Anda di halaman 1dari 11

81

danu gerahkan baginda pada ratu melayu. Maka dipersembahkan oleh bundahara pedang
yang berikat emas sebilah dan keris bersalut dua bilah dan lembing bersampak emas
sepuluh bilah dan perempuan yang baik suaranya dua orang. Maka ratu melayu pun sujud
pada kaki baginda maka baginda pun memeluk mencium ratu melayu dan ditangisinya.
Setelah sedih maka ratu melayu pun berjalanlah naik gajah lalu keluar. Maka bundahara dan
segala pegawai dan pertuanan sekalian mengiringkan. Maka berjalanlah sepanjang jalan.
Orang melihat daripada laki-laki dan perempuan menangis turun pergi bersama-sama. Maka
ratu melayupun sampailah ke panti lalu turun dari atas gajah. Maka bundahara paduka raja
pun sujud menyembah. Maka segera dicium oleh baginda akan bundahara seraya bertitah
“Paman bundahara, jangan lupa-lupa kepada kita jika ada salah minta diampuni oleh
bundahara daulat tuanku Syah Alam Patik ini hamba tuan”. Setelah itu, maka segala pegawai
dan pertuanan sujudlah pada baginda seorang demi seorang berganti-ganti. Maka sekalian itu
dicium baginda kepalanya. Sudah itu maka baginda pun naiklah kajung dan perahu. Maka di
dalam jung dan perahu itu pun sekaliannya memasang bedil seperti bertayah bunyinya. Maka
jung kenaikan ratu melayu pun membongkar sauh lalu berlayar. Maka segala perahu itu pun
berlayarlah. Maka bundahara pun kembalilah lalu masuk menghadap. Maka baginda pun
memberi titah mamak bundahara “Kita pun tujuh hari lagi akan pindah ke Melaka
berlengkaplah segala rakyat kita dan isi negeri ini”. Maka sembah bundahara daulat tuanku
Syah Alam. Maka bundahara pun menyuruh memalu munga-munga keliling negeri titah duli
yang dipertuan tujuh hari lagi akan berpindah berangkat ke negeri baharu itu maka

82
Hendaklah rakyat segala isi negeri itu pun bersiap hadir kelakian. Setelah datanglah kepada
tujuh hari, maka baginda pun berangkat ke Melaka dengan segala pegawai dan pertuanan
sekalian. Habis berpindah mengikuti raja maka Bintan itu pun tinggal sunyi. Adapun yang
menunggu Bintan itu tuan utama dengan Bijaya Sura dan seribu orang sertanya. Maka raja
pun berlayarlah ke Melaka beberapa lamanya. Sampailah ke Melaka maka Temanggung Sri
Diraja pun naiklah ke atas. Maka dilihat oleh baginda tempat negeri dan tempat istana itu
terlalu baik. Maka baginda terlalu suka cita seraya memberi anugerah akan Temanggung Sri
Diraja dan segala pegawai dan pertuanan bersama-sama dengan Temanggung itu. Setelah
sudah maka baginda pun duduklah di balairung dihadapan oleh bundahara dan Temanggung
dan Tuan Tuah. Maka segala pegawai dan pertuanan dan rakyat sekalian hadir menghadap.
Maka titah raja kepada bundahara dan Temanggung kita pun hendak menyuruh pegawai dan
segala pertuanan pergi menghadap ke Bukit Siguntang akan memohonkan saudara kita, Sang
Jaya Nantaka ke bawah paduka ayahanda kita hendak jadikan raja muda akan jadi kapit kita
karena kita tiada berkapit. Maka sembah bundahara “Daulat tuanku Syah Alam Patik,
puhunkan ampun kurnia, tetapi titah duli tuanku menitihkan kelengkapan tiga belas buah jung
kepada Adipati Palembang dan Bijaya Sura itu dan patik-patik itu hampirlah akan datang”.
Maka titah raja benarlah seperti sembah bundahara. Tiada berapa lamanya maka Adipati
Palembang dan Bijaya Sura pun datang. Maka baginda pun terlalu suka cita melihat Adipati
Palembang dan Bijaya Sura itu maka.
83
raja pun segera menegur. Maka bundahara pun berlengkap. Maka baginda pun
bermusyawarah dengan bendahara dan Temanggung akan mengarang surat dan bingkisan
persembahan ke Bukit Siguntang. Setelah sedih maka baginda terlalu sukacita mendengar
surat yang dikarang itu. Setelah sudah maka bendahara dan temanggung dipersalin oleh raja.
Setelah sudah maka bendahara dan temanggung dan segala pegawai yang pergi itu pun
menjunjung tinggi lalu keluar kota naik ke perahu serta berlayar ke Palembang berapa
antaranya. Maka sampailah ke Palembang. Maka bendahara dan temanggung berlengkap
persembahan akan mengarak surat dan bingkisan. Maka Adipati Palembang pun berjalanlah
ke Bukit Siguntang menghadap sang purabu. Maka segala hal bendahara dan Temanggung
dititahkan raja itu pun dipersembahkan. Maka baginda pun terlalu sukacita, lalu menitihkan
perdana Menteri berlengkap akan menyembah surat dan bingkisan daripada anak baginda.
