Anda di halaman 1dari 11

Chapter 4 : Inflasi dan Deflasi

Banyak lembaga yang mencoba memaparkan bagaimana keadaan inflasi


dengan cara kajiannya masing-masing baik lembaga yang berasal dari dalam maupun
luar negri, serta dampak yang mungkin akan terjadi dan langkah-langkah apa yang
harus ditempuh.

Bagi pemerintah sangat perlu untuk menciptakan angka inflasi yang berada pada
kisaran yang diinginkan oleh pasar, yang biasa disebut dengan actual inflation. Secara
konsep inflasi mengalami pergerakan yang bersifat structural. Setiap negara berusaha
memperkecil inflasi, namun karena beberapa produk terus mengalami kelangkaan di
pasaran maka inflasi pada beberapa produk sangat sulit untuk dihindarkan.

A. Definisi Inflasi
Inflasi merupakan suatu kejadian yang menggambarkan situasi dan kondisi
dimana harga barang mengalami kenaikan dan nilai mata uang mengalami pelemahan.
Jika hal ini dibiarkan secara terus menerus maka akan mengakibatkan pada
memburuknya kondisi ekonomi negara secara menyeluruh serta mampu mengguncang
tatanan politik suatu negara.
Dari definisi di atas dapat dipahami bahwa inflasi merupakan hal yang
membahayakan bagi perekonomian dan mampu menimbulkan efek yang sangat sulit
untuk diatasi dan dapat berakibat pada tumbangnya pemerintahan yang berkuasa.
Contoh ini dapat kita lihat pada apa yang terjadi pada era pemerintahan Soekarno
dimana kita pernah mengalami hiperinflasi.

Tahun Inflasi Nilai Uang Rp. 1.000.000,- menjadi


2007 7,40% Rp. 926.000,-
2008 11,06% Rp. 823.000,-
2009 2,7% Rp. 800.689,-
2010 6,96% Rp. 744.961,-
2011 3,79% Rp. 716.727,-
2012 4,30% Rp. 685.908,-
2013 8,36% Rp. 628.566,-
2014 8,36% Rp. 576.018,-
2015 3,35% Rp. 556.721,-
2016 3,02% Rp. 539.908,-
Data Inflasi Indonesia 10 Tahun Terakhir
B. Pembagian Inflasi
Dari segi asal terjadinya inflasi ada dua macam, yaitu :
1. Inflasi Domestik (Domestic Inflation)
Domestic Inflation terjadi karena faktor situasi dan kondisi yang terjadi di
dalam negri, seperti karena kebijakan pemerintah (government policy ) dalam
mengeluarkan regulasi yang mampu mempengaruhi kondisi kenaikan harga.
Misalnya, pemerintah mengambil kebijakan untuk menaikkan harga BBM,
yang mampu member efek pada kenaikan harga barang secara keseluruhan.
Dimana kenaikan itu bisa terjadi akibat naiknya ongkos angkutan dan
mahalnya biaya makan disebabkan kenaikan harga gas elpiji.

2. Inflasi Impor (Imported Inflation)


Imported Inflation disebabkan karena faktor situasi dan kondisi yang
terjadi di luar negri, seperti terjadi goncangan di Amerika Serikat yang
member pengaruh pada naiknya berbagai barang yang berasal dari Amerika
Serikat. Contoh dalam kasus naiknya harga kedelai di pasar dalam negri
pada tahun 2012 lalu. Ini karena selama ini Indonesia termasuk salah satu
pengimpor kedelai dari AS. Sebagai penghasil kedelai, jagung, gandum,
kekeringan di AS berdampak terhadap pasokan komoditas tersebut ke dunia.
Akibatnya harga ketiga komoditas tersebut di pasar dunia melambung.

Di samping inflasi dilihat dari segi asalnya maka ada beberapa faktor yang bisa
menimbulkan inflasi sebagai berikut :

1. Structural inflation (Inflasi Struktural), yaitu suatu keadaan yang ditimbulkan


bukan oleh bertambahnya volume uang tetapi karena pergeseran struktur
ekonomi, yaitu pergerakan faktor-faktor produksi dari sektor non-industri ke
sektor industry.

2. Cost Push Inflation yaitu inflasi yang disebabkan oleh kebijakan perusahaan
yang menaikkan harga barang dagangannya karena implikasi dari kenaikan
biaya internal seperti kenaikan upah buruh, suku bunga, atau juga karena
mengharapkan memperoleh laba yang tinggi.

