Anda di halaman 1dari 31

Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum dalam Meningkatkan

Partisipasi Politik Masyarakat di Kabupaten Kampar

PROPOSAL

Disusun oleh:
ADILFI ZAMANI
NIM. 12170515092

PRODI S1 ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2024
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.....................................................................................
1.2 Rumusan masalah................................................................................
1.3 Tujuan Penelitian.................................................................................
1.4 Manfaat Penelitian...............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Peran.....................................................................................................
2.2 Pemilihan umum..................................................................................
2.3 Pengertian pemilihan umum................................................................
2.3.1 Tujuan Pemilihan umum
2.3.2 Tinjauan umum tentang pemilihan umum
2.3.3 Tinjauan umum tentang pemilihan umum kepala daerah
2.3.4 Sistem pemilihan umum
2.3.5 Teori Pemilihan umum
2.3.6 Fungsi pemilihan umum
2.3.7 Visi dan Misi KPU
2.3.8 Wewenang dan tugas KPU
2.3.9 Peran KPU dalam melaksanakan Pendidikan politik
2.4 Partisipasi Politik
2.4.1 Partisipasi Politik
2.4.2 Indikator partisipasi politik aktif
2.4.3 Teori Partisipasi politik
2.5 Rancangan penelitian
2.6 Lokasi penelitian
2.7 Fokus Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut paham demokrasi. Negara
demokratis menganggap pemilu sebagai suatu lambang sekaligus tolak ukur utama dalam
demokrasi. Demokrasi adalah salah satu sistem yang sampai saat ini dianggap paling ideal
dalam menyelenggarakan pemerintahan suatu negara. Negara Republik Indonesia menganut
sistem demokrasi dimana kedaulatan dan kekuasaan tertinggi terletak di tangan rakyat.
Bentuk perwujudan dari demokrasi di Indonesia salah satunya dengan diadakannya
pemilihan umum. Pemilu diartikan sebagai sarana perwujudan kedaulatan rakyat untuk
menghasilkan wakil rakyat yang aspiratif, memiliki kualitas, serta mampu bertanggung jawab
sesuai Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945. Dalam Negara demokrasi
pemilu merupakan salah satu pilar utama dari sebuah akumulasi kehendak rakyat.
Pemilu merupakan hal yang sangat penting untuk menentukan wakil rakyat yang akan
menduduki jabatan pemerintahan selama lima tahun. Setiap warga negara mempunyai hak
dalam berdemokrasi. Hak tersebut diatur dalam UU No 7 Tahun 2017 pasal 198 ayat (1 dan
2) menerangkan bahwa “Pemilih yang mempunyai hak memilih ialah warga negara Indonesia
yang telah terdaftar oleh penyelenggara pemilu dalam daftar pemilih dan pada hari
pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih, sudah kawin, atau
sudah pernah kawin.
Menurut UU No 7 Tahun 2017 tentang pemilu Pasal 1 ayat (8) menyatakan bahwa
Komisi Pemilihan Umum adalah lembaga penyelenggara pemilu yang bersifat nasional,
tetap, dan mandiri yang bertugas melaksanakan pemilu. Lembaga KPU memiliki wilayah
kerja meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). KPU bersifat
independen sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 ayat (3) UU No 7 Tahun 2017 dalam
penyelenggaraan pemilu, KPU bebas dari pengaruh pihak manapun sesuai dengan kaitan dari
tugas dan kewenangannya. Untuk membantu agar pelaksanaan tugas dan kewenangan KPU
berjalan lancar, maka dibentuk Sekretariat Umum yang dipimpin oleh seorang Sekretariat
Umum dan merupakan Badan Pemerintah. Berdasarkan Undang-Undang No. 15 Tahun 2011
Tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum disebutkan bahwa “untuk meningkatkan
kualitas penyelenggaraan pemilu yang dapat menjamin pelaksanaan hak politik masyarakat
dibutuhkan penyelenggara pemilu yang profesional, serta mempunyai integritas, kapabilitas,
dan akuntabilitas melalui Komisi Pemilihan Umum (KPU)”.
Keberhasilan pemilu ditentukan oleh besarnya tingkat partisipasi politik masyarakat
dalam menggunakan hak pilihnya. Besarnya partisipasi politik masyarakat ini dipengaruhi
oleh kesadaran politik dari masyarakat, dimana kesadaran politik ini terwujud dari seberapa
besar partisipasi masyarakat dalam pemilu dengan menggunakan hak pilihnya untuk
memberikan mereka dalam proses pemilihan umum. Salah satu bentuk partisipasi politik
masyarakat dalam pemerintahan yang demokratis adalah keikutsertaan anggota masyarakat
dalam pemilihan umum.
Keikutsertaan masyarakat dalam babpemilu sangat berpengaruh dalam menentukan
pemimpin atau pejabat publik. Dalam sistem politik yang seperti ini pemilihan umum tidak
dapat terlepas dari lembaga negara yang menjadi pondasi dalam penyelenggaraan pemilu
yang disebut sebagai Komisi Pemilihan Umum, baik pada tingkatan Provinsi maupun tingkat
Daerah. Dalam penyelenggaraan pemilu Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) memiliki
tugas dan fungsi dalam meningkatkan partisipasi politik masyarakat khususnya dalam hal
menggunakan hak pilihnya. Hal tersebut termuat dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum
Nomor 10 Tahun 2018 Pasal 17 ayat (1) menyebutkan bahwa tugas dan fungsi KPU
Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP kabupaten/Kota dalam meningkatkan partisipasi
masyarakat pada pemilu dapat dilakukan melalui pendidikan pemilih, memberikan informasi
dan memberikan kesempatan yang setara kepada setiap orang/pihak untuk berpartisipasi
dalam pemilu.
Pemilu merupakan salah satu instrumen utama demokrasi yang menjembatani suara
rakyat sebagai pemilik kedaulatan untuk memberikan pendapat kepada seseorang sebagai
wakil rakyat atau sebagai penguasa yang akan duduk dalam pemerintahan. Tidaklah heran
jika isu tinggi rendahnya angka partisipasi pemilih barkaitan dengan tingkat legitimasi dan
kepercayaan warga negara terhadap wakil mereka atau orang yang diberi mandat untuk
menjalankan pemerintahan dan mengeluarkan kebijakan. Sebagai salah satu bagian dari
berlanjutnya demokrasi, tingkat partisipasi pemilih akan berdampak pada siapa yang akan
menjadi pemenang pemilu serta mengatur kehidupan banyak orang. Oleh sebab itu, sebagian
dari negara-negara yang menganut sistem demokrasi termasuk di Indonesia, menjadikan
partisipasi sebagai salah satu agenda yang tidak bisa dikesampingkan dalam proses pemilu
khususnya dalam hal hadir atau tidaknya masyarakat untuk memilih.
Berbicara mengenai pemilu di Kabupaten Kampar, masih terdapat masyarakat yang
tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemilu. Berdasarkan hasil observasi penulis
ketidakhadiran tersebut disebabkan oleh berbagai macam persoalan yaitu rendahnya
kesadaran masyarakat akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara, ketidakpercayaan
masyarakat terhadap partai politik dan kandidat, sikap apatis atau sedang sakit dan
masyarakat yang terdaftar sebagai pemilih berada di luar daerah dan berada di laut.
Minimnya partisipasi politik masyarakat dalam pemilu dapat dilihat pada Pemilu serentak
2024 jumlah Pemilih hanya ,,,,,,,,,. Hasil rekapitulasi perhitungan suara pemilu di Aula
Kantor Komisi pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kampar diketahui jumlah Daftar Pemilih
Tetap (DPT) sebanyak ,,,,,,,,,, suara dan jumlah yang memilih hanya ,,,,,,,,,,,, suara.
Sedangkan pada Pilkada tahun 2024 Daftar Pemilih Tetap (DPT) berjumlah ........... suara dan
jumlah yang memilih sebanyak .................suara. Sehubungan dengan hal di atas, pemilihan
umum merupakan momentum bagi KPU untuk dapat berupaya meningkatkan partisipasi
politik masyarakat dalam pemilu. Oleh karena itu, KPU selaku lembaga penyelenggara
pemilu harus berupaya untuk dapat meningkatkan partisipasi politik masyarakat agar
menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum yang akan datang. Melihat pentingnya
tugas dan fungsi KPU Kabupaten Kampar dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
pemilu, maka peneliti tertarik untuk membuat karya tulis yang berjudul “Pelaksanaan Tugas
dan Fungsi Komisi Pemilihan Umum dalam Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat di
Kabupaten Kampar.”
Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam pemilu dan banyaknya suara Tidak sah
untuk mencari akar permasalahan, mencari solusi perbaikan ke depan, Dan mengetahui
seberapa besar partisipasi mereka dalam pengawasan, sangat Penting untuk dikaji. Khusus
Kabupaten Kampar, pemilihan umum berikutnya akan Digelar.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, peneliti akan melakukan penelitian Yang
berjudul “Peran Komisi Pemilihan Umum Dalam Meningkatkan Pasrtispasi Masyarakat Pada
Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah dalam Penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apa saja strategi komisi pemilihan umum Kabupaten Kampar dalam Meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pemilu 2024?
1.2.2 Apa saja faktor yang menghambat Komisi Pemilihan Umum dalam Meningkatkan
partisipasi pemilu 2024
1.2.3 Bagaimana solusi komisi pemilihan umum Kabupaten Kampar dalam Mengatasi
menurunnya tingkat partisipasi pemilu 2024?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari survei ini adalah Sebagai
berikut.
1.3.1 Tujuan penelitian ini untuk mengetahui peran komisi pemilihan umum Kabupaten
Kampar dalam meningkatkan partisipasi pemilihan umum tahun 2024
1.3.2 Tujuan penelitian ini untuk mengetahui faktor apa saja yang memperhambat
Pelaksanaan komisi pemilihan umum. Kabupaten Kampar dalam meningkatkan Partisipasi
pemilihan umum tahun 2024
1.3.3 Tujuan penelitia ini untuk mengetahui bagaimana solusi. Komisi Pemilihan Umum
Kabupaten Kamapr dalam mengatasi menurunya tingkat partisipasi Pemilu tahun 2024
1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai Bahan
informasi untuk menambah pengetahuan tentang penyelenggaraan pemilu Yang bermanfaat
bagi para akademisi, praktisi dan masyarakat pada umumnya, Serta mengembangkan ide-ide
untuk mengembangkan dunia pendidikan yang Berkontribusi. Kegunaan teoritis dari hasil
penelitian ini adalah untuk mengetahui Peran KPU Kabupaten kampar dalam
menyelenggarakan pemilu Tahun 2024 Untuk mengetahui peran KPU Kabupaten kampar
dalam menyelenggarakan Pemilihan umum 2024 Seperti yang Anda ketahui, partisipasi
dalam pemilihan memberi hak untuk memilih

BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 PERAN

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), peran adalah bagian dari Atau
memiliki kepemimpinan kunci. Peran adalah bentuk perilaku yang diharapkan dari seseorang
dalam situasi sosial tertentu. Ketika peran dipahami Sebagai perilaku yang diharapkan dari
seseorang dengan status tertentu, perilaku Peran adalah perilaku aktual dari orang yang
melakukan peran, pada dasarnya Sebagai seperangkat perilaku tertentu yang ditentukan oleh
peran. Juga akan Diformulasikan (Poerwadarminto, 1984:735). Peran adalah aspek dinamis
dari suatu posisi (status). Ketika seseorang Menjalankan hak dan kewajibannya sesuai dengan
kedudukannya, berarti dia Menjalankan perannya. Keduanya tidak dapat dipisahkan karena
yang satu Bergantung pada yang lain dan sebaliknya. Setiap orang memiliki peran yang
Berbeda-beda yang muncul dari pola hidupnya. Ini juga berarti bahwa peran Menentukan apa
yang dia lakukan untuk komunitas dan peluang apa yang Diberikan komunitas kepadanya
(Soekanto, 2013: 212-213).

2.2 Pemilihan Umum


Menurut Dani (2006: 11) pemilu merupakan sarana demokrasi untuk membentuk
sistem kekuasaan negara yang pada dasarnya lahir dari bawah menurut kehendak rakyat
sehingga terbentuk kekuasaan negara yang benar-benar memancar ke bawah sebagai suatu
kewibawaan yang sesuai dengan keinginan rakyat dan untuk rakyat.

2.3 Pengertian Pemilihan Umum


Pemilihan umum merupakan wujud nyata dari demokrasi dan merupakan Sarana
bagi rakyat untuk mengekspresikan kedaulatannya atas apa yang harus Diawasi oleh negara
dan pemerintah. Pemilu dapat mewujudkan kedaulatan rakyat Sebagai perwujudan hak
politik rakyat, dan pemilu dapat mewujudkan pergantian Pemerintahan yang aman, damai,
dan tertib serta menjamin keberlangsungan Pembangunan nasional.
Pemilihan umum atau pemilihan umum adalah proses pemilihan orang- orang
dengan posisi politik tertentu, dimulai dengan perwakilan rakyat di berbagai tingkat
presiden, pemerintahan, dan berakhir dengan walikota desa. Definisi lain dari pilihan adalah
upaya untuk secara persuasif (bukan memaksa) mempengaruhi orang dengan terlibat dalam
retorika, politik, media, lobi, dan kegiatan lainnya.

Pemilihan umum pertama di Indonesia berlangsung pada tahun 1955 dan sejauh
ini telah diselenggarakan 11 kali: 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004
2009 dan 2014.Pentingnya Pemilu Menurut Ali Maltpo, masyarakat disarankan untuk
menjalankan kedaulatan sesuai dengan prinsip-prinsip yang diatur dalam UUD 1945.

Pengertian Pemilu menurut Untoro adalah pemilihan yang diselenggarakan oleh


warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih untuk memilih seorang wakil dari Majelis
Rakyat. Pemilu, di sisi lain, menurut Ramran, adalah mekanisme untuk memilih,
mendelegasikan atau memperjelas kedaulatan atas orang atau pihak yang dipercaya. Definisi
pemilu Morisan mewakili cara atau sarana untuk mengetahui apa yang diinginkan orang
tentang arah dan kebijakan negara di masa depan. Setidaknya ada tiga jenis tujuan pemilihan
umum.

1. Besar kemungkinan akan terjadi pergantian kekuasaan yang aman dan tertib.

2. Melaksanakan kedaulatan rakyat untuk melaksanakan hak asasi warga negara

Pemilu adalah kesempatan bagi warga negara untuk memilih pejabat pemerintah
dan memutuskan apa yang harus dilakukan pemerintah, dan dengan membuat keputusan itu,
warga memutuskan apa yang sebenarnya mereka inginkan (Haryanto 1998: 81).
Penyelenggaraan pemilu yang berkualitas dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pemilu
bervariasi dari tahun ke tahun baik dari segi jumlah partai politik maupun proses pemilu,
termasuk kesadaran politik, tingkat pendidikan, sosial “ekonomi sosial”, ideologi, etika,
keragaman etnis, dan kondisi geografis meningkat. Oleh karena itu, diperlukan kerjasama.
Ada hubungan yang baik antara masyarakat dan pemerintah yang mengatur proses pemilu.

Pemilihan umum yang demokratis perlu menjamin pemilihan yang jujur dan adil,
perlindungan bagi mereka yang memilih untuk setiap orang yang memilih, dan penghindaran
rasa takut, intimidasi, penyuapan, dan berbagai perbuatan tercela lainnya. Hal ini sesuai
dengan isi Amandemen 4, Pasal 28G Tahun 1945, dimana dalam negara demokrasi, setiap
orang melindungi rakyatnya, keluarganya, kehormatannya, martabatnya dan hartanya yang
berada di bawah kendalinya.Saya merasa terlindungi dari ancaman berbuat atau tidak.
melakukan sesuatu yang hak dan aman serta hak asasi manusia.
2.3.1 Tujuan Pemilihan Umum

Paling tidak ada tiga tujuan pemilihan umum di Indonesia,yaitu pertama


memungkinkan terjadinya pergantian pemerintahsecara damai dan tertib, kedua: untuk
melaksanakan kedaulatan rakyat, dan ketiga; untuk melaksanakan hak-hak asasi warga
negara.

