Anda di halaman 1dari 16

Pengantar Ilmu Politik

PEMILIHAN UMUM

Ditulis oleh :
Silvanie Fazhyra (2032022021)
Muhammad Richad Fahlevi (2032022010)
Muhammad Al Harist (2032017018)
Ikwana Sofa (

Dosen Pengampu:
Nanda Herijal Putra,S.PI,M.A.P

FAKULTAS SYARIAH
PRODI HUKUM TATA NEGARA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI LANGSA
2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan penulisan makalah ini. Makalah ini disusun
dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Ilmu Politik Bapak Nanda Herijal
Putra,S.PI,M.A.P ingin mengucapkan terima kasiih yang sebesar-besarnya Sebagai
dosen pengampu mata kuliah ini. Bapak Nanda Herijal Putra,S.PI,M.A.P telah
memberikan bimbingan, arahan, serta ilmu yang sangat berharga selama proses penulisan
makalah ini.
Makalah ini ditulis dengan harapan dapat memberikan gambaran yang jelas dan
Pemahaman tentang Pemilihan Umum(Pemilu). Saya berharap makalah ini dapat
memberikan wawasan baru dan pemahaman yang lebih mendalam tentang Pemilihan
umum (Pemilu), bagi saya sendiri sebagai penulis dan kepada yang membaca tulisan ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga makalah ini berguna bagi para pembaca dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
masukan dan saran konstruktif dari Bapak Nanda Herijal Putra,S.PI,M.A.P serta
pembaca lainnya untuk perbaikan di masa mendatang.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Langsa, 25 Desember 2023

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………………

DAFTAR ISI ……………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………..
B. Rumusan Masalah ……………………………………………….

BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Pemilihan Umum ……………………………………….
B. Sistem Pemilihan Umum ………………………………………...
C. Demokrasi Dan Pemilihan Umum ………………………………
D. Pemilihan Umum Di Indonesia ………………………………….
E. Pilpres,Pileg, Dan Pilkada………………………………………..

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN …………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pemilihan umum adalah suatu sarana demokrasi yang digunakan untuk memilih
wakil wakil rakyat untuk duduk sebagai anggota legislatif di MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Wakil rakyat tersebutlah yang akan memperjuangkan kepentingan rakyat dan daerahnya..
Pemilihan Umum (PEMILU) juga merupakan sarana dari pelaksanaan kedaulatan rakyat
yang diselenggarakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil guna
menghasilkan pemerintahan negara yang demokratis berdasarkan Pancasila dan UUD1945.

Sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa “Kedaulatan berada
ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar“. Makna dari kedaulatan
ditangan Rakyat ini ialah rakyat memiliki kedaulatan, tanggungjawab, hak dan kewajiban
untuk secara demokratis memilih pemimpin yang akan membentuk pemerintahan, guna
mengurus dan melayani seluruh lapisan masyarakat, serta memilih wakil-wakil rakyat
untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

Dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang mejemuk dan berwawasan
kebangsaan, Partai Politik adalah merupakan saluran untuk memperjuangkan aspirasi
masyarakat, sekaligus sebagai sarana kaderisasi dan rekrutmen pemimpin, baik untuk
tingkat nasional maupun daerah dan rekrutmen pimpinan berbagai komponen
penyelenggara negara, oleh karena itu peserta Pemilu untuk memilih anggota DPR dan
DPRD adalah Partai Politik, dan selain itu untuk mengakomodasi aspirasi ke-anekaragaman
daerah maka dibentuk Dewan Perwakilan Daerah ( DPD ) yang anggota-anggotanya dipilih
dari perseorangan bersamaan dengan Pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD.