Setelah sudah lengkap, maka perdana Menteri dan segala pegawai dan pertuanan berjalanlah
ke Palembang. Setelah sampai maka surat dan bingkisan pun dinaikkan oranglah ke atas
gajah, diarak ke Bukit Siguntang itu. Setelah sampai maka dibaca oleh sang Puraba sangatlah
suka di dalam hatinya. Setelah sedih maka bendahara dan Temanggung menjunjung duli
baginda. Maka titah sang puraba “Ada pun anak kita, Sang Jaya Nantaka itu petaruh kitalah
kepada bendahara dan temanggung ada pun anak kita ini lagi budak jika ada salah dan bila
perbaiki, jika ia jahat hendaklah diantarkan kembali kepada kita, karena orang jadi raja muda
itu bukannya mudah tetapi bundaharalah yang maklum hal itu. Serta mendengar titah sang
Puraba dimakian itu, maka sembah bundahara “daulat tuanku Syah Alam Patik hamba tua
memohonkan

84
ampun ke bawah duli cerpu Syah Alam pada bicara patik yang pada ke anakanda itu tuan
kepada patik sekalian, jika patik sekalian lalui titah duli yang maha mulia itu seolah-olah
durhaka patik sekalian. Setelah baginda mendengar sembah bendahara demikian itu, maka
Sang Jaya Nantaka pun dipenggal oleh baginda. Maka segeralah datang menghadap ayahanda
baginda “hiya anakku dan buah hatiku engkau dipuhunkan oleh saudaramu Raja Melaka
hendak dijadikan raja muda di Malaka apa bicaramu?”. Maka sembah Sang Jaya Nantaka
yaitu “anakku, Syah Alam Patik, ini hamba pada kebawah duli yang dipertuan mana titah
patik junjung?”. Maka titah baginda “ia anakku pada bicaraku baik juga anakku pergi karena
saudaramu itu tiada berkapit karena segala raja-raja yang besar-besar, jika tiada bersaudara
dan berkapit niscaya mudah pada mata seterunya dan pada segala raja-raja yang takluk
padanya sekarang baik anakku pergi”. Maka sembah Sang Jaya Nantaka “daulat tuanku,
mana titah patik junjung?”. Maka Sang Jaya Nantaka pun dibawa oleh baginda masuk pada
bundanya. Maka diceritakan oleh baginda segala hal ahwal itu. Maka bundanya pun
menangis seraya memeluk mencium anaknya. Maka kata bundanya “wah anakku dan cahaya
mataku seorang pula bercari, dengan bunda apatah jika lain daripada raja menyembuh angku,
tiada kuberi pergi”. Maka saudaranya kedua pun datang berpeluk bercium saudaranya. Maka
bertangis-tangis setelah mereka itu. Maka baginda pun berlengkap. Setelah sudah lengkap,
maka Sang Jaya Nantaka pun sujud pada kaki bundanya dan berpeluk dengan saudaranya
kedua maka Sang Puraba pun memeluk mencium anakanda baginda. Sudah itu, maka Sang
Jaya Nantaka pun berjalanlah dengan segala rakyat. Maka bendahara dan temanggung pun
bermohonlah pada Sang Puraba.

85
Lalu berjalanlah mengiringkan gajah Sang Jaya Nantaka dengan segala rakyat. Maka
beberapa hari dijalan, maka sampailah ke Palembang lalu naik ke perahu kenaikan baginda.
Maka bundahara dan temanggung pun naik ke perahu kenaikan. Maka payung iram-iram
putih pun terkambanglah. Maka tunggul panji-panji pun terdirilah. Maka bedil pun dipasang
oranglah seperti bertayah. Maka kenaikan pun berlayarlah terlalu laju, angin bertiup keras.
Maka segala kelengkapan pun berlayarlah syahdan. Maka sampailah ke Malaka. Maka
dipersembahkan orang pada raja bahwa paduka adinda telah datang berlabuh di Kuala ini.
Setelah mendengar sembah orang itu, maka baginda pun menitihkan biduanda pergi melihat.
Maka biduanda itu menyembah lalu pergi melihat dan bertanya. Maka dilihatnya sungguh
seperti kabar orang itu. Maka biduanda itu pun segera kembali berdatang. Sembah daulat
tuanku Syah Alam yang datang itu bundahara dan temanggung membawa paduka adinda.
Maka dalam berkata-kata itu maka biduanda berbunyi seperti bertayah dan bunyi-bunyian
pun terlalu gempita. Maka baginda pun menitihkan segala pegawai dan pertuanan dan Hang
Tuah dan Hang Jebat, Hang Lakir membawa gajah kenaikkan menyambut paduka adinda
dengan segala rakyat mengiringkan. Setelah sampailah orang menyembah itu, maka Sang
Jaya Nantaka pun memakailah pakaian tahkta kerajaan yang dilengkapi oleh ayahanda
baginda di Bukit Siguntang itu. Setelah sudah memakai, maka baginda pun berjalanlah
diiringkan oleh bundahara dan temanggung. Setelah sampai ke panti, maka baginda pun
naiklah ke atas gajah menaikkan baginda. Maka di kapal anak bendahara tuan amat dibuntut
anak temanggung maka payung iram-iram putih pun terkambanglah. Maka bundahara
pun naik gajah berjalan dahulu dan temanggung pun naik kuda berjalan di belakang. Maka
segala pegawai dan pertuanan sekalian.

