Dosen Pengampu:
Nina Indah Febriana, M.Sy., NIDN
Disusun oleh:
KELOMPOK 3
1. Ahmad Fatih Thohir (12101193127)
2. Ika Arifatun Nahdliyah (12101193145)
3. Zuhria Firdausi (12101193146)
4. Fikha Dibrotunanda K (12101193163)
Penyusun
i
DAFTAR ISI
KATA PENGATAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah .....................................................................................1
C. Tujuan Penulisan .......................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................................3
A. Istilah, Pengertian, Sejarah dan Dasar Hukum BUMN.............................3
B. Pendirian BUMN.......................................................................................7
C. Permodalan BUMN...................................................................................9
D. Organ BUMN..........................................................................................10
E. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan BUMN.......................15
F. Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN....................................................20
G. Pembubaran BUMN................................................................................23
BAB III PENUTUP............................................................................................26
A. Kesimpulan..............................................................................................26
B. Saran........................................................................................................27
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................28
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar
modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah
satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional. Melalui BUMN
keterlibatan negara dalam kegiatan ekonomi mempunyai peran penting dalam
penyelenggaraan perekonomian nasional guna mewujudkan kesejahteraan
rakyat. Pelaksanaan peran tersebut diwujudkan dalam seluruh sektor
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Istilah, Pengertian, Sejarah dan Dasar Hukum BUMN ?
2. Bagaimana Pendirian sebuah BUMN ?
3. Bagaimana Permodalan dalam BUMN ?
4. Apa saja Organ yang ada di dalam BUMN ?
5. Apa itu Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan dalam BUMN ?
6. Apa itu Restrukturisasi dan Privatisasi dalam BUMN ?
1
7. Bagaimana Pembubaran dalam BUMN ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui dan memahami Istilah, Pengertian, Sejarah dan Dasar
Hukum BUMN
2. Untuk mengetahui dan memahami Pendirian BUMN
3. Untuk mengetahui dan memahami Permodalan BUMN
4. Untuk mengetahui dan memahami apa saja organ BUMN
5. Untuk mengetahui dan memahami Penggabungan, Peleburan, dan
Pengambilalihan BUMN
6. Untuk mengetahui dan memahami Restrukturisasi dan Privatisasi BUMN
7. Untuk mengetahui dan memahami Pembubaran BUMN
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
bangun demokrasi ekonomi yang akan kita kembangkan secara bertahap dan
berkelanjutan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun
2003 mengenai Badan Usaha Milik Negara, dijelaskan melalui pasal 2 bahwa
BUMN memiliki maksud dan tujuan berupa (1) penerimaan negara pada
khususnya; (2) mengejar keuntungan; (3) menyelenggarakan kemanfaatan
umum berupa penyedia barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan
memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak; (4) menjadi perintis
kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta
dan koperasi; (5) turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada
pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi dan masyarakat.
Badan Usaha Milik Negara yang merupakan salah satu pelaku
kegiatan ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi
ekonomi memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian
nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana
diamanatkan oleh UUD 1945.1
Sejarah BUMN
Di Eropa Barat dan Eropa Timur pernah ada nasionalisasi besar-
besaran pada abad ke-20, khususnya setelah Perang Dunia II. Di Eropa
Timur, pemerintahan berideologi komunis banyak memanfaatkan model-
model ala Soviet. Pemerintah di Eropa Barat, baik golongan kanan maupun
kiri, melihat campur tangan negara sangat diperlukan dalam membangun
kembali perekonomian pascaperang. Kontrol pemerintah atas monopoli
industri sudah termaktub dalam aturan. Sektor-sektor tersebut adalah
telekomunikasi, pembangkit listrik, bahan bakar fosil, kereta api, bandara,
maskapai penerbangan, transportasi umum, bijih besi, pelayanan kesehatan,
pos, dan kadang-kadang bank. Banyak perusahaan industri besar juga
dinasionalisasi atau dibentuk sebagai perusahaan negara, sebagai contoh
1
Muhamad Insa Ansari, “Badan Usaha Milik Negara dan Kewajiban Pelayanan Umum pada
Sektor Pos” Vol. 8 No.1, Jurnal Penelitian Pos dan Informatika, Hal. 4-6.
4
British Steel Corporation, Statoil, dan Irish Sugar. Mulai dekade 1970-an dan
terus melesat pada 1980 dan 1990-an banyak perusahaan yang diswastanisasi,
walau ada yang tetap menjadi milik pemerintah.
BUMN dapat bekerja berbeda dengan perseroan terbatas. Sebagai
contoh, di Finlandia, BUMN (liikelaitos) dikendalikan oleh pelaku terpisah.
Meski harus bertanggung jawab dengan keuangannya sendiri, mereka tidak
dapat menyatakan bangkrut; negara dapat melunasi kewajibannya. Aktiva
perusahaan tidak dapat dijual dan jika hendak dipinjam harus dengan
persetujuan, mengingat aktiva tersebut merupakan kewajiban pemerintah.
