Anda di halaman 1dari 2

Hikayat Patani

Inilah suatu kisah yang di ceritakan oleh nenek moyang, raja yang
berkuasa di negeri Patani Darusalam. Ada seorang raja di kota maligai yang
bernama Paya Tu Kerub Mahajana. Paya Tu kerub Mahajana memiliki anak
laki-laki yang bernama Paya Tu Antara. Setelah sekian lama ia berkuasa Paya
Tu Kerub Mahajan meninggal dunia. Maka Paya Tu Antara menggantikan
ayahnya. Ia menamai dirinya Paya Tu Naqpa. Selama menjadi raja Paya Tu
Naqpa selalu pergi berburu.
Pada suatu hari Paya TU Naqpa duduk diatas takhta kerjaan bersama
para menteri pegawai hulubalan dan seluruh rakyat. Maka baginda berkata:
”Aku dengar sebelah tepi laut banyak sekali perburuan.” Maka para  menteri
menjawab: “Daulat tuanku, seperti yang mulia dengar, demikian kami juga
mendengar.” Maka Paya Tu Naqpa berkata: “Jikalau demikian kerahkanlah
seluruh rakyat kita. Esok kita pergi berburu ke tepi laut itu.” Seluruh menteri
hulubalang pun menjawab: “Daulat tuanku segala titah mahamulia kami
junjung.”
Pada keesokan harinya, baginda pun berangkat dengan seluruh menteri
hulubalang diiringi oleh seluruh rakyatnya. Setelah sampai ditempat berburu,
seluruh rakyat berhenti dan mendirikan kemah. Maka baginda pun turun dari
atas gajahnya dan beristirahat didalam kemah bersama para menteri
hulubalang dan seluruh rakyat. Maka baginda pun memerintahkan seseorang
untuk melihat jejak rusa itu. Setelah melihatnya orang itu pun mengahadap
baginda dan berkata: “Daulat tuanku, di dalam hutan seblah tepi laut banyak
sekali jejaknya.” Maka baginda berkata: “baiklah esok pagi kita pergi
berburu.”
Maka keesokan harinya jaring dan jerat pun di pasang. Seluruh rakyat
pun masuk kedalam hutan menyisir daerah perburuan dari pagi hingga
petang, tapi perburuan itu tidak membuahkan hasil. Baginda pun terheran-
heran dan memerintahkan untuk melepaskan anjing pemburu. Setelah kira-
kira dua jam lamanya maka anjing itu pun menyalak. Baginda pun
menghampiri suara anjing itu, dan menemukan gundukan tanah yang
menurut anjing itu orang. Baginda pun berkata: “Apa yang digonggong
anjing itu?” Mereka pun berkata: “Daulat tuanku, kami mohon ampun. Ada
seekor pelanduk putih yang besarnya seperti kambing, warna tubuhnya
mengkilat. Itulah di gonggong oleh anjing dan pelanduk itu melarikan diri.”
Setelah baginda mendengar jawaban orang itu, maka baginda pun
berjalan pada tempat itu. Baginda pun menemukan rumah seorang suami istri
tua yang sedang duduk di depan rumahnya. Baginda menyuruh seseorang
untuk bertanya kepada orang tua itu, mengapa berada disini dan darimana
asalnya. Kedua orang tua itu pun menjawab: “Daulat tuanku, hamba ini
rakyatmu yang Maha Mulia, karena kami berasal dari kota Maligai.”
Ketika paduka nenda pergi ke negri ayutia, kami pun pergi mengiringi
paduka nenda berangkat. Setelah sampai kami pun sakit maka kami
ditinggalkan. Baginda berkata: “Siapa namamu?” Orang tua itu menjawab:
“Nama saya Pak Tani.” Setelah baginda mendengar jawaban orang tua itu,
baginda pun kembali ke kemahnya. Pada malam itu baginda berbicara dengan
seluruh menteri hulubalannya untuk pergi ke tempat pelanduk putih itu.
Keesokan harinya maka seluruh menteri hulubalang menyuruh orang
kembali ke kota Maligai dan Lancang untuk mengerahkan seluruh rakyat
pergi ke ke tempat itu. Setelah seluruh menteri sudah melakukan perintah raja
maka baginda pun kembali ke kota Maligai. Sudah dua bulan lamanya, negeri
itu pun kosong. Pindahlah baginda ke negeri itu dan dinamakan Patani
Darusalam (negeri yang sejahtera).
Dari awal tempat dimana pelanduk putih itu hilang sampai pintu gajah
di ujung Jambatan Kedi, itulah tempat Pak Tani tinggal dan hidup disitu.
Banyak orang mengatakan nama negri berasal dari nama orang yang tinggal
disana. Sesungguhnya nama negri itu berasal dari hilangnya pelandu itu.
Demikianlah ceritanya.  

Anda mungkin juga menyukai