86
itu mengiringkan Tuan Nuah dan Hang Jebat dan segala biduanda berjalanlah dihadapan
kenaikan baginda itu. Maka berbunyilah gendang arak-arakan. Maka bagindapun berjalanlah
sambal bertanyakan kampung sayap. Maka sembah tuan tuah ini kampung saudagar tuanku.
Maka sekalian mereka itu menyembah. Maka baginda pun masuk ke dalam kota. Maka
segala orang di dalam negeri Malaka itupun laki-laki dan perempuan sekalian duduk
menyembah seraya mengatakan “Daulat tuanku, sepanjang jalan itu segala saudagar dan
orang-orang kaya menyembah hata”. Maka baginda pun sampailah kebalai gendang. Maka
baginda pun hendak turun dari atas gajah. Maka Tuan Ratna Dirajapun keluar membawa
titah, sembahnya “Tuanku akan titah paduka kakanda suruh masuk sekali”. Maka bagindapun
suruh menghalau gajahnya. Setelah datang kebalerung. Maka segala pegawai dan pertuanan
semuanya turun menyembah. Maka Raja Malaka pun berdirilah di tepi tirai ruang itu
menyambut tangan adinda baginda di bawah duduk bersama-sama di atas singgasana yang
bertatahkan ratna mutu manikam. Maka Sang Jaya Nanataka pun sujud di kaki kakanda
baginda. Maka Raja Malaka pun memeluk mencium adinda baginda dan bertangis-tangisan
terkenangkan ayah bundanya dan akan saudaranya itu. Maka bendahara dan temanggung
segala pegawai dan pertuanan naik kebalerung itu duduk beratur masing-masing pada
tempatnya. Setelah sudah maka hendakpun diangkat oranglah. Maka piala yang bertatahkan
ratna mutu manikam itupun diperdirikan oranglah. Maka minumlah sekaliannya terlalu ramai.
Maka titah baginda kepada bendahara dan temanggung hendaklah diperbuat istana
akan saudara kita Sulthon Muda. Maka sembah bendahara dan temanggung “Daulat
tuanku, mana titah Patik Junjung?”. Maka orang minum itupun sudahlah. Maka titah baginda
“Adapun sekarang raja muda
87
ini hendak duduk di bandul kita sementara mamak bendahara dan temanggung memperbuat
istana itu karena raja muda pun bujang”. Maka sembah raja muda “Daulat tuanku, mana titah
Patik Jenjang?”. Setelah baginda mendengar sembah adinda baginda itu, maka baginda pun
berangkat masuk. Maka raja muda pun berkata-kata dengan Tuan Tuah dan Tuan Jebat. Maka
hari pun malam. Maka bendahara dan temanggung pun menyembah lalu kembali diiringkan
segala pegawai dan pertuanan dan bintara Tuan Tuah. Maka bendahara dan temanggung pun
mengerahkan segala pegawai dan segala pertuanan akan berbuat istana raja itu masing-
masing dengan sakinya. Di dalam tujuh hari itu juga dimulai oleh segala saki dan segala
pegawai itu. Maka bendahara dan temanggung membangunkan istana itu dengan bale
penghadapan terlalu indah-indah. Maka di dalam empat puluh hari itu juga istana itu pun
sudah lengkap dengan peranginannya sekali diperbuat oleh bendahara dan temanggung.
Maka bendahara dan temanggung pun masuk berdatang sembah “Daulat tuanku Syah Alam
yang dititahkan oleh duli yang dipertuan patik sekalian, perbuat istana dan bale tempat
paduka adinda itu sudahlah patik sekalian perbuat lengkap dengan istana dan bale hampeir
juga pada kampung patik”. Setelah baginda mendengar sembah bendahara, demikian titah
baginda “Baiklah kita hendak melihat Istana Sulthon Muda”. Maka sembah bendahara daulat
tuanku maka titah baginda kepada raja muda “Marilah adinda kita pergi melihat istana yang
diperbuat oleh mamak bendahara dan temanggung itu.” Maka sembah raja muda “Silakanlah
tuanku patik mengiring di belakang duli yang dipertuan”. Maka Raja Melaka pun naik keatas
gajah berangka emas bertimbalan dengan raja muda. Setelah sampai, maka dilihat oleh Raja
Malaka dan Raja Muda istana itu
88
terlalu baik perbuatan nya berukir dan lengkap dengan petrana. Maka semuanya orang yang
mengiringkan raja muda memuji-muji istana, hanya Tuan Tuah berdalim dirinya dan mencela
di dalam hatinya “Adapun barang siapa duduk pada istana ini sampai empat puluh hari kena
murka raja. Tetapi tiada mengapa maka dilihat bendahara akan kelakuan hang tuah itu.