Dalam perkembangan politik di Indonesia saat ini telah banyak mengalami


perubahan yang cukup signifikan setelah era reformasi, semangat untuk menenggelamkan
praktik-praktik berpolitik yang dianggap penuh rekayasa, manipulatif, tidak adil dan
represif telah memberikan energi besar kepada semua komponen bangsa untuk
menciptakan suasana politik yang lebih terbuka, transparan, jujur dan adil. Pasca reformasi
1998 telah menyebabkan kesadaran pada rakyat untuk menuntut kepada pemerintah agar
dapat melaksanakan sebuah proses demokrasi yang baik melalui pemilihan umum yang
berkualitas, sehingga sejak pemilu 1999 pemerintah telah melakukan penataan format
pemilu menjadi sebuah pemilu yang lebih adil dan demokratis, sangat jauh lebih baik jika
dibandingkan dengan pelaksanaan pemilu di era orede baru yang penuh rekayasa,
manipulatif dan cenderung hanya merupakan formalitas saja karena pemilu sudah
bercampur dengan pengaruh dan kepentingan penguasa , maka agar pemilu dapat berjalan
dengan lebih demokratis, sejak pemilu tahun 1999 telah dibentuk sebuah lembaga
penyelenggara pemilu yaitu sebuah badan yang secara khusus bertugas untuk mengadakan
atau menyelenggarakan pemilu yang bernama Komisi Pemilihan Umum atau disebut
(KPU).

Di dalam sistem ketatanegaraan modern, model pembagian kekuasaan menjadi tiga


bidang (Trias Politica, Montesque), yakni legeslatif, eksekutif dan yudikatif, sesungguhnya
tidaklah memadai lagi karena kehidupan politik kenegaraan sudah sedemikian kompleks,
sehingga tiga lembaga yang membidangi legeslatif, eksekutif dan yudikatif tidak mampu
lagi menjalankan semua tugas kenegaraan. Hal inilah yang melatar belakangi lahirnya
lembaga-lembaga tambahan atau The Auxilliary State Agency. Kehadiran lembaga negara
tambahan independent menjadi semakin penting dalam rangka menjaga proses
demokratisasi yang tengah dikembangkan oleh Negara yang baru saja melepaskan diri dari
sistem authoritarian. Dalam konteks inilah Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus
diposisikan, yakni sebagai penggerak proses demokratisasi lewat kegiatan pemilu.

Pemilihan Umum merupakan sebuah sarana demokrasi yang sangat penting dalam
kehidupan bernegara saat ini, karena dalam pemilihan umumlah kita dapat melihat
perwujudan nyata terdapatnya demokrasi dalam kehidupan bernegara. Oleh karena itulah
pemilu seringkali dijadikan tolak ukur sejauh mana suatu negara benar-benar telah
melaksanakan demokrasi ( Renstra KPU Tahun 2002-2005). Penyelenggaraan pemilu
secara berkala merupakan suatu keharusan mutlak sebagai sarana demokrasi yang
menjadikan kedaulatan sebagai inti dalam kehidupan bernegara. Proses kedaulatan rakyat
yang diawali dengan pemilu dimaksudkan untuk menentukan asas legalitas, asas legimitasi
dan asas kredibelitas bagi suatu pemerintahan yang didukung oleh rakyat. Pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyatlah yang akan melahirkan penyelenggaraan
pemerintahan yang merakyat. Pemerintahan berdasarkan asas kerakyatan juga
mengandung arti kontrol rakyat terhadap penyelengaraan pemerintahan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep pemilihan umum?
2. Bagaimana sistem pemilihan umum?
3. Jelaskan demokrasi dan pemilihan umum?
4. Jelaskan pemilihan umum di Indonesia. Asas-asas pemilu,Penyelenggaraan
pemilu,Pelaksanaan penyelenggaraan pemilu?
5. Jelaskan apa itu pilpres,Pileg,pilkada?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Pemilihan Umum

Pemilihan umum (disingkat Pemilu) adalah proses memilih seseorang untuk


mengisi jabatan politik di Indonesia tertentu. Jabatan tersebut beraneka ragam, mulai dari
jabatan presiden/eksekutif, wakil rakyat/Lembaga legislatif di berbagai tingkat
pemerintahan, sampai kepala desa. Pada konteks yang lebih luas, Pemilu dapat juga berarti
proses mengisi jabatan-jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas, walaupun untuk ini
kata 'pemilihan' lebih sering digunakan. Pemilu merupakan salah satu usaha untuk
memengaruhi rakyat secara persuasif (tidak memaksa) dengan melakukan kegiatan
retorika, hubungan publik, komunikasi massa, lobi dan lain-lain kegiatan.

