Anda di halaman 1dari 18

PEMERATAAN EKONOMI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM

Oleh

M Iqbal Ghifari : 20070323108

Lembar Jawaban Ujian Tengah Semester ini disampaikan untuk mata kuliah
Ekonomi Islam dalam Perencanaan yang diampu oleh
Dr. Asnita Frida Sebayang, S.E., M.Si.
Dr. Slamet Riyadi Bisri, Ir., MBA.
Dr. Neneng Nurhasanah, Dra., M.Hum

Program Studi Magister Perencanan Wilayah dan Kota


Fakultas Teknik
Universitas Islam Bandung
2024 M/ 1445 H
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

2.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

2.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

2.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN ....................................................................... 4

3.1 Kebijakan Fiskal ....................................................................................... 4

3.2 Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi Menurut Islam .......................... 6

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 8

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 9

i
1. BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pertumbuhan ekonomi selama beberapa tahun terakhir mengakibatkan beberapa


efek yang sangat penting seperti kemakmuran atau taraf hidup yang semakin
meningkat, dan juga kesempatan kerja bagi penduduk yang kian bertambah
jumlahnya.

Ekonomi pembangunan pada dasarnya telah melewati tiga fase yang berbeda-beda,
yang pertama adalah fase ekonomi pembangunan klasik yang mencoba
menjelaskan terkait dengan ekonomi jangka panjang dalam kerangka kerja
kapitalisme, Fase ini bertahan kurang lebih satu abad sejak publikasi The Wealth of
Nation, oleh Adam Smith pada tahun 1776 (Michael P.Todaro., 1989). Fase kedua
dimulai setelah perang dunia kedua dan ketika sejumlah negara dunia memperoleh
kemerdekaannya. Pada fase ini fokus perhatian berpindah dari ekonomi liberalisme
klasik kepada Neo Klasik. Strategi yang dipegang adalah ketergantungan yang lebih
kecil kepada pasar dan peranan yang lebih besar dari pemerintah dalam
perekonomian. Sedangkan dalam fase ketiga perhatian Ekonomi Pembangunan
yang cenderung anti kekuasaan dan kembali pro kepada kebebasan pasar (Juliana
et al., 2018, p. 2).

Ketiga fase tersebut menunjukan adanya ketidak konsistenan dalam pembangunan


di negara-negara berkembang, negara-negara berkembang yang hendak
melaksanakan pembangunan dengan menggunakan model barat mengalami
kebingungan karena adanya pertentangan konsep antara neo klasik yang
dikemukakan Keynes dengan konsep liberalisme klasik (ekonomi pasar yang
mereduksi peran negara dalam ekonomi) yang diajarkan Adam Smith.
Kebingungan negara-negara berkembang itu juga dipengaruhi oleh konsep-konsep
pembangunan dari negara-negara yang menerapkan sistem sosialis. (Juliana et al.,
2018, p. 3).

Hal tersebutlah yang mengakibatkan rumitnya permasalahan yang harus dihadapi


oleh negara-negara berkembang, sebab tidak hanya mengembangkan ekonomi
dengan cara yang tepat saja tapi juga dihadapkan dengan permasalahan ketidak
merataaan pembangunan yang ada. Indonesia sebagai salah satu negara

1
berkembang memiliki permasalahan serupa, dalam kenyataanya lebih dari 20 juta
orang masyarakat Indonesia tergolong kedalam penduduk atau masyarakat miskin
(BPS, 2023).

Upaya pemerintah dalam melaksanakan program pembangunan dalam rangka


meningkatkan kesejahteraan rakyat, keadilan sosial, dan meningkatkan
produktivitas dan daya saing perekonomian, sering dihadapkan pada situasi global
yang dinamis. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah merupakan salah satu
instrumen penting dalam meningkatkan kinerja ekonomi dalam bentuk
pertumbuhan ekonomi, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta
memerangi kemiskinan dan menurunkan kesenjangan.

Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan,


Badan Pusat Statistika (BPS) mencatat pada Bulan Maret 2023 persentase
penduduk miskin sebesar 7,29% menurun bila dibandingkan pada Bulan September
2022 persentase penduduk miskin di Indonesia sebesar 7,53% (BPS,2023). Bila
dilihat dari garis kemiskinan, pada Bulan Maret 2023 sebesar Rp550.458,-
/kapita/bulan. Namun hal tersebut dirasa belum mampu menggambarkan
pemerataan pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia, jurang pemisah antara
barat dan timur masih cukup terlihat jelas, terutama pada wilayah-wilayah yang
masih sulit dijangkau.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa,
konsep dan kebijakan yang diterapkan di negara-negara berkembang khususnya di
Indonesia belum mampu mewujudkan perekonomian yang bersifat adil dan merata,
sehingga timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut:

1. Konsep dan kebijakan apa yang sesuai untuk diterapkan pada negara
berkembang?
2. Bagaimana perspektif Islam terkait dengan pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi?

2
1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk mengetahui konsep dan kebijakan
apa yang sesuai untuk diterapkan pada negara berkembang dan bagaimana
perspektif islam terkait dengan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

3
2. BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1 Kebijakan Fiskal

Kebijakan fiskal meruapak suatu langkah yang digunakan oleh pemerintah untuk
dapat membuat perubahan - perubahan dalam sistem pajak atau dalam sistem
perbelanjaannya yang bertujuan mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi (Sukirno, 2006:184). Prinsip Islam dalam kebijakan fiskal bertujuan untuk
mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan pada distribusi kekayaan
dengan tetap memposisikan atau menempatkan nilai-nilai material dan spritual pada
tingkat yang sama atau seimbang. Kebijakan fiskal sendiri dianggap sebagai alat
untuk yang digunakan mengatur dan mengawasi perilaku manusia yang
dipengaruhi atas insentif yang disediakan dengan meningkatkan pemasukan
pemerintah (melalui perpajakan, pinjaman dan jaminan terhadap pengeluaran
pemerintah). Kebijakan fiskal dalam suatu negara sangat diharapkan dapat sesuai
dengan prinsip dan nilai-nilai Islam karena tujuan pokok dari agama Islam ialah
mencapai kesejahteraan bagi seluruh umat manusia (Rozalinda, 2014:210).

Dalam pemahaman ekonomi secara umum kebijakan fiskal merupakan langkah


pemerintah untuk melakukan perubahan dalam sistem pajak atau dalam konsep
makro disebut government expenditure (Nasution, 2006:203). Secara umum
kebijakan fiskal islami memiliki kesamaan dari segi tujuan, yaitu untuk
mendapatkan kesejahteraan hidup manusia, akan tetapi yang membedakan adalah,
dalam konsep Islami kesejahteraan memiliki arti yang sangat luas didalamnya
meliputi kehidupan di dunia dan juga di akhirat serta peningkatan spiritual lebih
ditekankan daripada pemilikan material (Aini, 2019, pp. 1–2).

Kebijakan fiskal menurut ekonomi Islam memiliki ciri sebagai berikut (Rozalinda,
2014:211):

1. Pengeluaran negara dilakukan berdasarkan pendapatan, sehingga jarang


atau bahkan tidak terjadi defisit anggaran.
2. Sistem pajak proporsional dimana pajak dalam ekonomi Islam dibebankan
berdasarkan tingkat produktifitas. Misalnya kharaj, besarnya pajak

4
ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah, metode irigasi ataupun
jenis tanaman.
3. Penghitungan zakat dilakukan berdasarkan hasil keuntungan bukan
berdasarkan jumlah barang. Misalnya zakat perdagangan, yang dikeluarkan
zakatnya adalah hasil dari keuntungan, sehingga tidak ada pembebanan
terhadap biaya produksi.

Dalam sejarah Islam, kebijakan fiskal merupakan strategi kebijakan yang sering
digunakan dalam membangun tata kelola keuangan. Dalam buku Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam Azwar Karim menyebutkan bahwa instrument kebijakan fiskal
yang ada di awal pemerintahan Islam adalah sebagai berikut:

a. Dalam peningkatan pendapatan nasional dant ingkat partisipasi kerja.


