenrich pada tahun 1939
ada pada lapisan pleistosen tengah di lembah Bengawan Solo, Sangiran,
Jawa Tengah.
Pithecantropus Erectus, (pithecos = kera; Erectus = berdiri tegak;
manusia kera berjalan tegak), artinya manusia kera yang berjalan tegak,
yang ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1890 di Kedung
Brubus, Trinil, Ngawi di tepi sungai Bengawan Solo yang ada pada
lapisan pleistosen tengah. Jenis manusia ini mempunyai isi atau volume
otak 900 cc. Duduk kepalanya di atas leher, tulang keningnya menonjol
ke muka, bagian hidung bergandeng menjadi satu. Ciri-ciri lainnya,

12

tulang dahinya lurus ke belakang, tulang kakinya sudah cukup besar,


gerahamnya masih besar.Tinggi berkisar antara 165 - 170 cm dan berat
badannya sekitar 100 kg.
Di daratan Asia, jenis Pithecantropus ini ditemukan di gua-gua di
Chuokoutien, Peking, Cina; maka dikenal dengan nama Pithecantropus/
Sinanthropus Pekinensis (manusia kera dari Peking). Di Afrika
ditemukan di Kenya dan dikenal dengan sebutan Austrolopithecus
Africanus. Pithecantropus masih hidup berburu dan mengumpulkan
makanan. Mereka belum dapat memasak, jadi makanan dimakan tanpa
terlebih dahulu dimasak. Mereka tinggal di tempat-tempat terbuka dan
selalu hidup berkelompok.
2.3.4 Homo Erektus
Jenis manusia Homo berasal dari lapisan pleistosen atas, lebih
muda dari jenis-jenis manusia sebelumnya. Homo mempunyai ciri-ciri
yang lebih progresif dari pada Pithecanthropus. Isi otaknya antara 10001200 cc, dengan rata-rata 1350-1450 cc. Tinggi tubuhnya juga
bervariasi antara 130-150 cm, demikian pula beratnya antara 30-150 kg.
Otaknya lebih berkembang, terutama kulit otaknya. Bagian belakang
tengkorak, juga membulat dan tinggi, otak kecilnya sudah berkembang
dan otot-otot tengkuk sudah banyak mengalami reduksi. Ini disebabkan
oleh alat pengunyahnya yang menyusut lebih lanjut, gigi mengecil
demikian pula rahang, serta otot-otot kunyahnya dan muka tidak begitu
menonjol lagi ke depan. Letak tengkorak di atas tulang belakang sudah
lebih seimbang. Berjalan dan berdiri lebih sempurna dan koordinasi
otot sudah jauh lebih sempurna. Jenis ini antara lain:
Homo Soloensis, artinya manusia dari Solo, yang ditemukan di
Ngandong lembah sungai Bengawan Solo oleh Von Koenigswald pada
tahun 1931- 1934.
Homo Wajakensis, artinya manusia dari Wajak, yang ditemukan di
lembah sungai Brantas, Wajak, Tulungagung, Jawa Timur oleh Eugene
Dubois pada tahun 1889. Homo Wajakensis hidup antara 25.000-40.000
tahun yang lalu.
2.3 Kemampuan Membuat Alat
2.4.1 Kapak Perimbas

13

A.