Bendahara pun tahu lah akan dalim tuan tuah itu karena ia itu orang bijaksana serta tau ilam
firasat. Maka bendahara pun tersenyum-senyum di dalam hatinya “Baiklah ku tanya kepada
tuan tuah, apa juga yang dicelanya istana itu?”. Setelah Raja Malaka dan raja muda melihat
istana raja muda itu, maka raja pun berangkat kembali duduk di balerung. Maka titah Raja
Malaka pada adinda baginda berapa hari lagi akan adinda naiki istana itu lebih baiklah dua
hari lagi. Maka sembah raja muda “Daulat tuanku, mana titah patik junjung?”. Maka
bendahara pun berlengkaplah akan naik istana raja muda itu. Setelah sudah lengkap, Maka
bendahara pun berdatang sembah “Daulat Tuanku Syah Alam Patik dititahkan berlengkap itu
sudahlah”. Maka titah Raja Malaka pada raja muda “Baiklah adinda naik istana pada hari ini
karena bendahara sudah berlengkap akan tuan. Maka sembah raja muda “Daulat tuanku,
mana titah patik junjung?”. Maka titah Raja Malaka silakanlah adinda bawa segala pegawai
dan pertuanan mengiringkan adinda. Maka raja muda pun menyembah lalu naik bertimbalan
ringga dengan bendahara lalu berjalan diiringkan oleh segala pegawai dan pertuanan. Setelah
sampai kepada istana yang baharu itu, maka raja muda dan bendahara pun naiklah ke
penghadapan. Maka raja muda pun duduklah diatas petrana yang keemasan dihadapan oleh
bendahara dan temanggung dan sekalian pertuanan. Maka dilihat oleh raja muda dan
bendahara
89
bintara Tuan Tuah dan Hang Jebat juga tiada datang. Maka titah raja muda “Ayo hiya mamak
bendahara tiadakah datang tuan tuah?”. Maka sembahnya tiada patik itu datang tuanku. Maka
titah raja muda “Segeralah mamak bendahara suruh panggil bintara kedua itu titiklah itu
Hang Tuah dan Hang Jebat pun ada duduk di balerung itu. Setelah dilihat oleh Tuan Tuah
dan Tuan Jebat orang bendahara itu datang. Maka keduanya pun segera berbangkit lalu turun
berjalan ke atas raja muda. Setelah dilihat oleh raja muda, Tuan Tuah dan Tuan Jebat datang
itu maka segera ditegurnya “Silahkanlah bintara kedua kita menanti diri dari tadi”. Maka
sembah Tuan Tuah dan Tuan Jebat “Daulat tuanku patik kedua memohonkan ampun dan
kurnia ke bawah duli Syah Alam hendak patik kedua tadi mengiringkan duli tuanku karena
penghadapan sunyi”. Setelah raja muda mendengar sembah bintara kedua itu, baginda pun
tersenyum-senyum. Maka hendak pun diangkat oranglah. Maka segala pegawai dan
pertuanan pun makanlah. Setelah sudah makan, maka makan sirih dan memakai bau-bauan.
Maka khotbah pun membaca doa. Maka sekalian menadahkan tangan mangatakan “Amin-
amin-amin ya robbal ‘alamin”. Setelah sudah maka sekalian pun menyapukan tangannya ke
muka serta mengangkat tangan mengatakan “Daulat tuanku bertambah-tambah kekayaan dan
derajat dan kemuliaan dan menahklukkan segala negeri”. Setelah sudah makan maka
minuman pula diangkat orang maka piala yang bertahtakan ratna mutu manikam pun
diperedarkan oranglah pada sekalian pegawai dan pertuanan. Maka rebana pun berbunyilah
dan biduanda yang baik suara itu pun bernyanyilah terlalu merdu suaranya itu. Maka sekalian
pun ramailah bangkit menari. Maka tuan tuah pun menyembah pada raja muda lalu
berbangkit serta memegang hulu keris panjang tempa Malaka. Terlalu amat

90
baik sikapnya menari itu melompat undur tampil seperti laku orang mengelakkan pertikaman
serta menyembah. Maka raja muda pun suka melihat tiada jamu pada mata baginda. Maka
dalam hati baginda sungguhlah tuan tuah ini manis barang lakunya setelah itu maka tuan
jebatpun menyembah raja muda lalu menari maka hang jebat, hang lakir, hang laki pun
mengambil piala dari pada orang mengisis pial aitu dianggapkan pada hang kasturi. Hang
kasturi pun menganggap adipati Palembang maka segala pegawai dan pertuanan bersoraklah
terlalu ramai maka adipate palembangpun menyembah lalu bangun menari maka
dianggapkannya di hadapan tuan ratna diraja maka tuan ratna dirajapun menyembah kepada
raja muda lalu bangun menari maka tuan tuah, hang jebat, hang kasturi pun mengambil piala
itu daripada tangan orang mengisi piala itu. Maka dipenuhi dengan arak dibawahnya menari
maka dianggap kepada tuan ratna diraja maka tuan ratna dirajapun tiada khobarkan dirinya
terduduk maka seketika lagi tuan ratna dirajapun terlalu suka maka raja pun sangat suka
tertawa-tawa melihat kelakuan tuan ratna diraja menari itu maka rebana pun terlalu ramai
maka raja pun melihat kepada tuan tuah serta menyuruh melarikan temanggung sri diraja.