Di banyak negara-negara anggota OPEC, pemerintah memiliki
perusahaan minyak yang beroperasi di tanah-tanah miliknya. Misalnya
perusahaan Saudi Aramco milik Arab Saudi, yang dibeli sahamnya oleh
Pemerintah Arab Saudi pada tahun 1988, yang kemudian diganti namanya
dari Arabian American Oil Company menjadi Saudi Arabian Oil Company.
Pemerintah Arab Saudi juga memiliki maskapai penerbangan nasional, Saudi
Arabian Airlines, dan memegang 70% saham SABIC serta sejumlah
perusahaan lain. Namun, sebagian di antara perusahaan itu diprivatisasi satu
persatu.2
Sementara Sejarah dan perkembangan di Indonesia, di mulai pada era
kolonial Belanda, pemerintah memonopoli opium, pegadaian, pos (termasuk
Bank Tabungan Kantor Pos), industri telegraf dan telepon, serta memiliki
sebagian besar kereta api. Berbagai monopoli perusahaan itu di kelola oleh
Departemen Badan Usaha Milik Negara. Kemudian setelah pasca
kemerdekaan yakni pada akhir konferensi Meja Bundar (KMB) , pemerintah
Indonesia memiliki kepemilikan sebagian besar atau lengkap atas utilitas
publik, bus, kereta api, bank dan komunikasi.
Pada era Demokrasi Terpimpin di Indonesia, banyak perusahaan milik
Belanda, atau cabang perusahaan Belanda di Indonesia yang mulai dikelola
oleh pemerintah. Lalu, selama orde baru, perusahaan-perusahaan yang di
2
Marsy, Y., State Control and Regulation Over International SOEs, Journal of International
Affair, 2006, Hal. 42-53.
5
nasionalisasi masih milik negara dan beberapa perusahaan terdaftar di Bursa
Efek Jakarta kemudian. Hingga saat ini, bank-bank terbesar di Indonesia
sebagian besar milik negara.
Adapun sejarah Kementerian Badan Usaha Milik Negara atau
Kementerian yang mengawasi pengembangan badan usaha milik negara di
Indonesia. Kementerian ini di pimpin oleh Menteri Badan Usaha Milik
Negara, yang bertanggungjawab kepada presiden. Kementerian BUMN
sendiri dahulunya adalah Departemen Keuangan. Kementerian BUMN berada
di eselon ke dua Departemen Keuangan dari tahun 1973 sampai 1993,
sebelum diangkat menjadi eselon 1 pada tahun 1993. Lalu, pada tahun 1998
Departemen Badan Usaha Milik Negara di bentuk, namun masih diatur di
bawah Departemen Keuangan dalam eselon pertama dari tahun 2000-2001,
Departemen Badan Usaha Milik Negara diganti namanya menjadi
Kementerian Badan Usaha Milik Negara hingga saat ini.3
3
Dwiyatni, Ideologi Negara dalam Pengelolaan BUMN, (Yogyakarta: ANDI, 2003), Hal.37.
6
Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara
ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4297.
Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN ini terdiri dari 11 Bab
dan 95 Pasal. Penjelasan Undang-Undang Nomor 19 tahun 2003 tentang
Badan Usaha Milik Negara terdiri atas 23 halaman. Juga Undang-Undang
Nomor 19 tahun 2003 tentang BUMN mengamanatkan bahwa semua BUMN
yang berbentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) (dahulu ada PJKA, Perusahaan
Jawatan Kereta Api) untuk diubah bentuknya menjadi Perum atau Persero,
dalam waktu 2 tahun.4
B. Pendirian BUMN
Pendirian BUMN
a. pembentukan Perum atau Persero baru;
b. perubahan bentuk unit instansi pemerintah menjadi BUMN;
c. perubahan bentuk badan hukum BUMN; atau
d. pembentukan BUMN sebagai akibat dari peleburan Persero dan
Perum.
4
Subiakto, D., Pendekatan dalam pengelolaan BUMN: Paradigma keuangan negara, Jurnal
Bisnis dan Manajemen, 2008, Hal. 89-101.
7
Pendirian Persero dilakukan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-
undangan di bidang perseroan terbatas.
(1) Pendirian BUMN ditetapkan dengan peraturan pemerintah.
(2) Peraturan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-
kurangnya memuat:
a. penetapan pendirian BUMN;
b. maksud dan tujuan pendirian BUMN; dan
c. penetapan besarnya penyertaan kekayaan negara yang dipisahkan
dalam rangka pendirian BUMN.
(3) Dalam hal pendirian BUMN dilakukan dengan mengalihkan unit
instansi pemerintah menjadi BUMN, maka dalam peraturan
pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dimuat ketentuan
bahwa seluruh atau sebagian kekayaan, hak dan kewajiban unit
instansi pemerintah tersebut beralih menjadi kekayaan, hak dan
kewajiban BUMN yang didirikan.