Sementara itu, Jimly Asshiddiqie merumuskan tujuan penyelenggaraan pemilu


menjadi 4 (empat), yaitu :

a . untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan


damai;
b . untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili kepentingan
rakyat di lembaga perwakilan;

c . untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat; dan

d . untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Pemilu yang dipilih tidak saja wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat
atau par lemen, tetapi juga para pemimpin pemerintahan yang duduk di kursi eksekutif. Di
cabang kekuasaan legislatif, para wakil rakyat itu ada yang duduk di Dewan Per wakilan
Rakyat, ada yang duduk di Dewan Perwakilan Daerah, dan ada pula yang akan duduk di
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, baik di tingkat provinsi ataupun di tingkat kabupaten dan
kota. Sedangkan di cabang kekuasaan pemerintahan eksekutif, para pemimpin yang dipilih
secara langsung oleh rakyat adalah Presiden dan Wakil Presiden, Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota. Dengan adanya
pemilihan umum yang teratur dan berkala, maka pergantian para pejabat dimaksud juga dapat
terselenggara secara teratur dan berkala.

Tujuan pertama mengandung pengertian pemberian kesempatan yang sama kepada


para peserta pemilihan umum untuk memenangkan pemilihan umum, yang juga berarti para
peserta mempunyai peluang yang sama untuk memenangkan program-programnya. Oleh
karena itu adalah sangat wajar apabila selalu terjadi pergantian pejabat baik di lembaga
pemerintahan eksekutif maupun di lingkungan lembaga legislatif. Pergantian pejabat di
negara-negara otoritarian dan totaliter berbeda dengan yang dipraktikkan di negara-negara
demokrasi. Di negara-negara totaliter dan otoritarian, pergantian pejabat ditentukan oleh
sekelompok orang saja. Kelompok orang yang menentukan itu bersifat oligarkis dan
berpuncak di tangan satu orang. Sementara di ling kungan negara-negara yang menganut
paham demokrasi, praktik yang demikian itu tidak dapat diterapkan. Di negara-negara
demokrasi, pergantian pejabat pemerinta han eksekutif dan legislatif ditentukan secara
langsung oleh rakyat, yaitu melalui pemilihan umum (generalelec tion) yang diselenggarakan
secara periodik.

Tujuan kedua maksudnya adalah memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan


dan pergantian pejabat negara yang diangkat melalui pemilihan (elected public offi cials).
Dalam hal tersebut di atas, yang dimaksud dengan memung kinkan di sini tidak berarti bahwa
setiap kali di laksanakan pemilihan umum, secara mutlak harus ber akibat terjadinya
pergantian pemerintahan atau pejabat negara. Mungkin saja terjadi, pemerintahan suatu partai
politik dalam sistem parlementer memerintah untuk dua, tiga, atau empat kali, ataupun
seorang menjadi Presiden seperti di Amerika Serikat atau Indonesia dipilih untuk dua kali
masa jabatan. Dimaksud “memungkinkan” di sini adalah bahwa pemilihan umum itu harus
membuka kesempatan sama untuk menang atau kalah bagi setiap peserta pemilihan umum
itu. Pemilihan umum yang demikian itu hanya dapat terjadi apabila benar-benar dilaksanakan
dengan jujur dan adil (jurdil).

2.3.2 Tinjauan Umum Tentang Pemilihan Umum


Pemilihan umum adalah pemilihan seorang penguasa, pegawai negeri, atau orang
lain dengan menuliskan nama yang dipilih pada selembar kertas atau memberikan suara
dalam suatu pemilihan. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang
Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD. Pemilihan umum universal adalah sarana
untuk mencapai kedaulatan rakyat dan dilakukan secara langsung, universal, bebas, rahasia,
jujur, dan adil. Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilih pemilu disebut juga pemilih
jika mereka menawarkan janji atau program selama kampanye pemilu.

Kampanye berjalan pada waktu yang telah ditentukan sebelum hari pemilihan.
Setelah pemungutan suara selesai, penghitungan akan dimulai. Kemenangan pemilu
ditentukan oleh aturan main, atau oleh sistem penentuan pemenang yang sebelumnya
ditetapkan dan disetujui oleh peserta dan disosialisasikan oleh pemilih. Proses pemilihan
umum adalah bagian dari demokrasi. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pemilihan umum adalah suatu proses pemilihan atau penetapan sikap yang dilakukan oleh
masyarakat untuk memilih seorang penguasa atau penguasa politik untuk memimpin suatu
negara yang terorganisir sebagai negara.

2.3.3 Tinjauan Umum Tentang pemilihan Umum kepala Daerah

Pemilihan umum daerah telah menjadi konsensus politik nasional. Ini adalah
salah satu alat pemerintahan yang paling penting setelah pengenalan otonomi daerah di
Indonesia (Widjaja, 2005: 114.). Di sisi lain, Indonesia sendiri telah menyelenggarakan
pemilihan kepala daerah secara langsung sejak berlakunya Undang-Undang Pemerintah
Daerah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemilihan umum kepala daerah,
yang kemudian disingkat (Pemilukada), sangat akrab dengan isu politik dan pergantian
pemimpin, karena pemilu, politik, dan pergantian pemimpin saling berkaitan, saya sebutkan
nanti. Pilkada yang berlangsung hanyalah isu politik terkait isu pergantian kepemimpinan.
Pemilihan langsung akan membuka lebih banyak ruang partisipasi warga dalam
proses demokrasi penentuan kepemimpinan politik di tingkat lokal. Sistem ini juga membuka
peluang bagi masyarakat untuk lebih mewujudkan hak politiknya, misalnya jika diterapkan
sistem demokrasi yang khas, tanpa dikembalikan kepada kepentingan elit politik. (Sodikin
2014:1)

Dalam KKBI, kata pilihan berasal dari etimologi kata pilih. Artinya memilih
dengan hati-hati, tidak sembarangan, memilih yang disukai, mencari atau memisahkan yang
baik, dan menunjuk orang dan calon. Kata umum berarti “bukan hanya untuk yang spesifik
(spesifik), tetapi untuk semua atau semuasecara keseluruhan” Demikian juga dalam kamus
hukum, the process of chosing by vote a member of a reprefrentative body, such as the House
of Commons or a local authority. For the house of the Commons, a generally election
involving all UK constituentcies is held went the sovereign dissolver perliantment and
summon a new one.

Jadi, kata pemilihan umum adalah pemilihan yang seksama dan menyeluruh,
memperhatikan hati nurani pengganti yang dapat mengemban kepercayaan dan melaksanakan
kehendak pemilih. (Ali Moertopo 2019:24). Pemilu adalah mekanisme untuk memilih
pemerintah dan memberi mereka legitimasi untuk menjalankan kekuasaan. Definisi lain
adalah bahwa pemilihan umum adalah proses di mana seorang pemilih memutuskan bahwa
satu atau lebih calon yang ada yang diwakili oleh pemilih harus berada di parlemen.

Beberapa orang mendefinisikan pemilu sebagai cara untuk semua orang dan
bagaimana mereka memilih orang yang mereka inginkan. Pemilihan umum menentukan siapa
yang berhak menduduki suatu jabatan, baik dalam kepemimpinan dan kursi parlemen, atau
dalam hal-hal lain yang mempengaruhi kepentingan pemilihan. Di negara-negara yang
menggunakan demokrasi sebagai prinsip pemerintahan, pemilihan umum dan pemilihan
kepala daerah merupakan media bagi rakyat untuk menyatakan kedaulatan. Idealnya, kita
akan mengupayakan transisi kekuasaan yang teratur dan damai sesuai dengan mekanisme
yang dijamin oleh Konstitusi (Hendra, 2006:67).