Kapak Perimbas di Asia Tenggara


Dalam budaya kapak perimbas dikenal istilah Oldowan,
sebuah istilah para arkeolog untuk menyebut kelompok alat-alat
batu yang digunakan selama periode 2.6 Juta tahun yang lalu
hingga 1.7 juta tahun yang lalu.
Apa yang di sebut kelompok budaya oldowan ini diketemukan
paling banyak di Afrika, Asia, Timur Tengah, dan Eropa.
Wilayah Afrika merupakan gudang data bagi budaya kapak
perimbas. Banyak negara-negara di Afrika sebagai tempat
diketemukan kapak perimbas seperti Wilayah mesir, Ethiopia,
Kenya, Tanzania, dan di Afrika Selatan.
Eropa juga telah menjadi rumah bagi kapak perimbas. Alat
batu ini diketemukan di Swedia, Portugal, Georgia, Bulgaria,
Rusia, Spanyol, Itali, Perancis, Jerman, Hungaria, Ceko, dan
Inggris.
Di Kawasan Asia dan Timur Tengah, negara tempat
diketemukan kapak perimbas ini adalah Cina, Pakistan, Israel,
Iran, Thailand, Indoneisa, Myanmar, dan Malaysia.
Meskipun kapak perimbas banyak diketemukan di hampir
seluruh bagian dunia, ini tidak berarti bahwa alat batu ini memiliki
bentuk dan fungsi yang sama. Perbedaan antara bentuk dan bahan
dapat menunjukan variasi antar budaya.
Lebih lanjut, kapak perimbas yang diketemukan itu dapat juga
memperlihatkan bagaimana setiap kebutuhan secara spesifik
dipenuhi dengan penggunaan alat yang mereka punya berhadapan
dengan kondisi dan kekayaan alam yang berbeda
Paleolitik; berhubungan dengan penamaan tingkat tradisi
kebudayaan atas dasar teknik pembuatan alat batu dari masa
berburu dan mengumpulkan makanan.
Movius berpendapat bahwa di kawasan Asia Tenggara dan
wilayah
Paleolitik

Asia
yang

Timur

memiliki

berbeda

dengan

perkembangan
corak

kebudayaan

kebudayaan

yang

berkembang di bagian barat seperti di wilayah Eropa, di Afrika, di


Asia Barat, dan sebagian wilayah India, jika dilihat dari segi
bentuk dan teknik pembuatan alat-alat batunya.
14

Begitu pula dengan jenis batuan yang digunakan untuk


pembuatan kapak perimbas, antara satu tempat dengan tempat
lainnya berbeda-beda. Misalnya, menggunakan fosil kayu banyak
digunakan di Myanmar, batuan kuarsa di Punjab, Cina, dan juga
Malaysia. Sedangkan batuan kapur kersikan dan tufa kersikan
sering ditemukan digunakan sebagai bahan dasar pembuatan
B.

kapak perimbas di Indonesia.


Kapak Perimbas di Indonesia
Penelitian awal yang berkenaan langsung dengan tradisi
paleolitik di Nusantara dimulai pada tahun 1935, ketika
Koenigsswald mendapati alat-alat batu prasejarah di wilayah
Punung (Pacitan), di daerah Kali Baksoko. Alat-alat batu tersebut
masih kasar dan teknik pembuatannya tergolong sederhana.
Koenigswald juga beranggapan kebudayaan batu pada masa
Paleolitik yang tersebar di wilayah Pacitan hampir sama dengan
kebudayaan batu tua yang berkembang di wilayah Eropa pada
awal masa Paleolitik.
Temuan kapak perimbas di Pacitan ini membuat perhatian dan
juga penelitian terhadap artefak batu terutama kapak dari zaman
Paleolitik di wilayah Indonesia mulai bermunculan.
Tempat temuan-temuan kapak perimbas di Indonesia eperti; di
wilayah

Lahat

(Sumatra

Selatan),

Kalianda

(Lampung),

Awangbangkal (Kalimantan Selatan), Cabbege (Sulawesi Selatan),


wilayah Sembiran dan Trunyan (Bali), di Batutring (Sumbawa), di
Wangka, Maumere, dan di Ruteng (Flores), dan di wilayah
Atambua, Kefanmanu, Noelbaki (NTT).
Dari semua tempat temuan kapak perimbas di nusantara,
Punung (Pacitan) merupakan daerah terkaya dan terpenting
sebagai tempat diketemukannya kapak perimbas di Indonesia.
Kapak perimbas dari budaya Pacitan bahkan oleh Heekeren
dibagi dalam beberapa jenis atas dasar ciri-ciri pokok yang sudah
digolongkan Movious. Diantaranya:
a. Iron-heater Chopper (tipe setrika). Tipe ini bentuknya
menyerupai

setrika,

berpenampang

memperlihatkan penyerpihan yang tegas.