Rasulullah SAW, telah mengantongi langkah-langkah perencanaan untuk
memulai intensifikasi pembangunan masyakarakat. Ukhuwwah islamiyah,
persaudaraan sesama muslim, antara golongan Muhajirin dan golongan
Anshor dijadikan kunci oleh Rasulullah SAW untuk meningkatkan
pendapatan nasional. Hal ini merupakan penyeab terjadinya distribusi
pendapatan yang berdampak pada peningkatan permintaan total di
Madinah. Selain itu, persaudaraan ini berdampak positif terhadap
tersedianya lapangan kerja, terutama bagi kaum Muhajirin. Dalam
aplikasinya, menggunakan akad muzara‟ah, musaqah, dan mudharabah.
b. Didalam kebijakan pajak. Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW adalah seperti kharaj, jizyah, khums, dan zakat yang
menyebabkan terciptanya kestabilan harga dan mengurangi tingkat inflasi.
Pajak ini, khususnya khums, dapat mendorong stabilitas pendapatan dan
produksi total pada saat terjadi penurunan permintaan.
c. Dalam menyusun anggaran, Rasulullah SAW selalu memprioritaskan untuk
pembelanjaan yang mengarah pada kepentingan umum, seperti
pembangunan dan infrastruktur. Sehingga dapat menciptakan pertumbuhan
dan pemerataan ekonomi masyarakat.

Dalam mekanisme penggunaannya instrument penggunaan dana ada yang memiliki


sifat terikat dan sifat tidak terikat.Penggunaan dana yang sifatnya terikat ialah

5
penggunaan yang harus merujuk pada petunjuk yang telah ditetapkan oleh dalil-
dalil syariat. Misalnya zakat, dimana penggunaan dana hanya dapat dilakukan pada
delapan glongan masyarakat saja (mustahik). Sedangkan penggunaan dana yang
tidak terikat, penggunaan dana dapat digunakan untuk hal-hal apa saja dalam
pembangunan negara, sesuai dengan prioritas pembangunannya. Sumber dana yang
dapat digunakan antara lain berasal dari kharaj, jizyah, infaq, shadaqah dan wakaf,
serta penerimaan yang bersifat tidak terikat lainnya.

Secara garis besar dapat dipahami bahwa sistem penggunaan dana atau anggaran
belanja memiliki perbedaan dengan sistem anggaran belanja pada umumnya.
Sistem anggaran belanja dalam Islam menitik beratkan pada masalah pelayanan
terhadap urusan ummat, yang telah diserahkan oleh syara‘ dan telah ditetapkan juga
sesuai dengan apa yang menjadi pandangan agama Islam. Berbeda dengan anggaran
belanja modern yang lebih menekankan pada suatu campuran rumit antara rencana
dan proyek yang akan dikembangkan.

2.2 Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi Menurut Islam

Sistem ekonomi islam merupakan sebuah kesadaran tentang etika seorang muslim
dalam berekonomi sedangkan bila dibandingkan dengan sistem ekonomi lain
seperti kapitalisme maupun sosialisme lebih mementingkan kepentingan saja
(Fadlan, 2010). Pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Islam bukan sekedar
peningkatan akan barang dan jasa saja, namun lebih dari itu juga terkait dengan
moralitas dan akhlak umat, pertumubuhan ekonomi berdasarkan sudut pandang
Islam lebih mementingkan keseimbangan antara tujuan dunia dan akhirat.

Keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan sesuatu yang sangat diidam-
idamkan khususnya bagi umat muslim, berdasarkan hal tersebut Islam
menganjurkan bahwa pertumbuhan ekonomi harus menjadi satu sarana yang dapat
menjamin keadilan sosial bagi seluruh umatnya. Kebijakan pertumbuhan
perekonomian harus bertujuan untuk dapat menyeimbangkan distribusi pendapatan
untuk semua manusia tanpa memandang bulu atau tindakan diskriminatif antara
satu kelompok dengan kelompok lainnya.

