Anda di halaman 1dari 6

Nama : Silvia Sakinatun Nisa

NIM : 048032316
Prodi : Ekonomi Pembangunan

TUGAS TUTORIAL KE-1


PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN
Nama Mata Kuliah : Sistem Keuangan Pusat dan Daerah
Kode Mata Kuliah : ESPA4524
Jumlah sks : 3 SKS
Nama Pengembang : Rudi Setiawan, SST, MM
Nama Penelaah : Ir. Tri Kurniawati Retnaningsih, MSi
Status Pengembangan : Baru
Tahun Pengembangan : 2021.1
Edisi Ke- : 1 (satu)

Skor Sumber Tugas


No Tugas Tutorial
Maksimal Tutorial
Sebelum mengerjakan soal berikut luangkan waktu untuk membaca Modul 1,2, dan 3
dengan baik kemudian kerjakan soal berikut ini:
1 Apa yang dimaksud dengan anggaran yang 30 Modul 1
berimbang dan dinamis? ESPA4524

2 Uraikan dan Jelaskan dengan lengkap macam-macam 35 Modul 2


kebijakan fiskal menurut Suparmoko (2000)! ESPA4524

3 Jelaskan beberapa risiko utama pada pengelolaan 35 Modul 3


portofolio utang negara! ESPA4524

Jawaban :

1. Kebijakan anggaran yang berimbang dan dinamis mulai diperkenalkan pada masa
pemerintahan orde baru. Kebijakan ini merupakan kebijakan yang unik karena
memasukkan pinjaman luar negeri sebagai penerimaan negara. Tujuannya adalah
mengatasi masalah hiperinflasi yang terjadi pada pertengahan tahun 1966. Hiperinflasi
sendiri dipicu oleh kebijakan pemerintah yang mengatasi defisit APBN dengan cara
mencetak uang. Kebijakan memasukkan pinjaman luar negeri tersebut masih dipakai
sampai tahun 1999.
Berimbang artinya jumlah keseluruhan pengeluaran harus sama dengan jumlah
keseluruhan penerimaan (termasuk bantuan dan pinjaman luar negeri). Dinamis artinya
dalam hal penerimaan lebih rendah dari perencanaan maka pemerintah mengurangi
pengeluaran. Hal ini berarti bahwa pemerintah tidak melakukan peminjaman domestik
dengan mengeluarkan obligasi. Sebaliknya jika penerimaan melebihi target maka
pemerintah meningkatkan pengeluaran. Selain itu konsep dinamis juga diartikan adanya
usaha peningkatan dalam penerimaan dan pengeluaran dari tahun ketahun. Konsep
fungsional dimaksudkan bahwa fungsi dari penerimaan pembangunan semata mata untuk
membiayai pengeluaran pembangunan. Hal ini untuk menghindari penggunaan hutang
luar negeri untuk pengeluaran rutin.

