Failing to plan is planning to fail (Alan Lakein). Kegagalan dalam membuat rencana
berarti merencanakan sebuah kegagalan. Kegagalan dalam perencanaan APBN sama dengan
merencanakan kegagalan negara tersebut untuk mewujudkan tujuannya, yaitu peningkatan
kesejahteraan rakyat.
Pemahaman akan hubungan yang sangat erat antara ekonomi dengan politik akan
sangat berguna sekali dalam memahami akar permasalahan negara yang sebenarnya tidak
jauh dari persoalan ekonomi dan politik. Pemahaman tentang hal ini saya kira akan sangat
berguna untuk meredam atau paling tidak mengurangi skala perdebatan di antara beberapa
elemen negara ketika muncul kebijakan baru, baik yang dikeluarkan oleh pemerintah maupun
DPR. Sebagai contoh, berdasarkan pengalaman ketika pemerintah menelurkan kebijakan
ekonomi, maka akan selalu terjadi konroversi antara ekonom satu dengan ekonom lain
maupun antara ekonom dengan politisi yang pada akhirnya akan menggiring perdebatan itu
sampai pada perdebatan publik. Ketika perdebatan sudah sampai di tingkat publik, apalagi
eskalasinya semakin meningkat, tentu ini akan menyebabkan dampak yang buruk bagi iklim
ekonomi,sosial dan politik.
Salah satu contoh pergulatan intelektual dan kepentingan yang melibatkan paling
tidak dua disiplin ilmu (politik dan ekonomi) adalah dalam penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Biasanya penyusunan APBN akan dimulai bulan
Mei dan akan di sahkan pada bulan Agustus pada rapat paripurna DPR setiap tahunnya.
Perdebatan ini terjadi hampir setiap tahun dan akar pemasalahan tidak jauh dari permasalahan
defisit anggaran yang kian menjadi-jadi. Seberapa besar defisit anggaran yang dapat
ditoleransi, berapa besar asumsinya, bagaimana alternatif pembiayaannya, seberapa besar
alokasi untuk membiayai kegiatan sosial, ekonomi, pendidikan dan lain sebagainya? Itulah
paling tidak derivasi dari akar masalah tersebut. Tentu masalah ini tidak akan selesai jika
masing-masing pihak yang berkepentingan mencari solusi hanya dari sudut pandang
keilmuan masing-masing. Ekonom bersikeras dengan analisis ekonomi murninya dan politisi
tetap teguh pada posisi politisnya. Hal ini harus dicari solusi yang sifatnya win-win solution
bukannya win-loose solution. Dan memadukan kesepahaman dua disiplin ilmu tadi adalah
alternatif terbaik. Hal ini terpaksa dilakukan karena masalah sudah bergeser menjadi masalah
yang sifatnya normatif.
Seperti kita ketahui bahwa dalam penyususan anggaran salah satu asas yang perlu
diperhatikan adalah asas keadilan (Justice). Ketika berbicara keadilan maka tentu ini tidak
bisa dipandang murni dari sudut ilmu ekonomi saja. Keadilan dalam hal ini tidak mungkin
diperlakukan sebagai masalah-masalah yang , yang dapat diselesaikan secara teknokratis.
Ketika bebicara tentang keadilanpolitically neutral maka kita berbicara dengan berbagai
macam kepentingan dan itu artinya secara langsung, kita mau-tidak mau masuk ke dalam
wilayah politik. Seperti telah dipaparkan sebelumnya bahwa dibelakang setiap variabel
ekonomi akan dijumpai sejumlah konstituen politik. Dan setiap konstituen politik akan akan
menterjemahkan keadilan sesuai dengan aspirasinya yaitu ketika kepentingan dari
masingmasing konstituen terpenuhi.
Salah satu contoh perdebatan nyata akhir-akhir ini adalah masalah realisasi 20 %
anggaran pendidikan. Jika dipikirkan secara mendalam kita akan mengetahui alasan kenapa
pemerintah terkesan setengah hati dalam merealisasikan 20 % anggaran tadi, yang sudah
menjadi amanah konstitusi. Bagi pemerintah, secara ekonomi realisasi anggaran pendidikan
tersebut tidak masuk akal, mengingat ini sangat memberatkan APBN dan mengancam
kesinambungan fiskal. Saat ini sekitar 30 % anggaran setiap tahun tersedot untuk membayar
utang beserta bunganya. Jika anggaran pendidikan 20% direalisasikan untuk menjaga
eksistensi negara apakah mungkin hanya mengandalkan 50 % anggaran? Mungkin ini
pertanyaan sederhananya. Hal ini ditambah fakta lagi bahwa institusi pendidikan belum
menujukkan kesipapan untuk memangku amanah tersebut. Institusi pendidikan kita masih
terlalu lemah. Korupsi di institusi pendidikan masih belum bisa ditanggulangi. Jika anggaran
20% terealisasi dengan segera ini akan menjadi bumerang bagi pembangunan Indonesia
khususnya sektor pendidikan. Lalu pertanyaannya kenapa orang-orang atau elemen yang
memperjuangkan realiasi anggaran tersebut masih tetap bersikeras? Tentu jawaban ini, jika
dikupas tidak jauh dari masalah politik. Jadi, pemahaman tentang permasalahan ini tidak
lepas dari pemahaman antara ekonomi dan politik. Dan setiap permasalahan baik ekonomi,
politik, sosial dan sebagainya tidak terlepas dari masalah di sektor lain. Sehingga analisis
pemecahan masalah sangat diperlukan pengetahuan interdisiplener.