(4) Khusus untuk pendirian Perum, peraturan pemerintah memuat pula
anggaran dasar Perum bersangkutan dan penunjukan Menteri selaku
wakil pemerintah sebagai pemilik modal.
C. Permodalan BUMN
8
BUMN adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar
modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang
berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Persero adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang
seluruhnya atau sedikitnya 51% (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki
oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
Perusahaan Umum (PERUM) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki
negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang ermutu tinggi dan
sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 19 tahun
2003 mengenai Badan Usaha Milik Negara, dijelaskan melalui pasal 2 bahwa
BUMN memiliki maksud dan tujuan berupa:
(1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional
pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya;
(2) Mengejar keuntungan;
(3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyedia baran
dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat
hidup orang banyak;
(4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat
dilaksanakan oleh sector swasta dan koperasi;
(5) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha
golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.
Badan Usaha Milik Negara yang merupakan salah satu pelaku kegiatan
ekonomi dalam perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi
memiliki peranan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional
guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh
UUD 1945.
D. Organ BUMN
9
Organ dalam BUMN tidak berbeda dengan organ dalam
Perseroan Terbatas, karena pada dasarnya BUMN tiada lain adalah
Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Negara minimal 51%
(lima puluh satu persen) dari jumlah seluruh saham perseroan. Adapun organ
BUMN yaitu terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham, Komisaris, dan
Direksi. Mengingat Persero adalah PT, maka organ yang dimiliki Persero
juga sama dengan organ PT. dengan demikian organ Persero terdiri dari: 1)
Rapat Umum Pemegang Saham; 2) Direksi; dan 3) Komisaris.5
Ketiga organ tersebut memiliki fungsi, kedudukan, dan tanggung
jawab yang sama seperti organ di dalam PT. selain harus tunduk pada
pengaturan yang bersifat umum terdapat dalam UUPT, juga harus
tunduk pada ketentuan yang terdapat dalam UUBUMN.
Berkaitan dengan ketentuan khusus yang menyangkut RUPS
diatur dalam Pasal 14 UUBUMN. Pasal 14 ayat (1) UUBUMN
menentukan bahwa dalam hal persero seluruh saham dimiliki oleh
Negara, maka Menteri bertindak selaku RUPS. Kemudian dalam hal
Persero dan Perseroan Terbatas sahamnya tidak seluruhnya dimiliki oleh
Negara, Menteri bertindak selaku pemegang saham. Menteri disini adalah
Menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili pemerintah
selaku pemegang saham Negara pada Persero.6
Penjelasan Pasal 14 ayat (1) UUBUMN menjelaskan bahwa bagi
Persero yang seluruh modalnya (100%) dimiliki oleh Negara, Menteri yang
ditunjuk mewakili Negara selaku pemegang saham dalam setiap keputusan
tertulis yang berhubungan dengan Persero merupakan keputusan RUPS.
Kemudian bagi persero dan Persero merupakan keputusan RUPS. Kemudian
bagi Persero dan perseroan terbatas yang sahamnya dimiliki Negara kurang
dari 100% (seratus persen), Menteri berkedudukan selaku pemegang
saham dan keputusannya diambil bersama dengan pemegang saham lainnya.7
5
Pasal 11 Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
disahkan pada 19 Juni 2003 di Jakarta oleh Megawati
6
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, FHUII Press, Yogyakarta, 2013, hlm.176
7
Ibid.
10
Kemudian Pasal 14 ayat (2) UUBUMN menentukan bahwa Menteri
dapat memberikan kuasa dengan ak subtitusi kepada perorangan atau badan
hukum untuk mewakilinya dalam RUPS. Sehubungan dengan penjelasan
Pasal 14 ayat (2) UUBUMN menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan
perseorangan adalah seseorang yang menduduki jabatan di bawah Menteri
yang secara teknis bertugas membantu Menteri selaku pemegang saham pada
Persero yang bersangkutan. Jika dipandang perlu tidak tertutup kemungkinan
kuasa juga dapat diberikan kepada badan hukum sesuai dengan peraturan
perundang undangan. 8
Selanjutnya Direksi Persero selaku organ persero diangkat dan
diberhentikan oleh RUPS yang mana hal ini diatur didalam Pasal 15 ayat (1)
UUBUMN, dengan kata lain pengangkatan dan pemberhentian direksi
ditetapkan oleh menteri. Dalam hal kedudukan selaku RUPS pengangkat dan
pemberhentian direksi cukup dilakukan dengan keputusan menteri, karena
keputusan menteri memiliki kekuatan hukum yang sama dengan keputusan
yang dambil secara sah dalam RUPS.9
Selanjutnya Pasal 25 UUBUMN melanggar anggota direksi untuk
memangku jabatan rangkap sebagai:10
1. Anggota direksi pada BUMN, BUMD, badan usaha swasta dan
jabatan lain yang dapat menimbulkam benturan kepentingan
2. Jabatan structural dan fungsional pada instansi/lembaga pemerintah
pusat dan daerah; dan/atau
3. Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan
4. Peraturan perundang-undangan.
Organ ketiga dalam Persero adalah Komisaris Persero. Pengaturan komisaris
persero dalam UUBUMN kebanyakan hanya mengulang ketentuan UUPT.
