Anda di halaman 1dari 22

BAB

Kompetensi Dasar
Mengidentifikasi isi dan nilai-nilai yang terkandung dalam hikayat, baik lisan maupun tulis.

Indikator
Mampu menentukan isi teks hikayat yang dibaca.
Mampu menentukan nilai-nilai yang terkandung dalam teks hikayat yang dibaca.

Karya sastra merupakan karya seni yang menggunakan bahasa sebagai media
penyampaiannya, baik dalam bentuk lisan maupun tulisan. Karya sastra dapat diartikan sebagai
ungkapan pikiran, perasaan, refleksi atau perenungan, dan pengamatan seseorang terhadap
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, karya sastra biasanya menggambarkan kehidupan
manusia dengan berbagai persoalannya. Penggambaran tersebut menggunakan bahasa yang
indah dan gaya penyajian yang menarik.
Salah satu bentuk karya sastra adalah prosa. Prosa merupakan karangan yang tidak
terikat oleh banyaknya baris, jumlah suku kata, rima, dan irama. Berdasarkan periode waktu,
prosa dibagi menjadi dua, yaitu prosa lama dan prosa baru. Prosa lama belum terpengaruh oleh
budaya barat, sedangkan prosa baru lebih bebas, baik dari segi isi maupun cara pengungkapan
cerita. Salah satu bentuk prosa lama adalah hikayat.

Berbicara tentang hikayat, kita akan mengenal beberapa kata kunci berikut.
prosa klasik
cerita kehidupan raja-raja
dibumbui hal-hal yang bersifat khayalan atau ajaib
ditulis dalam bahasa Melayu
kaya nilai-nilai luhur
warisan nenek moyang

Berdasarkan informasi di atas, rumuskanlah definisi hikayat!

Hikayat adalah ………………………………………………………………………………………………


………………………………………………………………………………………………………………...

…………………………………………………………………………………………………………………

…………………………………………………………………………………………………………………

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 1
Membaca Teks Hikayat

Bacalah teks hikayat berikut dengan seksama!


Teks 1
Hikayat Bakhtiar

Ada seorang raja, terlalu besar kerajaannya daripada segala raja-raja. Syahdan maka
baginda pun beranak dua anak laki-laki, terlalu amat baik parasnya, gilang-gemilang dan
sikapnya pun sederhana.
Hatta maka berapa lamanya, dengan kodrat Allah subhanahu wa ta’ala maka baginda
pun hilanglah, kembali ke rahmatullah. Arkian maka ananda baginda pun tinggallah dua
bersaudara. Setelah demikian, maka mufakatlah segala
menteri dan hulubalang dan orang kaya-kaya dan orang
besar besar menjadikan ananda baginda yang tua itu raja,
menggantikan ayahanda baginda.
Setelah sudah naik di atas tahta kerajaan dan berapa
lamanya, maka berpikirlah saudaranya. Katanya, ”Jikalau
kiranya saudaraku ini kubiarkan menjadi raja, bahwasannya
aku ini tiadalah menjadi raja selama-lamanya. Maka baiklah
aku menyuruh memanggil segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang
kaya-kaya sekaliannya.”
Setelah berhimpunlah segala menteri dan hulubalang, rakyat hina dina sekaliannya,
maka baginda pun bertitah.
”Hai, segala menteri dan hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya dan
tuan-tuan sekaliannya, pada bicaraku ini, jikalau kakanda selama-lamanya, melainkan marilah,
kita langgar dan kita keluarkan akan kakanda, supaya negeri itu terserah kepadaku.”
Setelah sekalian menteri dan hulubalang dan punggawa dan orang besar-besar dan
orang kaya-kaya dan rakyat sekaliannya itu mendengar titah yang demikian itu, maka mereka
itu pun berdatang sembahlah.
”Ya, Tuanku, Syah Alam, adapun pendapat akal patik sekalian ini, meskipun paduka
kakanda menjadi raja ini, serasa tuanku juga. Jikalau tuanku kabulkan sembah patik sekalian ini,
maka naiklah Tuanku mufakat dengan paduka kakanda, supaya sempurna negeri tuanku,
karena paduka kakanda itu pun sangat baik dan barang kelakuan dan pekerti paduka kakanda
pun baik. Di dalam pada itu pun, lebih maklum ke bawah Duli Tuanku, Syah Alam, juga.”
Setelah demikian sembah mereka sekalian itu, maka baginda pun berpikirlah di dalam
hatinya. Katanya, ”Benarlah seperti kata menteri sekalian ini siapatah lagi kudengarkan
katanya?”
Setelah sudah berkata demikian di dalam hatinya, maka baginda pun masuklah ke dalam
istananya. Maka sekalian mereka itu pun masing-masing pulang ke rumahnya.
Hatta maka berapa lamanya, maka kedengaran kepada baginda tuha wartanya itu.
Maka ia pun berpikirlah di dalam hatinya. ”Tiada berkenan rupanya saudaraku ini akan daku.
Jikalau ia hendak jadi raja, masakan dilarang dia, niscaya akulah, yang merajakan dia. Tetapi
apatah akan daya aku ini, karena aku tuha. Jikalau demikian, baiklah aku pergi membuangkan
diriku barang ke mana membawa untungku ini.”
Setelah sudah ia berpikir demikian itu, seketika maka hari pun malamlah. Maka baginda
pun sembahyanglah. Setelah sudah, maka ia pun lalulah masuk ke dalam tempat peraduan
hampiri istrinya, seraya bertitah kepada istrinya.