2. Suatu tindakan yang dilakukan melalui perubahan pemerintah dan atau pajak dikenal
dengan kebijakan fiskal. Dalam perkembangannya kebijakan fiskal dapat dibedakan
menjadi empat macam kebijakan didasarkan atas (Suparmoko, 2000: 258 260):
a. Pembiayaan Fungsional (Functional Finance)
Kebijakan pembiayaan fungsional pertama kali diperkenalkan oleh A.P. Lerner. Inti
dari kebijakannya adalah pengeluaran pemerintah ditentukan dengan melihat akibat-
akibat tidak langsung terhadap pendapatan nasional terutama guna meningkatkan
kesempatan kerja (employment). Di sisi lain, pajak dipakai untuk mengatur
pengeluaran swasta dan bukan untuk meningkatkan penerimaan pemerintah, sehingga
pada saat ada pengangguran, pajak sama sekali tidak diperlukan. Selanjutnya
pinjaman tersebut akan dipakai sebagai alat untuk menekan inflasi lewat pengurangan
dana yang tersedia dalam masyarakat. Jika kebijakan berbasis pajak maupun pinjaman
dirasakan tidak tepat, maka ditempuhlah pencetakan uang. Jadi pengeluaran
pemerintah dan perpajakan dipertimbangkan sebagai suatu hal vang terpisah, namun
demikian ada kekhawatiran bahwa tanpa ada hubungan langsung antara keduanya
akan ada bahayanya karena kemungkinan pengeluaran pemerintah semakin berlebihan
b. Pengelolaan Anggaran (The Managed Budget Approach)
Tokoh yang memperkenalkan kebijakan ini adalah Alvin Hansen. Metode ini lebih
banyak dipakai dibandingkan pendekatan pembelanjaan fungsional. Pada metode ini
pengeluaran pemerintah, perpajakan dan pinjaman digunakan untuk mencapai
kestabilan ekonomi yang lebih mantap, Hubungan langsung antara pengeluaran
pemerintah dan perpajakan selalu dipertahankan, tetapi penyesuaian dalam anggaran
selalu dibuat guna memperkecil ketidakstabilan ekonomi, sehingga pada suatu saat
dapat terjadi defisit maupun surplus. Alvin Hansen menyarankan bahwa dalam masa
depresi di mana ada banyak pengangguran, hanya kebijakan peningkatan pengeluaran
pemerintah yang sesuai. Pemikiran selanjutnya, penggunaan anggaran belanja
seimbang untuk jangkam panjang diperlukan, dengan catatan bahwa dalam masa
depresi ditempuh anggaran belanja defisit sedangkan dalam masa inflasi ditempuh
anggaran belanja surplus. Selain itu, dalam perkembangannya metode ini selalu
berusaha untuk mempertahankan adanya anggaran belanja yang seimbang tanpa
defisit anggaran belanja sehingga dalam masa depresi, pengeluaran pemerintah akan
ditingkatkan dan penerimaan dari pajak juga akan ditingkatkan pula namun tidak
sampai menimbulkan deflasi. Sebaliknya dalam masa inflasi, pajak akan
dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk mencegah timbulnya akibat inflasi yang tidak
diinginkan. Kebaikan dari metode ini adalah pinjaman negara tidak akan meningkat,
tetapi tidak diikuti oleh peningkatan kinerja sektor swasta.
c. Stabilisasi Anggaran Otomatis (The Stabilizing Budget)
Pada akhir tahun 1940-an kepercayaan lebih banyak diberikan pada mekanisme
otomatis dari politik fiskal. Penyesuaian secara otomatis dalam penerimaan dan
pengeluaran pemerintah terjadi sedemikian rupa sehingga membawa perekonomian
menjadi stabil tanpa campur tangan pemerintah yang disengaja. Dengan stabilisasi
otomatis, pengeluaran pemerintah akan ditentukan berdasarkan atas perkiraan manfaat
dan biaya relatif dan berbagai macam program dan pajak akan ditentukan sehingga
menimbulkan surplus dalam periode kesempatan kerja penuh. Apabila ada
kemunduran dalam kegiatan usaha, program pengeluaran pemerintah dan perpajakan
tidak akan diubah, namun penerimaan dari pajak akan menurun, terutama dari pajak
pendapatan.
Di lain pihak jumlah pengeluaran pemerintah akan meningkat terutama yang
dikaitkan dengan gaji, pensiun, bantuan sosial dan sebaginya. Akibatnya defisit dalam
anggaran belanja pemerintah muncul dan mendorong perkembangan sektor swasta
kembali sampai tercapainya kesempatan kerja penuh. Sebaliknya, dalam masa inflasi
ada kenaikan dalam penerimaan pemerintah yang berasal dari pajak pendapatan dan
tidak perlu banyak tunjangan pengangguran, sehingga akan ada surplus anggaran
belanja. Peranan "built in flexibility" ini dapat ditingkatkan dengan penambahan
pengeluaran pemerintah pada proyek-proyek pekerjaan umum.
d. Anggaran Belanja Seimbang (Balanced Budget Approach) Suatu modifikasi dari
pembelanjaan atas dasar anggaran yang disesuaikan dengan keadaan (managed
budget) adalah pembelanjaan secara seimbang dalam jangka panjang, tetapi ditempuh
defisit pada masa depresi dan surplus pada masa inflasi. Kegagalan dalam
mempertahankan keseimbangan anggaran dalam jangka panjang dapat menimbulkan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dapat pula diikuti
pendekatan serupa tetapi tetap mempertahankan keseimbangan anggaran. Dalam masa
depresi, pengeluaran perlu ditingkatkan diikuti pula dengan peningkatan penerimaan
sehingga tidak akan memperbesar utang negara.

