Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

ANATOMI ADMINISTRASI DAN KEBERADAAN BUMN DI


INDONESIA
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Administrasi Perusahaan Negara
Dosen Pengampu : Susi Artuti Erda Dewi, S. Sos., M. Si

Disusun Oleh:

1. Elda Fatma Safitri 12070521750


2. Elsa Nora Faiza 12070521756
3. Febriana Azka Pradani 12070521749
4. Fernanda Ayesha 12070521748
5. Kaliana Tantri 12070521772

KELAS 7/E
PRODI SI ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVESITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah
Nya sehingga kami dari kelompok 1 bisa menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Anatomi administrasi dan keberadaan bumn di Indonesia” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada
mata kuliah Pegambilan Keputusan. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Analytical Hierarchy Process” bagi para pembaca dan juga bagi
penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada Susi Artuti Erda Dewi, S. Sos., M. Si
selaku dosen mata kuliah Administrasi Perusahaan Negara yang telah memberikan
tugas ini. Sehingga kami dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
jurusan yang kami tekuni.Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membagi sebagian pengetahuan sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini.Kami menyadari makalah yang kami buat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan
demi kesempurnaan makalah ini.

Pekanbaru, 29 September 2023

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………...…….i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………...1

A. Latar Belakang………………………………………………………………….1

B. Rumusan Masalah………………………………………………………………2

C. Tujuan Penulisan………………………………………………………………..2

BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………………3

A. Pengertian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)………………………………3

B. Administrasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)………………....................5

C. Dampak BUMN bagi Perekonomian Negara……………..................................8

D. Kondisi BUMN di Negara Indonesia……………………….............................10

E. Daftar BUMN Studi Kasus Perbandingan BUMN


Indonesia………………………………………………………………………...........13
BAB III PENUTUP…………………………………………………………………17

A. Kesimpulan……………………………………………………………………17

B. Saran…………………………………………………………………………..17

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...18

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keberadaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai salah satu pilar
perekonomian Indonesia, didasarkan kepada penggarisan UUD 1945, disamping
keberadaan usaha swasta dan koperasi. Keterlibatan Negara dalam kegiatan
tersebut pada dasarnya merupakan pencerminan dari substansi Pasal 33 UUD
1945, yang menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi
Negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” (ayat
2) dan “Bumi air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” (ayat 3).
Salah satu perwujudan dari pasal tersebut adalah bahwa Negara melalui satuan
atau unit-unit usahanya yaitu BUMN, melakukan kegiatan usaha yang
menghasilkan barang atau jasa serta mengelola sumber-sumber alam untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Dengan demikian, karena menyangkut
kepentingan masyarakat luas, BUMN mempunyai peran yang menentukan dalam
menunjang pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya dibidang
perekonomian.
Dalam rangka menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat,
dan pembangunan, maka pemerintahan pada hakekatnya mengemban tiga fungsi
utama yakni fungsi alokasi yang meliputi, antara lain, sumber-sumber ekonomi
dalam bentuk barang dan jasa pelayanan masyarakat, fungsi distribusi yang
meliputi, antara lain, pendapatan dan kekayaan masyarakat, pemerataan
pembangunan, dan fungsi stabilisasi yang meliputi, antara lain, pertahanan-
keamanan, ekonomi dan moneter. Fungsi distribusi dan fungsi stabilisasi pada
umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sedangkan fungsi
alokasi pada umumnya lebih efektif dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah, karena
Daerah pada umumnya lebih mengetahui kebutuhan serta standar pelayanan
masyarakat.

1
B. Rumusan Masalah

1. Apa itu Badan Usaha Milik Negara (BUMN)?

2. Bagaimana Administrasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ?

3. Apa saja Dampak BUMN Bagi Perekonomian Negara ?

4. Bagiamana KOndisi BUMN di Indonesia ?

5. Studi Kasus Perbandingan BUMN Indonesia ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk Mengetahui Apa itu BUMN

2. Untuk Mengetahui Administrasi BUMN

3. Untuk Mengetahui Dampak Badan Usaha Milik Negara Bagi Perekonomian


Negara

4. Untuk Mengetahui Kondisi BUMN di Indonesia

5. Untuk Mengetahui Studi Kasus Perbandingan BUMN Indonesia

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian BUMN (Badan Usaha Milik Negara)