15

cembung,

dan

b. Tortoise (tipe kura-kura). Tipe ini mempunyai penampang


yang membulat dengan permukaan bagian atas yang cembung
dan meninggi.
c. Side scraper (tipe serut samping), Tipe ini bentuknya tidak
2.4.2

teratur, tajamnya dibuat pada sebelah sisi.


Alat Serpih
Alat serpih memiliki bentuk sangat sederhana dan berdasarkan

bentuknya itu diduga digunakan sebagai pisau, gurdi, dan alat penusuk.
Dengan alat ini manusia purba mengupas, memotong, dan juga
menggali makanan. Alat serpih ini juga ditemukan oleh Von
Koenigswald pada tahun 1934 di daerah Sangiran (Surakarta). Tempattempat penemuan lainnya di Indonesia antara lain: Cabbenge (Sulawesi
Selatan), Maumere (Flores) dan Timor. Alat-alat serpih sangat kecil dan
berukuran antara 10-20 cm serta banyak ditemukan pada goa-goa
tempat tinggal mereka pada waktu itu.
Pada umumnya goa-goa tidak terganggu keadaannya, maka apa yang
ditinggalkan oleh manusia purba masih dapat ditemukan dalam keadaan
seperti ditinggalkan oleh penghuninya, sehingga goa-goa menjadi salah
satu sasaran para ahli untuk penelitian.
2.4 Kehidupan Sosial
2.5.1 Kehidupan Berkelompok
Kehidupan Manusia Purba pada masa bercocok tanam kadang lebih
di kenal dengan bahasa inggris yakni Food Producing, Setelah
berlangsungnya kehidupan masa berburu dan meramu lambat laun pola
pikir manusia purba pun berubah, dari yang dahulunya Food Gathering
atau yang di kenal dengan Proses Mengumpulkan makanan mengalami
perubahan pola hidup menjadi Food Producing atau penghasil makanan.
Lalu manusia purba melakukan kegiatan Pertanian dan Juga
perternakan setelah mereka tinggal di kampung kecil yang biasanya
dekat dengan Sumber air. (Baca Juga : Kehidupan Masyarakat
Prasejarah Indonesia).
Manusia purba pada saat itu sudah tidak lagi hidup dengan cara
berpindah-pindah tempat, akan tetapi sudah mulai menetap(Semi
Nomaden). Masyarakat purba pertanian ini di perkirakan oleh para ahli

16

Muncul pada zaman Mesolitikum dan manusia pendukungnya


merupakan homo sapiens yang berasal dari rumpun proto melayu yang
terlah bermigrasi atau pindah di indonesia. Sistem irigrasi ladang
mereka masih sangatlah sederhana dan juga masih bergantung dari
kesuburan tanah dan air hujan. bila tanah pertanian sudah di anggap
tidak subur maka mereka akan mencari tempat yang masih subur untuk
melakukan pertanian. Tradisi seperti ini masih banyak kita jumpai
sampai saat ini di Indonesia, seperti contoh nya di wilayah pedalaman
sumatra, kalimantan dan juga papua.
Dari kampung kampung kecil itulah kemudian lambat laun
terbentuklah desa-desa yang masih sangat sederhana dengan pertanian
sebagai basis perekonomianya. pada masa ini sudah adanya pemimpin
yang di pilih untuk memimpin suatu desa tersebut, pemimpin pada
masa itu biasanya di pilih berdasarkan kekuatan Fisik, kewibawaan dan
juga di segani serta mempunyai kemampuan dalam memecahkan
masalah dengan baik. pada masa bercocok tanam tingkat lanjut manusia
purba yang sebelumnya masih semi-menetap sudah berubah menjadi
menetap(sedenter), tinggal berkelompok dii suatu tempat menyerupai
kampung dan mempunyai kemampuan untuk membuat peralatan untuk
menggosok-gosok sampai halus alat-alat yang di buatnya dari batu.
Mereka juga sudah memiliki kemampuan untuk membuat tembikar dan
juga tentun yang sudah semakin maju. Sebagian penemuan tembikar
oleh para ahli, jika tembikar atau gerabah pada beberapa tempat di
gunakan sebagai bekal kubur, an juga sebagian lagi di temukan warna
hitam bekas api di bagian bawah tembikar, hal ini tentu saja
menunjukan bahwa manusia purba pada masa itu suah mengenal
memasak makanan dengan menggunakan tembikar.
Sementara itu alat-alat batu pada masa itu yang sering di gunakan
pada masa itu adalah beliung persegi, belincung. Beliung persegi di
gunakan untuk melubangi kayu dan membuat ukiran. para ahli
memperkirakan bahwa belincung di gunakan untuk membuat perahu