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 2
”Hai, Adinda, adapun akan hamba ini sangatlah bencinya saudara hamba akan hamba.
Maka oleh karena itu, maka hamba hendak pergi membuangkan diri barang di mana
ditakdirkan Allah ta’ala. Maka tinggallah Tuan hamba baik-baik memeliharakan Tuan hamba.”
Maka bercucuranlah air mata baginda. Kelakian maka sahut istrinya. ”Mengapatah maka
Kakanda berkata demikian itu?”
Maka titah suaminya. ”Adalah hamba ini mendengar kabar, bahwa saudara hamba itu
memanggil segala menteri, hulubalang dan orang besar-besar dan orang kaya-kaya, diajaknya
mufakat melanggar Kakanda ini karena ia hendak menjadi raja di dalam negeri ini. Maka itulah
sebabnya, maka hamba hendak membuangkan diri barang ke mana. Maka tinggalah Tuan baik-
baik.”
Setelah istrinya mendengar kata suaminya demikan itu, maka istrinya pun segerahlah
bangun menyembah kaki baginda, serta dengan air matanya bercucuran, serta katanya,
”Walau ke langit pun Kakanda pergi, Adinda ikut juga.”
Setelah demikian, maka titah baginda, ”Segeralah Adinda berkemas-kemas, pagi-pagi
esok hari kita berjalan barang ke mana dikehendaki Allah ta’ala. Kita pergi membawa untung
kita. Tetapi akan Tuan jangan menyesal kelak.”
Maka sahut Tuan putri itu, ”Jangankan demikian, jika ke lautan api sekalipun, hamba
pergi juga, lamun dengan Kakanda.”
Syahdan maka kedua suami istri itu pun berkemas-kemas. Setelah hari siang, maka
keduanya pun berjalanlah, seraya menyerahkan dirinya kepada Allah subhanahu wa ta’ala, ke
luar negeri, masuk hutan, terbit hutan, masuk padang, terbit padang, masuk rimba belantara,
terbit rimba belantara.
Hatta maka beberapa lamanya baginda dua suami istri itu berjalan, maka ia pun
sampailah kepada suatu padang yang luas. Maka baginda dua suami istri pun berhentilah di
sana.
Adapun tatkala baginda dua suami istri pun berjalan itu, bahwa istrinya itu telah hamil
delapan bulan. Kelak ia maka genaplah bulannya itu. Maka pada ketika yang baik dan hari yang
baik maka tuan putri pun hendaklah bersalin, maka katanya, ”Aduh, Kakanda, lemahlah
rasanya segala tulang sendi hamba ini, kalau-kalau genaplah gerangan bulannya hamil hamba
ini.”
”Hatta baginda pun berdebarlah hatinya mendengar kata istrinya itu. Seraya
disambutnya istrinya, maka katanya. ”Allah subhanahu wa ta’ala juga, yang amat menolong
akan hambanya itu!”
Maka dengan kodrat Allah subhanahu wa ta’ala, maka seketika itu juga berputralah
tuan putri itu seorang laki-laki dengan mudahnya juga.
Sebermula adapun anaknya itu terlalu amat baiknya dan gilang gemilang warna mukanya dan
tiadalah dapat ditentang nyata lagi. Maka oleh baginda sering disambutnya anaknya itu, lalu
diribanya. Setelah sudah, maka kata baginda, ”Hai, Adinda, marilah kita serahkan kepada Allah
subhanahu wa ta’ala kalau-kalau mau Adinda menurut kata hamba ini.” Syahdan maka sahut
istrinya, ”Maulah Adinda menurut kata Kakanda itu.”
Maka kata baginda, ”Hai, Adinda, marilah kita serahkan anak Tuan hamba ini kepada
Allah seru alam sekalian, supaya Allah subhanahu wa ta’ala memelihara hambanya lagi
mengasihi kepada hamba–Nya!”
Maka tuan putri menangis, seraya berkata, ”Hamba pun telah relalah kehendak Tuhan,
seru alam sekalian, kepada hamba-Nya!”
Kemudian maka tuan putri pun segeralah menudung anaknya itu dengan kain yang
keemasan, sambil berlinang-linang air matanya. Setelah sudah, maka diaturnya akan
pakaiannya daster pelangi, dipercik dengan air emas, diragam dengan bintang timur,
diletakkannya pada kepalanya dan rantai dukuh pada lehernya dan baju berkancing di atas
Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 3
dadanya dan gelang kana kepada lengannya dan cincin permata pada jarinya, serta ikat
pinggang, yang berkemala, pada pinggangnya dan potoh bernaga pada kakinya. Setelah sudah,
maka baginda dua suami istri itu pun menadahkan tangannya ke langit, seraya mengucap,
demikian katanya.
”Ya, Tuhanku, bahwasannya Engkau juga, yang mengetahui akan hal hamba-Mu yang
tertinggal ini.”
Maka bertangis-tangislah dua suami istri itu, serta memeluk dan mencium anaknya itu.
Setelah sudah, maka kata baginda dua suami istri, ”Tinggallah Tuan baik-baik dan Bunda
serahkan Tuan kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Barang dipertemukan Allah subhanahu wa
ta’ala apalah kiranya dari dunia datang ke akhirat dengan Bunda buah hatiku dan cahaya
mataku!”
Setelah sudah, maka baginda pun berjalanlah dua suami istri ke mana-mana ditakdirkan
Allah subhanahu wa ta’ala.

Mengidentifikasi Ciri-ciri Hikayat


Setelah membaca teks di atas, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!
1. Apa tema teks hikayat di atas? Jelaskan!

…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….

2. Siapakah penulis teks tersebut?

…………………………………………………………………………………………………….

3. Apakah peristiwa yang terjadi masuk akal? Jelaskan!

…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….

4. Apakah teks tersebut bersifat mendidik? Jelaskan!

…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….

5. Bagaimanakah penggunaan bahasa dalam teks tersebut?

…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 4
Simpulkan ciri-ciri teks hikayat berdasarkan jawaban dari pertanyaan di atas!

Unsur-unsur Hikayat
Jika kita ingin menganalisis sebuah karya sastra, maka kita akan berbicara tentang unsur-unsur
sastra. Unsur sastra terdiri dari unsur intrinsik dan ekstrinsik.

Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur pembangun karya sastra yang berasal dari dalam karya sastra. Jika
diibaratkan sebuah bangunan, maka unsur intrinsik adalah komponen-komponen bangunan
tersebut. Berikut yang termasuk unsur intrinsik.
Tema ialah gagasan pokok atau ide pikiran yang menjiwai seluruh isi cerita.
Latar dapat berupa tempat, waktu, panorama, rasa, warna local, dan suasana terjadinya
peristiwa-peristiwa dalam cerita.
Tokoh adalah pelaku dalam karya sastra sebagai penggerak cerita. Perwatakan merupakan
pemberian sifat pada pelaku cerita. Sifat yang diberikan akan tercermin pada pikiran,
ucapan, dan pandangan tokoh terhadap sesuatu.
Sudut pandang adalah cara penulis memposisikan dirinya dalam cerita.
Alur adalah rangkaian peristiwa yang saling berkaitan dan memiliki hubungan sebab akibat.
Rangkaian peristiwa dalam hikayat terdiri dari perkenalan, pertikaian, puncak, dan
penyelesaian.
Konflik cerita dapat berupa konflik lahir/fisik dan konflik batin.
Nilai-nilai yang terkandung dalam karya sastra, dapat berupa nilai moral, agama, sosial,
pendidikan, atau budaya.
Amanat adalah pesan yang ingin diungkapkan penulis kepada pembaca.

Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berasal dari luar karya sastra dan mempengaruhi terciptanya
karya sastra tersebut. Unsur ekstrinsik bisa berupa latar belakang penulis, kedudukan penulis
dalam masyarakat, unsur kemasyarakatan, dan hubungannya dengan ilmu lain.