Dalam UU Nomor 19 Tahun 2003, Badan Usaha Milik Negara adalah
salah satu badan usaha yang dimana modal dimiliki pemerintah berasal dari
kekayaan negara. Dalam sistem perekonomian nasional BUMN berperan sebagai
pelaku ekonomi yang berlaku secara nasional. tujuan awal didirikannnya BUMN
ialah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, dan memenuhi setiap
kebutuhan masyarakat diberbagai sektor. Seperti sektor pertanian, perikanan,
transportasi, telekomunikasi, perdagangan hingga pada sektor konstruksi.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan
ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, bersama- sama dengan
pelaku ekonomi lain seperti swasta dan koperasi. BUMN memberikan kontribusi
positif untuk perekonomian Indonesia. Dalam melaksanakan kegiatan
usahanya,bumn menjalankan usaha sebagai badan usaha yang lain, yaitu bertujuan
untuk memperoleh keuntungan.
Peran- peran yang disandang BUMN sebenarnya sangat besar dan berat.
Namun demikian, sebagai subjek hukum, BUMN harus tunduk kepada peraturan.
Demikian juga apabila melakukan investasi, BUMN merujuk pada beberapa
undang- undang. Di dalam prakterknya tidak jarang ditemui adanya potensi
tumpang tindih, konflik, multi tafsir antara Undang- Undang BUMN dengan
peraturan perundang- undangan. BUMN memiliki 2 jenis yaitu :
1. Badan Usaha Perseroan (Persero/ PT)
Badan usaha ini memiliki modal sedikit (minimal 15 persen) dari total
badan usaha dan sisanya bisa berasal dari pihak lain. Badan ini diatur oleh
peraturan pemerintah Nomor 12 tahun 1998, dimana sebagian besar sahamnya
harus dimiliki negara.
Ciri- ciri BUMN Perseroan:
a. Usulan pendiriannya dilakukan oleh menteri

3
b. Modalnya berbentuk saham
c. Sebagian atau keseluruhannya milik negara
d. Pekerja persero berstatus Pegawai Negeri Sipil
e. Tidak mendapatkan fasilitas dari negara

Contoh Badan Usaha Milik Negara Perseroan:

a. PT Pertamina
b. PT Balai Pustaka
c. PT Garam
d. PT Kereta Api Indonesia
e. PT Garuda Indonesia
2. Badan Usaha Umum (Perum)
Badan Usaha Umum ini mempunyai modal yang seluruhnya berasal dari
negara. Perum tidak membagi perusahaannya berdasarkan saham dan
kepemilikan perum ini sepenuhnya adalah ditangan pemerintah. Perum ini
memilki tujuan untuk melakukan penyertaan dalam modal usaha lain atas
persetujuan dari menteri. Meskipun demikian keseluruhan modal berasal dari
negara, tapi pengelolaanya secara terpisah dari kekayaan negara.
Ciri- ciri BUMN Perum:
a. Didirikan bertujuan untuk melayani kebutuhan masyarakat
b. Dipimpin oleh direktur
c. Modalnya bisa dihimpun banyak pihak
d. Pegawainya adalah pegawai perusahaan dari swasta

Contoh Badan Usaha Milik Negara Perum:

a. Perum Damri
b. Perum Pegadaian
c. Perum Bulog
d. Perum Jasatirta
e. Perum Peruri

4
f. Perum Perumnas
B. Administrasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Sejumlah BUMN dan anak perusahaannya menjadi sorotan karena berbagai


kasus korupsi atau dugaan korupsi dan kasus kelalaian yang menyebabkan kerugian
atau potensi kerugian yang akan ditanggung BUMN-BUMN tersebut. Kasus
dugaan korupsi terakhir adalah kasus dugaan korupsi di dana pensiun Pelindo.

Kasus lain yang sudah dalam proses di kejaksaan dan pengadilan atau sudah
diberitakan di berbagai media antara lain kasus korupsi di Garuda, Jiwasraya,
Asabri, Pertamina (LNG), Krakatau Steel, PT INTI, Perum Perindo, Waskita
Karya, Nindya Karya, Waskita Beton Precast, dan kasus lain yang sudah
diputuskan di pengadilan.

Banyaknya kasus korupsi dan penyalahgunaan wewenang di BUMN dan


anak perusahaan tentunya menimbulkan pertanyaan, apa yang salah dengan tata
kelola di BUMN? BUMN sudah memiliki acuan (guideline) tata kelola sejak lama,
dan pedoman tata kelola itu beberapa kali juga sudah diperbarui. Acuan tata kelola
itu mengatur tentang rapat umum pemegang saham (RUPS), struktur dan aktivitas
dewan komisaris, dewan direksi, dan perangkat lain dalam perusahaan, seperti
komite- komite, misalnya komite audit, komite risiko, dan komite remunerasi.