3. Demand Full Inflation yaitu inflasi yang timbul karena didorong oleh biaya.
Inflasi lainnya seperti karena faktor kenaikan pendapatan masyarakat atau
juga disebabkan oleh ketakutan akan terjadi kenaikan harga yang terus
menerus sehingga masyarakat memborongnya. Inflasi seperti ini disebut juga
inflasi yang timbul karena dorongan permintaan.
C. Skala Penilaian Inflasi
Dari segi perspektif skala penilaian inflasi maka ada 4 kategori skala yang biasa
dipakai, yaitu :

No Jenis Definisi Skala


Inflasi Penilaian
1. Inflasi Ringan Inflasi ini disebut juga creeping inflation. < 10 % per tahun
(Creeping Kondisi inflasi seperti ini disebut dengan
Inflation) inflasi ringan karena skala inflasinya
berada di bawah 10%. Kondisi ini dialami
oleh Indonesia pada era sekarang ini /
pasca reformasi, dan kita juga pernah
mengalaminya pada masa Orde Baru.
2. Inflasi sedang Inflasi moderat dianggap tidak efektif bagi 10 – 30 % per tahun
(Moderate kelangsungan ekonomi suatu negara
Inflation) karena dianggap mampu mengganggu
dan bahkan mengancam pertumbuhan
ekonomi.
3. Inflasi berat Inflasi berat adalah dimana sektor-sektor 30 – 100% per tahun
ekonomi sudah mengalami kelumpuhan
kecuali yang dikuasai oleh negara
4. Inflasi sangat Inflasi ini terjadi pada masa perang dunia >100% per tahun
berat (hyper II (1939 – 1945) di mana untuk keperluan
inflation) perang terpaksa harus mencetak uang
secara berlebihan.

Sejarah mencatat, Indonesia pernah mengalami kondisi Hyper Inflation yaitu


pada masa akhir-akhir pemerintahan Presiden Soekarno yaitu sekitar tahun
1960-an dimana inflasi menyentuh angka 650%. Persoalannya bukan hanya
didorong oleh faktor krisis ekonomi semata, namun persoalan krisis politik juga
berperan dalam mendorong terbentuknya inflasi tersebut.
Menurut catatan bahwa sejak tahun 1920-an, dunia telah mengalami 29
kali hyperinflation. Yang terakhir terjadi di Zimbabwe pada tahun 2007.

D. Perhitungan Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer Price Index


(CPI)
Untuk menghitung inflasi tahunan kita harus terlebih dahulu menghitung Indeks
Harga Konsumen (IHK) atau Customer Price Index (CPI).
Consumer Price Index (CPI) menurut Joel G.Siegel dan Jae K.Shim merupakan
rasio dari biaya konsumsi khusus dalam satu tahun terhadap biaya pos tersebut
pada tahun dasar.
CPI meliputi seluruh biaya dasar yang dibutuhkan oleh seorang
konsumen dalam aktifitasnya sehari-hari, seperti beras, gula, minyak makan,
tepung, rumah, biaya pengobatan, dan lain-lain. Biaya-biaya ini sering disebut
dengan istilah cost of living index.
Rumus untuk menghitung IHK atau CPI adalah :
E. Tujuan Perhitungan Inflasi
Ada beberapa tujuan umum yang dapat diperoleh dengan dilakukannya
perhitungan IHK atau CPI ini, yaitu :
1. Bagi investor kategori real investment yang berkeinginan investasi ke suatu
negara bisa menjadikan informasi ini sebagai salah satu pendukung
rekomendasinya. Adapun pengertian real investment adalah investasi nyata
yang secara umum melibatkan asset berwujud seperti tanah, mesin-mesin,
pabrik, dll.
2. Bagi investor kategori financial investment , ukuran dan hasil hitungan IHK
atau CPI ini dapat menjadi salah satu base analyze. Sebagai contoh dalam
mempertimbangkan efek-efek inflasi pada sebuah obligasi yang dibeli
seseorang dapat mempergunakan CPI jika orang tersebut adalah pembeli,
sedangkan pembelian yang sama oleh sebuah organisasi industry dapat
memerlukan indeks yang berbeda. Adapun pengertian financial investment
adalah investasi dalam bidang keuangan yang melibatkan kontrak tertulis
seperti saham biasa ( common stock ) dan obligasi ( bond ).
3. Tujuan indeks itu adalah mengukur perubahan harga eceran yang dibutuhkan
untuk mempertahankan standar kehidupan yang tetap untuk konsumen “rata-
rata”.