Pengangkatan dan pemberhentian komisaris menurut Pasal 16 UUBUMN
dilakukan oleh RUPS, dengan kata lain pengangkatan dan pemberhentian
komisaris ditetapkan oleh menteri. Dalam kedudukan selaku RUPS,
8
Ibid.
9
Kurniawan, Hukum Perusahaan, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm.104.
10
Rdiwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, FHUII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 178.
11
pengangkatan dan pemberhentian komisaris cukup dilakukan dengan
keputusan menteri, karena memiliki kekuatan hukum yang sama dengan
keputusan yang diambil secara sah dalam RUPS.11
Pasal 33 UUBUMN melarang anggotan komisaris untuk memangku
jabatan rangkap sebagai:12
1. Anggota direksi BUMN, BUMD, badan usaha milik swasta, dan
jabatan lain yang dapat menimbulkan, benturan kepentingan; dan/atau
2. Jabatan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Perusahaan Umum
Perusahaan Umum (Perum) menurut Pasal 1 angkat 4 UUBUMN
adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki oleh Negara dan tidak terbagi
atas saham yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan jasa
bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip
pengelolaan perusahaan.13
Dari definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan ada beberapa unsur yang
melekat di dalam Perum, yakni:14
1. Perum adalah badan usaha;
2. Seluruh modalnya dimiliki oleh Negara;
3. Modal tersebut tidak terbagi dalam bentuk saham;
4. Tujuannya untuk kemanfaatan umum sekaligus untuk mengejar
keuntungan sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan.
Pendirian Perum menurut Pasal 36 ayat (1) UUBUMN diusulkan oleh
Menteri kepada Presiden disertai dengan dasar pertimbangan setelah dikaji
bersama dengan Menteri Teknis dan Menteri Keuangan.86 Pasal 35 ayat (1)
UUBUMN menyatakan bahwa pendirian Perum harus memenuhi kriteria
antara lain:
11
Kurniawan, Hukum Perusahaan, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm.104.
12
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, FHUII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 179
13
Kurniawan, Hukum Perusahaan, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm. 104
14
Ibid.
12
a) Bidang usaha atau kegiatannya berkaitan dengan kepentingan orang
banyak;
b) Didirikan tidak semata-mata untuk mengejar keuntungan (cost
effectiveness/cost recovery)
c) Berdasarkan pengkajian memenuhi persyaratan ekonomis yang
diperlukan bagi suatu badan usaha (mandiri).
Pendirian suatu Perum juga harus dilakukan dengan Peraturan Pemerintah,
yang memuat antara lain:15
a) Penetepan pendirian Perum;
b) Penetapan besarnya kekayaan Negara yang dipisahkan;
c) Anggaran dasar;
d) Penunjukan menteri selaku wakil pemerintah selaku pemilik modal.
13
menyangkut kebijakan investasi, pembiayaan usaha, sumber
pembiayaan, penggunaan hasil usaha perusahaan, dan kebijakan
pengembangan lainnya. Mengingat Dewan Pengawas akan mengawasi
pelaksanaan kebijakan tersebut, usulan Direksi kepada Menteri harus
didahului dengan persetujuan Dewan Pengawas.18
b) Direksi
Direksi Perum adalah organ yang bertanggungjawab atas
pengurusan Perum untuk kepentingan dan tujuan Perum serta
mewakili Perum di dalam maupun di luar pengadilan.19 Pasal 44
UUBUMN menjelaskan pengangkatan dan pemberhentian Direksi
ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme dan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Dalam rangka pengangkatan Direksi,
Menteri dapat meminta masukan dari Menteri Teknis apabila
dipandang perlu.20
c) Dewan Pengawas
Dewan Pengawas Perum diatur dalam Pasal 56 UUBUMN,
yang menjelaskan bahwa pengangkatan dan pemberhentian anggota
Dewan Pengawas ditetapkan oleh Menteri sesuai dengan mekanisme
dan ketentuan peraturan perundang undangan.21 Menteri selaku wakil
pemerintah sebagai pemilik modal Perum menetapkan kebijakan
pemerintah sebagai pemilik modal Perum mentapkan kebijakan
pengembanagan Perum yang bertujuan menetapkan arah dalam
mencapai tujuan perusahaan baik menyangkut kebijakan investasi,
pembiayaan usaha, sumber pembiayaannya, penggunaan hasil usaha
perusahaan, dan kebijakan pengembangan lainnya. Mengingat dewan
pengawas akan mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut, usulan
Direksi kepada Menteri harus didahului dengan persetujuan dari
Dewan Pengawas.22
18
Ibid.
19
Ridwan Khairandy, Pokok-Pokok Hukum Dagang, FHUII Press, Yogyakarta, 2013, hlm. 184
20
Ibid.