Sejak proklamasi kemerdekaan hingga tahun 2004 di Indonesia telah dilaksanakan


pemilihan umum sebanyak sebelas kali, yaitu dimulai tahun 1987, 1992, 1997, 1999, 2004,
2009, dan 2014,2019. Jumlah kontestan partai partai politik dalam pemilihan disetiap
tahunya tidak selalu sama, kecuali pada pemilu tahun 1977 sampai 1997. Pemilu pada
tahun 1955 dilangsungkan pada dua tahap sebagai berikut. Pertama, pemilu
diselenggarakan pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR. Kedua,
pemilu diselenggarakan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota
konstituante. Meskipun agitasi dan propaganda di Negara demokrasi sangat dikecam,
namun dalam kampanye pemilihan umum, teknik agitasi dan teknik propaganda banyak
juga dipakai oleh para kandidat atau politikus selalu komunikator politik.

Dalam Pemilu, para pemilih dalam Pemilu juga disebut konstituen, dan kepada
merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-programnya pada
masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan, menjelang hari
pemungutan suara,Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan dimulai.
Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang
sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para
pemilih. Menurut UU No.7 pasal 348-350 tahun 2017, pemilih adalah WNI yang sudah
genap berusia 17 tahun atau lebih, baik sudah kawin atau belum dan pernah kawin.

Dalam pemilu, pemilih biasanya dibedakan menjadi tiga kategori pemilih. Kategori
pemilih tersebut ialah pemilih tetap, pemilih tambahan dan pemilih khusus. Pada tahun
2019 ketiga kategori ini digunakan sebagai standar pemilu. Pemilih tetap adalah pemilih
yang sudah terdata di KPU dan terdata di DPT (daftar pemilih tetap). Pemilih kategori ini
sudah di coklit dan dimutakhirkan oleh KPU dengan tanda bukti memiliki undangan
memilih atau C6. Pemilih tambahan adalah kategori pemilih yang pindah memilih ke TPS
lain dari TPS yang sudah ditentukan.

B. Sistem Pemilihan Umum


Sistem pemilihan umum terbagi 2 jenis yaitu

1. sistem terbuka, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama dan foto peserta


partai politik.
2. sistem tertutup, yaitu pemilih mencoblos/mencontreng nama partai politik tertentu.
Sistem pemilihan umum terbagi 3 jenis yaitu

1. sistem distrik (plurality system), yaitu perhitungan sederhana yaitu calon peserta
politik mengumpulkan dalam jumlah suara terbanyak. Jenis sistemnya:
A. Mayoritas multak (First Past The Post/FPTP)
B. Suara alternatif (Alternative Vote/AV)
C. Suara blok (Block Vote/BV)
D. Sistem dua putaran (Two Round System/TRS)
2. sistem semi proporsional (semi proportional system), yaitu perhitungan sistem
distrik yang menjembatani proporsional. Jenis sistemnya:
A. Suara non dipindahtangankan tunggal (Single Non Transferable Vote/SNTV)
B. Sistem paralel (Parallel system)
C. Suara terbatas (Limited vote)
D. Suara kumulatif (Cumulative vote)
3. sistem proporsional (proportional system), yaitu perhitungan rumit yaitu calon
peserta politik mengumpulkan dengan menggunakan bilangan pembagi pemilih.
Jenis sistemnya:
A. Suara dipindahtangankan tunggal (Single Transferable Vote/STV)
B. Perwakilan proporsional (Proportional Representative/PR)
A.Rata-rata tertinggi/Divisor (Highest avarage)
B.Suara sisa terbanyak/Kuota (Largeset remainder)
C. Daftar partai (Party-list)
A.Daftar terbuka (Open-list)
B.Daftar tertutup (Close-list)
C. Daftar lokal (Local-list)
D. Anggota proporsional campuran (Mixed Member Proportional/MMP)
Perbedaan sebagai berikut:

Keterangan Distrik Proporsional

Peranan politik Lemah kuat

Distribusi Tinggi rendah

Kedekatan dengan calon


Tinggi rendah
pemilih

Akuntabilitas Tinggi rendah

Politik uang Tinggi rendah

Kualitas parlemen sama dengan SD sama dengan SP

Calon parlemen harus daerah tidak harus daerah

Daerah basis pemilihan Ya tidak

Jumlah wakil tiap daerah hanya satu dua atau lebih

Partai kecil/partai gurem Rugi untung


Keterangan Distrik Proporsional

desentralisasi (loyal pada sentralisasi (loyal pada


Keloyalan wakil rakyat
konstituensi) pusat)

Batas ambang parlemen Tidak tergantung

Calon independen Tidak ya

Ukuran daerah pemilihan Sedikit banyak

Jumlah daerah pemilihan Banyak sedikit

ya
Membentuk koalisi Tidak

C. Demokrasi Dan Pemiihan Umum

Demokrasi telah menjadi arus utama modern. Prasyarat negara-negara demokrasi


modern adalah penyelenggaraan merupakan utama dan prasyarat bagi demokrasi
perwakilan. Pemilu rakyat untuk mewujudkan tujuan demokrasi, yaitu pemerintahan dari,
oleh, dan untuk rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, penyelenggaraan Pemilu harus
mencerminkan nilai-nilai demokrasi. Sistem demokrasi perwakilan bertujuan agar
kepentingan dan kehendak warga negara tetap dapat menjadi bahan pembuatan melalui
orang-orang yang mewakili mereka. Di ide demokrasi perwakilan, kekuasaan tertinggi
(kedaulatan) tetap di tangan rakyat, tetapi dijalankan oleh wakil-wakil rakyat yang dipilih
oleh rakyat itu sendiri. Teori Negara Demokrasi dan Teori Negara Hukum dibahas dalam
buku ini yang berpengaruh besar dengan diakomodasinya penyelesaian sengketa Pemilu
dan prinsip-prinsip bagi MK mengawal Pemilu yang demokratis. Penulis juga membahas
praktik penyelenggaraan Pemilu sejak Orde Lama sampai dengan perbandingan antar
periode yang penting untuk rekomendasi perbaikan Pemilu ke depan. Buku ini juga
mempertimbangkan solusi penyelesaian Pemilu di Indonesia dan penyelesaian sengketa
Pemilu di berbagai negara.
Akan tetapi yang perlu diketahui, meskipun pemilu merupakan wujud nyata
implementasi demokrasi, tidak selamanya pemilihan bersifat demokratis. Oleh karenanya,
pemilu sebagai salah satu aspek demokrasi juga harus diselenggarakan secara demokratis.
Pemilu yang demokratis bukan hanya sekedar lambang, tetapi pemilu yang demokratis
haruslah kompetitif, berkala, inklusif dan definitif.

Setidaknya terdapat tiga hal yang dapat dijadikan sebagai ukuran untuk menilai apakah
pemilu diselenggarakan secara demokratis atau tidak,
1. ada tidaknya pengakuan, perlindungan, dan pemupukan HAM
2. terdapat persaingan yang adil dari peserta pemilu
3. terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang menghasilkan
pemerintahan yang legitimate.
Ketiga hal ini menjadi satu kesatuan yang tidaklah dapat terpisahkan untuk mewujudkan
pemilu yang demokratis di sebuah negara yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.

