Anda di halaman 1dari 7

Ch.

2 : KEBIJAKAN FISKAL
Dosen : Drs. Markus Halik, MM

Johannes Baptista Halik, SE, MM

1.a. Definisi Kebijakan Fiskal

Kata fiskal berasal dari bahasa latin, fiscus yaitu nama seorang pemegang
kuasa atas keuangan pertama pada zaman Romawi kuno.

Secara harfiah berarti keranjang atau tas.

Adapun kata fisc dalam bahasa Inggris berarti pembendaharaan atau pengaturan
keluar masuknya uang dalam kerajaan.

Fiskal digunakan untuk menjelaskan bentuk pendapatan Negara atau kerajaan


yang dikumpulkan dari masyarakat dan oleh pemerintahan negara atau kerajaan
dianggap sebagai pendapatan lalu digunakan sebagai pengeluaran dengan program-
program untuk menghasilkan pencapaian terhadap pendapatan nasional, produksi dan
perekonomian serta digunakan pula sebagai perangkat keseimbangan dalam
perekonomian.

Kebijakan fiskal adalah kebijakan ekonomi yang dilakukan oleh pihak


pemerintah guna mengelola dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang
lebih baik atau yang diinginkan dengan cara mengubah atau memperbarui penerimaan
dan pengeluaran pemerintah.

Salah satu hal yang ditonjolkan dari kebijakan fiskal ini adalah pengendalian
pengeluaran dan penerimaan pemerintah atau negara.

1.b. Tujuan Kebijakan Fiskal

Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan fiskal adalah untuk menentukan arah, tujuan,
sasaran, dan prioritas pembangunan nasional serta pertumbuhan perekonomian
bangsa.

Adapun tujuan-tujuan dikeluarkannya kebijakan fiskal secara khusus adalah sebagai


berikut :

a. Mencapai kestabilan perekonomian nasional.


b. Memacu pertumbuhan ekonomi.
c. Mendorong laju investasi.
d. Membuka kesempatan kerja yang luas.
e. Mewujudkan keadilan sosial.
f. Sebagai wujud pemerataan dan pendistribusian pendapatan.
g. Mengurangi pengangguran.
h. Menjaga stabilitas harga barang dan jasa agar terhindar dari inflasi.

Ada 3 strategi fiskal utama yang perlu dikembangkan agar tercapai kemakmuran
rakyat yang sesuai amanat UUD 1945 dan Pancasila, yaitu :

1. Optimalisasi peningkatan pendapatan negara


2. Efisiensi belanja negara dan peningkatan belanja produktif untuk mendukung
program prioritas, serta
3. Mendorong pembiayaan yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan.

2. Kebijakan Fiskal dan Pembangunan Stabilitas Politik Ekonomi

Menurut M.L.Jhingan, kebijakan fiskal berarti penggunaan pajak, pinjaman


masyarakat, pengeluaran masyarakat oleh pemerintah untuk tujuan “stabilisasi atau
pembangunan”.

Dalam rangka meningkatkan pembangunan ekonomi suatu negara, pajak dapat


dipergunakan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:

1. Untuk membatasi konsumsi dan dengan demikian mentransfer sumber dari


konsumsi ke investasi
2. Untuk meningkatkan dorongan menabung dan menanam modal (investasi)
3. Untuk mentransfer sumber dari tangan masyarakat ke tangan pemerintah
sehingga memungkinkan adanya investasi pemerintah
4. Untuk memodifikasi pola investasi
5. Untuk mengurangi ketimpangan ekonomi
6. Untuk memobilisasi surplus ekonomi.