21
Kurniawan, Hukum Perusahaan, Genta Publishing, Yogyakarta, 2014, hlm.106
22
Ibid.
14
E. Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan BUMN
Perusahaan mempunyai peranan yang cukup besar atau dapat
dikatakan mempunyai peranan strategis dalam kegiatan usaha dalam bidang
ekonomi untuk itu agar dapat mempertahankan terus bersaing dan
mempertahankan eksistensinya, perusahaan dapat melakukan penggabungan,
peleburan, atau pengambilalihan. Secara umum tujuan dilakukannya
penggabungan, peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham
perusahaan yaitu untuk meningkatkan sinergi perusahaan yang lebih baik,
yang dapat dilakukan dengan cara yaitu:23
1. Meningkatkan Konsentrasi Pasar;
Dengan dilakukannya penggabungan, peleburan badan usaha, atau
pengambilalihan pangsa pasar cenderung lebih terkonsentrasi.
2. Meningkatkan Efisiensi;
Penggabungan, peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham
perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dalam pemasaran dan
penghematan overhead cost, disisi lain dapat mengurangi pesaing di
pasar bersangkutan.
3. Inovasi Baru;
Perusahan menjadi lebih besar sehingga dengan mudah dapat
melakukan riset serta pengembangan perusahaan secara canggih,
dengan demikian dapat mendorong timbulnya suatu inovasi baru
dalam pengasilkan produk dari perusahaan bersangkutan.
4. Sarana Alih Teknologi;
Apabila salah satu perusahaan memiliki pengalaman dan teknologi
yang canggih maka perusahaan lainnya dapat memperoleh manfaat
dari hal tersebut sehingga dapat dikatakan bahwa penggabungan,
peleburan badan usaha, atau pengambilalihan saham perusahaan
merupakan sarana pengalihan teknologi
23
Munir Fuady, Hukum tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, Cet. 1 (Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti, 2004), hal. 103
15
5. Memperoleh akses Internasional;
Hal ini dapat terjadi apabila penggabungan, peleburan badan usaha,
atau pengambilalihan saham perusahaan dilakukan dengan suatu
perusahaan asing, sehingga pangsa pasar dari perusahaan asing
tersebut dapat diakses.
6. Meningkatkan Daya Saing;
Dikarenakan penggabungan, peleburan badan usaha, atau
pengambilalihan saham perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dan
inovasi perusahaan, maka hal ini dapat memberikan nilai tambah
untuk daya saing perusahaan itu sendiri.
Penggabungan atau dengan kata lain dapat disebut merger yang secara
luas dipahami sebagai proses penggabungan dua perusahaan atau lebih
menjadi satu perusahaan.24 Setelah merger dilakukan, maka seluruh aktiva
dan pasiva perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada
perseroan yang menerima merger, pemegang saham perseroan yang
menggabungkan diri karena hukum menjadi pemegang saham. perseroan
yang menerima merger serta perseroan yang menggabungkan diri akan
berakhir karena hukum (tanpa adanya liquidasi) sejak tanggal merger mulai
berlaku.
Yang dimaksud dengan Peleburan atau konsolidasi suatu perbuatan
hukum yang dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri
dengan cara mendirikan satu perseroan baru yang karena hukum memperoleh
aktiva dan pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan status badan
hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. 25 Sedangkan
yang dimaksud dengan pengambilalihan saham atau yang biasa disebut
akuisisi adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau
orang perseorangan untuk mengambilalih saham perseroan yang
mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan itu.26 Tidak jarang
24
Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002), hal.32
25
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 10.
26
Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Pasal 1 angka 12.
16
pelaku usaha memandang mengambilalih saham perusahaan lain merupakan
suatu cara yang efiesien pada masa ini,27 Dengan adanya pengambilalihan
saham para pelaku usaha atau kelompok usaha dapat meningkatkan sinergi
usaha, meningkatkan efisiensi, serta memperluas pangsa pasar, dan
memperoleh pendapatan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat.
Pengambilalihan saham merupakan alat yang sah dan legal bagi
pelaku usaha atau kelompok usaha untuk menyingkirkan pesaingnya dan/atau
menguraingi persaingan. Meskipun pengembilalihan saham merupakan
perbuatan hukum yang legal dan dapat memberikan keuntungan finansial
yang besar bagi perusahaan akan tetapi apabila tidak dikontrol dapat
menimbulkan dampak negatif apabila pengambilalihan saham tersebut
bertujuan untuk mewujudkan atau meningkatkan kekuatan pasar (market
power). Dengan kata lain pada dasarnya sepanjang pengambilalihan saham
yang dilakukan tidak mengakibakan praktek monopoli dan/atau persaingan
usaha tidak sehat, dan atau posisi dominan, maka pengambilalihan saham
tersebut sah untuk dilakukan.