Sebagai salah satu sarana demokrasi, pemilihan umum mengubah konsep abstrak
kedaulatan rakyat dan memperjelas bahwa pemilihan umum adalah orang-orang terpilih yang
mewakili dan bekerja untuk rakyat. Oleh karena itu, pemilihan adalah pintu gerbang menuju
perubahan, melatih orang-orang dengankemampuan merumuskan kebijakan yang tepat untuk
secara kolektif meningkatkan keberuntungan mereka. Karena pemilu adalah sarana
pergantian kepemimpinan (suksesi) secara damai (Budian, 2015:41).

Pemilihan umum kepala daerah dan wakil kepala daerah, yang sering disebut
dengan Pilkada atau pemilihan kepala daerah pasca-konflik, adalah pemilihan umum kepala
daerah dan wakil kepala daerah Indonesia oleh penduduk yang memenuhi syarat. Daerah dan
wakil walikota adalah gubernur dan wakil gubernur negara bagian, bupati dan wakil gubernur
kabupaten, dan walikota dan wakil walikota. Oleh karena itu, pemilihan kepala daerah pasca-
konflik merupakan prasyarat bagi kehidupan sosial dan nasional yang demokratis, dan
mereka yang sebagai pemenang berdaulat terlebih dahulu memperbaharui kontrak sosialnya
melalui demokratisasi prosedural.

Kedua, memilih pemerintahan baru. Ketiga, kami menaruh harapan baru bagi
pemerintahan baru. Demokratisasi mekanisme pengangkatan pemimpin politik merupakan
awal dari perwujudan relasi kuasa yang setara untuk relasi kekuasaan yang setara. Karena
para pemimpin politik inilah yang nantinya akan bertindak sebagai pengambil keputusan
pemerintah daerah (Mahfud MD, 1999:20).

2.3.4 Sistem Pemilihan Umum

Sistem pemungutan suara adalah seperangkat aturan yang mengatur bagaimana


pemilih memberikan suara untuk memilih di kursi. Sistem pemilu sangat penting karena
mempengaruhi hasil pemilu, mempengaruhi sistem kepartaian, mempengaruhi perilaku
politik masyarakat, dan mempengaruhi stabilitas politik.

Darmansyah menjelaskan dalam artikel berjudul Sistem Pemilihan Presiden 2014


bahwa unsur pemilu meliputi daerah pemilihan, mekanisme pencalonan, proses pemungutan
suara, penghitungan dan penetapan kursi, serta keputusan calon terpilih. Ini juga menjelaskan
bahwa tiga jenis sistem pemilihan sedang berkembang di seluruh dunia. Yang pertama adalah
sistem daerah pemilihan kursi tunggal di mana pemilih memilih calon (orang) dan
jumlahkursi. Karena hanya ada satu daerah pemilihan, maka pemenang pemilu adalah daerah
pemilihan yang memiliki suara terbanyak dibandingkan calon lainnya.

Kedua, sistem semi proporsional atau campuran, yaitu sistem pemilu yang
menggabungkan sistem distrik dan sistem proporsional. Ketiga, sistem perwakilan
proporsional, yaitu sistem pemilu yang menjamin keseimbangan tertentu antara perolehan
suara dan perolehan kursi partai politik dalam pemilu (Damansyah, 2014).
2.3.5 Teori Pemilihan Umum

Untuk menyelenggarakan pemilu, diperlukan sistem perwakilan yang sesuai


dengan kondisi negara/daerah tempat pemilu itu diadakan. (Pito 2006: 304), sistem pemilihan
umum mencakup fungsi sistem yang disebut Undang-Undang Pemilu atau UUD, yang
memproses atau memproses pemilu.UU Pemilu merupakan implementasi dari sistem yang
sudah memiliki aturan umum. Aturan tentang cara menyelenggarakan pemilu, cara
menentukan pembagian hasil pemilu, dll. Proses pemilu adalah mekanisme penyelenggaraan
pemilu yang meliputi penyelenggara pemilu, partai/organisasi politik peserta pemilu, daftar
tunggu calon dan kampanye, kotak suara, lokasi dan jumlah TPS, pemilu, dan sebagainya.
(Pradhanawati 2005:85)

Kata kunci pemilihan langsung oleh rakyat adalah "kedaulatan rakyat". Oleh
karena itu, seruan untuk demokrasi tidak diragukan lagi merupakan makna sebenarnya dari
kedaulatan rakyat itu sendiri. (Sorensen 2003:14), Merumuskan definisi sederhana demokrasi
adalah metode politik dan mekanisme pemilihan pemimpin politik. Penduduk. Negara diberi
kesempatan untuk memilih salah satu pemimpin politik untuk memilih. Pengertian demokrasi
menunjukkan bahwa partisipasi rakyat merupakan kunci terpenting dalam menjalankan
sistempemerintahan yang demokratis. Partisipasi warga dalam sistem pemerintahan dapat
dilakukan secara langsung oleh warga itu sendiri atau melalui perwakilan. Hal ini dapat
dicapai dengan menyelenggarakan pemilihan umum di Indonesia. (Budiarjo 2006:117)

Pengertian demokrasi sebagai sistem politik yang demokratis adalah perwakilan


dari mayoritas, yang diawasi secara efektif oleh masyarakat dalam pemilihan umum yang
teratur berdasarkan prinsip-prinsip keamanan politik dan dalam suasana di mana kebebasan
politik dijamin.

2.3.6 Fungsi Pemilihan Umum

Antara lain, fungsi pemilu yang diwakili oleh Sanit (Pito, 2007: 307), yang
membagi pemilu menjadi empat fungsi: legitimasi politik, penciptaan perwakilan politik,
distribusi elit politik, dan pendidikan politik. Selain ciri-ciri yang dikemukakan oleh Sanit,
pemilu juga memiliki ciri-ciri yang dijelaskan oleh Pito (2007: 306), yang menyatakan bahwa
pemilu secara fungsional harus memenuhi tiga syarat.

1. Pemilu harus mewakili rakyat dan kemauan politik pemilih

2. Pemilu harus bisa mempersatukan rakyat


3. Keputusan sistem pemilu cukup besar untuk menjamin stabilitas pemerintahan

dan kemampuannya Harus diatur (possibility of government).

Menurut Abdullah (2009), fungsi utama pemilihan umum adalah:

1. Pemilihan umum adalah sarana untuk membimbing hak-hak politik warga negara setelah
pemilu dan dapat menyampaikan keinginan warga negara melalui wakil-wakil yang dipilih.

2. Pemilihan umum merupakan sarana untuk mewujudkan prinsip kedaulatan rakyat dalam
suatu negara.

3. Hak pilih universal berfungsi sebagai sarana untuk menegakkan pemerintahan yang
demokratis, yang memungkinkan pemilihan untuk secara langsung, publik, bebas dan diam-
diam memilih perwakilan.

Prinsip-prinsip pemilu menurut Zaini (2006):

1. Amankan parlemen yang representatif

2. Tidak terlalu rumit bagi pemilih rata-rata untuk mengadakan pemilihan

3. Memberikan inisiatif kerjasama antar partai politik

4. Menciptakan legitimasi yang tinggi bagi Kongres dan pemerintah.

5. Kami mendukung pembentukan pemerintahan yang stabil dan efisien.

5. Menciptakan akuntabilitas publik bagi pemerintah dan pegawai negeri terpilih

6. Mendorong tumbuhnya partai politik yang menyasar berbagai kelompok sosial

7. Membantu membangun oposisi yang sehat.

8. Realitas situasi keuangan, teknis dan administrasi negara.

2.3.7 VISI DAN MISI Komisi pemilihan umum (KPU)

Visi: “KPU sebagai lembaga independen dan profesional, berkomitmen untuk


menjamin proses pemilihan umum yang bebas, adil, transparan, dan akuntabel, serta
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi Indonesia.”