17

dari batang pohon. tiga alat tersebut di temukan di situs buni bekasi,
Jawa Barat.
Di akhir masa Manusia purba juga terlihat sudah ada kepercayaan
terhadap kekuatan yang melebihi kekuatan manusia, mereka sudah
percaya terhadap hal-hal ghaib ataupun Roh-roh orang yang telah
meinggal dunia bisa mempengaruhi kehidupan mereka. hal ini dapat
kita lihat dari posisi tengkorak yang menghadap ke suatu Gunung di
dekat makan tersebut, Manusia purba pada saat itu percaya bahwa
gunung di anggap sebagai tempat tinggal para roh, agar roh-roh atau
kekuatan tersebut melindungi mereka dan tidak mendatangkan bahaya
mereka melakukan peroses pemujaan atau upacara.
Manusia Purba pada masa itu juga telah membuat bangunanbangunan besar di tempat-tempat yang di yakini sebagai tempat tinggal
Roh, Misalnya di Gunung Gunung atau di Daratan Tinggi.
Nah sobat genggaminternet.com Saya rasa artikel tentang Kehidupan
Manusia purba pada masa bercocok tanam kita sudahi sampai disini
dahulu ya, tapi tenang saja saya akan masih menyambung materi
tentang manusia purba ini, karena Masih banyak banget materi tentang
manusia purba yang ingin saya bagikan di website Faforit anak sekolah
ini, Jangan Sungkan untuk memberikan Kontribusi berupa artikel atau
komentar anda di bagian bawah artikel ini, akhir kata terima kasih saya
ucapkan.
2.5.2 Perkembangan Budaya Masyarakat Pemburu
Masyarakat pemburu dan peramu (hunters and gathers) telah ada
dipermukaan bumi ini semenjak manusia ada. Mereka hidup tergantung
kepada hasil alam. Hasil alam itu berupa binatang buruan dan hasil
hutan. Kehidupan masyarakat pemburu dan peramu terbagi ke dalam
kelompok-kelompok kecil sekitar 25 - 50 orang, dan terpencar satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Pembagian kelompok kecil ini
bertujuan untuk memudahkan berpindah tempat yang sejalan dengan
migrasi binatang buruannya. "Berburu" adalah aktivitas masyarakat
untuk mendapatkan binatang-binatang liar dengan menggunakan
tombak, pelempar lembing, busur dan panah, jaring dan perangkap.
Sedangkan "meramu" adalah aktivitas mengumpulkan bahan makanan

18

dari tanaman liar, baik berupa buji-bijian, buah-buahan, daun-daunan


ataupun umbi-umbian. Kedua aktivitas tersebut cenderung dilakukan
secara bersama-sama pada kelompok masyarakat yang kehidupannya
masih sangat sederhana. Karena itu, mereka disebut masyarakat
pemburu dan peramu (hunters and gathers).
Pekerjaan berburu dominan dilakukan oleh laki-laki. Hal itu karena
kegiatan berburu memerlukan ketahanan fisik. Misalnya seperti
perjalanan mencari binatang buruan, berlari mengejar binatang buruan,
melempar tombak atau memanah, atau membawa hasil buruan.
Sedangkan kaum wanita banyak menunggu kaum laki-laki di
perkampungan, mengurus anak, memasak, atau mengumpulkan bahan
makanan di hutan sekitar perkampungan.
Pendidikan masyarakat dilakukan oleh keluarga masing-masing.
Anak