Dalam ekonomi Islam pertumbuhan ekonomi yang dituju adalah pertumbuhan


ekonomi yang optimal, baik dari segi kesejahteraan materi maupun kesejahteraan

6
rohani, Islam tidak memperkenankan konsumsi modal dan pertumbuhan yang
melampaui batas yang memaksakan pengorbanan yang tidak alamiah bagi manusia.
Jadi menurut Islam tingkat pertumbuhan yang rendah yang diiringi dengan
distribusi pendapatan yang merata jauh lebih baik bila dibandingkan dengan
pertumbuhan yang tinggi tapi tidak diiringi dengan distribusi yang merata (Juliana
et al., 2018, p. 18). Al– Qur’an dengan tegas mengatakan bahwa, “kekayaan
hendaknya tidak terus menerus beredar di kalangan orang-orang kaya saja”. (QS.
59 : 7).

7
3. BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan


fiskal islami merupakan salah satu upaya yang sesuai untuk diterapkan di negara
berkembang, kebijakan fiskal islami sendiri merupakan salah satu upaya
pemerintah untuk membuat perubahan dalam sistem pajak dan sistem
perbelanjaannya. Tujuan kesejahteraan hidup yang ingin dicapai oleh sistem fiskal
islami memiliki arti yang lebih luas, didalamnya meliputi kehidupan di dunia dan
juga di akhirat, serta lebih menekankan pada peningkatan spiritual daripada
pemilikan material.

Hal ini selaras dengan perspektif islam terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi menurut pandangan Islam
bukan sekedar peningkatan akan barang dan jasa saja, namun lebih dari itu juga
terkait dengan moralitas dan akhlak umat, pertumubuhan ekonomi berdasarkan
sudut pandang Islam lebih mementingkan keseimbangan antara tujuan dunia dan
akhirat.

Kebijakan pertumbuhan perekonomian harus mampu menyeimbangkan distribusi


pendapatan untuk semua manusia, Islam tidak memperkenankan konsumsi modal
dan pertumbuhan yang melampaui batas, menurut Islam tingkat pertumbuhan yang
rendah yang diiringi dengan distribusi pendapatan yang merata jauh lebih baik bila
dibandingkan dengan pertumbuhan yang tinggi tapi tidak diiringi dengan distribusi
yang merata.

8
4. DAFTAR PUSTAKA

Aini, I. (2019). Kebijakan Fiskal dalam Ekonomi Islam. Al-Qisthu: Jurnal Kajian

Ilmu-ilmu Hukum, 17(2). https://doi.org/10.32694/010760

Fadlan. (2010). Konsep Pembangunan Ekonomi Berbasis Islam (Sebuah Upaya

Pembangunan Ekonomi Indonesia yang Adil, Makmur, dan Sejahtera). al-

Ihkam, Vo l.V N o .2, 259.

Juliana, J., Marlina, R., Saadillah, R., & Mariam, S. (2018). PERTUMBUHAN DAN

PEMERATAAN EKONOMI PERSPEKIF POLITIK EKONOMI ISLAM.

Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah, 2(2), 120–131.

https://doi.org/10.29313/amwaluna.v2i2.3824

Michael P.Todaro, Economic Development in The Third World, New York, London,

Longman 1989

Nasution, Mustafa Edwin, dkk. (2006). Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam.

Jakarta: Kencana.

Rozalinda. (2014). Ekonomi Islam: Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sukirno, Sadono. (2006). Makro Ekonomi Teori Pengantar. Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

9
Apr 19, 2024

Plagiarism Scan Report


Characters:4210 Words:520
3% 97%
Plagiarized Unique Speak Time:
Sentences:34
5 Min