Maka tuan tuah pun mengambil piala dipenuhinya dengan arak lalu dibawanya menari oleh
tuan tuahpun mengambil piala dipenuhinya dengan arak lalu dibawanya menari oleh tuan
tuah di larihkan pada temanggung serta katanya santaplah datuk titah duli yang dipertuan
muda demi didengar temanggung maka diambilnya pial aitu serta katanya daulat tuanku
maka pial aitu dijunjung oleh temanggung lalu diminumnya maka temanggungpun
menyembah lalu menari maka piala pun sebagai dilariah orang pada temanggung maka
segera diambil oleh temanggung pial aitu dipersembahkannya kepada bundahara maka segera
disambut oleh bundahara lalu
91
Bangun menari dua tiga kali melangkah lalu ia meletakkan kerisnya maka bundaharapun
sujud pada kaki raja maka bagindapun tahulah akan kehendak bundahara itu maka
bagindapun segera berbangkit dari atas petrana itu memeluk leher bundahara maka pial aitu
pun disambut oleh bundahara lalu dijunjungnya diminumnya maka bundahara pun berasa
kilap maka bundahara pun mengambil piala daripada orang mengisi pial aitu maka bundahar
pun berbangkit menari lalu dipersembahkan pada raja muda maka disambut oleh raja muda
pial aitu lalu bertitah ayoh mamak bundahara, baiklah kita menari maka sembah bundahara
daulat tuan ku maka rajapun duduk maka segala pegawai dan pertuanan habislah mabuk. Ada
yang tak sempat pulang kerumahnya, ada yang rebah ditengah jalan tertidur, ada yang
disusung oleh hambanya dibawa pulang, banyak pula yang tidur disegenap kadi maka
bundahara dan temanggung dan bentara kedua danu gerahi persalinan dengan kadi dengan
sepertinya maka segala pegawai empat orang itupun menjunjung duli keluar. Setelah
keesokan harin maka raja muda pun menghadap raja melaka sedang dihadap oleh orang
setelah dilihat adinda baginda datang itu maka bagindapun berdiri memberi hormat akan
adinda baginda itu maka segala pegawai dan pertuanan turun menyembah, maka titah
sudahkah adinda naik ke istana?. Maka sembah raja muda daulat tuanku sudahlah patik naik
maka sembah tuan tuan patik datuk bundahara beranggap-anggapan dilariah oleh paduka
adinda menari dan oleh datuk bundahara dan temanggung maka tatkal aitu bundahara dan
temanggung pun datanglah menghadap setelah raja melaka melihat bundahara dan
temanggung datang itu maka bagindapun setelah raja melaka melihat bendahara dan
temanggung datang itu maka baginda pun tersenyum-senyum. Sri bertitah ramainya orang
menari beranggap-anggapan jika kita bahu kita pergi melihat

92
Maka bundahara dan temanggung pun tertawa-tawa seraya menyembah daulat tuanku patik
ini dikaruniai paduka adinda ia pun semalam bentara memulai pekerjaan maka mabuk lah
segala pegawai dan pertuanan maka raja muda pun suka tertawa mendengar sembah
bundahara dan temanggung itu maka baginda pun terlalu berkasih-kasihan dengan paduka
adinda baginda makan minum serta bersuka-sukaan dengan paduka adinda baginda itu maka
negeri melaka pun sentosalah sejak itu seperti air dalam talam maka segala negeri yang
takluk pada tanah melaka itupun sekaliannya memberi upeti ke melaka pada tiap-tiap
tahun. Maka segala pegawai dan pertuanan terlalu kasih akan raja muda sediakala datang
menghadap raja dan sedikala makan minum dengan bersuka-suka dengan segala bunyi-
bunyiannya maka segala dagang dan sentri banyak masuk ke melaka itu sekaliannya masuk
menjadi hamba raja muda maka segala tuan-tuan itu diberi anugerah dan ditegur dengan
manis mukanya maka terdengarlah segala kelakuan itu kepada raja melaka sekalian orang
yang menaruh dengki kepada raja muda berdatang sembah kepada raja melaka
sembahnyadaulat tunaku syah alam patik memohoknan ampun dengan berbagai-bagai upaya
dan apabila sudah besar sukurlah kita memadamkan dia setelah raja mendengar sembah orang
itu maka titah raja apa rahasia kamu hendak persembahkan itu kata kanlah aku dengar karena
angku hamba ku maka sembah orang itu ya tuanku syah alam adindapun sekarang ini patik
lihat serta dengar khabar yang shah bukan konon dikarang adinda pun paduka adinda baik
mengasihi orang jahat-jahat pekerti dan

93
Segala pegawai dan pertuanan banyak yang kasih akan paduka adinda maka sediakala ada
musyawarat dengan segala orang jahat dan segala pegawai dan pertuanan yang jahat-jahat
senantiasa hendak membuangkan duli yang dipertuan maka paduka adinda itu hendak
dirajakannya demi baginda mendengar sembah petanah orang itu baginda pun terlalu amat
murka akan adinda raja mud aitu serta bertitah memanggil bintara tuan nuah maka bintara
tuan tuah pun segera datang menghadap. Belum sempat duduk maka titah raja melaka “hiya
bintara segera buang si jaya nantaka itu, demi allah tiada aku mau melihat mukanya lagi”.