Pertama, pengakuan, perlindungan, dan pemupukan HAM. Hal ini pada dasarnya
berkaitan dengan proses pencalonan peserta pemilu. Pemilu dapat dikatakan demokratis
apabila pada saat proses pencalonan peserta pemilu, memberikan peluang yang sama bagi
setiap warga negara untuk mencalonkan dirinya sebagai peserta pemilihan umum. Telah
diatur secara tegas di dalam undang-undang bahwa peserta pemilu Presiden dan Wakil
Presiden adalah perseorangan yang diusung oleh partai politik atau gabungan partai
politik, peserta pemilu DPR dan DPRD adalah partai politik, peserta pemilu DPD adalah
perseorangan yang telah memenuhi persyaratan, dan peserta pemilihan kepala daerah
adalah perseorangan yang berasal dari partai politik atau calon independen.
Kedua, terdapat persaingan yang adil diantara peserta pemilu. Hal ini erat kaitannya
dengan pelaksanaan pemilu itu sendiri. Pelaksanaan pemilu yang demokratis tidaklah
cukup jika hanya memberikan peluang yang sama bagi setiap warga negara untuk
mencalonkan dirinya sebagai peserta pemilu. Peluang yang sama dalam hal pencalonan
tersebut haruslah juga dibarengi dengan peluang yang sama untuk kemudian menjadi
pemenang dari pemilu itu sendiri. Itulah sebab mengapa pelaksanaan pemilu yang
demokratis tidaklah hanya berbicara mengenai pelaksanaan pemilu itu dilakukan secara
langsung ataupun perwakilan, namun lebih kepada bagaimana setiap peserta pemilu
memiliki peluang yang sama untuk menjadi pemenang dalam pelaksanaan pemilu.
Ketiga, terbangunnya kepercayaan masyarakat terhadap pemilu yang menghasilkan
pemerintahan yang legitimate. Kepercayaan masyarakat terhadap pemilu sehingga
menghasilkan pemerintahan yang legitimate akan dengan sendirinya terbangun manakala
tidak terjadi pelanggaran dan permasalahan terhadap hasil dari pelaksanaan pemilu.
Kalaulah kemudian terjadi kemungkinan adanya pelanggaran-pelanggaran pemilu dan
perselisihan hasil pemilu, hal tersebut mampu diselesaikan secara demokratis dan
proporsional melalui mekanisme hukum agar pemilu tetap legitimate. Terkait hal ini, MK
hadir sebagai lembaga peradilan yang memiliki kewenangan untuk memutuskan dalam
tingkat pertama dan akhir yang putusannya bersifat final untuk memutus perselisihan ten-
tang hasil pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah sebagaimana termuat dalam
Pasal 24C perubahan ketiga Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.

D. Pemilihan Umum Di Indonesia

1. Asas-Asas Pemilu
Menurut UUD 1945 Pasal 22E, pemilu dilaksanakan secara langsung, umum, bebas,
rahasia, jujur, dan adil. Atau yang kita kenal sebagai “Luber dan Jurdil”. maksud dari
keenam asas tersebut adalah;

1. Langsung. Memiliki arti bahwa rakyat yang akan memilih memiliki hak untuk
memberikan suara secara lanngsung berdasarkan hati nurani dan tanpa adanya
perantara.

2. Umum. Memiliki arti bahwa setiap warga negara yang sudah mencapai usia 17
tahun atau telah menikah memiliki hak untuk ikut memilih tanpa adanya
diskriminasi.

3. Bebas. Memiliki arti bahwa rakyat memiliki hak untuk memilih wakilnya sesuai hati
nurani tanpa adanya paksaan, tekanan, atau pengaruh dari pihak manapun.

4. Rahasia. Memiliki arti bahwa rakyat sebagai pemilih akan dijamin kerahasiaannya
dan tidak akan diberitahu oleh pihak manapun.

5. Jujur. Memiliki arti bahwa dalam penyelenggaraan pemilu, setiap elemen mulai dari
penyelenggara hingga pemilih harus bersikap jujur sebagaimana aturan undang-
undang yang berlaku.

6. Adil. Memiliki arti bawa setiap pemilih dan partai politik harus mendapatkan
perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan.

2. Penyelenggaraan Umum
Penyelenggaraan pemilu merupakan lembaga yang bertanggungjawab dalam
sepanjang proses pelaksanaan pemilu. Terdapat tiga lembaga penyelenggara pemilu
menurut UU pemilu. Lembaga penyelenggara pemilihan umum atau pemilu merupakan
satu kesatuan fungsi penyelenggaraan pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, hingga Presiden dan Wakil Presiden, yang
sesuai dengan ketentuan UU No. 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.

