5. Dalam kerangka kebijakan ekonomi Islam, lebih fokus pada sektor fiskal
(Intro apa itu debt issue, mengapa bisa terjadi, dan apa dampaknya)
Kedua grafik di atas memperlihatkan kondisi utang salah satu negara superpower di
dunia yaitu Amerika Serikat dari sisi debt increase dan deficit-to-GDP ratio dengan data
diperoleh dari US Department of Treasury. Pada grafik di sebelah kiri (debt increase)
kenaikan utang pemerintah AS terlihat stabil selama abad ke-20 yaitu mulai tahun 1929
sampai tahun 1998. Kenaikan signifikan hanya terjadi pada tahun 1941-1945 yakni sebagian
besar utang negara terbebani untuk membiayai sektor militer dalam Perang Dunia 2 dan pada
tahun 1980-1998. Selanjutnya, pada abad ke-21 kenaikan utang negara US yang terjadi
sangat signifikan, fluktuatif, dan bahkan bisa dikatakan meroket. Kenaikan signifikan terjadi
dua kali yakni pada tahun 2008 yaitu saat terjadi Global Financial Crisis yang awalnya
memang bermula di AS dan pada tahun 2020 yaitu saat dunia termasuk AS dilanda oleh
pandemi Covid-19.
Pada grafik di sebelah kanan (deficit-to-GDP ratio) beban utang pemerintah AS lebih
terefleksikan karena disandingkan dengan total GDP sebagai rasio total besaran utang dengan
tingkat perekonomian yang diciptakan oleh negara adidaya tersebut. Angka deficit-to-GDP
ratio terlihat fluktuatif selama kurun waktu tahun 1929 sampai tahun 2020. Kenaikan
signifikan terjadi tiga kali. Pertama, pada tahun 1941-1945 yakni sebagian besar utang negara
terbebani untuk membiayai sektor militer dalam Perang Dunia 2. Kedua, pada tahun 2009
yakni saat terjadi Global Financial Crisis. Ketiga, pada tahun 2020 yakni saat terjadi pandemi
Covid-19. Baik secara debt increase maupun deficit-to-GDP ratio kenaikan terjadi pada
rentang waktu atau kejadian yang sama yaitu pada Perang Dunia 2 (1939-1945), Global
Financial Crisis (2008), dan pandemi Covid-19 (2020).
Hal ini disebabkan karena ketiga kejadian tersebut mendorong pemerintah AS untuk
memberikan stimulus fiskal yang besar-besaran ke beberapa sektor tertentu. Pada Perang
Dunia 2 stimulus fiskal diberikan pada sektor militer untuk mendanai peperangan, pada
Global Financial Crisis stimulus fiskal diberikan pada sektor keuangan yang lumpuh dan
demi memulihkan perekonomian, dan pada pandemi Covid-19 stimulus fiskal diberikan pada
sektor kesehatan dan ekonomi agar perekonomian juga dapat kembali pulih. Tak jarang
kebijakan fiskal berupa stimulus juga diiringi dengan kebijakan moneter bercorak ekspansif
sebagai upaya membantu mendorong perekonomian dengan menambah beban utang
pemerintah semakin berat.
Keadaan yang sama juga terjadi di Indonesia walaupun berbeda penyebab dan rentang
waktu terjadinya peningkatan utang. Kedua grafik di atas memperlihatkan kondisi utang
negara Indonesia dari sisi debt increase dan deficit-to-GDP ratio dengan data diperoleh dari
World Bank dan International Monetary Fund. Pada grafik di sebelah kiri (debt increase)
kenaikan utang pemerintah Indonesia terlihat meningkat dengan stabil selama rentang waktu
tahun 2008 sampai 2020. Walaupun meningkat dengan stabil tetapi seiring dengan waktu
terjadi kenaikan utang pemerintah yang semakin signifikan yang terlihat dengan semakin
curamnya garis pada grafik debt increase. Hal ini memperlihatkan bahwa kebutuhan
pemerintah Indonesia akan utang semakin besar dengan berbagai macam motif dan
alasannya, baik itu sebagai pembiayaan untuk beberapa sektor tertentu maupun demi
mendorong perekonomian.
Pada grafik di sebelah kanan (deficit-to-GDP ratio) beban utang pemerintah Indonesia
lebih terefleksikan karena disandingkan dengan total GDP sebagai rasio total besaran utang
dengan tingkat perekonomian yang diciptakan oleh negeri bumi pertiwi. Angka deficit-to-
GDP ratio terlihat fluktuatif selama kurun waktu tahun 1970 sampai tahun 2020. Kenaikan
signifikan terjadi selama beberapa kali, yaitu pada tahun 1985-1990, tahun 1998-2000, dan
tahun 2020. Rentang waktu yang perlu dicermati yaitu pada tahun 1998-2000 dimana terjadi
Reformasi 1998 sekaligus Asian Financial Crisis dan tahun 2020 dimana terjadi pandemi
Covid-19.