Kenyataannya setelah berlakunya UU Anti Monopoli masih terdapat
celah-celah lain yang digunakan oleh oknum pelaku usaha untuk melancarkan
kegiatan usahanya dengan cara yang bertentangan dengan UU Anti
Moonopoli. Maka dikarenakan pengambilalihan saham merupakan salah satu
tindakan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan/atau
persaingan usaha tidak sehat untuk itu UU Anti Monopoli melarang Pelaku
Usaha untuk melakukan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan
saham yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 28 UU Anti
Monopoli yang menyatakan sebagai berikut:28
1. Pelaku usaha dilarang melakukan penggabungan atau peleburan badan
usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan
atau persaingan usaha tidak sehat.
27
Susanti Adi Nugroho, Op.Cit., hal. 441.
28
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prektek Monopoli dan Persaingan
Usaha tidak Sehat, Pasal 28.
17
2. Pelaku usaha dilarang melakukan pengambilalihan saham perusahaan
lain apabila tindakan tersebut dapat mengakibatkan terjadinya praktek
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sahat.
3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggabungan atau peleburan badan
usaha yang dimaksud dalam ayat (1), dan ketentuan mengenai
pengambilalihan saham perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (2)
pasal ini, diatur dalam Peraturan Pemerintah
KPPU melakukan kontrol terhadap kegiatan penggabungan, peleburan dan
atau pengambilalihan saham dengan cara mewajibkan pelaku usaha yang
telah melakukan penggabungan, peleburan dan atau pengambilalihan untuk
melakukan pemberitahuan kepada KPPU hal ini sesuai dengan yang
diamanatkan dalam UU Anti Monopoli Pasal 29 yang menyatakan:29
1. Penggabungan atau peleburan badan usaha, atau pengambilalihan
saham sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 yang berakibat nilai
asset dan atau nilai penjualannya melebihi jumlah tertentu, wajib
memberitahukan kepada Komisi, selambat-lambatnya 30 (tiga puluh)
hari sejak tanggal penggabungan, peleburan atau pengambilalihan
tersebut.
2. Ketentuan tentang penetapan nilai asset dan atau nilai penjualan serta
tata cara pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur
dalam Peraturan Pemerintah.
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan,
Peleburan Badan usaha dan Pengambilalihan saham perusahaan mengartikan
Pengambilalihan adalah sebagai suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh
Pelaku Usaha untuk mengambilalih saham badan usaha yang mengakibatkan
beralihnya pengendalian atas badan usaha tersebut, dalam hal
pengambilalihan saham perusahaan lain mengakibatkan nilai aset/atau nilai
penjualan nya melebihi nilai tertentu maka wajib diberitahukan secara tertulis
kepada Komisi.
29
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Prektek Monopoli dan Persaingan
Usaha tidak Sehat, Pasal 29.
18
Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 menyediakan fasilitas
bagi pelaku usaha untuk dapat melakukan konsultasi terkait atas rencana
perusahaan untuk melakukan pengambilalihan saham perusahaan, konsultasi
tersebut dapat dilakukan secara tertulis maupun lisan. konsultasi merupakan
permohonan saran, bimbingan dan atau pendapat tertulis yang diajukan oleh
pelaku usaha kepada Komisi atas rencana pengambilalihan sama sebelum
pengambilalihan saham tersebut berlaku efektif secara yuridis.30
Sebelum melakukan konsultasi pelaku usaha harus memperhatikan
syarat dan tata cara konsultasi serta pemberitahuan yang telah diatur oleh
KPUU, fasilitas konsultasi yang diberikan kepada pelaku usaha diharapkan
dapat meminimalkan resiko kerugian yang mungkin dialami oleh pelaku
usaha tersebut jika ternyata pengambilalihan saham yang dilakukan
menyebabkan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Apabila hal tersebut terjadi maka komisi akan melakukan pembatalan
terhadap pengambilalihan saham tersebut dan tentu saja akan merugikan
pelaku usaha tersebut. Konsultasi dapat diajukan kepada komisi apabila
batasan nilai pengambilalihan memenuhi ketentuan yang dimuat dalam Pasal
5 Ayat 2 PP 57 Tahun 2010. Pelaku usaha yang terlambat melakukan
pemberitahuan atas penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan saham
kepada KPPU akan dikenakan sanksi administratif berupa denda
keterlambatan sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat (2) huruf e dan huruf g
UU Anti Monopoli Dan diatur lebih lanjut dalam Pasal 6 Peraturan
Pemerintah nomor 57 Tahun 2010.
Praktiknya walaupun secara eksplisit telah diatur dalam UU Anti
Monopoli dan Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2010 mengenai
besaran denda yang dijatuhkan bagi pelaku usaha yang terlambat melakukan
pemberitahuan pengambilalihan saham kepada KPPU, faktanya dalam
pemberian sanksi administratif tersebut KPPU kerap memberikan keringanan
denda yang berbeda-beda kepada setiap Pelaku Usaha sehingga hal ini
30
Rachmadi Usman, Hukum Persaingan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013),
hal. 654.
19
menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penegakan hukum persaingan
usaha.