setelah tuan tuah mendengar titah raja dimakian it maka tuan tuah pun menghunus keris
Panjang lalu menyarap sujud seraya berdatang sembah “ya tuanku syah alam jika patik
melalui titah duli yang maha mulia itu durhakalah patik patik mohonkan ampun dan karunia
kebawah duli yang dipertuan yang nama mendatangkan tangan patik keatas anak cucu raja
bukit siguntang itu mohonlah payik maka raja pun memandang kekriri dan ke kakan lalu
bertitah kepada hang kasturi menyuruh memanggil bundahara dan temanggung maka
bundahara dan temanggung pun segeralah buang si jaya nantaka itu demi allah tiada akum au
memandang mukanya lagi demi bundahara dan temanggkung mendengar titah yang dimakian
itu maka bendahara dan temanggung terkejut serta berdatang sembah daulat tuanku patik
pohonkan ampun dan kurnia apa juga rahasia nyam aka yang dipertuan bertitah yang
demikian itu karena titah ayahanda di bukit siguntang kepada patik tiada dimakian jika tiada
ditutr seperti titah paduka ayahanda seolah-olah dirahakalah patik ke bawah duli paduka
ayahanda setelah
94
Raja mendengar sembah bendahara dimakian itu maka raja pun titik air matanya seraya
bertitah jika demikian apatah baik kita hukumkan maka sembah bendahara dan temanggung
ya tuanku syah alam patik mohonkan ampun dan kurnia pada bicara patik jika sungguh
seperti sembah orang itu bahwa paduka adinda berbuat pekerjaan yang dilarangkan allah
ta’ala itu baik paduka adinda kita dima’zulkan daripada takhta raja muda dipulangkan seperti
dahulu kala maka sembah tuan tuah daulat tuanku terlalu baik seperti sembah patik datuk
bendahara itu bukan barang-barang hakum akan segala raja-raja yang dima’zulkan daripada
takhta kerajaan itu maka rraja pun bertitah jika dimakian mana perintah mamak bundahara
lah tetapi segala kelengkapan kerajaan itu ambil daripadanya seorang pegawaipun jangan
tinggalkan kepadanya kita tiada mau setelah bundahara mendengar titah dimakian itu maka
sembah bundahara dan temanggung daulat tuanku maka bundahara dan temanggung segala
hal ahwal raja melaka itu semuanya disembahkan kepada raja muda setelah raja muda
mendengar sembah bundahara dimakian itu maka bagindapun terkejutlah seraya tersenyum-
senyum maka titah raja muda jangankan dima’zulkan daripada pekerjaan raja muda jikalau
dibuang kita pun rela tetapi jangan kita meninggalkan nama yang jahat adapun yang nama
kembali kebukit siguntang itu sekali-kalai kita tiada mau biarpun kita menjadi itu maka
bundahara dan temanggung pun menangis maka oleh bundahara dan temanggung isis istana
dan takhta kerajaan raja muda itu dan segala pegawai kelengkapan raja muda sekaliannya
diangkatnya ke dalam dipersembahkan kepada
95
Raja maka raja muda pun turunlah dari istana berbuat rumah kecil di kampung bundahara
akan makan minum dan duduknya baginda itu bundahara menyelenggarakan di ada pun
oekerjaan baginda itu pergi mengail ke laut bersamma-sama dengan orang yang baik di
melaka itu dimakianlah iya mencahari penghidupan tetapi bundahdara sedikala mengatur
hidangan pagi dengan datang tiada berkeputusan jika tiada berkain diberi kain jika tiada
berbaju diberi baju demikianlah hal raja mud aitu dengan tiada sayap tahu hal itu adanya
Alkisah maka tersebutlah perkataan seorang saudagar terlalu kaya di benua keeling berpuluh-
puluh bahar emasnya dan tujuh buah kapalnya dan anaknya tiga orang laki Adapun saudagar
itu tahu ilmu nujum dan sastrawan dan nama saudagar itu permadiuan dan anaknta seorang
Bernama permadisa seorang Bernama permadingka dan seorang Bernama permadiran sekali
peristiwa suadagar yang Bernama permadiuan melihat dalam najumnya maka dilihatnya
didalam najumnya ditanah melayu itu sekarang diturubkan allah subhanahutaala seorang raja
maka raja itu beranak laki-laki empat orang terlalu baik parasnya setelah sudah dilihatnya di