Excluded URL None

Content Checked for Plagiarism


1 1. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi selama
beberapa tahun terakhir mengakibatkan beberapa efek yang sangat penting
seperti kemakmuran atau taraf hidup yang semakin meningkat, dan juga
kesempatan kerja bagi penduduk yang kian bertambah jumlahnya. Ekonomi
pembangunan pada dasarnya telah melewati tiga fase yang berbeda-beda,
yang pertama adalah fase ekonomi pembangunan klasik yang mencoba
menjelaskan terkait dengan ekonomi jangka panjang dalam kerangka kerja
kapitalisme, Fase ini bertahan kurang lebih satu abad sejak publikasi The
Wealth of Nation, oleh Adam Smith pada tahun 1776 (Michael P.Todaro., 1989).
Fase kedua dimulai setelah perang dunia kedua dan ketika sejumlah negara
dunia memperoleh kemerdekaannya. Pada fase ini fokus perhatian
berpindah dari ekonomi liberalisme klasik kepada Neo Klasik. Strategi yang
dipegang adalah ketergantungan yang lebih kecil kepada pasar dan peranan
yang lebih besar dari pemerintah dalam perekonomian. Sedangkan dalam
fase ketiga perhatian Ekonomi Pembangunan yang cenderung anti
kekuasaan dan kembali pro kepada kebebasan pasar (Juliana et al., 2018, p. 2).
Ketiga fase tersebut menunjukan adanya ketidak konsistenan dalam
pembangunan di negara-negara berkembang, negara-negara berkembang
yang hendak melaksanakan pembangunan dengan menggunakan model
barat mengalami kebingungan karena adanya pertentangan konsep antara
neo klasik yang dikemukakan Keynes dengan konsep liberalisme klasik
(ekonomi pasar yang mereduksi peran negara dalam ekonomi) yang
diajarkan Adam Smith. Kebingungan negara-negara berkembang itu juga
dipengaruhi oleh konsep-konsep pembangunan dari negara-negara yang
menerapkan sistem sosialis. (Juliana et al., 2018, p. 3). Hal tersebutlah yang
mengakibatkan rumitnya permasalahan yang harus dihadapi oleh negara-
negara berkembang, sebab tidak hanya mengembangkan ekonomi dengan
cara yang tepat saja tapi juga dihadapkan dengan permasalahan ketidak
merataaan pembangunan yang ada. Indonesia sebagai salah satu negara 2
berkembang memiliki permasalahan serupa, dalam kenyataanya lebih dari
20 juta orang masyarakat Indonesia tergolong kedalam penduduk atau
masyarakat miskin (BPS, 2023). Upaya pemerintah dalam melaksanakan
program pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat,
keadilan sosial, dan meningkatkan produktivitas dan daya saing
perekonomian, sering dihadapkan pada situasi global yang dinamis.
Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah merupakan salah satu instrumen

Page 1 of 2
penting dalam meningkatkan kinerja ekonomi dalam bentuk pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan produktivitas dan daya saing, serta memerangi
kemiskinan dan menurunkan kesenjangan. Jumlah penduduk miskin di
Indonesia pada tahun 2023 mengalami penurunan, Badan Pusat Statistika
(BPS) mencatat pada Bulan Maret 2023 persentase penduduk miskin sebesar
7,29% menurun bila dibandingkan pada Bulan September 2022 persentase
penduduk miskin di Indonesia sebesar 7,53% (BPS,2023). Bila dilihat dari garis
kemiskinan, pada Bulan Maret 2023 sebesar Rp550.458,- /kapita/bulan.
Namun hal tersebut dirasa belum mampu menggambarkan pemerataan
pertumbuhan ekonomi yang ada di Indonesia, jurang pemisah antara barat
dan timur masih cukup terlihat jelas, terutama pada wilayah-wilayah yang
masih sulit dijangkau. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang
telah dijelaskan maka dapat disimpulkan bahwa, konsep dan kebijakan yang
diterapkan di negara-negara berkembang khususnya di Indonesia belum
mampu mewujudkan perekonomian yang bersifat adil dan merata, sehingga
timbul beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Konsep dan kebijakan apa
yang sesuai untuk diterapkan pada negara berkembang? 2. Bagaimana
perspektif Islam terkait dengan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi? 3
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini sendiri adalah untuk
mengetahui konsep dan kebijakan apa yang sesuai untuk diterapkan pada
negara berkembang dan bagaimana perspektif islam terkait dengan
pertumbuhan dan pemerataan ekonomi.