31
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno, Hukum Perusahaan dan Kepailitan, (Jakarta: Erlangga,
2012), hlm. 173
20
dalamnya penerapan prinsip-prinsip tata perusahaan yang baik
dan menetapkan arah dalam rangka pelaksanaan kewajiban
pelayanan publik.
3) Restrukturisasi internal yang mencakup keuangan, organisasi atau
manajemen, operasional, sistem dan prosedur.
Aspek-aspek lainnya yang mendorong restrukturisasi adalah upaya
perusahaan untuk memperbaiki kinerja di masa depan. Restrukturisasi
korporat pada prinsipnya merupakan kegiatan atau upaya untuk menyusun
ulang komponen-komponen korporat supaya masa depan korporat memiliki
kinerja yang lebih baik. Komponen yang disusun ulang tersebut bisa aset
perusahaan, pendanaan perusahaan, organisasi, pembagian kerja, orang-orang
dalam perusahaan, atau apa saja yang merupakan kekayaan dan dalam kendali
korporat.
Munculnya keputusan untuk melakukan restrukturisasi terjadi oleh
karena adanya pergeseran strategi perusahaan (strategy shift). Perusahaan
mendesain strategi korporat (corporare strategy) dengan menciptakan
keunggulan bersaing (competitive advantage) berdasarkan kondisi eksternal
dan internal perusahaan.
a. Aspek pertama adalah berhasil diidentifikasinya peluang baru (new
oportunity).
b. Aspek kedua berupa terjadinya pergeseran dalam hal tingkat risiko
usaha yang selama ini dijalankan.
c. Aspek ketiga adalah kemungkinan terjadinya pergeseran akses
permodalan dan kebutuhan finansial.
Privatisasi BUMN
Privatisasi menurut ketentuan Pasal 1 angka 12 Undang-Undang
No.19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara adalah penjualan
saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain dalam
rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat
21
bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh
masyarakat.
Privatisasi BUMN umumnya dimaksudkan sebagai salah satu upaya
untuk memberdayakan BUMN baik dari segi manajemen, permodalan atau
pembiayaan maupun pengurangan campur tangan negara serta memberi
kesempatan kepada swasta untuk mengambil peran dalam kegiatan ekonomi.
Melalui privatisasi BUMN diharapkan manajemen BUMN bebas dalam
menentukan gerak perusahaan, menetapkan kebijakan investasi dan
pendanaannya serta pemenuhan sumber daya manusianya.32
Pelaksanaan privatisasi terhadap BUMN diharapkan membuat BUMN
menjadi lebih sehat dan berdaya saing. Privatisasi BUMN dilakukan tentunya
bukan tanpa sebab, ada hal-hal yang melatarbelakangi pelaksanaan privatisasi
BUMN di Indonesia, hal-hal tersebut antara lain:
a. Inefisiensi yang terjadi pada BUMN
b. Pengelolaan BUMN yang tidak profesional dan transparan
c. Integrasi vertikal yang berlebihan pada BUMN
d. Praktik-praktik ilegal dan korupsi di tubuh BUMN
Dalam melaksanakan program privatisasi, pemerintah tidak dapat bertindak
sendiri. Perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah
ditentukan perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPR-RI sesuai
dengan ketentuan pasal 82 UU No.19 tahun 2003 yang berbunyi:
(1) Privatisasi harus didahului dengan tindakan seleksi atas perusahaan-
perusahaan dan mendasarkan pada kriteria yang ditetapkan dalam
peraturan pemerintah
(2) Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang
telah ditentukan, setelah mendapat rekomendasi dari Menteri
Keuangan, selanjutnya disosialisasikan kepada masyarakat serta
dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
32
Aminuddin Ilmar, Privatisasi BUMN di Indonesia, (Makassar: Hasanuddin University Press,
2004), hlm 37
22
Privatisasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian
akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran, dan prinsip harga terbaik
dengan memperhatikan kondisi pasar. Dalam hal ini kondisi pasar yang
dimaksud adalah kondisi pasar Domestik dan Internasional. Pelaksanaan
privatisasi di Indonesia berdasarkan Pasal 78 Undang-Undang No.19 tahun
2003 tentang BUMN hanya dimungkinkan dengan tiga macam metode saja,
yaitu:
a. Penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal (Initial Public
Offering)
b. Penjualan saham langsung kepada investor (Strategic Sales)
c. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karyawan yang
bersangkutan (Employee and/or Management Buy Out)
Setelah dilakukannya privatisasi diharapkan akan terjadi perubahan atas
budaya perusahaan sebagai akibat dari masuknya pemegang saham baru, baik
melalui penawaran umum (go public) ataupun melalui penyertaan langsung
(direct placement).