Misi:
1. Meningkatkan Kualitas Pemilihan Umum : KPU berupaya meningkatkan kualitas
proses pemilu melalui pengawasan yang ketat, penggunaan teknologi yang efektif,
dan meningkatkan partisipasi masyarakat.
2. Meningkatkan Transparansi dan Akuntabilitas : KPU fokus pada meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas dalam proses pemilu dengan memberikan informasi
yang jelas dan akurat kepada masyarakat.
3. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat : KPU berupaya meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam proses pemilu dengan memberikan kesempatan bagi masyarakat
untuk berpartisipasi secara aktif dan efektif.
4. Meningkatkan Keamanan dan Ketertiban : KPU fokus pada meningkatkan keamanan
dan menyelesaikan proses pemilu dengan mengawasi dan mengendalikan situasi yang
rawan konflik.
5. Peningkatan Kapasitas dan Kompetensi : KPU berupaya meningkatkan kapasitas dan
kompetensi anggotanya melalui pelatihan dan pengembangan yang berkelanjutan.

2.3.8 Wewenang, dan Tugas Komisi Pemilihan Umum (KPU)

Wewenang dan tugas KPU (Komisi Pemilihan Umum) adalah sebagai berikut:
Kami berwenang :
Wewenang KPU adalah sebagai badan yang berwenang mengatur dan mengawasi
proses pemilihan umum di Indonesia. KPU mempunyai wewenang untuk mengatur dan
mengawasi semua aspek pemilihan umum, termasuk pengawasan terhadap proses
pengundian, penghitungan suara, dan pengumuman hasil pemilihan.
Tugas :
Tugas KPU meliputi beberapa hal, seperti:
1. Mengatur dan mengawasi proses pemilihan umum di Indonesia.
2. Mengawasi pengundian dan penghitungan suara.
3. Mengumumkan hasil pemilihan umum.
4. Mengawasi pelaksanaan kampanye dan penggunaan dana kampanye.
5. Mengawasi penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pemilihan
umum.
6. Mengawasi pelaksanaan pengawasan terhadap proses pemilihan umum.
Mengawasi pelaksanaan pengawasan terhadap pelanggaran hukum dalam proses
pemilihan umum.

2.3.9 Peranan KPU dalam melaksanakan pendidikan politik


Peran (KPU) dalam penyelenggaraan pendidikan politik dapat

dipahami sebagai pelaksanaan misi/kewenangan sosialisasi politik yang dilakukan

oleh kantor pusat (KPU), negara bagian (KPU), dan provinsi. Kotamadya (KPU).

Sosialisasi penyelenggaraan pemilu terkait tugas dan wewenang (KPU). ) untuk

umum. Sosialisasi di sini tidak hanya menyentuh aspek prosedural seperti tahapan

pemilu dan teknis pemilu, tetapi juga aspek terkait konten seperti memberikan

informasi tentang keuntungan dan pentingnya pemilu serta membina pemilih yang

bijak.

Aturan tentang kewajiban dan wewenang sosialisasi ini diatur dalam Undang-

Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. KPU Pusat

diatur dalam Pasal 8 (1) (p), KPU negara diatur dalam Pasal 9 (1) (m), Pasal 2

(j), Pasal 3 (p), dan KPU Kabupaten/Kota. diatur dalam Pasal 10 ayat (1) huruf n,

ayat (2) huruf k dan ayat (3) huruf q. Semua itu sebelumnya mengatur tentang

kewajiban dan kewenangan melakukan sosialisasi penyelenggaraan pemilu,

dan/atau kewenangan terkait kewajiban dan kewenangan KPU Kabupaten/Kota

kepada masyarakat luas.

Oleh karena itu, langkah-langkah yang harus dilakukan KPU dalam

menghadapi pemilu terkait dengan partisipasi masyarakat dalam pemilu. Walikota

dan Wakil Walikota Mataram Tahun 2020/2021.

Pertama : Memaksimalkan proses sosialisasi pentingnya pemilu dalam

demokrasi, serta sosialisasi teknologi penyelenggaraan pemilu. Namun, undang-

undang tersebut menetapkan bahwa sosialisasi harus dilakukan terkait dengan

teknis penyelenggaraan pemilu. Hal ini penting karena pemahaman tentang

hakikat dan prinsip demokrasi menjadi pendorong semangat masyarakat untuk

terus mendukung demokrasi dan pemilu di negeri ini.


Kedua : Pendidikan pemilih membutuhkan fokus yang jelas pada proses

segmentasi pendidikan pemilih. Pilkada merupakan subbagian penting untuk

memberikan pendidikan kepada pemilih, dan tentunya pendidikan dasar tidak

hanya dilakukan ketika usia pemilih tercapai, tetapi juga ketika pemahaman

terbangun. Usia memilih, pemilih pemula sudah siap menggunakan hak pilihnya

secara cerdas.

Ketiga : Jajak pendapat dan survei, yang saat ini menjadi sorotan banyak

orang, dan tabulasi cepat terkait dengan integritas tindakan mereka. Banyak orang

membayangkan jajak pendapat dan survei, dan perhitungan sederhana hanya

untuk tujuan profil. Namun, di satu sisi perlu diperhatikan bahwa keberadaan

kegiatan penelitian atau penelitian dan perhitungan yang cepat sangatlah penting.

Untuk itu, kegiatan ini juga dapat dijadikan sebagai sarana sosialisasi terkait

penyelenggaraan pemilu. Kegiatan-kegiatan tersebut merupakan usulan, tidak

hanya jelas ditujukan untuk matematika dan profiling, tetapi di luar itu ada proses

pendidikan bagi pemilih dan orang-orang terkait. Informasi tentang

penyelenggaraan pemilu. Hal ini agar masyarakat dapat mengetahui apa saja yang

mereka butuhkan untuk mempersiapkan diri menjelang pemilu.

Keempat : Tentunya terkait dengan peningkatan kinerja penyelenggara

pemilu, bukan meningkatkan kesadaran akan pentingnya partisipasi masyarakat

dalam menyelenggarakan pemilu, tetapi apa yang terjadi dengan partisipasi

masyarakat dan apa hasil dari partisipasi tersebut.

2.4 Partisipasi Politik

2.4.1 Partisipasi Politik

Partisipasi adalah keikutsertaan setiap individu dalam suatu kegiatan politik yaitu

menggunakan hak dan kewajibannya sebagai warga negara melalui pemilihan umum,

menjadi anggota atau kader partai politik ataupun hanya menjadi simpatisan yang
fanatik terhadap suatu partai politik yang ada di Indonesia, karena dengan berpartisipasi

seseorang akan menjadi warga negara yang sesungguhnya dengan ikut serta dalam

kepemerintahan. Kajian penelitian ini di fokuskan pada kaum muda dalam

keikutsertaannya.

Era modern ini cita-cita partisipasi politik semakin mengkristal dan bahkan menjadi

bagian dari konsep pembangunan politik maupun modernisasi. Weiner dalam Kamarudin,

ada dua faktor pendorong bagi menguatnya partisipasi politik. Pertama, tumbuhnya

angkatan kerja perkotaan yang bekerja di sektor industri yang mendorong organisasi

buruh. Kedua, pertumbuhan komunikasi massa karena perkembangan penduduk,

transportasi, komunikasi antara pusat-pusat kota dan daerah terbelakang, penyebaran surat

kabar, penggunaan radio dan sebagainya (Kamarudin, 2003:168). Kedua faktor tersebut

ikut berpengaruh dalam kegiatan partisipasi aktif setiap individu untuk terjun langsung

dalam politik, karena partisipai seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh suatu partai politik

tertentu tetapi lingkungan juga berpengaruh.

Pengertian partisipasi politik oleh Faulks bahwa partisipasi politik adalah

keterlibatan aktif individu maupun kelompok dalam proses pemerintahan yang berdampak

pada kehidupan mereka. Hal ini mencakup keterlibatan warga negara dalam pembuatan

keputusan politik, langsung maupun tidak langsung. Partisipasi politik ini merupakan

proses aktif, dimana seseorang dapat saja menjadi anggota sebuah partai atau kelompok

penekan (pressure group), namun tidak memainkan peran aktif dalam organisasi.