Tindakan fraud yang dilakukan manajemen di beberapa BUMN sudah


terjadi sejak bertahun-tahun lalu, hanya saja untuk beberapa tahun terakhir lebih
banyak diekspos secara lebih masif. Lagi-lagi, banyaknya kasus fraud di BUMN ini
menimbulkan pertanyaan, apa ada yang salah dengan tata Kelola BUMN? Apakah
acuan tata kelola yang ada saat ini sudah tak memadai sehingga harus disesuaikan
lagi atau ada yang keliru dalam penerapannya? Langkah mentri untuk melaporkan
kasus-kasus itu ke penegak hukum adalah hal yang baik dan harus diapresiasi.
Pelaporan itu menunjukkan niat Menteri BUMN untuk membersihkan BUMN dari
tindakan korupsi. Pelaporan itu juga menjadi sinyal bahwa Menteri atau
Kementerian BUMN tidak terlibat dan tidak berhubungan dalam kegiatan korupsi

5
yang sangat merugikan BUMN.

Hal ini disebabkan selama ini ada stigma di masyarakat bahwa BUMN
merupakan sapi perahan dari berbagai pihak (political cost) dan korupsi dimulai
dari atas atau pimpinan. Namun, melaporkan dan menyerahkan kasus fraud kepada
penegak hukum saja tidak cukup karena jika sudah terjadi fraud, ada biaya yang
harus ditanggung perusahaan (sunk cost). Jauh lebih penting adalah tindakan
pencegahan (preventif) oleh Kementerian BUMN agar tidak lagi terjadi fraud di
masa depan. Proses pemonitoran dan evaluasi secara rutin untuk mendeteksi
kecenderungan terjadinya fraud menjadi sangat penting untuk dilakukan.

Fraud terjadi karena ada kesempatan ataupun kelalaian (negligence),


meskipun berdasarkan beberapa penelitian (agency theory), adanya kesempatanlah
penyebab fraud yang paling besar. Kesempatan itu timbul karena posisi manajemen
yang memiliki kendali dan akses terhadap data dan sumber daya (resources) dari
perusahaan.

Secara naluriah manajemen (agent) akan memaksimalkan manfaat untuk


dirinya (beberapa penelitian agencyproblem telah membuktikan hal itu).
Mengambil manfaat inilah yang jika dilakukan, dan bahkan dilakukan dengan
sangat ekstrem, akan mengarah kepada fraud yang akan merugikan BUMN.

BUMN sudah memiliki butir-butir prinsip tata kelola/governance (indeks


tata kelola perusahaan yang baik/good corporate governance) sejak lama dan juga
sudah diimplementasikan. Poin-poin governance itu bahkan beberapa kali
diperbarui dan disesuaikan dengan perkembangan bisnis. Governance kerap kali
hanya dinilai di akhir, atau pada saat tertentu saja, untuk pemenuhan persyaratan
saja, atau untuk kepentingan kontes dan perlombaan.

Governance hanya dinilai di akhir periode dan penilaian ini cenderung


hanya sebagai alat kelengkapan perusahaan. Penilaian tata kelola di akhir atau pada
suatu saat saja cenderung mudah untuk dimodifikasi dan dimanipulasi datanya
sehingga diperoleh nilai yang tinggi atau yang sesuai dengan keinginan dan

6
kebutuhan manajemen.

Penilaian yang sesaat ini tentu tidak akan dapat mewujudkan tujuan
dari good corporate governance. Good corporate governance seyogianya
dilakukan untuk setiap tahapan proses dan aktivitas yang ada di perusahaan.
Dengan poin tata kelola ini, seharusnya BUMN sudah dapat terhindar
dari fraud jika prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik tersebut menjadi
acuan di dalam setiap aktivitas perusahaan dengan sebenar-benarnya.

Pelaksanaan prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik juga harus


selalu diukur dampaknya bagi pencapaian tujuan perusahaan sehingga manajemen
dapat mengetahui pentingnya penerapan prinsip-prinsip tata kelola yang baik dalam
perusahaan. Komisaris merupakan orang yang sangat berperan dalam
mengembangkan dan menjaga aset perusahaan. Fungsi komisaris bukanlah hanya
sebagai pelengkap atau formalitas. Komisaris haruslah memiliki insting yang kuat
terhadap potensi kerugian yang ditimbulkan oleh manajemen, baik secara sengaja
maupun karena kelalaian. Komisaris haruslah memiliki insting yang kuat terhadap
potensi kerugian yang ditimbulkan oleh manajemen, baik secara sengaja maupun
karena kelalaian.

Komisaris memang tidak ikut dalam mengelola perusahaan, tetapi komisaris


harus selalu memantau kegiatan perusahaan untuk memastikan perusahaan dikelola
dengan baik sesuai prinsip-prinsip good corporate governance. Komisaris yang
ditunjuk oleh pemerintah harus mempunyai rasa memiliki (sense of belonging)
yang tinggi terhadap aset perusahaan, tanggung jawabnya sama seperti terhadap
aset sendiri.