Kita sama sama mengerti bahwa salah satu tujuan penting dari kebijakan
perpajakan adalah untuk menghindari terjadinya jurang pemisah (gap) antara si kaya
dan si miskin. Pajak dalam perannya bertugas untuk memperkecil gap tersebut. Dan
pajak juga yang berperan untuk menciptakan pemerataan pembangunan. Dengan kata
lain efek dan pengaruh pajak adalah sangat besar, seperti menciptakan pembangunan
seperti jalan, jembatan, rumah sakit, pasar, dan lain-lain, dimana masyarakat akan
sangat terbantu dengan adanya fasilitas tersebut, dan para pebisnis dapat
memanfaatkan fasilitas tersebut untuk turut mengisinya. Sehingga diharapkan disini
konsep pajak mampu menciptakan multiplying effect.

Peranan Sistem Fiskal dalam proses pembangunan ekonomi :

1. Tingkat pengenaan pajak memengaruhi tingkat tabungan pemerintah dan


juga volume sumber daya yang tersedia untuk penyediaan model
pembangunan.
2. Baik tingkat maupun struktur perpajakan memengaruhi tingkat tabungan
swasta.
3. Investasi pemerintah diperlukan untuk menyiapkan prasarana berupa
infrastruktur.
4. Sistem insentif dan hukuman (denda) perpajakan bisa dirancang untuk
memengaruhi efisiensi penggunaan sumber daya.
5. Distribusi beban pajak (bersama-sama dengan distribusi manfaat yang
diterima dari pengeluaran pemerintah) memainkan peranan penting dalam
mempromosikan pemerataan atas hasil-hasil pembangunan.
6. Perlakuan pajak terhadap investasi dari luar negri bisa mempengaruhi
volume masuk modal asing dan tingkat reinvestasi terhadap laba yang
dihasilkannya.
7. Pola perpajakan impor dan ekspor dalam kaitannya dengan produk
domestic akan memengaruhi neraca perdagangan luar negri.
3. Desentralisasi Fiskal dan Otonomi Daerah
Pada era pasca reformasi, pembahasan mengenai keinginan untuk membentuk
otonomi daerah dan kebebasan yang lebih besar bagi daerah dalam mengelola dan
melaksanakan berbagai kebijakannya semakin ramai dibahas baik di tingkat domestic
dan nasional. Implikasi yang terjadi adalah dilakukannya implementasi ke arah
pelaksanaan otonomi daerah tersebut beserta dengan perangkat aturan yang
mengikutinya, termasuk dalam bidang fiskal. Bidang fiskal yang paling banyak disorot
adalah mengenai konsep desentralisasi fiskal.
Adapun pengertian dari desentralisasi fiskal adalah “suatu proses distribusi
anggaran dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih
rendah-untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dalam pelayanan publik-
sesuai dengan banyaknya kewenangan bidang tanggung jawab birokrasi di Indonesia
adalah sama di antara level pemerintah kabupaten atau kota, serta di antara
pemerintah Provinsi.”
Pada dasarnya desentralisasi fiskal akan berjalan dengan baik jika asas
keterbukaan dan pertanggungjawaban dilaksanakan dengan baik. Namun, jika
menjalankan pekerjaan tidak berdasarkan kedua asas tersebut maka artinya
kepercayaan masyarakat yang telah diberikan dalam bentuk wajib pajak akan tersia-
siakan dan tidak akan terbangun sesuai dengan yang direncanakan.