Terdapat tiga lembaga penyelenggara pemilu menurut UU No.7 Tahun 2017 tentang
Pemilu, di antaranya:

1. Komisi Pemilihan Umum (KPU)


a. KPU merupakan lembaga penyelenggara pemilu secara nasional. Dalam
melaksanakan tugasnya, KPU harus bersifat tetap dan mandiri. Dalam
pemilu, KPU bertugas untuk melaksanakan pemilu dengan jumlah anggota
sebanyak 7 orang.

b. KPU menyelenggarakan pemilu secara nasional untuk seluruh wilayah


Indonesia. Kemudian, penyelenggaraan pemilu di wilayah provinsi dilakukan
oleh KPU Provinsi, sedangkan di wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh
KPU Kabupaten/Kota. Kedudukan dan susunan KPU, KPU Provinsi, dan KPU
Kabupaten/Kota ini bersifat hierarkis.

c. Khusus untuk lembaga KPU, merupakan amanat dari konstitusi UUD 1945
Pasal 22F ayat (5) yang menyebutkan bahwa pemilu diselenggarakan oleh
suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

2. Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu)


a. Lembaga kedua penyelenggara pemilu adalah Bawaslu yang bertugas untuk
mengawasi jalannya pemilu di seluruh Indonesia. Dalam menjalankan tugas
sebagai Bawaslu, lembaga ini memiliki 5 orang anggota. Pengawasan pemilu
ini dilakukan di setiap daerah di Indonesia hingga di kecamatan-kecamatan.

3. Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)


a. Lembaga yang ketiga yaitu DKPP yang bertugas menangani pelanggaran yang
terdapat dalam pelaksanaan pemilu. DKPP bersifat tetap dan berlokasi di ibu
kota negara. Dalam melaksanakan tugasnya, DKPP dibantu oleh 7 orang
anggota yang harus terdiri dari KPU, Bawaslu, dan pemerintah.

b. Tugas DKPP ini antara lain menerima aduan atau laporan dugaan adanya
pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu,
melakukan penyelidikan dan verifikasi, serta pemeriksaan atas aduan
tersebut. Adapun wewenang yang dimiliki DKPP ialah berhak memanggil
penyelenggara pemilu yang diduga melakukan pelanggaran kode etik,
memanggil pelapor atau saksi, memberikan sanksi kepada yang terbukti
melanggar kode etik, serta memutus pelanggaran kode etik.
Ketiga lembaga ini tidak memiliki tugas yang saling tumpang tindih, karena yang
bertugas menyelenggarakan dan melaksanakan tahapan pemilu adalah KPU, yang
melakukan pengawasan Bawaslu, dan untuk menegakkan kode etik adalah DKPP.

3. Pelaksanaan Penyelenggaran Pemilu


Komisi Pemilihan Umum (KPU) melalui PKPU Nomor 3 Tahun 2020 tentang
Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024 telah menetapkan
jadwal pelaksanaan tahapan Pemilu Tahun 2024 (Pemilu Serentak). Tahapan tersebut
terdiri dari (1) perencanaan program dan anggaran serta penyusunan peraturan
pelaksanaan penyelenggaraan pemilu; (2) pemutakhiran data pemilih dan penyusunan
daftar pemilih; (3) pendaftaran dan verifikasi peserta pemilu; (4) penetapan peserta
pemilu; (5) penetapan jumlah kursi dan penetapan daerah pemilihan; (6) pencalonan
presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi, dan DPRD
kabupaten/kota; (7) masa kampanye pemilu; (8) masa tenang; (9) pemungutan dan
penghitungan suara; (10) penetapan hasil pemilu; dan (11) pengucapan sumpah/janji
presiden dan wakil presiden serta anggota DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD
kabupaten/kota.

Tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024 telah di mulai pada tanggal 14 Juni 2022 (20
bulan sebelum pelaksanaan pemungutan suara yang akan dilaksanakan pada tanggal 14
Februari 2024). Selain itu, terdapat pula tahapan pemilihan presiden dan wakil presiden
(pilpres) putaran kedua, apabila hasil pilpres putaran pertama tidak terdapat pasangan
calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen. Penyelenggaraan Pemilu Serentak
Tahun 2024 merupakan tantangan bagi pemerintah dan penyelenggara pemilu (KPU,
Bawaslu, dan DKPP) karena penyelenggaraan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
(Pilkada) Serentak Tahun 2024 juga akan dilaksanakan pada tahun 2024, dengan demikian
akan terdapat irisan tahapan yang berkonsekuensi pada meningkatnya beban kerja
penyelenggara pemilu. Meskipun demikian, sampai dengan saat ini pelaksanaan tahapan
Pemilu Serentak Tahun 2024 telah berjalan dengan baik. Tahapan yang sudah berjalan
tersebut antara lain adalah proses penyusunan daftar pemilih, pendaftaran dan verifikasi
partai politik, penetapan jumlah kursi dan daerah pemilihan, serta pendaftaran calon
anggota DPD dan pencalonan anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.