Di beberapa BUMN terlihat dengan jelas bahwa rasa memiliki ini sangat
kurang pada komisaris. Beberapa BUMN tidak dapat menjaga asetnya dengan
benar sehingga digunakan atau diserobot oleh pihak lain yang tidak berhak.
Pengendalian dan penguasaan aset yang tidak proper ini tentu akan menimbulkan
potensi kerugian di kemudian hari. Beberapa pernyataan dan tindakan manajemen

7
dan komisaris mencerminkan mereka dengan mudah menyerah untuk menjaga aset
itu dengan memberikan ganti rugi dan bahkan akan pindah dengan membangun
infrastruktur di tempat yang baru.

Beberapa BUMN memiliki beberapa anak perusahaan. Meskipun banyak


dilakukan langkah-langkah merger atau penggabungan untuk membentuk
konglomerasi, anak perusahaannya tetap banyak. Posisi komisaris-komisaris pada
anak perusahaan ini biasanya diduduki oleh level direktur dari perusahaan induk
(holding)-nya.

Penunjukan komisaris dari level direksi holding memang bukanlah hal yang
salah dan ilegal karena pemegang saham adalah holding, tetapi tidaklah juga
merupakan suatu keharusan. Dapat dibayangkan kesibukan seorang
direktur holding yang kemudian ditambah lagi dengan tugasnya sebagai komisaris
di anak perusahaan. Hal yang mirip juga terjadi di holding.

Banyak komisaris perusahaan diambil dari pejabat eselon II ke atas,


terutama yang berasal dari Kementerian Keuangan dan Kementerian BUMN yang
sudah punya begitu banyak tugas dan tanggung jawab dalam jabatannya. Komisaris
hendaknya memiliki kemampuan atau pengetahuan (knowledge) dan totalitas dalam
mewakili pemegang saham. Komisaris harus selalu waspada dan aware dengan
prinsip agency problem, serta selalu mengedepankan sikap skeptis bahwa
manajemen itu akan selalu mencari kesempatan untuk ”mencuri”, untuk
memaksimalkan benefitnya dari sisi finansial dan beban kerja.

C. Dampak BUMN Bagi Perekonomian Negara


BUMN merupakan salah satu pelaku dalam sistem perekonomian nasional,
di samping badan usaha swasta dan koperasi. BUMN mempunyai peran penting
dalam penyelenggaraan perekonoian nasional guna mewujudkan kesejahteraan
nasional guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional tersebut meliputi:

1. Penghasil barang dan atau jasa demi pemenuhan hajat hidup orang

8
banyak

2. Pendorong aktivitas masyarakat di berbagai lapangan usaha

3. Pelopor dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati swasta

4. Pelaksana pelayanan publik

5. Pembuka lapangan kerja

6. Penghasil devisa negara

7. Membantu pengembangan usaha kecil dan koperasi


Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan perannya dalam perkembanga
perekonomian global, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan
profesionalisme pengelolaan dan pengawasan berdasarkan prinsip-prinsip tata
kelola badan usaha yan baik (good corporate governance)
Dampak badan usaha milik negara bagi perekonomian di Indonesia dapat
dirasakan secara positif dan negatif. Berikut adalah beberapa contoh dampaknya:

1. Kontribusi terhadap pendapatan negara: Badan usaha milik negara


(BUMN) yang menghasilkan laba dapat memberikan kontribusi yang
besar terhadap pendapatan negara, baik dari sisi pajak maupun dividen
yang dibayarkan kepada negara sebagai pemegang saham.

2. Pengaruh terhadap persaingan: Terkadang BUMN dianggap memiliki


keuntungan dalam persaingan di pasar karena dianggap memiliki
dukungan yang lebih besar dari pemerintah. Hal ini dapat memengaruhi
kompetisi dalam industri tertentu.

3. Peningkatan kualitas infrastruktur: BUMN yang bergerak di bidang


infrastruktur seperti PLN, Telkom, dan Pertamina dapat memberikan
kontribusi dalam meningkatkan kualitas infrastruktur nasional, baik di
daerah perkotaan maupun terpencil.

4. Penyebaran risiko ekonomi: BUMN yang memiliki bisnis yang

9
berbeda-beda dapat membantu menyebar risiko ekonomi dan
mengurangi ketergantungan pada sektor tertentu.

5. Potensi korupsi: Keterlibatan BUMN dalam kebijakan pemerintah dapat


menciptakan potensi korupsi dan nepotisme. Hal ini dapat merugikan
perekonomian dan berdampak negatif terhadap kepercayaan investor.
Dalam keseluruhan, BUMN sebagai bagian dari negara memiliki peranan
yang cukup besar dalam perekonomian Indonesia. Kendati terdapat beberapa
dampak negatif, aspek positif yang terpenting dari keberadaannya menunjukkan
bahwa BUMN harus terus dikelola dengan baik agar dapat memberikan kontribusi
yang optimal bagi negara dan masyarakat.