Untuk mengeliminir hal demikian, pemahaman tentang hakikat hubungan ilmu politik
(political science) dengan ilmu ekonomi (economics) harus tertanam pada benak setiap
elemen bangsa khususnya ekonom dan politikus serta masyarakat pada umumnya. Tidak
dipungkiri bahwa ekonomi dan politik memiliki hubungan yang sangat erat, sehingga ilmu
politik dan ilmu ekonomi tidak dapat dipisahkan sebagai satu bidang keilmuan. Jika dirunut
dari sejarah hal ini dapat dibuktikan bahwa ilmu politik dan ilmu ekonomi pernah masuk
dalam satu bidang ilmu tersendiri yaitu ekonomi politik (political economy). Dengan
perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu tersebut kemudian memisahkan diri
menjadi dua lapangan yang mengkhususkan perhatian terhadap tingkah laku manusia yang
berbeda-beda: ilmu politik (Political science) dan ilmu ekonomi (economics). Akan tetapi,
pemisahan itu tidak dapat menutupi hakikat hubungan yang erat antara dua disiplin tersebut.
Politik menentukan kerangka kerja aktivitas ekonomi dan menyalurkanya kedalam
pengaturan yang ditujukan untuk melayani kepentingan kelompok dominan, disisi lain proses
ekonomi dengan sendirinya mengarah pada distribusi kekuasaaan dan kekayaan, dimana
kekuasaaan adalah pusat dari kajian ilmu politik.
Berdasarkan PP Nomor 21 Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran
Kementerian Negara/Lembaga Pasal 3, RKA-KL terdiri dari rencana kerja Kementerian
Negara/Lembaga dan anggaran yang diperlukan untuk melaksanakan rencana kerja tersebut.
Di dalam rencana kerja tersebut diuraikan visi, misi, tujuan, kebijakan, program, hasil yang
diharapkan, kegiatan, keluaran yang diharapkan.
Mengapa perlu adanya indikator kinerja dan target kinerja (output) dalam penyusunan RKA-
KL? Indikator kinerja dan output sangat bermanfaat untuk mengetahui efektivitas suatu
program atau kegiatan.
Dalam implementasinya, indikator kinerja dan output masih terlalu abstrak sebagai alat ukur
efektivitas suatu kegiatan. Contoh kasusnya adalah sebagai berikut:
Dalam DIPA suatu satker, beberapa output dari suatu kegiatan adalah berupa dokumen.
Output berupa dokumen keuangan untuk kegiatan Pembinaan Administrasi dan Dukungan
Pelayanan Pelaksanaan Tugas Kantor Pusat Kementerian masih terlalu abstrak.
d. Perencanaan Kurang Matang
Dapat kita lihat bahwa perencanaan anggaran di Indonesia masih memiliki banyak
kelemahan dan menjadi salah satu penyebab perbedaan angka realisasi dengan anggaran.
Seringnya revisi anggaran yang dilakukan satuan kerja juga menunjukkan bahwa
perencanaan anggaran yang disusun belumlah tepat dan sesuai kebutuhan di lapangan. Selain
itu, penetapan APBN-P seolah menjadi tradisi rutin pemerintah setiap pertengahan tahun. Hal
ini menunjukkan bahwa pemerintah belum dapat memproyeksikan anggaran secara tepat
sehingga anggaran pemerintah tidak memiliki ketahanan terhadap perkembangan ekonomi
yang terjadi selama tahun berjalan.
APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan
pengeluaran negara selama satu tahun anggaran. Dalam implementasinya, jika realisasi
penerimaan lebih kecil dari rencana pengeluaran, maka rencana pengeluaran harus dikurangi.
Jika perencanaan tidak disusun dengan baik maka bisa menyebabkan perubahan APBN yang
efeknya adalah mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.
Daftar Pustaka:
________Presiden Republik Indonesia Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21
Tahun 2004 Tentang Penyusunan Rencana Kerja Dan Anggaran Kementerian
Negara/Lembaga
________DIPA Setjat TA 2016.
_________http://frets-alfret-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-91391
Politik%20Anggaran- Perlukah%20Kesetaraan%20Dalam%20Politik%20Anggaran.html
_________http://ambudaya.blogspot.co.id/2007/04/perdebatan-ekonomi-politik-konflik.html
_________https://indoprogress.com/2017/01/mengakhiri-rezim-defisit-pada-kebijakan-fiskal/