Huntington dan Nelson mendefinisikan partisipasi politik tidak hanya kegiatan yang

dilakukan oleh pelakunya sendiri yang dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan

keputusan pemerintah, akan tetapi juga kegiatan yang oleh orang lain di luar si pelaku

dimaksudkan untuk mempengaruhi pengambilan keputusan pemerintah (Handoyo,

2010:228). Seseorang yang turut serta partisipasi tidak harus menjadi kader dalam partai
politik tetapi menjadi simpatisan suatu partai politik dapat disebut sebagai partisipasi aktif

karena ia turut serta dalam memutuskan sesuatu yang berkaitan dengan pemerintahan.

Kategori partisipasi politik menurut Milbrath dan Goel dalam Handoyo (2010),

dibedakan menjadi empat kategori, yaitu :

a. Apatis adalah orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik

yang sering disebut dengan golongan putih atau golput

b. Spektator adalah orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam

pemilihan umum.

c. Gladiator adalah mereka yang secara aktif terlibat dalam proses politik, seperti

pemegang jabatan publik atau pejabat partai, menjadi kandidat untuk suatu

jabatan, menjadi aktivis partai, pekerja kampanye dan aktivis masyarakat

d. Pengkritik adalah berupa partisipasi yang tidak konvensional.

e. Kelompok ini berada diluar pemerintahan, yang perannya adalah memberikan

kritik terhadap pemerintah yang berkuasa

Pola partisipasi politik ditunjukkan melalui kadar tinggi rendahnya kesadaran

politik dan kepercayaan politik, pada dasarnya ditentukan oleh setidak-tidaknya tiga

faktor utama, yaitu tingkat pendidikan, tingkat kehidupan ekonomi, dan sistem

(Kamarudin, 2003:95). Faktor yang mempengaruhi partisipasi politik seseorang tersebut

sangat kompleks karena seseorang yang mempunyai pendidikan rendah akan berpikir

apatis dan tidak berpikir ke depan yang penting kebutuhannya tercukupi dan sistem yang

terbuka sangat berpengaruh pada partisipasi seseoang karena hal tersebut tidak berbelit-

belit.

Definisi partisipasi politik menurut (Surbakti, 2010:151) kegiatan warga negara

biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan

dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimaksud antara lain
mengajukan tuntutan, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas

pelaksanaan suatu kebijakan umum, mengajukan alternatif pemimpin dan memilih wakil

rakyat dalam pemilihan umum. Melalui pemilihan umum seseorang dapat berpartisipasi

dengan menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara yang baik untuk memilih wakil

rakyat yang mampu menyalurkan aspirasinya.

Menurut Miriam Budiardjo (2008) partisipasi politik merupakan kegiatan

seseorang, atau kelompok orang yang ikut serta secara aktif dalam kehidupan politik,

yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara, dan secara langsung atau tidak langsung

mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy). Kegiatan ini mencakup tindakan

seperti memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi

anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat

pemerintah atau anggota parlemen, dsb. Demikian halnya partisipasi politik yang

diungkapkan oleh Herbert McClosky, Norman H. Nie dan Sidney Verba bahwa

partisipasi politik merupakan kegiatan sukarela setiap warga negara untuk

mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat dan kebijakankebijakan yang diambil mereka.

Menurut Weiner (dalam Eko Handoyo 2016 : 215) partisipasi politik sebagai

kegiatan sukarela yang bertujuan memberikan pengaruh agar memilih strategi umum

atau memilih pemimpin- pemimpin politik tingkat regional maupun nasional.

Ali Sa'ad (dalam Ruslan 2000:99) mendefinisikan partisipasi politik sebagai

kontribusi akan keikutsertaan warga dalam masalah-masalah politik di lingkup

masyarakatnya, dengan mendukung atau menolak, serta membantu atau melawan dan

seterusnya.

Faulks (2010:226) memberi batasan partisipasi politik sebagai keterlibatan aktif

individu maupun kelompok dalam proses pemerintahan yang berdampak pada kehidupan

mereka. Hal ini mencakupi keterlibatan warganegara dalam pembuatan keputusan

politik, langsung maupun tidak langsung. Partisipasi politik ini merupakan proses aktif,

di mana seseorang dapat saja menjadi anggota sebuah partai atau kelompok penekan
(pressure group), namun tidak memainkan peran aktif dalam organisasi.

Samuel P . Huntington dan Joan Nelson (1994:6), memahami partisipasi politik

sebagai kegiatan warga negara preman (private citizen) yang bertujuan memengaruhi

pengambilan keputusan oleh pemerintah.

Menurut Axford (dalam Eko Handoyo 2016 : 216) mengartikan partisipasi politik

sebagai tindakan-tindakan dengan mana para individu mengambil bagian dalam proses

politik. Axford (2002:121) juga mendefinisikan partisipasi politik sebagai suatu tindakan

sukarela melalui mana orang berusaha memengaruhi pemerintah dalam pembuatan

kebijakan publik.

Surbakti (2007:140) mengartikan partisipasi politik sebagai keikutsertaan warga

negara biasa dalam menentukan segala keputusan yang menyangkut atau memengaruhi

hidupnya.

Dari berbagai definisi partisipasi politik tersebut , dapatdikemukakan unsur-unsur

partisipasi politik. Pertama, adanya kegiatan yang disengaja dilakukan oleh warga negara

biasa. Kedua, kegiatan tersebut bersifat sukarela, tanpa ada tekanan atau paksaan dari

siapa pun. Ketiga, kegiatan tersebut ditujukan kepada pemerintah. Keempat, kegiatan

tersebut berkaitan dengankeputusan yang dibuat olehpemerintah atau badan-badan

publik. Kelima, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk memengaruhi pemerintah dalam

membuat danmelaksanakan kebijakan atau keputusan politik. Sesuai dengan

karakteristik demokrasi, gerakan kearah partisipasi berkembang luas. Menurut Myron

Weiner terdapat lima penyebab timbulnya gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam

proses politik, yaitu:

a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat

makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

b. Perubahan-perubahan stuktur kelas sosial, masalah siapa yang berhak

berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan

mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik.


c. Pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern, ide demokratisasi

partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka

mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

d. Konflik yang timbul antar kelompok pemimpin dan timbul konflik antar elit,

maka yang dicari adalah dukungan rakyat, serta perjuangan kelas pemenang

melawan kaum aristokrat telah menarik kaum buruh dan membantu

memperluas hak pilih rakyat.

e. Keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi, dan

kebudayaan, serta meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering

merangsang timbulnya tuntutan- tuntutan yang terorganisasi akan kesempatan

untuk ikut serta dalam pembuatan keputusan politik.

Dengan demikian, partisipasi politik adalah kegiatan warga negara yang secara

langsung atau tidak langsung mempengaruhi pembuatan kebijakan oleh para

penyelenggara negara melalui berbagai tindakan seperti pemberian suara dalam

pemilihan umum, bergabung dengan kelompok kepentingan atau lembaga politik,

mencari kandidat dan/atau mencalonkan diri sebagai kandidat penyelenggara negara,

menjalin komunikasi dengan pejabat negara, demonstrasi, kampanye, dan sebagainya.

2.4.2 Indikator Partisipasi Politik Aktif

Indikator yang mendasari tingkat partisipasi partai politik

masyarakat adalah tingkat pendidikan, dan jenis kelamin. Partisipasi secara aktif dapat

dilakukan dengan kegiatan yang tidak banyak menyita waktu misalnya memberikan

suara dalam pemilihan umum, sedangkan partisipasi politik aktif secara penuh yaitu ikut

serta dalam kegiatan politik misalnya menjadi pimpinan partai, anggota partai politik,

ataupun menjadi kader dalam suatu partai politik.