D. Kondisi Badan Usaha Milik Negara di Indonesia

Di era Presiden Jokowi ini, konsep pembentukan superholding Menteri


Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Mariani Soemarno masih tidak jelas.
Setidaknya dua rencana Rini masih belum jelas visinya. Pertama, akuisisi PT
Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk oleh PT Pertamina (Persero). Dan kedua,
konsolidasi perbankan syariah. Dalam kasus PGN, PGN yang sudah go public
relatif lebih terbuka, transparan, dan bisa diawasi, ketimbang Pertamina yang pada
masa lalu memiliki catatan kelam terindikasi mafia migas. Meski anak usaha
Pertamina, Petral, sudah dilikuidasi, berbagai kalangan merasa aneh jika PGN
harus dicaplok Pertamina. Apabila tujuannya adalah sinergi BUMN energi, maka
seharusnya Meneg NUMN tinggal mengeluarkan regulasi aturan main industri
gas. Sebab, kedua BUMN juga sudah memiliki infrastruktur gas masing-masing.
Terkait rencana holding BUMN perbankan, menjadi ganjil bahwa hanya
perbankan syariah yang akan dikonsolidasikan. Padahal, market share perbankan
syariah hanya dua persen dari total pasar perbankan.

Pada era reformasi pasca BJ Habibie, harus diakusi bahwa BUMN-BUMN


yang ada, termasuk Bank Mandiri, Pertamina, Indosat, Telkom dan seterusnya,
telah menjadi rebutan kekuatan-kekuatan politik Persaingan ekonomi-politik itu
menemukan ‘’reinkarnasinya’’ di lahan subur ’’ yakni BUMN dan birokrasi

10
seperti Bank Mandiri, Jamsostek, BNI, Telkom, BNI, Indosat dan seterusnya .
Sebagai BUMN besar, Bank Mandiri, BNI, BRI, Telkom, dan hampir seluruh
BUMN terus menjadi sorotan publik akibat politisasi diam-diam (rahasia) oleh
partai-partai yang berkuasa dalam pemerintahan Gus Dur-Megawati maupun
koalisi Mega-Hamzah hingga era SBYBoediono, bahkan sampai era Joko Widodo.

Di mata masyarakat lapisan bawah yang telah menjadi korban tindakan dan
rivalitas para elite politik dan ekonomi sampai saat ini, meluas anggapan bahwa
para elite politik yang berseteru dan kaum elite ekonomi, konglomerat, dan elite
negara yang KKN, bersama jajarannya tampak tidak mau mengemban tanggung
jawab. Terkesan mereka enak-enakan di lapisan atas piramida ekonomi-politik
Indonesia tanpa merasa bersalah. Sedangkan para koruptor dan aparat yang
melanggar hukum itu terkesan untouchable serta too much powerful. Sementara
law enforcement (penegakan hukum) tidak dijalankan secara tegas dan impartial,
bahkan terkesan supremasi hukum yang dijanjikan pemerintah yang berkuasa,
baru pada tahap retorika7 . Di era Gus Dur maupun Mega-Hamzah para politisi
PDI-Perjuangan, Partai Golkar, PAN, PKB,PPP dan seterusnya, secara koalisi atau
kompetisi, saling berebut kedudukan penting pada BUMN-BUMN, termasuk di
Bank Mandiri yang menjadi pokok bahasan buku ini. Partai-partai menempatkan
‘’orangnya’’ pada lembaga-lembaga basah di mana Gus Dur, Presiden Megawati
PDI-P, PAN, PKB dan Partai Golkar, sebagai kekuatan politik berpengaruh,
berusaha mengakomodir aspirasi-aspirasi yang berbenturan, dengan membangun
prinsip ‘’saling pengertian’’ melalui kompromi yang lazim disebut ‘’politik
dagang sapi’’ . Sebagian badan usaha milik negara itu merugi dan korup.
Sementara tidak adanya visi yang kuat menjadikan badan usaha milik negara sulit
untuk maju karena tidak ada arah jelas yang dituju. Selain terlalu banyak, BUMN
juga begitu tersebar, tidak efisien, dan menjadi sapi perahan setiap pemerintah
yang berkuasa.