E. Pilpres, Pileg, Pilkada


Pileg singkatan dari Pemilihan Umum atau Pemilu Legislatif. Pileg dilaksanakan
untuk memilih anggota legislatif di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Pilpres
singkatan dari Pemilihan Umum atau Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Pilkada singkatan dari Pemilihan Kepala Daerah. Pilkada
dilaksanakan untuk memilih kepala daerah di tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
Perbedaan Pileg, Pilpres dan Pilkada
Perbedaan Pileg, Pilpres dan Pilkada dapat dipahami melalui pengertian, aturan dan
sistem pelaksanaannya. Untuk Pileg dan Pilpres biasa dilaksanakan secara serentak dan
disebut juga dengan Pemilu (Pemilihan Umum). Sementara Pilkada biasa juga disebut
Pemilihan atau Pemilukada.

1. Pileg adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), yang dilaksanakan secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
2. Pilpres adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih Presiden dan Wakil
Presiden, yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
dalam NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3. Pilkada adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih wakil rakyat di tingkat
daerah atau pemilihan kepala daerah yakni pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

bahwa pemilihan umum (Pemilu) merupakan proses penting dalam sistem


demokrasi modern, termasuk di Indonesia. Pemilu tidak hanya mencakup pemilihan
presiden dan wakil rakyat, tetapi juga melibatkan pemilihan kepala daerah, anggota
legislatif, hingga jabatan seperti ketua OSIS atau ketua kelas.

Sistem pemilihan umum dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu sistem terbuka
dan tertutup, serta tiga jenis, yaitu sistem distrik, semi proporsional, dan proporsional.
Setiap jenis sistem memiliki karakteristik, peran politik, distribusi, kedekatan dengan
pemilih, akuntabilitas, dan dampak politik yang berbeda.

Demokrasi dan pemilihan umum saling terkait, di mana pemilu merupakan cara
utama untuk mewujudkan prinsip demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh, dan untuk
rakyat. Penyelenggaraan pemilu harus mencerminkan nilai-nilai demokrasi, dengan
pemilihan yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Asas-asas pemilu, seperti Luber (langsung, umum, bebas, rahasia) dan Jurdil (jujur
dan adil), menjadi panduan dalam pelaksanaan pemilu. Tiga lembaga utama, yaitu Komisi
Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan
Penyelenggara Pemilu (DKPP), bertanggung jawab dalam penyelenggaraan, pengawasan,
dan penegakan kode etik pemilu.

Proses pelaksanaan pemilu terdiri dari berbagai tahapan, mulai dari perencanaan
program hingga pengucapan sumpah/janji. Selain itu, penting juga untuk memahami
perbedaan antara Pileg, Pilpres, dan Pilkada, yang masing-masing memiliki tujuan dan
aturan pelaksanaan yang berbeda.

Kesimpulan akhirnya adalah bahwa pemilihan umum di Indonesia merupakan


bagian integral dari sistem demokrasi, dan penyelenggaraannya membutuhkan kerja sama
antara lembaga-lembaga terkait dan keterlibatan aktif masyarakat untuk menciptakan
pemilu yang demokratis dan berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum
https://www.unja.ac.id/15598/
http://perpustakaan.kemendagri.go.id/opac/index.php?p=show_detail&id=4602
https://www.hukumonline.com/berita/a/3-lembaga-penyelenggara-pemilihan-umum-
lt641d630e05e1f/
https://setkab.go.id/hasil-pemantauan-pelaksanaan-tahapan-pemilihan-umum-pemilu-
tahun-2024/
https://news.detik.com/pemilu/d-6556856/perbedaan-pileg-pilpres-dan-pilkada-aturan-
dan-pelaksanaannya

Anda mungkin juga menyukai