Sama sepertinya halnya negara AS hal ini disebabkan karena kedua kejadian tersebut
mendorong pemerintah Indonesia untuk memberikan stimulus fiskal yang besar-besaran ke
beberapa sektor tertentu. Pada reformasi 1998 sekaligus Asian Financial Crisis stimulus fiskal
diberikan pada sektor ekonomi sebagai upaya memulihkan perekonomian dari kekacauan
pembenahan sistem politik dan pemerintahan yang sedang terjadi di Indonesia. Salah satu
penyebab kekacauan ekonomi yang terjadi saat itu adalah semakin menumpuknya utang
pemerintah Indonesia yang diiringi dengan inflasi yang terus-menerus. Menariknya,
permasalahan menumpuknya utang ini diselesaikan dengan menambah utang baru dengan
jangka waktu yang lebih panjang. Oleh karenanya, pada krisis ini terlihat bahwa utang
diselesaikan oleh utang atau dengan kata lain ‘gali lubang tutup lubang’. Pada tahun 2020
saat terjadi pandemi Covid-19 stimulus fiskal diberikan pada sektor kesehatan dan ekonomi
agar perekonomian dapat kembali pulih. Sama seperti negara lainnya, tak jarang kebijakan
fiskal berupa stimulus juga diiringi dengan kebijakan moneter bercorak ekspansif sebagai
upaya membantu mendorong perekonomian dengan menambah beban utang pemerintah
semakin berat.
Debt issue yang dilihat dari debt increase dan deficit-to-GDP ratio tak hanya terjadi
di negara AS dan Indonesia tetapi juga di berbagai belahan dunia lainnya. Grafik di atas
memperlihatkan kondisi utang di hampir seluruh negara di dunia dari sisi central government
debt dalam bentuk percent of GDP dengan data diperoleh dari International Monetary Fund.
Berbeda dengan bidang ajaran agama Islam lainnya seperti Aqidah, Ibadah, dan
Akhlak yang mana tidak memberikan ruang kebebasan berkreasi sama sekali bagi manusia
yang disebabkan oleh Allah lebih mengetahui maslahat dalam bidang-bidang tersebut, Islam
memberikan ruang kreasi dalam bidang Muamalah bagi para pengikutnya. Di satu sisi Islam
mempunyai sifat konfirmasi terhadap berbagai kreasi yang dilakukan oleh manusia. Di sisi
lainnya, ajaran Islam melakukan perubahan-perubahan bagi jenis muamalah yang ada, yang
mana terkadang Islam membatalkan jenis muamalah tertentu (Harun, 2007). Ruang kreasi ini
kemudian dibakukan dalam sebuah kaidah atau prinsip ushul fiqh yang berbunyi “segala
sesuatu dalam bidang muamalah itu diperbolehkan, sampai ada dalil yang menunjukkan
keharamannya.”
Dengan berpegang pada kaidah tersebut, maka setiap pemeluk ajaran agama Islam
diberi kebebasan untuk beraktivitas dalam bidang ekonomi selama tidak mengandung unsur-
unsur yang diharamkan dalam ajaran Islam (Azhari, 2015).
Lebih lanjut, ajaran Islam mengutamakan maslahah yang lebih besar dalam artian
menyangkut kehidupan orang ramai daripada maslahah perseorangan atau kelompok kecil.
Pengutamaan maslahah yang lebih besar daripada yang kecil merupakan jawaban Islam
terhadap trade off dari konflik kepentingan yang seringkali terjadi dalam kehidupan manusia.
Pengutamaan ini juga merupakan bentuk keadilan dalam Islam yang menempatkan segala
sesuatu pada porsinya masing-masing. Kondisi ini memunculkan sebuah prinsip yang apabila
dikaitkan dengan ilmu ekonomi maka akan sebagai berikut “Individual losses are tolerated to
ward off public loss.”
Ketiga prinsip di atas jika dielaborasikan lebih lanjut akan membentuk suatu
perspektif Islam terhadap permasalahan ekonomi secara terang. Secara spesifik, berikut
merupakan pandangan ahli-ahli ekonomi Islam mengenai kebijakan fiskal dalam
perekonomian.
Daftar Pustaka
Azhari, F. (2015). Qawaid Fiqhiyyah Muamalah.
Chapra, M. U. (1979). The Islamic welfare state and its role in the economy. Islamic
Foundation.
Faridi, F. R. (1983). Theory of fiscal policy in an Islamic State. Journal of King Abdulaziz
University: Islamic Economics, 1(1).
Harun, M. H. (2007). Fiqh muamalah. Muhammadiyah University Press.
Kahf, M. (1982). Fiscal and monetary policies in an Islamic economy. Monetary and Fiscal
Policy of Islam, International Centre for Research in Islamic Economics, King Abdul
Aziz University, Jeddah, 125-40.