Sources
3% Plagiarized
Oct 7, 2015 — ... mereduksi peran negara dalam ekonomi) yang diajarkan Adam
Smith. Kebingungan negara-negara berkembang itu juga dipengaruhi oleh
konsep ...

https://www.iqtishadconsulting.com/content/read/blog/artikel/pertumbuh

an-dan-pembangunan-ekonomi-dalam-perspektif-ekonomi-islam

Home Blog Testimonials About Us Privacy Policy


Copyright © 2024 Plagiarism Detector. All right reserved

Page 2 of 2
Apr 19, 2024

Plagiarism Scan Report


Characters:7073 Words:866
8% 92%
Plagiarized Unique Speak Time:
Sentences:50
7 Min

Excluded URL None

Content Checked for Plagiarism


4 2. BAB II ISI DAN PEMBAHASAN 2.1 Kebijakan Fiskal Kebijakan fiskal
meruapak suatu langkah yang digunakan oleh pemerintah untuk dapat
membuat perubahan - perubahan dalam sistem pajak atau dalam sistem
perbelanjaannya yang bertujuan mengatasi masalah-masalah ekonomi yang
dihadapi (Sukirno, 2006:184). Prinsip Islam dalam kebijakan fiskal bertujuan
untuk mengembangkan suatu masyarakat yang didasarkan pada distribusi
kekayaan dengan tetap memposisikan atau menempatkan nilai-nilai
material dan spritual pada tingkat yang sama atau seimbang. Kebijakan fiskal
sendiri dianggap sebagai alat untuk yang digunakan mengatur dan
mengawasi perilaku manusia yang dipengaruhi atas insentif yang disediakan
dengan meningkatkan pemasukan pemerintah (melalui perpajakan,
pinjaman dan jaminan terhadap pengeluaran pemerintah). Kebijakan fiskal
dalam suatu negara sangat diharapkan dapat sesuai dengan prinsip dan
nilai-nilai Islam karena tujuan pokok dari agama Islam ialah mencapai
kesejahteraan bagi seluruh umat manusia (Rozalinda, 2014:210). Dalam
pemahaman ekonomi secara umum kebijakan fiskal merupakan langkah
pemerintah untuk melakukan perubahan dalam sistem pajak atau dalam
konsep makro disebut government expenditure (Nasution, 2006:203). Secara
umum kebijakan fiskal islami memiliki kesamaan dari segi tujuan, yaitu
untuk mendapatkan kesejahteraan hidup manusia, akan tetapi yang
membedakan adalah, dalam konsep Islami kesejahteraan memiliki arti yang
sangat luas didalamnya meliputi kehidupan di dunia dan juga di akhirat serta
peningkatan spiritual lebih ditekankan daripada pemilikan material (Aini,
2019, pp. 1–2). Kebijakan fiskal menurut ekonomi Islam memiliki ciri sebagai
berikut (Rozalinda, 2014:211): 1. Pengeluaran negara dilakukan berdasarkan
pendapatan, sehingga jarang atau bahkan tidak terjadi defisit anggaran. 2.
Sistem pajak proporsional dimana pajak dalam ekonomi Islam dibebankan
berdasarkan tingkat produktifitas. Misalnya kharaj, besarnya pajak 5
ditentukan berdasarkan tingkat kesuburan tanah, metode irigasi ataupun
jenis tanaman. 3. Penghitungan zakat dilakukan berdasarkan hasil
keuntungan bukan berdasarkan jumlah barang. Misalnya zakat
perdagangan, yang dikeluarkan zakatnya adalah hasil dari keuntungan,
sehingga tidak ada pembebanan terhadap biaya produksi. Dalam sejarah
Islam, kebijakan fiskal merupakan strategi kebijakan yang sering digunakan
dalam membangun tata kelola keuangan. Dalam buku Sejarah Pemikiran
Ekonomi Islam Azwar Karim menyebutkan bahwa instrument kebijakan fiskal