Menentukan Isi dan Nilai-nilai dalam Teks Hikayat


Bacalah hikayat berikut dengan cermat!
Teks 2
Hikayat Jaya Lengkara
Tersebut cerita seorang raja yang terlalu besar kerajaannya, Saeful Muluk namanya, Ajam
Saukat nama kerajaanya. Adapun raja ini telah berkawin dengan Putri Sukanda Rum, tetapi oleh
karena permaisurinya tidak beranak, ia lagi berkawin dengan Putri Sukanda. Hatta berapa

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 5
lamanya, Puteri Sukanda bayang-bayang pun beranak anak kembar
yang diberi nama Makdam dan Makdim.
Permaisuri takut kehilangan kasih sayang raja sama sekali,
lalu berdoa teruslah ia meminta anak hingga doanya dikabulkan.
Hatta berapa lamanya, ia pun beranaklah seorang anak laki-laki
yang terlalu baik rupanya. Anak itu ialah Jaya Lengkara. Adapun
semasa Jaya Langkara jadi itu, negeri pun terlalu makmur,
makanan murah, dan banyak pedagang yang datang pergi. Segala
ahli nujum, hulubalang, dan rakyat sekalian juga mengucap syukur kepada Alloh.
Kemudian raja menyuruh anaknya yang lain, Makdam dan Makdim pergi bertanyakan
nasib Jaya Langkara pada seorang kadi. Kadi itu meramalkan bahwa Jaya Langkara akan menjadi
raja besar yang terlalu banyak sakti, segala raja-raja besar tiada yang dapat melawannya, dan
segala margastua juga tunduk kepadanya dengan khidmat.
Mendengar ramalan yang demikian, Makdam dan Makdim menjadi sakit hatinya. Mereka
berdusta kepada ayahanda mereka dengan mengatakan, jikalau Jaya Langkara ada dalam
negeri, negeri akan binasa, beras padi juga akan menjadi mahal. Raja termakan fitnah ini dan
membuang Jaya Langkara dengan bundayanya dari negeri.
Naga Guna menyelamatkan Jaya Langkara. Bersama-sama mereka akan pergi ke negeri
Peringgi. Bunga Kumkuma putih pun diperolehnya.
Mangkubumi Mesir coba mengambil bunga itu dari Jaya Langkara dan hendak
ditewaskannya. Jaya Langkara mengampuni dia, bila mendengar sebab-sebab ia ingin
mendapatkan bunga itu. Bersama-sama dengan Ratna Kasina, Jaya Langkara berangkat ke
negeri Ajam Saukat.
Selang berapa lamanya, Jaya Langkara kembali ke hutan untuk mencari bundanya. Ratna
Kasina menyusul tidak lama kemudian karena tidak tahan di ganggu oleh Makdam dan Makdim
yang sudah ke negeri Ajam Saukat. Karena inginnya mereka akan putri Ratna Kasina, Makdam
dan Makdim berusaha membunuh Jaya Langkara.
Naga Guna menyelamatkan dan membawanya bersama-sama dengan Puteri Ratna
Kasina ke negeri Madinah. Raja Madinah sangat bergembira. Jaya Langkara dikawinkan dengan
puteri Ratna Kasina. Raja Madinah sendiri juga berkawin dengan bunda Jaya Langkara. Hatta
berapa lamanya, Jaya Langkara pun menjadi raja, negeri Madinah pun terlalu makmur dan besar
kerajaannya. Segala raja besar pun menghantar upeti ke Madinah setiap tahun.

Latihan 1
Setelah membaca hikayat, kerjakan latihan berikut bersama teman sebangkumu!
Tulislah unsur intrinsik hikayat Jaya Lengkara berdasarkan kutipan berikut!

No Kutipan Unsur Intrinsik


1 Selang berapa lamanya, Jaya Langkara kembali ke Latar tempat: hutan.
hutan untuk mencari bundanya.
2 Adapun semasa Jaya Langkara jadi itu, negeri pun Latar: ………………………..…
terlalu makmur, makanan murah, dan banyak pedagang
yang datang pergi. Segala ahli nujum, hulubalang, dan ………………………….……...
rakyat sekalian juga mengucap syukur kepada Alloh.

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 6
3 Permaisuri takut kehilangan kasih sayang raja sama Tokoh ..…………………..…….
sekali, lalu berdoa teruslah dia meminta anak hingga
Watak: …………………………
doanya dikabulkan.
………………………….………

4 Mereka berdusta kepada ayahanda mereka dengan Tokoh ..…………………..…….


mengatakan, jikalau Jaya Langkara ada dalam negeri,
negeri akan binasa, beras padi juga akan menjadi mahal. Watak: …………………………
………………………….………

5 Jaya Langkara mengampuni dia, bila mendengar sebab- Tokoh ..…………………..…….


sebab ia ingin mendapatkan bunga itu.
Watak: …………………………
………………………….………
6 Kemudian raja menyuruh anaknya yang lain, Makdam Sudut pandang : …….…..…….
dan Makdim pergi bertanyakan nasib Jaya Langkara
pada seorang kadi. ………………………….………
7 Tersebut cerita seorang raja yang terlalu besar Struktur:
kerajaannya, Saeful Muluk namanya, Ajam Saukat nama
…………………………………..
kerajaanya. Adapun raja ini telah berkawin dengan Putri
Sukanda Rum, tetapi oleh karena permaisurinya tidak
beranak, ia berkawin dengan Putri Sukanda.
8 Naga Guna menyelamatkan dan membawanya Struktur:
bersama-sama dengan Puteri Ratna Kasina ke negeri
…………………………………..
Madinah.
9 Karena inginnya mereka akan putri Ratna Kasina, Struktur:
Makdam dan Makdim berusaha membunuh Jaya
…………………………………..
Langkara.
10 Mendengar ramalan yang demikian, Makdam dan Struktur:
Makdim menjadi sakit hatinya. Mereka berdusta pada
…………………………………..
ayahanda dengan mengatakan, jikalau Jaya Langkara
ada dalam negeri, negeri akan binasa, beras padi juga
akan menjadi mahal. Raja termakan fitnah ini dan
membuang Jaya Lengkara dengan ibundanya dari
negeri.
11 Adapun raja ini telah berkawin dengan Putri Sukanda Nilai:
Rum, tetapi oleh karena permaisurinya tidak beranak, ia ……………………………………
berkawin lagi dengan Putri Sukanda. ……………………………………

12 Segala ahli nujum, hulubalang, dan rakyat sekalian juga Nilai:


mengucap syukur kepada Alloh. ……………………………………
……………………………………

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 7
13 Kemudian raja menyuruh anaknya yang lain, Makdam Nilai:
dan Makdim pergi bertanyakan nasib Jaya Langkara ……………………………………
pada seorang kadi. ……………………………………

14 Naga Guna menyelamatkan Jaya Langkara. Nilai:


Bersama-sama mereka akan pergi ke negeri Peringgi. ……………………………………
……………………………………

14 Jaya Langkara mengampuni dia, bila mendengar sebab- Amanat:


sebab ia ingin mendapatkan bunga itu. Jaya Langkara
……………………………………
memohon supaya puteri Ratna Dewi dikawinkan
dengan Makdim. --- Hatta berapa lamanya, Jaya ……………………………………
Langkara pun menjadi raja, negeri Madinah pun terlalu ……………………………………
makmur dan besar kerajaannya.
……………………………………
……………………………………

Latihan 2
Bacalah teks berikut dan tulislah bukti dari unsur intrinsik pada tabel yang tersedia!