F. Perhitungan Inflasi
Setelah kita menghitung Indeks Harga Konsumen (IHK) atau Consumer price
Index (CPI) maka selanjutnya kita dapat menghitung inflasi. Adapun rumus untuk
menghitung inflasi adalah :
Contoh Soal :

Berdasarkan IHK di bawah ini, hitunglah inflasi yang terjadi pada tahun 1993,
1995, dan 1999.

Tahun CPI atau IHK Tahun CPI atau IHK


1990 391,4 1995 456,5
1991 408,01 1996 469,9
1992 420,3 1997 480,8
1993 432,7 1998 488,3
1994 444,0 1999 497,6

Jawab :

a.) IR1993 = ( IHK1993 / IHK1992 . 100) – 100

IR1993 = (432,7/420,3 . 100) – 100

IR1993 = ( 102,95 ) – 100

IR1993 = 3,0
b.) IR1995 = (IHK1995 / IHK1994 .100) – 100
IR1995 = (456,5 / 444,0 .100) – 100
IR1995 = (102,8) – 100
IR1995 = 2,8

c.) IR1999 = (IHK1999 / IHK1998 .100) – 100


IR1999 = (497,6 / 488,3 . 100 ) – 100
IR1999 = (101,0) – 100
IR1999 = 1,9

G. Pengertian Deflasi
Setelah kita memahami tentang pengertian dan bentuk deflasi beserta formula
yang digunakan maka perlu juga bagi kita memahami pengertian dari deflasi
yang merupakan kebalikan dari inflasi.
Deflasi adalah suatu kondisi dimana harga barang dan jasa terus
mengalami penurunan dan nilai mata uang terus mengalami penguatan. Pada
kondisi deflasi ini, penurunan harga barang dilakukan dengan tujuan :
1. Untuk menggairahkan produksi, industri, kesempatan kerja dan
meningkatkan nilai mata uang.
2. Agar barang yang telah diproduksi terjangkau untuk dapat dibeli oleh
masyarakat.
3. Membantu para pebisnis dalam memasarkan barangnyan dengan cepat dan
cepat memproduksi kembali barang yang baru.

Kondisi inflasi dan deflasi yang tidak terkendali akan mampu merusak tatanan
ekonomi suatu negara. Karena itu deflasi yang dimaksud adalah deflasi yang
terkendali atau actual deflation (deflasi yang diharapkan).

H. Metode Penyesuaian Laporan Keuangan Terhadap Inflasi


Menurut Rico Lemana dan Rudy Surjanto, ada 3 macam metode untuk
penyesuaian laporan keuangan terhadap inflasi, yaitu :
1. Current Cost
2. Constant Dollar
3. Current Cost / Constant Dollar
Dalam praktiknya untuk keputusan mana yang paling layak dipergunakan
sangat bergantung pada situasi dan kondisi perusahaan tersebut, seperti :
a. Ruang lingkup bisnis perusahaan tersebut
b. Jumlah cadangan kas dollar yang dimiliki oleh perusahaan tersebut
c. Pengaruh penerapan yang dipilih tersebut bagi perusahaan secara jangka
pendek dan jangka panjang (short term and long term effect )
d. Pengaruh keputusan yang dipilih bagi pertumbuhan perusahaan seperti
kenaikan profit atau penurunan profit.