Ketiadaan visi dan konsep yang disepakati bersama seluruh elemen bangsa
Indonesia ini menjadikan manajemen badan usaha milik negara (BUMN) tidak

11
pernah independen dan profesional, selalu dalam jeratan relasi kekuasaan yang
menghambat dan merusak kinerja. Kita ini tidak memiliki satu konsep yang
disepakati bersama. Akibatnya, langkah apa pun yang dibuat setiap pemerintah
yang berkuasa terhadap BUMN akan selalu disalahkan. Sementara tidak adanya
visi tersebut menjadikan bias, apakah BUMN adalah milik negara atau milik
pemerintah yang berkuasa. Seharusnya mengacu pada namanya, BUMN adalah
milik negara. Akan tetapi, pada kenyataannya BUMN dikuasai pemerintah yang
berkuasa. Akibatnya, setiap kali berganti, penguasa baru akan mengganti juga
direksi dan komisaris BUMN tersebut. Tidak adanya visi ini membuat kekacauan
dalam sistem relasi. Tidak jelas bagaimana seharusnya relasi manajemen BUMN
dengan pemilik saham dan siapa pemilik saham BUMN itu, negara atau
pemerintah. Ini dulu yang harus dibenahi. Selama pemilik sahamnya tidak beres,
selamanya BUMN juga tidak akan pernah beres. Sehingga terjadi kesalahan
pendekatan dalam menilai kinerja BUMN selama ini, yaitu ketika kinerja BUMN
dinilai dengan pendekatan neoliberal, suatu paradigma yang tidak berhubungan
sama sekali dengan paradigma demokrasi ekonomi (Pasal 33 UUD 45) yang
mendasari pendirian BUMN.

Menurut catatan Kompas, pada tahun 2003 sebanyak 10 BUMN


mendominasi total kerugian yang diderita perusahaan milik negara di bawah
Kementerian Negara BUMN. Dari 157 BUMN yang ada, sebanyak 47 BUMN
merugi, dengan total kerugian yang diderita Rp 6,08 triliun. Dari total kerugian
tersebut, sebanyak 84,4 persen di antaranya atau Rp 5,13 triliun berasal dari 10
BUMN saja Sepuluh BUMN yang mendominasi total kerugian itu adalah PLN
dengan kerugian mencapai Rp 3,558 triliun atau 58,52 persen sendiri dari total
kerugian 47 BUMN. Menyusul kemudian Perusahaan Perdagangan Indonesia
dengan kerugian Rp 418,224 miliar, Pelni Rp 382,336 miliar, PANN Multifinance
Rp 152,258 miliar, Indofarma Rp 129,570 miliar, Industri Sandang Nusantara Rp
114,772 miliar, Kertas Kraft Aceh Rp 108,442 miliar, PT Perkebunan Nusantara II
Rp 96,166 miliar, Inhutani I Rp 90,972 miliar, dan Rumah Sakit Cipto
Mangunkusumo (Prognosa) Rp 81,221 miliar. Sebagian BUMN sudah

12
diprivatisaisi. Namun, korupsi juga melanda progam privatisasi. Dalam soal
privatisasi (ingat kasus Indosat, BCA.Telkom dan sebagainya), sesuai
rekomendasi IMF dan Bank Dunia – diperkirakan terjadi korupsi akut. Menurut
ekonom peraih hadiah Nobel Joseph Stiglitz, privatisasi di Asia Tenggara,
terutama Indonesia, ternyata umumnya salah dan ngawur, bersifat malpaktek dan
menyesengsarakan rakyat. Dalam kasus privatisasi ini, aroma KKN-nya kuat
menyengat eksekutif dan legislatif. Meski divestasi itu dilakukan dengan rapi dan
tindakan KKN-nya diupayakan tersembunyi, namun tetap saja dirasakan bau
sangitnya oleh masyarakat kita. Privatisasi ini layak diguat-dipertanyakan karena
iklim korupsi-kolusinepotisme dan tiadanya transparansi yang masih kuat
menyelimuti lanskap pemerintahan Habibie-Gus Dur-Megawati di masa lalu. .

Privatisasi hanya bisa berjalan baik di dalam iklim usaha dan politik yang
kondusif, dimana good governance dengan unsur transparansi dan akuntabilitas
serta kejujuran bisa dibuktikan. Sebagaimana dikatakan Josepf Stiglitz, privatisasi
di tengah lingkungan pemerintahan yang korup, seperti halnya di era Presiden
Habibie-Gus Dur-Megawati yang lalu, hanya akan meningkatkan penghasilan
pribadi para pejabat dan elite yang kuasa. Alih-alih bisa meningkatkan efisiensi
dan perbaikan kualitas manajemen, privatisasi di tengah lingkungan pemerintahan
yang korup tersebut hanya menambah masalah dan beban bagi rakyat. Stiglitz
pernah mengungkapkan:‘’I believe in privatization but only if it help companies
become more efficient and lower prices for consumers.’’