Page 1 of 4
yang ada di awal pemerintahan Islam adalah sebagai berikut: a. Dalam
peningkatan pendapatan nasional dant ingkat partisipasi kerja. Rasulullah
SAW, telah mengantongi langkah-langkah perencanaan untuk memulai
intensifikasi pembangunan masyakarakat. Ukhuwwah islamiyah,
persaudaraan sesama muslim, antara golongan Muhajirin dan golongan
Anshor dijadikan kunci oleh Rasulullah SAW untuk meningkatkan
pendapatan nasional. Hal ini merupakan penyeab terjadinya distribusi
pendapatan yang berdampak pada peningkatan permintaan total di
Madinah. Selain itu, persaudaraan ini berdampak positif terhadap tersedianya
lapangan kerja, terutama bagi kaum Muhajirin. Dalam aplikasinya,
menggunakan akad muzara‟ah, musaqah, dan mudharabah. b. Didalam
kebijakan pajak. Penerapan kebijakan pajak yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW adalah seperti kharaj, jizyah, khums, dan zakat yang menyebabkan
terciptanya kestabilan harga dan mengurangi tingkat inflasi. Pajak ini,
khususnya khums, dapat mendorong stabilitas pendapatan dan produksi
total pada saat terjadi penurunan permintaan. c. Dalam menyusun anggaran,
Rasulullah SAW selalu memprioritaskan untuk pembelanjaan yang
mengarah pada kepentingan umum, seperti pembangunan dan
infrastruktur. Sehingga dapat menciptakan pertumbuhan dan pemerataan
ekonomi masyarakat. Dalam mekanisme penggunaannya instrument
penggunaan dana ada yang memiliki sifat terikat dan sifat tidak
terikat.Penggunaan dana yang sifatnya terikat ialah 6 penggunaan yang
harus merujuk pada petunjuk yang telah ditetapkan oleh dalil- dalil syariat.
Misalnya zakat, dimana penggunaan dana hanya dapat dilakukan pada
delapan glongan masyarakat saja (mustahik). Sedangkan penggunaan dana
yang tidak terikat, penggunaan dana dapat digunakan untuk hal-hal apa saja
dalam pembangunan negara, sesuai dengan prioritas pembangunannya.
Sumber dana yang dapat digunakan antara lain berasal dari kharaj, jizyah,
infaq, shadaqah dan wakaf, serta penerimaan yang bersifat tidak terikat
lainnya. Secara garis besar dapat dipahami bahwa sistem penggunaan dana
atau anggaran belanja memiliki perbedaan dengan sistem anggaran belanja
pada umumnya. Sistem anggaran belanja dalam Islam menitik beratkan
pada masalah pelayanan terhadap urusan ummat, yang telah diserahkan
oleh syara‘ dan telah ditetapkan juga sesuai dengan apa yang menjadi
pandangan agama Islam. Berbeda dengan anggaran belanja modern yang
lebih menekankan pada suatu campuran rumit antara rencana dan proyek
yang akan dikembangkan. 2.2 Pertumbuhan dan Pemerataan Ekonomi
Menurut Islam Sistem ekonomi islam merupakan sebuah kesadaran tentang
etika seorang muslim dalam berekonomi sedangkan bila dibandingkan
dengan sistem ekonomi lain seperti kapitalisme maupun sosialisme lebih
mementingkan kepentingan saja (Fadlan, 2010). Pertumbuhan ekonomi
menurut pandangan Islam bukan sekedar peningkatan akan barang dan jasa
saja, namun lebih dari itu juga terkait dengan moralitas dan akhlak umat,
pertumubuhan ekonomi berdasarkan sudut pandang Islam lebih
mementingkan keseimbangan antara tujuan dunia dan akhirat.
Keseimbangan antara dunia dan akhirat merupakan sesuatu yang sangat
diidam- idamkan khususnya bagi umat muslim, berdasarkan hal tersebut

Page 2 of 4
Islam menganjurkan bahwa pertumbuhan ekonomi harus menjadi satu
sarana yang dapat menjamin keadilan sosial bagi seluruh umatnya. Kebijakan
pertumbuhan perekonomian harus bertujuan untuk dapat
menyeimbangkan distribusi pendapatan untuk semua manusia tanpa
memandang bulu atau tindakan diskriminatif antara satu kelompok dengan
kelompok lainnya. Dalam ekonomi Islam pertumbuhan ekonomi yang dituju
adalah pertumbuhan ekonomi yang optimal, baik dari segi kesejahteraan
materi maupun kesejahteraan 7 rohani, Islam tidak memperkenankan
konsumsi modal dan pertumbuhan yang melampaui batas yang
memaksakan pengorbanan yang tidak alamiah bagi manusia. Jadi menurut
Islam tingkat pertumbuhan yang rendah yang diiringi dengan distribusi
pendapatan yang merata jauh lebih baik bila dibandingkan dengan
pertumbuhan yang tinggi tapi tidak diiringi dengan distribusi yang merata
(Juliana et al., 2018, p. 18). Al– Qur’an dengan tegas mengatakan bahwa,
“kekayaan hendaknya tidak terus menerus beredar di kalangan orang-orang
kaya saja”. (QS. 59 : 7).