dalam najumnya itu maka permadiuan pun pikir di dalam hatinya Adapun benua kaling ini
tiada baik juga aku belanjakan harta ku hendak menjadikan raja di dalam negeri ini karena
harta ku pun terlalu banyak karena harta dunia ini tiada gunanya baiklah aku meninggalkan
namaku pada akhir zaman karena masku berpuluh-puluh baharanakku pun tiga laki-laki dan
gedungku pun penuh dengan harta dan kapal aku tujuh buah dan hamba ku pun tujuh ratus
puluh yang kaya-kaya pada seorang hamba ku dua tiga bahara
96
Emas ada kepadanya jika demikian baiklah aku pergi ke tanah Melayu sambil berniaga
supaya aku pinta anak raja itu seorang aku jadikan raja di benua Kaling ini supaya masyhur
namaku disebut orang datang pada akhir zaman nama anak cucuku disebut orang jadi terlebih
kaya hiduplah namaku setelah ia berpikir demikian itu maka dipanggilnya nahkhoda-
nahkhoda kapal katanya hiya nahkhoda sekarang ini aku sendiri hendak berlayar ke tanah
Melayu itu hendaklah kamu sekalian bermuat dengan segala dagangan kamu yang mana patut
dibawa ke tanah Melayu itu setelah nahkhoda itu setelah nahkhoda tertuju itu mendengar kata
saudagar demikian maka segala nahkhoda kapal itu pun bermuatlah di dalam tujuh hari itu
lengkaplah segala macam dagangan itu setelah sudah lengkap maka kapal tujuh buah itu pun
berlayar menuju tanah Melayu setelah beberapa lamanya berlayar maka saudagar itu pun
sampai ke Kuala Malaka maka dilihat oleh segala orang pengail tujuh buah kapal berlayar
hendak masuk ke Malaka maka dilihat oleh saudagar itu dari kapal diantar perahu pengail
yang baik itu anak raja duduk mengail maka saudagar itu pun segera menyuruhkan orang
menghampirkan permadani yang indah-indah pada segenap geladak kapal itu dibubuh Shof
Saqolat ‘Ainal Banat setelah saudagar itu berlengkap di kapalnya itu maka disuruh saudagar
panggil pengail yang baik itu hendak membeli ikan setelah dilihat oleh pengail orang di
dalam kapal itu memanggil dia maka segala perahu pengail itu pun datanglah setelah sudah
maka saudagar itu pun berdiri di atas kapal itu seraya menyembah Sang Jaya Nantaka serta
katanya silakanlah tuanku naik ke kapal patik ini maka sahut segala pengail itu sayap tuan
hamba silakan naik hamba.

97
Sekalian ini orang pengail maka kata saudagar itu seraya ditunjukkan Sang Jaya Nantaka
itulah yang hamba silakan naik itu anak raja maka kata Sang Jaya Nantaka Adapun hamba
orang pengail juga bukan hamba anak raja maka kata saudagar itu silakanlah tuanku naik
maka Sang Jaya Nantaka dan segala pengail itu pun naiklah ke atas kapal itu maka
disambutnya tangan Sang Jaya Nantaka lalu didudukkan di atas kursi yang keemasan maka
payung kuning pun terkambanglah di kapal Sang Jaya Nantaka maka nahkhoda-nahkhoda
dan orang di dalam kapal itu pun duduklah menghadap Sang Jaya Nantaka maka segala
pengail itu pun heran melihat kelakuan Sang Jaya Nantaka sangat dipermulia oleh saudagar
itu maka segala pengail itu tiada tahu akan Sang Jaya Nantaka itu raja muda Adapun
sangkanya sudah mati dibunuh oleh raja Malaka maka oleh saudagar itu akan Sang Jaya
Nantaka itu dibawanya ke dalam kurung maka saudagar itu pun sujud pada kaki Sang Jaya
Nantaka seraya berkata apa sebab tuanku jadi pengail ini maka Sang Jaya Nantaka bukan
hamba ini anak raja pengail juga maka saudagar itu jangan tuanku bersembunyi kepada Patik
karena Patik lihat di dalam najum Patik bahwa tuanku ini anak raja maka raja di negeri
Malaka itu saudara tuanku karena di dalam najum Patik ini sekaliannya habis Patik ketahui
tiada dapat tuanku bersembunyi kepada Patik setelah Sang Jaya Nantaka mendengar kata
saudagar itu maka ia pun berkata benarlah kepada saudagar itu maka segala hal ahwalnya
sekalian dikatakan oleh baginda kepada saudagar serta mendengar kata raja itu maka
saudagar itu pun menangis balas hatinya seraya berkata.