E. Daftra BUMN dan Studi Kasus Perbandingan BUMN Indonesia


BUMN sebagai perusahaan yang di miliki oleh negara diharuskan untuk
bersaing dengan perusahaan-perusahaan yang dimiliki oleh swasta, hal ini
disebabkan BUMN selaku badan usaha juga beorientasi pada laba atau keuntungan.
Oleh karena itu, tata kelola organisasi dan operasional BUMN harus benar-benar
diperhatikan. Saat ini, Indonesia memiliki 91 perusahaan BUMN yang terdiri atas
17 perusahaan persero dan 12 perusahaan perum (Sari, 2022) Adapun beberapa
Contoh BUMN yang dimiliki oleh Indonesia antara lain :

13
1. Persero
a. PT. Telekomunikasi Indonesia
b. PT. Pertamina
c. PT. Perkebunan Nusantara
d. PT. Garuda Indonesia
e. PT. Kimia Farma
f. PT. Perusahaan Listrik Negara
g. PT. Kereta Api Indonesia, dan sebagainya.

2. Perum
a. Perumnas
b. Perum perhutani
c. Perum Badan Urusan Logistik (Bulog)
d. Perum Jasa Tirta
e. Perum Percetakan Uang Indonesia (Peruri)
f. Perum Pegadaian, dan sebagainya.

Meskipun Indonesia memiiki banyak perusahaan BUMN, namun sebagaimana


badan usaha lain peluang untung dan rugi selalu ada. Keuntungan dan kerugian
perusahaan baik swasta maupun BUMN dipengaruhi oleh banyak faktor, salah
satunya adala faktor tata kelola organisasi itu sendiri, baik dari internal organisasi
maupun eksternal organisasi. Kinerja sebuah perusahaan akan sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan dalam mencapai tujuan dari sebuah perusahaan atau
organisasi. Apabila permasalahan yang muncul tidak bisa diatasi dengan baik,
bukan tidak mungkin bagi sebuah perusahaan BUMN sekalipun untuk mengalami
fase kebangkrutan.
Sebagai bahan perbandingan, berikut disajikan studi kasus antara dua BUMN
yang mengalami permasalahan kerugian dan perusahaan BUMN yang memiliki
kinerja baik sehingga mengalami peningkatan keuntungan :

14
1. BUMN yang mengalami kerugian
Studi Kasus PT. Garuda Indonesia
PT. Garuda Indonesia merupakan BUMN persero yang bergerak di bidang
penerbangan. Pada tahun 2017, kinerja PT. Garuda Indonesia tercatat memburuk
karena beberapa faktor mulai dari kesalahan manajemen, kesalahan strategi, kasus
korupsi, dan faktor-faktor lain hingga Garuda Indonesia mengalami kerugian
sebesar US$216,58juta (Utami, 2020). Hingga pada tahun 2021, Garuda Indonesia
tercatat mengalami kerugian sebesar US$ 898,65 juta atau dalam rupiah mencapai
Rp 12,85 triliun. Keuangan Garuda Indonesia terus memburuk hingga tercatat
memiliki hutang sebesar Rp 70 Triliun.

Hutang perusahaan ini disebabkan oleh aktivitas sewa pesawat yang tidak
dikelola dengan baik oleh manajemen perusahaan. PT. Garuda Indonesia diketahui
melakukan penyewaan pesawat dengan harga yang jauh diatas rata-rata harga
pasar dan hal ini cukup tidak masuk akal. Setelah dilakukan investigasi, ditemukan
unsur korupsi dari pengelola sebelumnya. Kerugian lain disebabkan kesalahan
memilih rute penerbangan yang menguntungkan. Rute-rute yang mendatangkan
kerugian sebagian besar merupakan rute-rute internasional yang sebenarnya
merupakan salah satu strategi Garuda untuk memperluas pasar. Pengoperasian
rute-rute tersebut juga sebenarnya ditujukan untuk meningkatkan jumlah
wisatawan mancanegara yang masuk ke Indonesia. Namun dengan persaingan
yang tinggi di dunia penerbangan internasional, rute-rute tersebut malah menjadi
penyebab kerugian dikarenakan sepi penumpang namun biaya operasional besar.

Hingga pada tahun 2023, kondisi BUMN Garuda Indonesia mulai


mengalami perbaikan. Permasalahan demi permasalahan mulai berhasil diatasi
meskipun masih dalam tahap perbaikan yang dilakukan oleh manajemen
perusahaan. PT. Garuda Indonesia berhasil bertahan dan selamat dari
kebangkrutan meskipun sempat berada di posisi terendah selama perusahaan
didirikan.