Bentuk-bentuk partisipasi politik menurut Rush and Althof, (1990:124) sebagai

berikut: (1) menduduki jabatan politik atau administratif, (2) mencari jabatan politik atau

administratif, (3) keanggotaan aktif suatu organisasi politik, (4) keanggotaan pasif suatu
organisasi politik, (5) keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik (quasi political),

(6) keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik (quasi political), (7) partisipasi

dalam rapat umum, demonstrasi dan sebagainya, (8) partisipasi dalam diskusi politik

informal minat umum dalam politik, (9) voting (pemberian suara), (10) apati total.

Bentuk-bentuk partisipasi politik tersebut merupakan tingkatan dari bentuk

partisipasi paling terendah hingga puncak partisipasi seseorang yaitu dengan menduduki

jabatan politik atau administratif, partisipasi seseorang dalam kegiatan politik tidak harus

melewati seluruh tingkatan partisipasi tersebut karena partisipasi seseorang tidak dapat

dipaksakan oleh apapun karena kita menganut asas demokrasi, jadi seseorang dapat

bebas memilih kegiatan atau berpartisipasi dalam berbagai kegiatan politik. Partisipasi

aktif (berbuat nyata) mempunyai pengaruh dan kekuatan, sebab bisa ikut pula dalam

pengawasan aktivitas mengatur masyarakat dan negara (Kartono, 1989:76).Bentuk-

bentuk partisipasi politik tersebut dapat dijadikan sebagai indikator partisipasi politik

seseorang, ada yang berbentuk partisipasi aktif ataupun partisipasi pasif.

Tujuan partisipasi politik adalah untuk memengaruhi pengambilan keputusan

pemerintah. Oleh karena itu, kegiatannya harus ditujukan dan mempunyai dampak

terhadap pusat-pusat dimana keputusan itu diambil. Menganalisis tingkat partisipasi

seseorang kita perlu membedakan dua sub dimensi (a) lingkup, atau proporsi dari suatu

kategori penduduk yang diberi definisi, yang melibatkan diri dalam kegiatan partisipasi

yang khusus, dan (b) intensitas, atau ukuran, lamanya, dan artinya penting dari kegiatan

khusus itu bagi sistem politik.

2.5.3 Teori Partisipasi Politik

Faulks (2010) mengemukakan tiga teori partisipasi politik, yaitu teori elitisme

demokratis, teori pilihan rasional, dan teori partisipasi. Schumpeter sebagai penganjur

teori elitisme demokratis , mengemukakan bahwa pemimpin yang berwawasan, yang

mendapatkan persetujuan melalui partisipasi minimal massa, merupakan cara terbaik

untuk memelihara ketertiban. Inilah yang oleh Schumpeter disebut elitisme demokratis
yang telah terlembagakan dalam sistempemerintahan representatif pada periode pasca

perang. Schumpeter yakin bahwa massa itu bodoh dan apatis,sehingga partisipasi mereka

justru akan merusak stabilitas. Kewarganegaraan yang terlalu aktif, menurut Schumpeter,

akan menghasilkan keputusan politik yang kurang baik, karena mereka mudah

dimanipulasi oleh para ideolog yang hendak merobohkan sistem. Jika ini terjadi,

pemerintahan yang bijak (prudent) mustahil dapat dicapai. Itulah sebabnya, pembuatan

kebijakan sebaiknya diserahkan kepada mereka yang secara intelektual mampu. Elit

boleh memanipulasi secara halus demi menetralisasi akibat buruk dari massa. Benarlah

apa yang dikatakan Lippman, ”memberikan rakyat bukan apa yang diinginkan oleh

mereka, melainkan apa yang akan belajar diinginkan oleh mereka”.

Pandangan minimalis terhadap partisipasi politik tidak hanya disuarakan oleh

teori elitis demokratis. Teori pilihan rasional juga memiliki keyakinan serupa. Berbeda

dengan pandangan kaum elitis demokratis, penganut pilihan rasional, seperti halnya

Olson dan Down berpendapat bahwa tidak adanya kemauan mayoritas untuk

berpartisipasi bukanlah tanda kebodohan, melainkan karena rasionalitas mereka (Faulks

2010:22). Para individu rasional untuk memutuskan akan berpartisipasi politik atau

tidak, akan mengajukan pertanyaan,”apa yang akan saya peroleh dari tindakan partisipasi

ini, dan apa yang tidak akan saya peroleh jika saya tidak melakukannya”. Teori pilihan

rasional juga berkeyakinan bahwa individu yang rasional dan mengutamakan

kepentingan sendiri, tidak akan bertindak untuk mewujudkan kepentingan umum atau

kelompok. Implikasinya, gerakan politik akan dipimpin oleh orang yang secara pribadi

memperoleh keuntungan, karena terlibat. Bagi kaum elit politik, partisipasi politik

dipandang rasional, jika karenanya mereka memperoleh kekuasaan dan prestise.

Mobilisasi para partisipan lain akan sangat bergantung pada seberapa kuat usaha

meyakinkan mereka bahwa mereka dapat memperoleh keuntungan langsung dari

partisipasi ini dan keuntungan tersebut melebihi biaya yang telah dikeluarkan. Dalam

kaitan dengan teori kedua ini, ada jenis partisipasi yang lebih menyebar ketimbang
bentuk partisipasi lainnya. Misalnya, individu akan lebih mudah dibujuk untuk

memberikan suara dalam pemilihan umum (voting), yaitu suatu kegiatan yang relatif

tanpa biaya, dibandingkan menghabiskan waktu berjam-jam berkampanye untuk partai

politik tertentu.

Teori elitis demokratis dan pilihan rasional merupakan teori partisipasi kaum

instrumentalis, karena partisipasi politik dijadikan sebagai sarana untuk mencapai tujuan

yang lebih penting. Berbeda dengan kedua teori tersebut, teori partisipasi demokrasi

memandang keterlibatan politik bersifat developmental, artinya partisipasi lebih dari

sekadar metode pemerintahan, tetapi ia memiliki tujuan yang lebih luas, yaitu

menyatukan masyarakat sipil dan mendidik warga negara tentang seni pemerintahan

(Faulks 2010:230). Prinsip umum teori partisipasidemokrasi adalah (1) memaksimalkan

jumlah dan intensitas partisipasi oleh semua anggota masyarakat sipil,(2) memperluas

bidang kehidupan sosial yang menerapkan prinsip-prinsip demokrasi. Teori partisipasi

berkeyakinan bahwa aktivisme politik tidak hanya memberi keuntungan bagi partisipan,

tetapi juga menjadi landasan yang lebih kokoh bagi stabilitas politik yang diusahakan

para elit politik. Dalam kaitan ini,Barber sebagaimana dikutip Faulks (2010),

menawarkan visi tentang demokrasi yang kuat, di mana politik adalah sesuatu yang

dilakukan oleh-bukannya untuk-warga negara. Hal ini berarti harus memperkuat

pemerintahan lokal, memperluas praktik demokrasi ke dalam institusi-

institusimasyarakat sipil, serta meningkatkan peluang penggunaan referendum nasional

dan inisiatif kebijakan yang dipelopori oleh warga negara. Dalam demokrasi yang kuat,

sebagaimana diyakini Barber, partisipasi tidak dimaknai sebagai sekadar

mempertahankan kepentingan, melainkan merupakan suatu proses politik yang matang,

yang tidak mengklaim suatu kebenaran melebihi apa yang disetujui secara konsensus

oleh warga negara. Perluasan tanggung jawab keputusan kepada setiap orang,

menyebabkan demokrasi lebih berhasil dipertahankan terhadap musuhmusuhnya, karena

setiap warga negara akan berkepentingan untuk mempertahankannya. Hal ini akan
mengembangkan kompetensi politik pada diri individu warga negara dan karenanya

dapat meningkatkan kualitas keputusan yang dibuat. Implikasi lebih jauh adalah empati

antarwarga negara akan terpupuk, konflik antar kelompok sosial dapat diselesaikan

secara terbuka, dan budaya politik partisipasi akan berkembang lebih baik.