Teks 3
Hikayat Bayan Budiman

Sebermula ada saudagar di Negara Ajam. Khojan Mubarok namanya, terlalu amat kaya,
akan tetapi ia tiada beranak. Tak seberapa lama setelah ia berdoa kepada Tuhan, maka
saudagar Mubarok pun beranaklah istrinya seorang anak laki-laki yang diberi nama Khojan
Maimun. Setelah umurnya Khojan maimun lima tahun, maka di serahkan oleh bapaknya
mengaji kepada banyak guru sehingga sampai umur Khojan Maimun lima belas tahun, ia di
pinangkan dengan anak saudagar yang kaya, amat elok parasnya, namanya Bibi Zainab.
Hatta beberapa lamanya Khojan Maimun beristri itu, ia membeli seekor burung bayan
jantan. Maka beberapa di antara itu ia juga membeli seekor tiung betina, lalu dibawanya ke
rumah dan ditaruhnya hampir sangkaran bayan juga. Pada suatu hari Khojan Maimun tertarik
akan perniagaan di laut, lalu minta izinlah dia kepada istrinya. Sebelum dia pergi, berpesanlah
dia pada istrinya itu, jika ada barang suatu pekerjaan, mufakatlah dengan dua ekor unggas itu,
hubaya-hubaya jangan tiada, karena fitnah di dunia amat besar lagi tajam dari pada senjata.
Hatta beberapa lama di tinggal suaminya, ada anak Raja Ajam berkuda lalu melihatnya
rupa Bibi Zainab yang terlalu elok. Berkencanlah mereka untuk bertemu melalui seorang
perempuan tua. Maka pada suatu malam, pamitlah Bibi Zainab kepada burung tiung itu hendak
menemui anak raja itu, maka bernasehatlah tentang perbuatanya yang melanggar aturan Allah
SWT. Maka marahlah istri Khojan Maimun dan disentakkannya tiung itu dari sangkarnya dan
dihempaskannya sampai mati.

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 8
Bibi Zainab pun pergi mendapatkan bayan yang sedang berpura-pura tidur. Maka bayan
pun berpura-pura terkejut dan mendengar kehendak hati Bibi Zainab pergi mendapatkan
anak raja. Maka bayan pun berpikir bila ia menjawab seperti tiung maka ia juga akan binasa.
"Aduhai Siti yang baik paras, pergilah dengan segeranya mendapatkan anak raja itu.
Apapun hamba ini haraplah tuan, jikalau jahat sekalipun pekerjaan tuan, Insya Allah di atas
kepala hambalah menanggungnya. Baiklah tuan pergi, karena sudah di nanti anak raja itu.
Apatah dicari oleh segala manusia di dunia ini selain martabat, kesabaran, dan kekayaan?
Adapun akan hamba, tuan ini adalah seperti hikayat seekor unggas bayan yang dicabut bulunya
oleh tuannya seorang istri saudagar.”
Maka berkeinginanlah istri Khojan Maimun untuk mendengarkan cerita tersebut. Maka
Bayan pun berceritalah kepada Bibi Zainab dengan maksud agar ia dapat memperlalaikan
perempuan itu. Hatta setiap malam, Bibi Zainab yang selalu ingin mendapatkan anak raja itu,
dan setiap berpamitan dengan bayan, maka diberilah ia cerita-cerita hingga sampai 24 kisah
dan 24 malam burung tersebut bercerita. Maka akhirnya Bibi Zainab pun insaf terhadap
perbuatannya dan menunggu suaminya Khojan Maimun pulang dari rantauannya.

No. Unsur Intrinsik Bukti dalam Teks


1 Tema:

2 Latar tempat:

Latar suasana:

Latar waktu:

3 Watak tokoh
Bibi Zainab:

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 9
Watak tokoh
Bayan:

Watak tokoh
Burung Tiung:

Watak tokoh
Khojan Maimun:

Watak tokoh Anak


Raja Ajam:

4 Sudut Pandang

5 Urutan peristiwa:
Pengenalan

Pertikaian

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 10
Puncak

Penyelesaian

6 Nilai-Nilai

7 Amanat

Mengenal Ciri Kebahasaan Teks Hikayat

Ketika mencermati teks hikayat, akan ditemukan ciri kebahasaan yang sangat mencolok, yaitu
penggunaan kata-kata arkais dan konjungsi. Bacalah dan pahami penjelasan berikut!

A. Penggunaan Kata-kata Arkais


Arkais dalam KBBI (2008) bermakna berhubungan dengan masa dahulu atau berciri kuno,
tua, atau tidak lazim dipakai lagi (tentang kata). Hikayat merupakan karya sastra Melayu klasik
sehingga masih terpengaruh oleh bahasa Persia, Arab, dan Inggris.
Kata-kata di samping ini
No Kata Arkais Makna merupakan contoh kata
arkais. Kalian dapat
1 Anakda Anak
mengetahui maknanya
2 Titah perintah dari raja yang harus dipatuhi dengan bantuan Kamus
3 Paduka sebutan kehormatan kepada orang-orang mulia Besar Bahasa Indonesia.

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 11
B. Penggunaan Konjungsi
Berdasarkan makna dan fungsinya, konjungsi yang digunakan dalam hikayat dibagi menjadi
dua, yaitu konjungsi sebagai pengantar kalimat dan konjungsi biasa. Perhatikan tabel
berikut!

Jenis Konjungsi Keterangan


konjungsi alkisah, syahdan, bahwasannya, kalakian, Sebagai pengantar kalimat
antarkalimat arkian, maka, hatta, bahwa, bermula/ atau berada di awal kalimat.
sebermula, sekali peristiwa, bahwa
sesungguhnya, adapun, maka.
konjungsi maka Dapat digunakan di tengah-
intrakalimat tengan kalimat.

C. Penggunaan Majas
Majas yang sering digunakan dalam hikayat adalah majas antonomasia dan majas simile.

Majas Keterangan Contoh


Majas yang menggunakan kata-kata Setelah dilihat orang banyak itu
tertentu sebagai nama panggilan akan Si Miskin itu datang dua laki
seseorang berdasarkan ciri-ciri fisik atau istri dengan rupa kainnya seperti
Antonomasia
yang menonjol dari orang tersebut. dimamah anjing rupanya,
(Hikayat Si Miskin)

Majas yang mengandung perbandingan Tubuhnya putih kuning,


yang bersifat eksplisit (langsung rambutnya memayang hanibung
menyatakan sesuatu sama dengan hal cahayanya seperti bulan purnama.
Simile yang lain). Oleh karena itu, dibutuhkan (Hikayat Raja Banjar)
kata untuk menunjukkan kesaam
tersebut, yaitu seperti, sama, bagaikan,
bak, dan laksana.

Latihan 3

1. Temukan dan daftarlah kata-kata arkais pada teks Hikayat Si Miskin, kemudian
carilah maknanya!
2. Carilah konjungsi yang terdapat pada teks Hikayat Si Miskin!
3. Temukan majas dalam Hiayat Si Miskin!

Kata Arkais Kata arkais yang ditemukan: Makna:


1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 12
Konjungasi Konjungsi yang ditemukan: Jenis konjungsi:
1.

2.

3.

4.

Majas Majas yang ditemukan dalam kalimat: Jenis majas:

1.

2.

3.

Kompetensi Dasar
Membandingkan nilai-nilai dan kebahasaan cerita rakyat (hikayat) dengan cerpen.

Indikator
Mampu menemukan persamaan teks hikayat dengan teks cerpen dari segi isi dan ciri kebahasaannya.
Mampu menemukan perbedaan teks hikayat dengan teks cerpen dari segi isi dan ciri kebahasaannya.