98
Sekarang apa bicara tuanku yang selaku ini maka kata Sang Jaya Nantaka apatah bicara
hamba sudahlah rupanya untung nasib hamba jadi demikian ini maka kata saudagar itu
maukah tuanku Patik pertuankan di benua Kaling Patik rajakan di sana jikalau tuanku mau
supaya Patik persembahkan ke bawah duli paduka ayahanda ke bukit Siguntang maka Sang
Jaya Nantaka baiklah lamun bapakku membawa hamba dan mengaku hamba akan anak dunia
akhirat apatah lagi hendak memberi tahu ke bukit Siguntang karena ayah bunda hamba
sukalah di benua Kaling itu karena tatkala hamba pun dijadikan oleh bunda maka disuruh
oleh bunda hamba lihat di dalam najum bahwasannya anak anda yang sulung itu menjadi raja
di tanah Melayu dan dikata hamba ini menjadi raja di negeri Kaling dan saudara hamba yang
seorang lagi itu akan jadi raja di tanah Jawa dan seorang lagi yang bungsu itu ia menjadi raja
di Minangkabau maka saudagar itu pun mengambil najumnya serta dilihatnya sungguh
seperti kata baginda itu tiada lagi bersalahan maka saudagar itu pun terlalu suka citalah maka
saudagar itu ya tuan ku apabila hamba menghadap raja pada Ketika hendak berlayar hamba
sambut tuanku lalu berlayar maka Sang Jaya Nantaka baiklah berteguh-teguhan janji maka
segala orang pengail itu pun semuanya diberi kain dengan segala yang dibawanya dagangan
itu diberi oleh saudagar masing-masing kadarnya maka segala pengail itu ya datuk saudagar
mana kala datuk saudagar hendak memasukkan kapal supaya sahaya datuk sekalian datang
menolong datuk saudagar maka kata saudagar itu dua hari lagi arkian maka segala pengail itu
pun bermohonlah pada saudagar itu maka Sang Jaya Nantaka pun bermohonlah.

99
Kepada saudagar lalu turun ke perahunya berkayuh maka saudagar itu pun terlalu amat suka
cita hatinya katanya sekali ini sampailah seperti niatku jika aku berbelanja sepuluh bahara
emas sekali pun ridholah aku lamun juga aku beroleh anak raja ini dengan mudahnya setelah
sudah ia berpikir demikian itu maka saudagar itu pun berlengkap persembahan setelah sudah
lengkap persembahan itu maka segala pengail itu datang kepada saudagar itu membawa sirih
pinang dan segala buah-buahan maka saudagar itu pun membawa kapalnya masuk maka
dipersembahkan oranglah kepada bundahara sembahnya ya tuanku tujuh buah kapal terlalu
sarat masuk ke kaula kita ini maka bundahara pun segera menghadap raja dipersembahkan
seperti khabar orang itu maka titah raja apa maksud ia datang itu maka sembah bundahara
hendak berniaga tuanku setelah keesokan hari maka saudagar pun naik menghadap bundahara
paduka raja maka dilihat oleh bundahara perasata saudagar itu terlalu kaya dan terlalu amat
bijaksana pada ilmu nujum dan sastrawan maka bundahara pun terlalu sopan dan hormat akan
saudagar itu apabila dilihat oleh saudagar itu maka ia memberi hormat maka segala pegawai
dan segala pertuanan yang menghadap bendahara itu pun semuanya turun ke tanah memberi
hormat akan saudagar itu maka dilihat oleh saudagar itu ilmu firasat bendahara padu raja itu
seorang mentri terlalu amat bijaksana syahdan maka saudagar itu naik ke atas bali maka kata
bendahara silakanlah orang kaya duduk maka datang hamba menghampirkan permadani akan
tempat saudagar duduk yang berpakan emas maka bundahara pun berdirilah seraya
dipegangnya tangan saudagar itu naik ke atas bali duduk.
100
Bersama-sama maka saudagar itu pun menyembah kepada bendahara itu maka kata
bendahara apa maksud orang kaya saudagar datang ke Malaka ini karena tanah Kaling
dengan tanah Malaka ini terlalu jauh pelayarannya maka sembah saudagar pada bendahara
bahwa hamba tiada pernah menjadi saudagar pada segenap negeri dan hamba bersahabat
dengan orang besar-besar juga tiada pernah hamba berlayar sendiri jangankan hamba anak
hamba lagi tiada diberi berlayar ada pun sekarang ini hamba hendak melihat tamasa negeri
sebermula maka lalulah hamba pada tanah Melayu ini tambahan hamba mendengar khabar
pada tanah Melayu sekarang konon sudah diturunkan Allah raja berasal dari keindraan itu
pun hamba hendak menghadap baginda itu karena raja itu ganti Allah ta’ala di dalam dunia
barang siapa melihat raja itu seperti melihat Allah ta’ala ada pun jika ada kasih orang kaya
bendahara akan hamba-hamba pinta orang kaya bendahara persembahkan pada ke bawah duli
baginda hamba datang ini hendak menghadap maka sabda bendahara baiklah orang kaya
saudagar esok harilah hamba persembahkan setelah sudah maka hidangan pun diangkat
oranglah maka saudagar pun makanlah sehidangan dengan bendahara setelah sudah makan
maka saudagar itu pun bermohonlah kembali ke kapalnya maka bendahara pun masuk
menghadap baginda maka titah baginda ya mamak bendahara manakah saudagar itu hendak
menghadap kita maka sembah bendahara esok harilah Patik itu hendak menghadap ke bawah
duli yang dipertuan tetapi Patik puhunkan ampun dan kurnia jadi malu Patik sebab tiada
pernah Patik melihat segala saudagar dan nakhoda yang datang ke negeri Bintan dan Malak
aini seperti saudagar itu kaya nya dan bijaksana pada ilmu firasat dan banyak
pengetahuannya syahdan maka mulutnya berkata-kata terlalu manis.

Anda mungkin juga menyukai