4. Implikasi Kebijakan Fiskal dan Moneter Terhadap Investasi


Saat ini pemerintah telah menjual obligasi tersebut bukan hanya dalam negeri
tetapi juga keluar negri yaitu ke beberapa kawasan seperti Timur Tengah, Eropa,
Amerika dan Asia. Pada saat penjualan obligasi ke luar negri maka itu maksudnya
adalah pemerintah ingin menarik dana dalam bentuk mata uang asing (foreign
currency), dan jika obligasi itu dijual di dalam negri berarti pemerintah ingin menarik
mata uang rupiah yang beredar di pasaran.
Maka dengan ditariknya atau diperolehnya mata uang tersebut maka sekarang
ini menjadi kewajiban bagi pemerintah untuk mengalokasikan dana yang diperoleh dari
hasil penjualan obligasi tersebut untuk dipergunakan tepat pada tempatnya. Dan
tentunya juga akan memberikan keuntungan atau pengembalian yang sesuai dengan
yang diharapkan di mana selanjutnya pengembalian itu dapat dipindahkan dananya
untuk dialihkan pada proyek yang lain lagi. Namun, yang menjadi masalah jika dana
hasil dari penjualan obligasi tersebut dipakai sebagian untuk membayar utang atau
bunga utang yang telah jatuh tempo, yang artinya pemakaian dana pun menjadi tidak
maksimal atau tidak tepat sesuai dengan yang diharapkan.
Adalah pada saat dana yang diperoleh oleh seorang investor untuk
mempergunakan dana tersebut dalam proyek yang dikerjakannya. Maka sudah menjadi
kewajiban pemerintah untuk mengusahakan agar terciptanya kestabilan moneter guna
menghindari timbulnya perubahan angka dalam bentuk mata uang di kemudian hari.
Maka kebijakan fiskal dan moneter diibaratkan sekeping mata uang logam yang
tidak bisa dipisahkan dan saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Namun, yang
menjadi pertanyaan adalah : pada saat fiskal diturunkan karena moneter diperketat
maka apakah itu bisa dilaksanakan pada saat negara tersebut membutuhkan devisa
berupa pendapatan pajak, karena misalnya terjadinya penurunan perolehan devisa dari
migas. Sehingga disini menimbulkan dilemma dalam bersikap. Namun, jika tidak
diterapkan akan bisa memberikan dampak pada menurunnya aktivitas bisnis dalam
negri yang dampaknya juga membahayakan perekonomian bangsa, maka disinilah
dibutuhkan kehati-hatian pemerintah dalam mengambil keputusan.
Konflik antara kebijakan fiskal dan moneter dapat menimbulkan resesi yang
parah bagi perekonomian sebuah negara.

5. Kebijakan Fiskal dan Pertumbuhan Ekonomi


Kebijakan fiskal dibuat salah satu tujuannya untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi. Ada sebuah hubungan yang saling bertolak belakang antara kebijakan fiskal
dan kebijakan subsidi. Kebijakan subsidi sering disebut sebagai pajak negative, artinya
kebijakan yang tidak membawa pengaruh pada penerimaan negara namun lebih pada
terjadinya alokasi dana yang khusus dikeluarkan demi menjaga stabilitas ekonomi di
tengah masyarakat.
Dalam era pasar bebas sekarang ini, kebijakan fiskal yang dibuat diharapkan
menjadi salah satu daya dukung yang mampu mempengaruhi penguatan perekonomian
Indonesia sehingga menjadi suatu tugas utama bagi para pengambil kebijakan ekonomi
untuk mengkonsep sebuah model kebijakan khususnya kebijakan fiskal yang mampu
mewakili keinginan para stakeholders di Indonesia.
Masalah utama perekonomian Indonesia pada umumnya bukan terletak pada
kebijakan itu sendiri, melainkan pada penerapannya yang sering tidak efisien.
Infrastruktur yang tidak mendukung, struktur hokum yang tidak jelas, ataupun faktor lain
seperti korupsi yang menyebabkan alokasi dana pengeluaran pemerintah menjadi tidak
maksimal, merupakan tantangan yang lebih besar.
Mengurai permasalahan yang dihubungkan dengan carut marutnya
perekonomian Indonesia kiranya mengharuskan bagi pengambil kebijakan untuk
mendorong pembentukan konsep kebijakan fiskal yang ideal serta bagaimana
mengawal kebijakan tersebut hingga ke lapangan. Jika tidak kebijakan fiskal tersbut
tidak mampu menyentuh setiap permasalahan yang dianggap penerimaan pajak selalu
di bawah target, dan lebih jauh target negara dari segi penerimaan fiskal selalu meleset
dari tahun ke tahun.

Anda mungkin juga menyukai