Membandingkan Teks Hikayat dengan Teks Cerita Pendek

Bacalah teks cerpen dan teks hikayat berikut dengan seksama!


Teks 4
Burung Kecil dan Hujan
Yanusa Nugroho (Media Indonesia)

Menyaksikan guyuran hujan dari bawah lindungan halte bus, aku merasa tak berdaya.
Aku hanya bisa memandang entah apa, tanpa pernah bisa berbuat lain, kecuali diam dan merasa
hampa. Jauh di atas sana, langit kelabu, pertanda hujan akan cukup betah menyiksaku dengan
ruang hampanya.
Aku merasa sendirian di bawah halte ini. Mungkin juga mereka yang sedang bergumul di
bawah halte yang sama ini merasakan kesendiriannya masing-masing. Tak ada keinginan untuk
sekedar bicara karena memang tak ada lagi yang perlu dibicarakan. Ada anak muda di dekatku,
kuduga saja dia tenggelam dalam percayaan maya, entah dengan siapa, yang jelas bukan
dengan satu pun di antara kami yang ada di sekitarnya. Aneh juga, tak satu pun orang mau
menyalakan rokok. Namun, memang sangat terkutuklah jika di suasana seperti ini ada yang
mengepulkan asap rokok.
Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 13
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba seekor burung kecil, seperti burung gereja hinggap
di pundakku. Aneh sekali karena burung kecil itu tidak curiga atau takut padaku. Mungkinkah
kini aku menjelma sebagai dahan dan karenanya menjadi tempat hinggap burung kecil ini? Aku
tersenyum saja, sambil melirik ke burung kecil yang tengah mengibaskan air dari bulu-bulunya.
“Ih, lucu!” mahasiswi itu menyeletuk. Lalu tanpa ba-bi-bu dia memotret kami, maksudku,
aku dan si burung kecil yang kedinginan ini.
“Boleh aku upload di FB ya, Om?” pintanya. Aku tersenyum saja, diam tak bergerak,
karena takut mengejutkan si burung kecil kuyup ini.
Saat ini aku dan burung kecil di pundak kananku seperti pada entah apa dan seolah
sepakat untuk tidak saling menganggu. Jujur saja aku ingin menyapanya, sekadar pemecah
kesenyapannya monoton derai hujan. Berderet mobil-mobil dengan tangkai-tangkai wiper
bergerak ke kanan dan ke kiri. Di sela lengkingan klakson, sebetulnya di luar halte, alangkah
nerakanya. Akan tetapi, di bawah halte kecil pinggir jalan kurasakan betapa surganya. Aku tak
mau mengucapkan sepatah kata pun pada burung kecil ini, aku takut dia akan terkejut dan
terbang karena di luar ini hanya neraka.
Hal yang menunjukan bahwa aku adalah manusia hidup saat ini adalah helaan perlahan,
naik turun di dadaku dan sesekali adalah kedipan kelopak mata yang tentu saja bergerak tanpa
kuperintah secara langsung. Hanya itu, selebihnya aku hanyalah entah sebatang apa yang
kebetulan memiliki tempat untuk sekedar tangkringan bagi burung kecil ini. Hanya dengan
lirikan mata yang sangat terbatas ini aku bisa tahu bahwa burung kecil ini merasa nyaman
nemplok di pundakku.
“Om, dia tidur,” tiba-tiba bisik kecil si mahasiswi menembus kesunyianku. Aku terdiam.
Ada rasa haru yang tiba-tiba mengalir. Dia tertidur? Dengan gerakan yang sangat perlahan
mahasiswa itu mengabdikan kami sekali lagi.
Kubayangkan foto-foto kami tergunggah di jaringan maya lalu mendapat komentar
aneka tulisan dan simbol-simbol. Sesaat rasanya aku menjadi “tokoh” dunia maya. Seseorang
yang entah siapa, tiba-tiba menjelma sosok yang memiliki sesuatu yang lain. Ajaib memang.
Selain dunia nyata, ada juga dunia lain, dan dunia maya. Lalu akankah ada dunia yang berlabel
lain iagi?
Namun, benarkah ada dunia itu semua, tiba-tiba juga entah dari mana, seekor burung
kecil lain tiba-tiba rebut, terbang agak kacau dan akhirnya hinggap di pundak kiriku. Aku
terkejut, demikian juga orang-orang di sekitarku. Si mahasiwi tertawa geli. Dia memotret lagi.
“Ini lucu banget, deh” komentarnya entah kepada siapa dia berkata.
“Kaya sirkus aja,” komentar entah siapa lagi.
Lalu suasana di bawah halte itu pun menjadi hidup. Ada yang tertawa, komentar apa, lalu
mengembangkan percakapan dengan cerita entah apa lagi. Si mahasiwi kemudian membacakan
komentar-komentar yang ada di FB-nya dan seterusnya. Riuh, tapi tak membuat dua ekor ini
terganggu sama sekali.
“Ini unlelievable. Om, ini komentar yang ada di FB-ku. Nih, ada yang bilang Om kayak
Pa…la…sa…ra… Siapa sih?” komentar si mahasiswi.
Aku tersenyum kecil, lalu menjawab, “Tahu kisah Mahabrata?” Si mahasiswi mengiyakan.
“Nah, palasara itu adalah seorang pangeran di epos Mahabrata, yang menolak menjadi raja. Lalu
berkelana. Di perjalanan melihat ada sarang burung dan di dalamnya ada beberapa butir telur,”
aku pun melanjutkan kisah itu. Pa;asara seperti mengungat keadilan karena melihat kisah itu.
Palasara mengungat keadilan karena melihat induk burung meninggalkan sarang dengan
telur yang ditelantarkan begitu saja. Maka, diambilnya sarang burung itu, beserta telur-telur di
dalamnya. Dicarinya induk burung agar mau mengerami telur-telur itu menetas. Palasara
menitikan air mata bahagia.
Tak lama kedua burung itu berubah wujud menjadi Batara Guru dan Narada.
Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 14
“Ih… cool …,” potong si mahasiswi. Baru kusadari, ternyata semua yang ada di sekitarku
termasuk dua burung kecil ini tersihir oleh kisahku tentang Palasara. Aku pun kemudian terdiam,
seperti tidak lagi mampu berkata-kata, mencoba merasakan sesuatu, entah apa yang tiba-tiba
menggenang di bawah halte ini.
Hujan reda. Satu demi satu orang-orang meninggalkan surge kecil bernama halte ini,
melanjutkan perjalanan mereka hari ini.
Burung-burung itu pun, tanpa berkata apa-apa, lantas mengepakkan sayap kecil mereka,
terbang begitu saja. Yang tertinggal hanya ruang kosong di pundak kanan dan kiriku.
“Makasih dongengnya ya Om, keren banget deh.”
“Aku enggak percaya, hari ini aku masuk dunia dongeng,” tambahnya lagi.
Aku tergelak. “Tadi itu aku tulis sebagai status di Facebook. Makasih ya, Om. Sampai
ketemu lagi.” Dia melambaikan tangan dan taksi berhenti. Taksi berjalan dan menyaksikan
kekosongan.
“Ya, sampai ketemu lagi, anak cantik. Semoga tidak di dunia dongeng,” gumamku sambil
berjalan pelan-pelan meninggalkan halte bus.