I. Pengaruh Inflasi yang Stabil dan Terkendali pada Dunia Usaha


Secara umum ada beberapa pengaruh positif yang dialami oleh dunia usaha
sehubungan dengan kondisi inflasi yang stabil dan terkendali terhadap kinerja
keuangan suatu badan usaha yang bersifat profit oriented, yaitu sebagai berikut :
1. Dengan kondisi inflasi yang stabil, perusahaan cenderung memiliki peluang
untuk bisa memperoleh keuntungan sesuai dengan target dalam rencana
bisnis ( business plan ).
2. Dengan kondisi inflasi yang stabil dan terkendali memungkinkan perusahaan
meminjam uang ke perbankan dalam bentuk kredit jangka menengah dan
panjang.
3. Dengan kondisi inflasi yang stabil, memungkinkan perusahaan untuk
mengalokasikan sebagian perolehan keuntungannya guna ditempatkan di
pos cadangan (reserve) bahkan pada pos lindung nilai (hedging).
4. Dengan kondisi inflasi yang stabil, memungkinkan perusahaan untuk
mengalokasikan sebagian perolehan keuntungan untuk melakukan ekspansi
usaha, seperti membuka kantor baru, menciptakan produk baru,
meningkatkan kompetensi karyawan dengan memberikan pelatihan dan
pendidikan, dll.
5. Dengan kondisi inflasi yang stabil, memungkinkan berbagai kontrak bisnis
bisa terlaksana dan bahkan perusahaan bisa membangun kontrak bisnis
(business contract) dengan berbagai perusahaan lain dalam konteks saling
menguntungkan atau mampu memberi keuntungan bagi perusahaan.

J. Ekonomi Politik pada Inflasi


Salah satu tekanan bisa saja disebabkan oleh kondisi mikro ekonomi dan makro
ekonomi yang tidak menguntungkan, seperti kondisi inflasi yang tidak terkendali.
Ada banyak efek negatif dari inflasi yang tidak terkendali, dan salah satunya
daya beli masyarakat terhadap produk terjadi penurunan. Maka otomatis ini
semuanya bisa menyebabkan timbulnya dampak resiko bisnis.
Jika pemerintah suatu negara tidak bisa dengan cepat menyelesaikan
persoalan inflasi ini, maka kondisi ekonomi semakin parah bahkan cenderung
mengalami krisis. Kadangkala ada beberapa keputusan ekonomi politik yang
bisa dijalankan sebagai usaha untuk meredam semua ini termasuk kebijakan
ekonomi politik yang bersifat jangka pendek. Secara sederhana masyarakat tidak
begitu perduli seperti apa mekanisme yang dijalankan oleh pemerintah untuk
mengatasi masalah inflasi. Apakah mencari sumber dana dari luar sebagai
talangan atau berbagai kebijakan lainnya, karena yang terpenting bagi
masyarakat adalah ekonomi kembali stabil dan daya beli masyarakat terhadap
suatu produk tidak terganggu oleh inflasi.
Pada masa Presiden Soeharto tahun 1997 dan 1998 ketika Indonesia
mengalami krisis moneter dan inflasi tak terkendali, ada usaha untuk
menerapkan kebijakan CBS ( Currency Board System ) sebagai solusi untuk
meredam nilai tukar Rupiah dan mata uang asing khususnya Dollar AS. Memang
salah satu penyebab krisis moneter di Indonesia pada saat itu disebabkan oleh
melemahnya nilai tukar mata uang domestic terhadap mata uang dollar Amerika.
CBS memang dianggap berhasil di beberapa negara seperti Bosnia dan
Bulgaria, namun bentuk krisis moneter di Indonesia pada saat itu berbeda
dibandingkan kedua negara tersebut. Kebijakan yang salah dalam mengatasi
inflasi dapat menimbulkan pergolakan yang terjadi dalam masyarakat, sehingga
timbul kerusuhan yang hebat pada masa itu.
Hal itu lah yang kemudian menyebabkan lengsernya Presiden Soeharto
dari jabatannya sebagai Presiden setelah menjabat selama 32 tahun. Maka dari
itulah dapat kita tarik kesimpulan bahwa kebijakan Ekonomi sangat erat
kaitannya dengan kebijakan politik yang diambil oleh pemerintah suatu negara.

K. Pengaruh Inflasi pada Investasi


Ketika konsep pertumbuhan ekonomi dirancang dan diaplikasikan maka
ini selalu berhubungan dengan inflasi. Karena selalu ada trade-off antara inflasi
di satu pihak dengan pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja di pihak
lainnya.
Tegasnya jika inflasi diturunkan maka pertumbuhan ekonomi dan
kesempatan kerja akan turun, begitu juga sebaliknya. Sebuah kebimbangan
antara inflasi dengan pertumbuhan ekonomi serta kesempatan kerja.
Sehingga tidak heran jika pada setiap kampanye pemilihan Presiden di
Amerika atau beberapa negara Eropa lainnya permasalahan terhadap
kesempatan kerja selalu dikemukakan dan dijanjikan oleh tiap kandidat. Apalagi
jika kondisi saat itu terlihat angka pengangguran meningkat dan pemerintah di
masa itu tidak mampu menyelesaikan permasalahan tersebut.