BAB III
METODE PENELITIAN

2.5 Rancangan Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif yang menggambarkan, mendeskripsikan, dan mendeskripsikan objek yang
diteliti (Arikunto, 200116:11). Studi kualitatif dapat didefinisikan sebagai studi yang
menyediakan data deskriptif tentang bahasa lisan dan tulisan dan perilaku subjek yang
dapat diamati, serta data untuk menarik penjelasan dan kesimpulan terperinci tentang
masalah yang terkait dengan teori yang ada (Bagong Suyanto, 2005 : 166).
Berdasarkan penelitian ini, untuk mengetahui secara mendalam. Peran KPU dalam
menyelenggarakan pemilihan umum KPU Kabupaten Kampar tahun 2024
2.6 Lokasi Penelitian.
Survei ini dilakukan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Kampar.
Alamat: Jl. Tuanku Tambusai No.69, Langgini, Kec. Bangkinang, Kabupaten
Kampar, Riau 28463
2.7 Fokus Penelitian
Untuk membuat penelitian ini lebih fokus, kita perlu menekankan luasnya
penelitian ini. Oleh karena itu, sesuai dengan judul yang dipilih oleh penulis, peneliti
akan fokus mengamati dan menyelidiki peran mereka dalam berorganisasi. Pemilihan
umum KPU Kabupaten Kampar tahun 2024. Metode survei yang digunakan adalah
survei deskriptif. Penyelidikan deskriptif dilakukan untuk memberikan penjelasan
yang lebih rinci tentang masalah, menyelidiki gejala, dan secara sistematis
mengidentifikasi dan menjelaskan data yang ada. Survei yang digunakan dalam survei
ini didasarkan pada wawancara dengan informan, termasuk pertanyaan mengenai
rumusan pertanyaan survei. Dalam penelitian ini, kita akan melihat bagaimana
melakukannya. Bagaimana peran KPU dalam menyelenggarakan pemilihan Pemilihan
umum KPU Kabupaten Kampar tahun 2024., peran KPU dalam menyelenggarakan
pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Mataram, dan faktor apa saja yang dapat
mencegahnya KPU dari Penyelenggaraan Pemilihan umum Apa solusi KPU untuk
mengatasi penurunan perolehan suara pada pemilihan umum.

2.8 Jenis Data Penelitian

2.8.1 Data Primer


Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan langsung di
lapangan dari orang yang melakukan survei atau subjek data yang membutuhkannya
(Hasan, 2002: 82). Data primer diperoleh dari informan, seperti individu atau
individu. Hasil wawancara oleh peneliti. Penelitian ini dilakukan oleh Komisi
Pemilihan Umum Kabupaten Kampar.

2.8.2 Data Sukunder


Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber yang
ada oleh orang yang melakukan penelitian (Hasan, 2002: 58). Pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research).
Studi sastra mengidentifikasi alur pemikiran dan tujuan penelitian yang dilakukan
dengan membaca, mempelajari, mengutip, dan meninjau literatur pendukung, hukum,
dan sumber lain tentang topik yang sedang dibahas.
2.9 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data merupakan langkah terpenting dalam penelitian,
karena tujuan utama penelitian adalah untuk memperoleh data. "Cara dasar peneliti
kualitatif mengandalkan untuk mengumpulkan informasi adalah partisipasi dalam
pengaturan, pengamatan langsung, wawancara mendalam, dan tinjauan dokumen,"
kata Catherine Marschel dan Gretchen B. Rothman. (Sugiyono. 2015: 309).
Penyidikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dilakukan dengan cara sebagai
berikut.
2.9.1 Metode Observasi
Metode observasi adalah metode mengamati dan mencatat secara sistematis
fenomena yang diselidiki berdasarkan tujuan penelitian yang dirumuskan. Dalam
kamus Besar Bahasa Indonesia, kata observasi berarti penelitian yang cermat
(Muhammad Ali, 2016). Menurut Mahmud (2016:167), metode observasi adalah
sebagai berikut. Pengamatan langsung terhadap objek langsung atau tidak langsung.
2.9.2 Metode Wawancara
Wawancara atau interview adalah suatu bentuk komunikasi atau percakapan
yang sangat verbal yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang diperlukan
untuk survei wawancara, data dengan bertanya kepada responden dan merekam atau
merekam tanggapan responden. Ini adalah metode pengumpulan (Mahmud,
2016:173).
Esterberg (Sugiyono, 2013:316) juga mengemukakan bahwa wawancara adalah
pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan gagasan melalui tanya jawab
sehingga dapat memberi makna pada suatu topik tertentu.
2.9.3 Metode Dokumentasi
Dokumen ini adalah catatan peristiwa yang dilewatkan dokumen, dan tulisan,
gambar, atau catatan peristiwa yang dapat dilakukan seseorang oleh seseorang.
Kebijakan dokumentasi dalam bentuk gambar seperti mengangkat, riwayat hidup
(riwayat hidup), sertifikat, sinonim, aturan, kebijakan dokumen, dll. Dalam bentuk
gambar seperti gambar langsung, sketsa.
Dokumen berupa karya seperti karya seni. Bisa berupa gambar, patung, film dan
lainnya. Penelitian dokumenter melengkapi penggunaan metode observasi dan
wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian kualitatif (Sugiyono, 2014: 82).
Dokumen ini digunakan untuk menyempurnakan program atau kegiatan kebijakan
publik yang dilaksanakan.
2.9.4 Triangulasi
Karena triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang
menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dengan triangulasi, maka peneliti
sebelumnya telah mengumpulkan data dan sekaligus menguji reliabilitas data tersebut.
Dengan kata lain, kami menggunakan berbagai teknik akuisisi data untuk
memverifikasi keaslian data.
a) Triangulasi sumber berarti bahwa data dari berbagai sumber diperiksa untuk
memeriksa keandalan data. Misalnya, untuk menguji keandalan data mengenai
penerapan efek sistem zona
b) Triangulasi teknik untuk pengujian reliabilitas data dilakukan dengan cara
mengecek data dari sumber yang sama dengan menggunakan berbagai teknik, antara
lain data dari wawancara, observasi, dan dokumentasi
c) Penggunaan Referensi Disini Peneliti, seperti data wawancara, perlu didukung
dengan rekaman wawancara.
2.9.5 Metode Analisis Data
Analisis data kualitatif oleh Bognan dan Biklen, dikutip dalam Moleoang
(2010), meliputi pengolahan data, pengorganisasian data, pengklasifikasian ke dalam
unit-unit yang dapat dikelola, mensintesis, mencari dan mencari pola-pola penting dan
dipelajari, dan merupakan upaya untuk mengambil keputusan. Untuk memberitahu
orang lain. Dari definisi di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa langkah pertama
dalam analisis data adalah mengumpulkan data yang ada, mengaturnya secara
sistematis, dan kemudian menyajikan temuannya kepada orang lain. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan teknik analisis data Miles dan Huberman. Ada tiga jenis
metode analisis data:
2.9.6 Reduksi Data
Data (data lapangan) yang diperoleh dari lokasi penelitian dicantumkan dalam
uraian atau laporan yang lengkap dan terperinci. Reduksi data mengacu pada proses
memilih, memfokuskan, menyederhanakan, mengabstraksi, dan mentransformasikan
“data mentah” yang terjadi dalam catatan lapangan tertulis. (Moleong, 2010).
2.9.7 Penyajian Data
Melihat data mencakup langkah-langkah untuk mengatur data. Artinya,
melibatkan jalinan (pengelompokan) data dengan data lain sehingga semua data yang
dianalisis benar-benar terkandung dalam satu entitas (Pawinto, 2008).
2.9.8 Menarik Kesimpulan/Verifikasi
Tinjauan data dalam studi kualitatif juga berlangsung selama penelitian sejak
entri lapangan dimulai, dan kesimpulan pertama adalah jika tidak ditemukan bukti
yang kuat selama proses akuisisi data untuk mendukung akuisisi data berikutnya, hal
ini dapat berubah. Namun, jika kesimpulan tersebut didukung oleh bukti-bukti yang
valid dan konsisten pada saat peneliti kembali ke lapangan untuk mengumpulkan data,
maka kesimpulan tersebut merupakan kesimpulan yang kredibel.

Anda mungkin juga menyukai