Teks 5
Hikayat Indera Bangsawan

Tersebutlah perkataan seorang raja yang bernama Indera Bungsu dari Negeri Kobat
Syahrial. Setelah berapa lama di atas kerajaan, tiada juga beroleh putra. Maka pada suatu hari, ia
pun menyuruh orang membaca doa kunut dan sedekah kepada fakir dan miskin. Hatta beberapa
lamanya, Tuan Puteri Sitti Kendi pun hamilah dan bersalin dua orang putra laki-laki. Adapun yang
tua keluarnya dengan panah dan yang muda dengan pedang. Maka baginda pun terlalu amat
sukacita dan menamai anaknya yang tua Syah Peri dan anaknya yang muda Indera Bangsawan.
Maka anakanda baginda yang dua orang itu pun sampailah usia tujuh tahun dan
dititahkan pergi mengaji kepada Mualim Sufian. Sesudah tahu mengaji, mereka dititah pula
mengaji kitab usul, fikih, hingga saraf, tafsir sekaliannya diketahuinya. Setelah beberapa
lamanya, mereka belajar pula ilmu senjata, ilmu hikmat, dan isyarat tipu peperangan. Maka
baginda pun bimbanglah, tidak tahu siapa yang patut dirayakan dalam negeri karena anaknya
kedua orang itu sama-sama gagah.
Jikalau baginda pun mencari muslihat, ia menceritakan kepada kedua anaknya bahwa ia
bermimpi bertemu dengan seorang pemuda yang berkata kepadanya: barang siapa yang dapat
mencari buluh perindu yang dipegangnya, ialah yang patut menjadi raja di dalam negeri. Setelah
mendengar kata-kata baginda, Syah Peri dan Indera Bangsawan pun bermohon pergi mencari
buluh perindu itu. Mereka masuk hutan keluar hutan, naik gunung turun gunung, masuk rimba
keluar rimba, menuju ke arah matahari hidup.
Maka datang pada suatu hari, hujan pun turunlah dengan angin ribut, taufan, kelam
kabut, gelap gulita, dan tiada kelihatan barang suatu pun. Maka Syah Peri dan Indera
Bangsawan pun bercerailah. Setelah teduh hujan ribut, mereka pun pergi saling cari-mencari.
Tersebut pula perkataan Syah Peri yang sudah bercerai dengan saudaranya Indera
Bangsawan.
Maka ia pun menyerahkan dirinya kepada Allah Subhanahuwata’ala dan berjalan dengan
sekuatkuatnya. Beberapa lama di jalan, sampailah ia kepada suatu taman dan bertemu sebuah
mahligai.
Ia naik ke atas mahligai itu dan melihat sebuah gendang tergantung. Gendang itu
dibukanya dan dipukulnya. Tiba-tiba ia terdengar orang yang melarangnya memukul gendang
itu. Lalu diambilnya pisau dan ditorehnya gendang itu, maka Puteri Ratna Sari pun keluarlah dari
Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 15
gendang itu. Puteri Ratna Sari menerangkan bahwa negerinya telah dikalahkan oleh Garuda.
Itulah sebabnya ia ditaruh orangtuanya dalam gendang itu dengan suatu cembul. Di dalam
cembul yang lain ialah perkakas dan dayang-dayangnya. Dengan segera Syah Peri mengeluarkan
dayang-dayang itu. Tatkala Garuda itu datang, Garuda itu dibunuhnya. Maka Syah Peri pun
duduklah berkasih-kasihan dengan Puteri Ratna Sari sebagai suami istri dihadap oleh segala
dayang-dayang dan inang pengasuhnya.
Tersebut pula perkataan Indera Bangsawan pergi mencari saudaranya. Ia sampai di suatu
padang yang terlalu luas. Ia masuk di sebuah gua yang ada di padang itu dan bertemu dengan
seorang raksasa. Raksasa itu menjadi neneknya dan menceritakan bahwa Indera Bangsawan
sedang berada di negeri Antah Berantah yang diperintah oleh Raja Kabir.
Adapun Raja Kabir itu takluk kepada Buraksa dan akan menyerahkan
putrinya, Puteri Kemala Sari sebagai upeti. Kalau tiada demikian, negeri itu akan dibinasakan
oleh Buraksa. Ditambahkannya bahwa Raja Kabir sudah mencanangkan bahwa barang siapa
yang dapat membunuh Buraksa itu akan dinikahkan dengan anak perempuannya yang terlalu
elok parasnya bak bidadari itu. Sembilan orang anak raja sudah berada di dalam negeri itu.
Akhirnya raksasa itu mencanangkan supaya Indera Bangsawan pergi menolong Raja Kabir.
Diberikannya juga suatu permainan yang disebut sarung kesaktian dan satu isyarat kepada
Indera Bangsawan seperti kanak-kanak dan ilmu isyarat itu boleh membawanya ke tempat jauh
dalam waktu yang singkat.
Dengan mengenakan isyarat yang diberikan raksasa itu, sampailah Indera Bangsawan di
negeri Antah Berantah. Ia menjadikan dirinya budak-budak berambut keriting. Raja Kabir sangat
tertarik kepadanya dan mengambilnya sebagai permainan Puteri Kemala Sari. Puteri Kemala Sari
juga sangat suka cita melihatnya dan menamainya Si Hutan. Maka Si Hutan pun disuruh Puteri
Kemala Sari memelihara kambingnya yang dua ekor itu, seekor jantan dan seekor betina.
Pada suatu hari, Puteri Kemala Sari bercerita tentang nasib saudara sepupunya Puteri
Ratna Sari yang negerinya sudah dirusakkan oleh Garuda.
Diceritakannya juga bahwa Syah Peri lah yang akan membunuh garuda itu. Adapun Syah
Peri itu ada adik kembar, Indera Bangsawan namanya. Ialah yang akan membunuh Buraksa itu.
Tetapi bilakah gerangan Indera Bangsawan baru akan datang? Puteri Kemala Sari sedih sekali. Si
Hutan mencoba menghiburnya dengan menyanyikan pertunjukan yang manis. Maka Puteri
Kemala Sari pun tertawalah dan Si Hutan juga makin disayangi oleh tuan puteri.
Hatta berapa lamanya Puteri Kemala Sari pun sakit mata, terlalu sangat. Para ahli nujum
mengatakan hanya air susu harimau yang beranak mudalah yang dapat menyembuhkan
penyakit itu. Baginda bertitah lagi. "Barang siapa yang dapat susu harimau beranak muda, ialah
yang akan menjadi suami tuan puteri."
Setelah mendengar kata-kata baginda Si Hutan pun pergi mengambil seruas buluh yang
berisi susu kambing serta menyangkutkannya pada pohon kayu.Maka ia pun duduk menunggui
pohon itu. Sarung kesaktiannya dikeluarkannya, dan rupanya pun kembali seperti dahulu kala.
Hatta datanglah kesembilan orang anak raja meminta susu kambing yang disangkanya
susu harimau beranak muda itu. Indera Bangsawan berkata susu itu tidak akan dijual dan hanya
akan diberikan kepada orang yang menyediakan pahanya diselit besi hangat. Maka anak raja
yang sembilan orang itu pun menyingsingkan kainnya untuk diselit Indera Bangsawan dengan
besi panas. Dengan hati yang gembira, mereka mempersembahkan susu kepada raja, tetapi
tabib berkata bahwa susu itu bukan susu harimau melainkan susu kambing. Sementara itu
Indera Bangsawan sudah mendapat susu harimau dari raksasa (neneknya) dan menunjukkannya
kepada raja.