G. Pembubaran BUMN
Pembubaran perseroan menurut hukum sesuai dengan Pasal 143 ayat
(1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007 Perseroan Terbatas adalah :
a. Penghentian kegiatan usaha perseroan
b. Namun penghentian kegiatan usaha itu, tidak mengakibatkan status
hukumnya “hilang”
c. Perseroan yang dibubarkan baru kehilangan status badan hukumnya,
sampai selesainya likuidasi, dan pertanggung jawab likuidator proses
akhir likuidasi diterima oleh RUPS, Pengadilan Negeri, atau Hakim
pengawas.33
Berdasarkan Pasal 142 Undang-Undang No. 40 Tahun 2007, Perseroan
Terbatas disebutkan alasan pembubaran antara lain :
a. Berdasarkan keputusan RUPS;
33
Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal 543
23
Usulan atas pembubaran Persero yang didasarkan pada keputusan
RUPS dapat diajukan baik oleh Menteri BUMN maupun Menteri
teknis. Pembubaran Perseroan tidak mengakibatkan Perseroan
kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi
dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau
pengadilan. Sejak saat pembubaran maka dalam setiap surat yang
dikeluarkan oleh Perseroan dicantumkan kata “dalam likuidasi” di
belakang nama Perseroan. Pembubaran Perseroan dimulai sejak saat
yang ditetapkan dalam keputusan RUPS.
b. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan oleh anggaran dasar
yang telah berakhir;
Secara hukum, jika jangka waktu berdirinya sebagaimana tercantum
dalam anggaran dasar Perseroan maka dilakukan pembubaran
Perseroan. Dan paling lambat 30 hari setelahnya, RUPS sudah harus
menunjuk likuidator.
c. Berdasarkan penetapan pengadilan;
Selain menetapkan Pembubaran Persero, pengadilan juga melakukan
penunjukan likuidator untuk Persero yang dibubarkan tersebut.
d. Pembubaran karena harta pailit perseroan tidak mencakupi untuk
membayar biaya kepailitan;
Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga
yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit perseroan
tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.
e. Pembubaran karena harta pailit perseroan yang telah dinyatakan pailit
berada dalam keadaan insolvensi;
Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bahwa setelah harta pailit
dalam keadaan insolvensi, maka hakim pengawas dapat mengadakan
suatu rapat kreditor pada hari, jam dan tempat yang ditentukan.
Tujuan rapat, untuk mendengar mereka seperlunya menganai cari
24
pemberesan harta pailit dan jika perlu mengadakan pencocokan
piutang yang dimaksukkan setelah berakhr tenggang waktu.
f. Pembubaran karena izin usaha perseroan dicabut;
Hal ini mewajibkan perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan. Perseroan yang izinnya
dicabut mengakibatkan bahwa perseroan tidak mungkin berusaha
dibidang lain, maka perseroan wajib melakukan pembubaran.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
25
Pengertian BUMN dalam Pasal 1 angka 1 UU Nomor 19 Tahun 2003
tentang Badan Usaha Milik Negara adalah badan usaha yang seluruh atau
sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung
yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Peraturan perundang-
undangan yang mengatur Badan Usaha Milik Negara yaitu Undang- Undang
Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Pendirian BUMN, meliputi : Pembentukan Perum atau Persero baru;
perubahan bentuk unit instansi pemerintah menjadi BUMN; perubahan bentuk
badan hukum BUMN; atau pembentukan BUMN sebagai akibat dari peleburan
Persero dan Perum.
BUMN sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan
secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Persero
adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam
saham yang seluruhnya atau sedikitnya 51% sahamnya dimiliki oleh Negara.
Perusahaan Umum (PERUM) adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki
negara dan tidak terbagi atas saham.
Adapun organ BUMN yaitu terdiri dari Rapat Umum Pemegang
Saham, Komisaris, dan Direksi. Di samping itu, Secara umum BUMN perlu
melakukan penggabungan, peleburan badan usaha atau pengambilalihan saham
perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan sinergi perusahaan yang lebih
baik.
Restrukturisasi BUMN merupakan salah satu langkah strategis untuk
memperbaiki kondisi internal perusahaan guna memperbaiki kinerja dan
meningkatkan nilai perusahaan. Sedangkan Privatisasi BUMN memberdayakan
BUMN baik dari segi manajemen, permodalan maupun pengurangan campur
tangan negara. Untuk pembubaran perseroan menurut hukum diatur dalam pasal
143 ayat (1) Undang-Undang No.40 Tahun 2007.
B. Saran
26
kesempurnaan. Tentunya, penulis akan terus memperbaiki makalah dengan
mengacu pada sumber yang dapat dipertanggungjawabkan nantinya. Oleh karena
itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah di
atas.
DAFTAR PUSTAKA
27
Ansari, Muhamad Insa. Badan Usaha Milik Negara dan Kewajiban Pelayanan
Umum pada Sektor Pos. Vol. 8 No.1, Jurnal Penelitian Pos dan
Informatika.
Fuady, Munir. 2004. Hukum tentang Akuisisi, Take Over dan LBO, Cet. 1.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Marsy, Y. 2006. State Control and Regulation Over International SOEs. Journal
of International Affair.
Zaeni Asyhadie dan Budi Sutrisno. 2012. Hukum Perusahaan dan Kepailitan.
Jakarta: Erlangga
28