Tapi apa yang terjadi pada negara maju seperti Amerika, Jepang dan
beberapa negara Eopa lainnya berbeda dengan kebijakan yang diterapkan oleh
pemerintah Indonesia terhadap ekonominya. Jika pemerintah Indonesia dalam
situasi sekarang ini maka penerapannya adalah penekanan pada pertumbuhan
ekonomi. Kebijakan yang ekspansif seperti ini cenderung memberikan tekanan
terhadap inflasi, maka harus dibuat sektor perbankan sebagai penyangga
(buffer) dalam menciptakan tingkat inflasi yang rendah atau lebih tepatnya bank
sentral menerapkan kebijakan yang berusaha mengendalikan jumlah uang yang
beredar di masyarakat dan menciptakan tingkat suku bunga yang stabil. Di sisi
lain pemerintah harus menjaga jangan sampai terjadi peningkatan pada suku
bunga karena dengan begitu akan bisa mendorong para pelaku ekonomi untuk
memegang asset dalam bentuk obligasi dan deposito lebih banyak dan
mengurangi saham.

Jelas disini pertumbuhan ekonomi akan melambat, maka dari itu


pemerintah harus menciptakan suatu “inflation targeting framework” yang
nantinya akan dijadikan acuan kebijakan bank sentral dalam menerapkan
kebijakannya. Inflation targeting network merupakan suatu kerangka kerja yang
dirancang dengan menjadikan data-data masa lalu sebagai pedoman serta
menerapkan ukuran inflasi yang bisa terjadi di masa yang akan datang dalam
sebuah target yang ditentukan dan dijaga. Dengan kata lain, diciptakannya
inflation actual sebagai sebuah angka inflasi yang bisa diterima oleh pasar.
Inflation actual adalah suatu angka inflasi yang dianggap banyak pihak realistis
dan bisa diterima.

Suatu efek yang dirasa jelas jika target inflasi yang ditetapkan tidak
tercapai adalah menurunnya minat berinvestasi di kalangan investor. Efek lain
bagi public adalah terjadinya penurunan pada daya beli masyarakat. Hal ini
dapat berpengaruh kepada bidang lapangan kerja yang tersedia, dan yang
paling fatal dapat menimbulkan krisis kepercayaan masyarakat kepada
pemerintahan. Untuk itu, peran bank sentral menjadi penting. Diharapkan bank
sentral dapat selalu menciptakan sasaran operasional dengan mempertahankan
level uang primer agar sesuai dengan kebutuhan riil perekonomian dan
konsisten dengan pencapaian target inflasi.

Untuk melihat ukuran keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara


secara umum sangat tergantung pada 3 hal, yaitu :

1. Bagaimana perkembangan perluasan kesempatan kerja


2. Bagaimana perkembangan tingkat pemerataan
3. Apakah jumlah penduduk miskin semakin berkurang.

Dimana secara makro laju pertumbuhan kesempatan kerja dapat mempengaruhi


laju pertumbuhan ekonomi. Dalam artian bahwa hubungan antara laju
pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan kesempatan kerja ini dapat
dijelaskan melalui elastisitas kesempatan kerja. Elastisitas kesempatan kerja
yang semakin tinggi berarti setiap laju pertumbuhan ekonomi mampu
menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas.

Bagi kalangan investor sangat penting untuk menurunkan inflasi


dikarenakan peningkatan inflasi secara relatif merupakan sinyal negatif bagi
pemodal di pasar modal. Secara spesifik, inflasi bisa meningkatkan pendapatan
dan biaya bagi perusahaan, yaitu jika peningkatan biaya produksi lebih tinggi dari
peningkatan harga yang dapat dinikmatioleh perusahaan maka profitabilitas
perusahaan akan turun. Profitabilitas yang dimaksud disini adalah kemampuan
suatu prusahaan untuk menghasilkan pendapatan bersih.

Inflasi juga bisa berhubungan dengan suku bunga, yaitu seperti pada
saat inflasi tinggi dan tanpa diimbangi oleh kenaikan suku bunga, maka hal ini
dapat menimbulkan keuntungan investasi terutama di pasar uang, ini terjadi dari
pergerakan fluktuasi yang tidak terkontrol. Lebih jauh lagi hal ini dapat
menyebabkan melemahnya nilai tukar.

*** End of Chapter ***

Anda mungkin juga menyukai