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 16
Tabib berkata itulah susu harimau yang sebenarnya.Diperaskannya susu harimau ke mata
tuan puteri. Setelah genap tiga kali diperaskan oleh tabib, maka tuan puteri pun sembuhlah.
Hatta sampailah masa menyerahkan Tuan Puteri kepada Buraksa. Baginda menyuruh
orang berbuat mahligai di tengah padang akan tempat duduk tuan puteri. Di bawah mahligai itu
ditaruh satu bejana berisi air, supaya Buraksa boleh datang meminumnya. Di sanalah anak raja
yang sembilan orang itu boleh berebut tuan puteri. Barang siapa yang membunuh Buraksa itu,
yaitu mendapat hidungnya yang tujuh dan matanya yang tujuh, dialah yang akan menjadi suami
tuan puteri.
Maka tuan puteri pun ditinggalkan baginda di mahligai di tengah padang itu. Si Hutan
juga menyusul datang. Tuan puteri terharu akan kesetiaannya dan menamainya si Kembar.
Hatta si Kembar pun bermohon kepada tuan puteri dan kembali mendapatkan raksasa
neneknya. Raksasa neneknya memberikan seekor kuda hijau dan mengajarnya cara-cara
membunuh Buraksa. Setelah itu, si Kembar pun menaiki kuda hijaunya dan menghampiri
mahligai tuan puteri. Katanya kepada tuan puteri bahwa dia adalah seorang penghuni hutan
rimba yang tiada bernama. Tujuan kedatangannya ialah hendak melihat tamasya anak raja yang
sembilan itu membunuh Buraksa. Tuan puteri menyilakan naik ke mahligai itu. Setelah menahan
jerat pada mulut bejana itu dan mengikat hujung tali pada leher kudanya serta memesan
kudanya menarik jerat itu bila Buraksa itu datang meminum air, si Kembar pun naik ke mahligai
tuan puteri. Hatta Buraksa itu pun datanglah dengan gemuruh bunyinya. Tuan puteri ketakutan
dan si Kembar memangkunya.
Tersebut pula perkataan Buraksa itu. Apabila dilihatnya ada air di dalam mulut bejana itu,
maka ia pun minumlah serta dimasukannya kepalanya ke dalam mulut bejana tempat jerat
tertahan itu. Maka kuda hijau si Kembar pun menarik tali jerat itu dan Buraksa pun terjeratlah. Si
Kembar segera datang memarangnya hingga mati serta menghiris hidungnya yang tujuh dan
matanya yang tujuh itu. Setelah itu si Kembar pun mengucapkan "selamat tinggal" kepada tuan
puteri dan gaib dari padang itu. Tuan puteri ternganga-nganga seraya berpikir bahwa orang
muda itu pasti adalah Indera Bangsawan. Hatta para anak raja pun datanglah. Dilihatnya bahwa
Buraksa itu sudah mati, tetapi mata dan hidungnya tiada lagi.
Maka mereka pun mengerat telinga, kulit kepala, jari, tangan dan kaki Buraksa itu untuk
dibawa kepada baginda. Baginda tidak percaya mereka sudah membunuh Buraksa itu, karena
tanda-tanda yang dibawa mereka itu bukan alamatnya. Selang berapa lama, si Kembar pun
datang dengan membawa mata dan hidung Buraksa itu dan diberikan tuan puteri sebagai isteri.
Si Kembar menolak dengan mengatakan bahwa dia adalah hamba yang hina. Tetapi, tuan puteri
menerimanya dengan senang hati.

Latihan 4
Bandingkan teks 4 berjudul Burung Kecil dan Hujan dengan teks 5 berjudul Hikayat Indera
Bangsawan berdasarkan aspek-aspek yang disajikan berikut secara berkelompok!

No Aspek Hikayat Indera Bangsawan Burung Kecil dan Hujan


Anonim/ tidak terdapat nama Terdapat nama penulis cerpen, yaitu
1 Pengarang
penulis hikayat. Yanusa Nugroho

2 Tema

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 17
Tokoh dan
3
Perwatakan

Tempat

Waktu

Suasana
4 Latar

Panorama

Rasa

Warna
Lokal

5 Alur

6 Sudut Pandang

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 18
7 Nilai

8 Amanat

9 Bahasa

Tulislah kesimpulan dari hasil perbandingan tiap aspek!


Kesimpulan:
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………………

Kompetensi Dasar
Menceritakan kembali isi cerita rakyat (hikayat) yang didengar atau dibaca.

Indikator
Mampu menulis pokok-pokok cerita yang terkandung dalam hikayat yang dibaca.
Mampu menuliskan dan menceritakan kembali isi teks hikayat melalui lisan dan tulisan.

Menceritakan Kembali Hikayat


Bacalah hikayat berikut dengan cermat lalu ceritakan kembali di depan kelas!
Teks 6
Hikayat Mashdulhak: Perkara Si Bungkuk dan Si Panjang

Hatta maka beberapa lamanya Mashdulhak pun besarlah. Kalakian maka bertambah-
tambah cerdik dan akalnya itu. Maka pada suatu hari adalah dua orang laki-istri berjalan. Maka