Sources
4% Plagiarized
Dalam ekonomi Islam pertumbuhan ekonomi yang dituju adalah
pertumbuhan optimal, baik dari segi kesejahteraan materi maupun rohani,
Islam tidak memperkenankan konsumsi modal dan pertumbuhan yang
melampaui batas yang memaksakan pengorbanan yang tidak alamiah bagi
manusia.

https://ejournal.iainmadura.ac.id/index.php/alihkam/article/view/2561

2% Plagiarized
WEBkonsumsi modal dan pertumbuhan yang melampaui batas yang
memaksakan pengorbanan yang tidak alamiah bagi manusia. Jadi menurut
Islam tingkat …

https://www.bing.com/ck/a?!&&p=d01501b45b5a2034JmltdHM9MTcxMzM5

ODQwMCZpZ3VpZD0wODAyNDZlOS04YjI2LTY3YjEtMDk2Yi01MjhjOGE4NTY

2M2ImaW5zaWQ9NTE4MQ&ptn=3&ver=2&hsh=3&fclid=080246e9-8b26-

67b1-096b-

528c8a85663b&u=a1aHR0cHM6Ly9jb3JlLmFjLnVrOjQ0My9kb3dubG9hZC9

wZGYvMzIyNTIwNjY0LnBkZg&ntb=1

2% Plagiarized
Jadi menurut Islam tingkat pertumbuhan yang rendah yang diiringi dengan
distribusi pendapatan yang merata akan lebih baik daripada tingkat
pertumbuhan yang tinggi tapi tidak dibarengi dengan distribusi yang merata.

https://www.studocu.com/id/document/universitas-pasundan/islam-

untuk-disiplin-ilmu-ekonomi/177-meneropong-konsep-pertumbuhan-

ekonomi/46906858/

Home Blog Testimonials About Us Privacy Policy


Copyright © 2024 Plagiarism Detector. All right reserved

Page 3 of 4
Page 4 of 4
Apr 19, 2024

Plagiarism Scan Report


Characters:1357 Words:178
0% 100%
Plagiarized Unique Speak Time:
Sentences:7
2 Min

Excluded URL None

Content Checked for Plagiarism


3. BAB III KESIMPULAN Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka dapat
disimpulkan bahwa kebijakan fiskal islami merupakan salah satu upaya yang
sesuai untuk diterapkan di negara berkembang, kebijakan fiskal islami sendiri
merupakan salah satu upaya pemerintah untuk membuat perubahan dalam
sistem pajak dan sistem perbelanjaannya. Tujuan kesejahteraan hidup yang
ingin dicapai oleh sistem fiskal islami memiliki arti yang lebih luas,
didalamnya meliputi kehidupan di dunia dan juga di akhirat, serta lebih
menekankan pada peningkatan spiritual daripada pemilikan material. Hal ini
selaras dengan perspektif islam terkait dengan pertumbuhan dan
perkembangan ekonomi, dimana pertumbuhan ekonomi menurut
pandangan Islam bukan sekedar peningkatan akan barang dan jasa saja,
namun lebih dari itu juga terkait dengan moralitas dan akhlak umat,
pertumubuhan ekonomi berdasarkan sudut pandang Islam lebih
mementingkan keseimbangan antara tujuan dunia dan akhirat. Kebijakan
pertumbuhan perekonomian harus mampu menyeimbangkan distribusi
pendapatan untuk semua manusia, Islam tidak memperkenankan konsumsi
modal dan pertumbuhan yang melampaui batas, menurut Islam tingkat
pertumbuhan yang rendah yang diiringi dengan distribusi pendapatan yang
merata jauh lebih baik bila dibandingkan dengan pertumbuhan yang tinggi
tapi tidak diiringi dengan distribusi yang merata.

Sources

Home Blog Testimonials About Us Privacy Policy


Copyright © 2024 Plagiarism Detector. All right reserved

Page 1 of 1

Anda mungkin juga menyukai