laki-laki

dididik

untuk mengikuti jejak ayahnya

yaitu

keterampilan berburu (menggunakan panah dan tombak), mengenali,


dan mengincar binatang buruan dan sebagainya. Anak perempuan
mengikuti jejak ibunya seperti keterampilan membersihkan bahan
makanan, memasak, memilih bahan makanan di hutan dsb.
Karakteristik perekonomian masyarakat pemburu dan meramu
bertumpu pada asas timbal balik dengan kerjasama intensif dari seluruh
anggota. Prinsip hak milik barang-barang yang digunakan untuk
keperluan hidup merupakan milik bersama (masyarakat). Hak istimewa
bagi seseorang dalam kehidupan bersama hampir tidak ada, sedangkan
individu hanya dapat memanfaatkan sumberdaya alam saja untuk
kepentingannya. Pada masyarakat tanpa stratifikasi ini bukan berarti
tidak ada perbedaan (ketidaksamaan) diantara mereka. Perbedaan yang
ada tampak dalam bentuk perseorangan berupa prestise atau pengaruh
sosial yang disebabkan faktor umur, jenis kelamin, dan ciri pribadi
menonjol yang dapat menaikan status sosial. Sebagai contoh misalnya:
(1)
Laki-laki cenderung mendapat kedudukan (status) lebih tinggi
dibandingkan wanita;

19

(2)

Anggota masyarakat yang telah berusia lanjut akan mendapat


penghormatan dan penghargaan yang lebih tinggi dibandingkan

(3)

dengan anggota yang muda;


Ciri pribadi yang menonjol

seperti,

kemahiran

berburu,

kebijaksanaan, kegagahan, keberanian. Mereka akan menjadi


anutan masyarakat dan sebagai calon pemimpin kelompok.
Turunnya status sosial dalam kehidupan masyarakat ini, dapat
dialami seseorang berupa seringnya mengalami kegagalan berburu, dan
berkurangnya keberanian atau kegagahan. Jika status seseorang turun,
ia akan digantikan oleh orang lain yang mendapat status baru. Setiap
individu

di

masyarakat

pemburu-peramu

senantiasa

akan

mempertahankan statusnya. Sedangkan yang belum mendapat status


tinggi akan berusaha memperbaiki kemampuan dirinya untuk mendapat
pengakuan masyarakat. Status dalam kehidupan mereka merupakan
prestise tersendiri dan merupakan kebanggaan khusus. Naik atau
turunnya status seseorang mudah mengalami perubahan. Hal itu tidak
terjadi seperti halnya pada masyarakat yang memiliki stratifikasi sosial
yang lebih jelas dan kompleks

20

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Beberapa perubahan iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar
pada flora dan fauna. Seperti daerah kontinen mengalami kehilangan populasi
besar, hewan dan tumbuhan mengahadapi tingkatan stress yang tinggi akibat
zaman es ini. Hasil dari perubahan iklim yang drastis itu adalah pengurangan
populasi, dan makan suplay makanan yang habis.
Beberapa perubahan iklim selama zaman es memiliki dampak yang besar
pada flora dan fauna. Seperti daerah kontinen mengalami kehilangan populasi
besar, hewan dan tumbuhan mengahadapi tingkatan stress yang tinggi akibat
zaman es ini. Hasil dari perubahan iklim yang drastis itu adalah pengurangan
populasi, dan makan suplay makanan yang habis.

21

Daftar Pustaka
http://ilmusosial.net/keadaan-alam-pada-kala-pleistosen.html
http://penasejarah.com/pembentukan-kepulauan-indonesia/
http://www.sridianti.com/keadaan-alam-pada-kala-pleistosen.html
http://www.wacana.co/2009/11/kapak-perimbas/
http://genggaminternet.com/sejarah-kehidupan-manusia-purba-pada-masabercocok-tanam/

22

Anda mungkin juga menyukai