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 19
sampailah ia kepada suatu sungai. Maka dicarinya perahu hendak menyeberang, tiada dapat
perahu itu. Maka dinantinya kalau-kalau ada orang lalu berperahu. Itupun tiada juga ada lalu
perahu orang. Maka ia pun berhenti di tebing sungai itu dengan istrinya. Sebermula adapun istri
orang itu terlalu baik parasnya. Syahdan maka akan suami perempuan itu sudah tua, lagi
bungkuk belakangnya.
Maka kata orang itu, ”Hai tuan hamba, seberangkan apalah kiranya hamba kedua ini
karena hamba tiada dapat berenang. Sungai ini tiada hamba tahu dalam dangkalnya.” Setelah di
dengar oleh Bedawi kata orang tua bungkuk serta dilahatnya perempuan itu baik rupanya, maka
orang Bedawi itu sukalah dan berkata dalam hatinya, ”Untunglah sekali ini.”
Maka ada pula seorang Bedawi duduk di seberang sana sungai itu merendahkan dirinya
hingga lehernya juga ia berjalan menuju orang tua yang bungkuk laki istri itu. Maka kata orang
tua itu, ”Tuan hamba seberangkan apalah hamba kedua ini.” Maka kata Bedawi
itu,”Sebagaimana hamba hendak bawa kedua ini, melainkan seorang juga dahulu maka boleh
karena air ini dalam.” Maka kata orang tua itu kepada istrinya, ”Pergilah diri dahulu.” Setelah itu
maka turunlah perempuan itu ke dalam sungai dengan orang Bedawi itu.
Arkian maka kata Bedawi itu, ”Berilah barang-barang bekal tuan hamba dahulu, hamba
seberangkan.” Maka diberi oleh perempuan itu segala bekal-bekal itu. Setelah sudah maka
dibawanyalah perempuan itu diseberangkan oleh Bedawi itu. Syahdan maka pura-pura
diperdalamnya air itu supaya dikata oleh si Bungkuk air itu dalam.
Maka sampailah pada pertengahan sungai itu, maka kata Bedawi itu, ”Akan tuan ini
terlalu elok rupanya dengan mudanya. Mengapa maka tuan hamba berlakukan orang tua
bungkuk itu agar supaya tuan hamba, hamba ambil, saya jadikan istri hamba.” Maka berbagai-
bagailah kata akan perempuan itu. Maka perempuan itu kepadanya, ”Baiklah, hamba turutlah
maka tuan hamba itu.”
Maka apabila sampai ia keseberang sungai itu maka keduanya pun mandilah. Setelah
sudah maka makanlah ia keduanya segala perbekalan itu. Maka segala perlakuan itu semua
dilihat oleh orang tua bungkuk itu dan segala hal perempuan itu dengan Bedawi itu.
Kelakian maka heranlah orang tua itu. Setelah sudah ia makan, maka ia pun berjalan
keduanya. Setelah dilihat oleh orang tua itu aka Bedawi dengan istrinya, maka iapun berkata-
kata dalam hatinya, ”Daripada hidup melihat hal yang demikian ini, baiklah aku mati.”
Setelah itu maka terjunlah ia kedalam sungai. Maka heranlah ia karena dilihatnya sungai
sampai itu airnya tiada dalam, maka mengarunglah ia ke seberang lalu diikuti Bedawi itu dengan
hal yang demikian itu maka sampailah ia kepada dusun tempat Mashdulhak itu.
Maka orang tua itupun datanglah mengadu kepada Mashadulhak. Satelah itu disuruh
oleh Mashdulhak panggil Bedawi itu. Maka Bedawi itu pun datanglah dengan perempuan itu
kata Mashudulhak, ”Istri siapa perempuan ini.” Maka Bedawi itu, ”Istri hamba perempuan ini.
Dari kecil lagi ibu hamba pinangkan benar dinikahkan dengan hamba.” Maka kata orang tua itu,
”Istri hamba, dari kecil nikah dengan hamba.”
Maka dengan demikian jadi bergaduhlah mereka itu. Syahdan maka gemparlah. Maka
orangpun berhimpun datang melihat hal mereka itu bertiga. Maka bertanyalah Mashudulhak
kepada perempuan itu, ”Berkata benarlah kau, siapa suamimu antara dua orang laki-laki ini?”
Maka kata perempuan celaka itu, ”Si panjang inilah suami hamba.”
Maka pikirlah Mashudulhak, ”Baik kepada seorang aku bertanya supaya berketahuan
siapa salah dan siapa benar di dalam tiga orang mereka itu.”
Maka diperjauhkannyalah laki-laki itu keduanya. Arkian maka diperiksa pula oleh
Mashudulhak. Maka kata perempuan itu, ”Si panjang itulah suami hamba.” Maka kata
Mashudulhak, ”Jika sungguh-sungguh ia suamimu siapa mertuamu laki-laki dan siapa mertuamu
perempuan dan di mana tempat duduknya?” Maka tiada terjawab oleh perempuan celaka itu.

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 20
Maka disuruh oleh Mashudulhak perjauhkan. Setelah itu maka dibawa pula si panjang itu. Maka
kata si Mashudulhak, ”Berkata benarlah engkau ini. Sungguh perempuan itu istrimu.”
Maka Bedawi itu, ”Bahwa perempuan itu nyatalah istri hamba, lagi pula perempuan itu
sendiri sudah berikrar mengatakan hamba ini tentulah suaminya.” Maka kata Mashudulhak,
“Jika sungguh ia istrimu siapa mertuamu laki-laki dam mertuamu perempuan dan dimana
kampong tempat ia duduk?” Maka tadalah terjawab oleh laki-laki itu. Maka disuruh oleh
Mashudulhak jauhkan laki-laki Besawi itu.
Setelah itu maka dipanggilnya pula orang tua itu. Maka kata Mashudulhak, ”Hai orang
tua, sungguhlah perempuan itu istrimu sebenar-benarnya?” Maka orang tua itu daripada mula
awalnya. Kemudian maka dikatakannya siapa mertuanya laki-laki dan perempuan dan dimana
tempat duduknya.
Maka Mashudulhak dengan sekalian orang banyak itupun taulah akan salah Bedawi itu
dan kebenaran orang tua itu. Maka hendaklah disakiti oleh Mashudulhsk ada Bedawi itu. Maka
Bedawi itu pun mengakulah salah. Demikian juga perempuan celaka itu. Lalu didera oleh
Mashudulhak akan Bedawi itu serta dengan perempuan celaka itu seratus kali. Maka kemudian
disuruh tobat Bedawi itu, jangan lagi ia berbuat pekerjaan demikai itu. Maka bertambah-tambah
arif bijaksana Mashudukhak itu.

Latihan 5
Tulislah pokok-pokok peristiwa agar lebih mudah menceritakan kembali hikayat di atas!

1………………………………………………………………………… 2…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………….......................................................... ……………………..........................................................
............................................................................... ...............................................................................

4………………………………………………………………………… 3…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………….......................................................... ……………………..........................................................
............................................................................... ...............................................................................
v

5………………………………………………………………………… 6…………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………… v ……………………………………………………………………………
…………………….......................................................... ……………………..........................................................
............................................................................... ...............................................................................

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 21
Kompetensi Dasar
Mengembangkan cerita rakyat (hikayat) ke dalam bentuk cerpen dengan memperhatikan isi
dan nilai-nilai.

Indikator
Mampu menyusun kerangka cerpen berdasarkan teks hikayat yang dibaca.
Mampu mengembangkan kerangka menjadi sebuah teks cerpen.

Ubahlah Hikayat Mashdulhak di atas menjadi teks cerpen!

Latihan 6
Buatlah kerangka cerpen! Kembangkan kerangka cerpenmu menjadi cerpen yang utuh!

Alur Pokok Isi Cerita


Merekahnya sore
Abstrak mengiringi kebahagiaan Rus.
Ia menggandeng istrinya
menyusuri jalan sambil
Orientasi Ada sepasang suami istri sedang Contoh memandangi air laut yang
berjalan-jalan di tepi pantai pada pengembangan dihiasi warna jingga. Baginya,
sore hari. indah pada laut dan langit tak
mampu mengalahkan indanya
Komplikasi Lin. Syukurnya terus terucap
ketika ia memandangi istri
tercintanya itu.
Setiap sore sepulang kerja,
Rus selalu mengajak Lin jalan-
jalan. Hanya sekedar
Evaluasi memandangi langit,
menikmati suara camar, atau
menemani Lin membeli bahan
makanan untuk esok. Tak ada
kata lelah demi istri
tercintanya itu.
Resolusi

Koda

Modul Bahasa Indonesia Kelas X SMAK Kolese Santo Yusup Malang | Hikayat 22

Anda mungkin juga menyukai