3. Portofolio utang negara saat ini mengandung beberapa risiko utama yang harus dikelola
secara hati-hati. Risiko tersebut meliputi risiko kesinambungan fiskal, risiko nilai tukar,
risiko perubahan tingkat bunga, risiko pembiayaan kembali dan risiko operasional.
a. Risiko Kesinambungan Fiskal
Nilai utang negara langsung yang beredar saat ini adalah sebesar Rp3.271,82 triliun
per 31 Maret 2016 atau 27% dari nilai PDB tahun anggaran 2016 (belum termasuk
utang lainnya di luar utang negara langsung), yang membutuhkan pembiayaan besar
dari APBN. Utang yang besar berpotensi membahayakan kesinambungan anggaran
Pemerintah. Untuk itu, dalam dokumen ini dirumuskan strategi yang konsisten dan
terarah pada pencapaian sasaran yang jelas seperti dalam bentuk pencapaian target
yang realistis atas indikator beban utang. misalnya debt to export ratio, debt to
service ratio dan ratio of short term debt to reserve.
b. Risiko Nilai Tukar
Semua pinjaman luar negeri Pemerintah dan sebagian (kecil) SUN dalam mata uang
asing, porsinya lebih kurang mencapai setengah dari nilai utang negara. Apabila
terjadi penurunan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing tersebut, akan dapat
mengakibatkan tambahan beban pembayaran pokok utang dan bunga. Komposisi
utang berdasarkan mata uang disajikan dalam Gambar berikut
Komposisi Utang berdasarkan Mata Uang

JapsneseEuro
Yen
Lainnya
7% 3%2% Euro
Lainnya
US Dollar Indonesia Rupiah
31%
US Dollar
Indonesia Rupiah Japsnese Yen
57%

Dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa utang negara dalam valuta asing
didominasi oleh beberapa jenis mata uang kuat dunia (hard currencies), yang danat
meningkatkan risiko terjadinya fluktuasi nilai tukar terhadap Rupiah. Mata uane
Doll Amerika mendominasi 31% dari seluruh utang negara diikuti oleh Yen, Jepang
sebanyak 7% dan Euro sebanyak 3%.
c. Risiko Perubahan Tingkat Bunga
Sebagian dari total utang negara merupakan utang dengan bunga mengambang
tingkat bunga pasar, akan (variable rate), sehingga apabila terjadi kenaikan
pemerintah. Komposisi utang negara berdasarkan jenis kupon dapat dilihat pada
Gambar berikut

Komposisi Utang Negara


Berdasarkan Jeni Kopon
Variable Rate
14% Fixed Rate

86%

Risiko akibat perubahan tingkat bunga dapat terjadi apabila pemerintah menerbitkan
SUN pada saat kondisi pasar sedang memburuk (bearish), yang antara lain ditandai
oleh kenaikan suku bunga secara tajam sehingga biaya utang (vield) menjadi lebih
tinggi. Hal tersebut mengingat sebagian besar (89%) portofolio utang adalah SUN
(FR dan VR) yang dapat diperdagangkan (tradable bonds). Komposisi Utang Negara
berdasarkan tradability dapat dilihat pada Gambar berikut

Komposisi Utang Negara


Berdasarkan Tradability
Non Tradable
11% Tradable

89%

d. Risiko Pembiayaan Kembali


Selama periode lima tahun mendatang, volume utang negara yang jatuh tempo dan
harus dilunasi pokoknya setiap tahun cukup besar. Pelunasan pinjaman luar negeri
dan SUN yang jatuh tempo dengan volume yang cukup besar tersebut dapat
mengakibatkan timbulnya risiko berupa lebih tinggi/mahalnya biaya dari
peminjaman baru, baik dengan pinjaman luar negeri maupun dengan penerbitan
SUN sebagaimana umumnya dilakukan.
e. Risiko Operasional
Pencapaian sasaran pengelolaan utang memiliki risiko kegagalan jika operasiona
pengelolaan utang sehari-hari tidak dikelola dengan baik baik dari sisi sumber daya
manusia maupun dari sisi kelembagaannya, antara lain, berupa kelengkapan
prosedur operasi baku (standard operating procedures). sistem pengelolaan risiko,
sistem informasi manajemen, mengingat bidang pengelolaan utang membutuhkan
standar kinerja operasi yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai