BAB I PENDAHULUAN
Ekonomi pembangunan pada dasarnya telah melewati tiga fase yang berbeda-beda,
yang pertama adalah fase ekonomi pembangunan klasik yang mencoba
menjelaskan terkait dengan ekonomi jangka panjang dalam kerangka kerja
kapitalisme, Fase ini bertahan kurang lebih satu abad sejak publikasi The Wealth of
Nation, karya Adam Smith tahun 1776 (Michael P.Todaro., 1989). Fase kedua
dimulai setelah perang dunia kedua dan ketika sejumlah negara dunia memperoleh
kemerdekaannya. Pada fase ini fokus perhatian berpindah dari ekonomi liberalisme
klasik kepada Neo Klasik. Strategi yang dipegang adalah ketergantungan yang lebih
kecil kepada pasar dan peranan yang lebih besar dari pemerintah dalam
perekonomian. Sedangkan dalam fase ketiga perhatian Ekonomi Pembangunan
cenderung anti kekuasaan (negara) dan kembali pro kepada kebebasan pasar
(Juliana et al., 2018, p. 2).
1
orang masyarakat Indonesia tergolong kedalam penduduk atau masyarakat miskin
(BPS, 2023).
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa, konsep dan kebijakan yang diterapkan di negara-negara
berkembang khususnya di Indonesia belum mampu mewujudkan perekonomian
yang bersifat adil dan merata, sehingga timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut:
1. Konsep dan kebijakan apa yang sesuai untuk diterapkan pada negara
berkembang?
2. Bagaimana perspektif Islam terkait dengan pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi?
2
2.3 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mengetahui konsep dan kebijakan
apa yang sesuai untuk diterapkan pada negara berkembang dan bagaimana
perspektif islam terkait dengan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.
3
3. BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN
Kebijakan fiskal meruapak suatu langkah yang digunakan oleh pemerintah untuk
membuat perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya yang
bertujuan mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi (Sukirno, 2006:184).
Prinsip Islam dalam kebijakan fiskal bertujuan untuk mengembangkan suatu
masyarakat yang didasarkan atas distribusi kekayaan dengan tetap menempatkan
nilai-nilai material dan spritual pada tingkat yang sama atau seimbang. Kebijakan
fiskal sendiri dianggap sebagai alat untuk mengatur dan mengawasi perilaku
manusia yang dipengaruhi melalui insentif yang disediakan dengan meningkatkan
pemasukan pemerintah (melalui perpajakan, pinjaman atau jaminan terhadap
pengeluaran pemerintah). Kebijakan fiskal dalam suatu negara tentulah diharapkan
sesuai dengan prinsip dan nilai-nilai Islam karena tujuan pokok agama Islam adalah
mencapai kesejahteraan umat manusia secara keseluruhan (Rozalinda, 2014:210).
Kebijakan fiskal menurut ekonomi Islam memiliki ciri sebagai berikut (Rozalinda,
2014:211):
4
3. Penghitungan zakat berdasarkan hasil keuntungan bukan pada jumlah
barang. Misalnya zakat perdagangan, yang dikeluarkan zakatnya adalah
hasil keuntungan, sehingga tidak ada pembebanan terhadap biaya produksi.
Dalam sejarah Islam, kebijakan fiskal merupakan strategi kebijakan yang sering
digunakan dalam membangun tata kelola keuangan. Dalam buku Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam Azwar Karim menyebutkan bahwa instrument kebijakan fiskal
yang ada di awal pemerintahan Islam adalah sebagai berikut:
5
tidak terikat, penggunaan dana dapat digunakan untuk hal-hal apa saja dalam
pembangunan negara, sesuai dengan prioritas pembangunannya. Sumber dana yang
dapat digunakan antara lain berasal dari kharaj, jizyah, infaq, shadaqah dan wakaf,
serta penerimaan yang bersifat tidak terikat lainnya.
Secara garis besar dapat dipahami bahwa sistem penggunaan dana atau anggaran
belanja memiliki perbedaan dengan sistem anggaran belanja pada umumnya.
Sistem anggaran belanja dalam Islam menitik beratkan pada masalah pelayanan
terhadap urusan ummat, yang telah diserahkan oleh syara‘ dan ditetapkan sesuai
dengan apa yang menjadi pandangan agama Islam. Berbeda dengan anggaran
belanja modern lebih menekankan pada suatu campuran rumit antara rencana dan
proyek yang akan dikembangkan.
Sistem ekonomi islam merupakan sebuah kesadaran tentang etika seorang muslim
dalam berekonomi sedangkan bila dibandingkan dengan sistem ekonomi lain
seperti kapitalisme maupun sosialisme lebih mementingkan kepentingan saja
(Fadlan, 2010). Pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Islam bukan sekedar
peningkatan akan barang dan jasa saja, namun lebih dari itu juga terkait dengan
moralitas dan akhlak umat, pertumubuhan ekonomi berdasarkan sudut pandang
Islam lebih mementingkan keseimbangan antara tujuan dunia dan akhirat.
Keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan sesuatu yang sangat diidam-
idamkan khususnya bagi umat muslim, berdasarkan hal tersebut Islam
menganjurkan bahwa pertumbuhan ekonomi harus menjadi satu sarana yang dapat
menjamin keadilan sosial bagi seluruh umatnya. Kebijakan pertumbuhan
perekonomian harus bertujuan untuk dapat menyeimbangkan distribusi pendapatan
untuk semua manusia tanpa memandang bulu atau tindakan diskriminatif antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya.
6
merata akan lebih baik daripada tingkat pertumbuhan yang tinggi tapi tidak
dibarengi dengan distribusi yang merata (Juliana et al., 2018, p. 18). Al– Qur’an
dengan tegas mengatakan bahwa, “kekayaan hendaknya tidak terus menerus
beredar di kalangan orang-orang kaya saja”. (QS. 59 : 7).
7
4. BAB III
KESIMPULAN
Hal ini selaras dengan perspektif islam terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Islam
bukan sekedar peningkatan akan barang dan jasa saja, namun lebih dari itu juga
terkait dengan moralitas dan akhlak umat, pertumubuhan ekonomi berdasarkan
sudut pandang Islam lebih mementingkan keseimbangan antara tujuan dunia dan
akhirat.