15
2. BUMN dengan kinerja baik
Studi Kasus PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI)

PT. Bank Rakyat Indonesia (BRI) adalah sebuah BUMN yang bergerak di
bidang perbankan. BRI diketahui memiliki banyak cabang di seluruh wilayah
Indonesia bahkan hingga ke pelosok pedesaan. Sejauh ini, kinerja BRI menunjukan
grafik yang positif. BKinerja yang dimaksud disini adalah kinerja keuangan
perusahaan, dimana kinerja keuangan perusahaan selalu menunjukan keterangan
“sangat baik” (Ayu Wulandari, 2021).
BRI mencatat laba Rp 12,2 triliun di tiga bulan pertama 2022, tumbuh 78,13
persen secara tahunan, pertumbuhan ini tercatat yang tertinggi dibandingkan bank
Buku IV lain. Sementara untuk aset, pada akhir Maret 2022 tercatat asset BRI
Group tumbuh sebesar 8,99 persen (yoy) menjadi Rp 1.650,28 triliun. Kondisi
UMKM yang mulai pulih saat ini mendorong penyaluran kredit BRI tumbuh 7,43
persen menjadi sebesar Rp 1.075,93 triliun.
BRI terus berupaya mempertahankan kinerja positif perusahaan dengan
berupaya mengembangkan pemanfaatan digitalisasi dalam operasional
perbankannya, misalnya dalam hal digital banking. Dengan pemanfaatan
digitalisasi ini, maka diharapkan kinerja BRI akan terus menunjukan grafik positif.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan salah satu pelaku kegiatan
ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, bersama- sama dengan
pelaku ekonomi lain seperti swasta dan koperasi. BUMN memberikan kontribusi
positif untuk perekonomian Indonesia. Dalam melaksanakan kegiatan
usahanya,bumn menjalankan usaha sebagai badan usaha yang lain, yaitu
bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Keberadaan Badan Usaha Milik
Negara (BUMN) sebagai salah satu pilar perekonomian Indonesia, didasarkan
kepada penggarisan UUD 1945, disamping keberadaan usaha swasta dan
koperasi. Keterlibatan Negara dalam kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan
pencerminan dari substansi Pasal 33 UUD 1945, yang menyatakan bahwa
“Cabang-cabang produksi yang penting bagi Negara dan yang menguasai hajat
hidup orang banyak dikuasai oleh Negara” (ayat 2) dan “Bumi air dan kekayaan
alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat” (ayat 3).

A. Saran

Persero BUMN seringkali beranggapan bahwa Persero tersebut merupakan


‘anak emas’ dari Negara. Tidak jarang juga pihak pemerintah yang menjadikan
Persero BUMN sebagai ‘anak emas’. Hal inilah yang mengakibatkan dalam
menjalankan usahanya Persero BUMN seringkali bertindak sewenang-wenang,
tidak berhati-hati, dan tidak maksimal. Seharusnya Persero BUMN menyadari
kesetaraan antara Persero BUMN dengan Persero lainnya. Hal ini diharapkan
dapat memicu Persero BUMN untuk dapat bersaing dengan Persero lainnya
sehingga Persero BUMN dapat menjadi Persero yang unggul dan memberikan
dampak positif baik bagi pemerintah maupun masyarakat..

17
DAFTAR PUSTAKA

Ayu Wulandari, E. T. (2021). Analisis Kinerja Keuangan Bank BUMN Dengan


Menggunakan Metode RGEC Pariode 2014-2018. Jurnal Riset Bisnis dan
Manajemen Volume 11 No.2 , 138-157.

Sahrasad, H. (2017). Badan Usaha Milik Negara dan Politik Pada Era Reformasi: Refleksi
Ekonomi-Politik. Jurnal Magister Ilmu Politik Universitas Hasanuddin, Vol. 3 No.1.

Sari, A. N. (2022, Agustus 31). Mengenal Holding BUMN Sektoral Indonesia . Retrieved
September 29, 2023, from Kementrian Keuangan Indonesia:

Rusdiana, A. (2022, Maret 6). Ta’awun: Kolaborasi dalam Pandangan Islam. Retrieved November
20, 2022, from Rumahbaca.id: https://rumahbaca.id/taawun-kolaborasi-dalam-pandangan-
islam/

https://www.kompas.id/baca/opini/2023/05/11/ada-apa-dengan-tata-kelola-bumn

https://www.hukumonline.com/berita/a/babak-baru-tata-kelola-digital-bumn-lt649a50a412272/

https://www.academia.edu/41261255/Pengertian_Jenis_dan_Contoh_Badan_Usaha_Milik_Negara
_Apa_itu_BUMN_Badan_Usaha_Milik_Negara_Itu_

https://www.smavirgofidelis.sch.id/upload/file/42508771badanusaha.pdf

Utami, R. B. (2020). Eranings Quality : Praktik dan Telaah Kasus Garuda Indonesia .
Jurnal Administrasi Bisni Volume. 15 No. 1, 57-63.

18

Anda mungkin juga menyukai