Anda di halaman 1dari 5

Nama.

: Jefry Al Nursam
Kelas. : X MIPA 5
Tugas Bahasa Indonesia: Konversi Teks Hikayat

Soal:
1. Carilah satu teks Hikayat di media cetak atau elektronik
2. Buatlah konversinya, misalnya dalam bentuk monolog,wacana , cerita
bergambar,dll
3. Kirimkan hasil kerja anda ke gogglemeet

Jawab:

Hikayat Patani

Inilah suatu kisah yang diceritakan oleh orang tua-tua, asal raja yang berbuat negeri Patani
Darussalam itu. Adapun raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka
Paya Tu Kerub Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda
itu Paya Tu Antara. Hatta berapalamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah.
Syahdan maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia
menamai dirinya Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa kerajaan itu sentiasa ia pergi
berburu

Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk diatas takhta kerajaannya dihadap oleh segala
menteri pegawai hulubalang dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku dengar
khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon." Maka sembah segala
menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang Maha Mulia itu, patik dengar
pun demikian juga." Maka titah Paya Tu Naqpa:"Jikalau demikian kerahkanlah segala rakyat
kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu."Maka sembah segala menteri
hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik junjung.

"Arkian setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun berangkatlah dengan
segalamenteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian. Setelah sampai pada tempat
berburu itu, makasekalian rakyat pun berhentilah dan kemah pun didirikan oranglah. Maka
baginda pun turunlah dari atasgajahnya semayam didalam kemah dihadap oleh segala
menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda pun menitahkan orang pergi melihat
bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang menghadap baginda maka sembahnya:
"Daulat Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya." Maka titah
baginda:"Baiklah esok pagi-pagi kita berburu."

Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala
rakyat punmasuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagi-pagi
hingga datang menggelincir matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Maka baginda pun
amat heranlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing perburuan baginda sendiri
itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada kira-kira dua jam lamanya maka
berbunyilah suara anjing itu menyalak.
Maka baginda pun segera mendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada
suatuserokan tasik itu, maka baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut
anjing itu. Maka titah baginda: "Apa yang disalak oleh anjing itu?" Maka sembah mereka
sekalian itu: "Daulat Tuanku, patikmohonkan ampun dan karunia. Ada seekor pelanduk
putih, besarnya seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat
oleh anjing itu. Maka pelanduk itu pun lenyaplah dari pantai ini."

Setelah baginda mendengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan
kepada tempatitu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua laki-bini
duduk merawa dan menjerat. Maka Titah baginda suruh bertanya kepada orang tua itu, dari
mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya. Maka hamba raja itu
pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah orang tua itu: "Daulat
Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada kebawah Duli Yang Maha Mulia, karena asal
patik ini duduk di Kota Maligai.

Maka pada masa Paduka Nenda berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun
dikerahorang pergi mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nenda
sampai kepada tempatini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan
oranglah pada tempat ini." Maka titah baginda: "Apa nama engkau?". Maka sembah orang
tua itu: "Nama patik Encik Tani." Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu,
maka baginda pun kembalilah pada kemahnya.Dan pada malamitu baginda pun berbicara
dengan segala menteri hulubalangnya hendak berbuat negeri pada tempat pelanduk putih
itu.

setelah keesokan harinya maka segala menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik ke
kotamaligai dan ke lancang mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu. setelah
sudah segala menterihulubalang dititahkah oleh baginda masingmasing dengan
ketumbukannya, maka baginda pun berangkatkembali ke kota maligai. hatta antara dua
bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. maka baginda pun pindah hilir duduk pada
negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya patani darussalam(negeri yang
sejahtera).

Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu (dan pangkalannya itu) pada
Pintu Gajahke hulu Jambatan Kedi, (itulah. Dan) pangkalan itulah tempat Encik Tani naik
turun merawa dan menjeratitu. Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut
nama orang yang merawat itulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri mengikuti sembah
orang mengatakan pelanduk lenyap itu. Demikianlah hikayatnya.

Dalam bentuk cerpen:

Patani ditakluk Pandji

Pada suatu hari ada seorang pemuda perkasa bernama Pandji Askarwana yang sedang
berburu di hutan selat sana. Ia melakukan pekerjaan ini atas perintah Ayahnya yang sudah
meninggal beberapa tahun lalu.Ayahnya yang diketahui bernama Raden Askarwana
memberi wasiat kepada anaknya untuk melanjutkan usahanya dalam berburu. Dalam hal ini,
Pandji diberikan beberapa anak buah dan beberapa alat untuk berburu.
Ditengah-tengah berburunya, ia rehat sejenak dibawah pohon beringin dan berkata sesuatu
kepada para anak buahnya.

Hutan selat sini terlalu mudah untukku. Aku ingin yang lebih sulit lagi.” ucap Pandji kepada
seluruh
anak buahnya.“Aku juga berpikir seperti itu. Lihatlah, sudah berapa puluh rusa kita dapatkan
hari ini?” ucap Rebo
seraya menunjuk karung yang berisi rusa-rusa yang telah mati.

“Kau tidak ada referensi lain?” tanya Pandji.“Aku dengar hutan dekat selat sunda sangat
sulit untuk mendapatkan buruan. Semua hewannya lincah
dan seperti mendapat ilmu kebal
.” ucap Magta memberi solusi.“Ah masa? Aku yakin itu tidak akan terlalu susah jika Raden
Pandji yang melakukannya.”

Puji Gugu, ucapannya seperti orang yang mencari-cari perhatian Pandji.


Pandji tampak berpikir kecil kemudian berkata, “Siapkan beberapa alat dan bekal. Kita akan
berburu disana esok. Aku harap, ini benar- benar tantangan.”
Seluruh anak buah menganggukkan kepalanya, sambil kemudian bergerak mencari
beberapa kebutuhan untuk besok berburu ke hutan dekat selat sunda. Semua hal
dipersiapkan. Mulai dari alat-alat memburu, jaring-jaring, karung, kayu bakar, hingga air
sungai yang dimasukkan kedalam botol bambu.

Tibalah esok. Semua orang bergegas menuju hutan tujuan. Butuh waktu kurang lebih 5 jam
dengan berjalan kaki untuk dapat mencapai hutan. Pandji, sang ketua melirik hutan itu
pekat-pekat.
“Semuanya saya tugaskan untuk mencari beberapa hewan buruan disini.” Ucapan Pandji di
iyakan oleh
semua anak buah. Semua berjumlah 11, berdua belas dengan dirinya. Setelahnya, semua
anak buah itu bergegas pergi.

Dari pagi hingga malam mulai menggema. Namun hasilnya luar biasa. Tak ada
satupunhewan yang bisa didapatkan.“Tidak kami temukan, Raden. Semua terlalu cepat
menghilang.” keluh Rebo, mukanya lusuh persis
seperti yang lain.

“Bagaimana bisa? Bukankah kalian sudah terlatih lebih dari 25 tahun lamanya?” tanya
Pandji sedikit
terkejut. Hal ini memang aneh karena ia yang baru berusia 16 tahun, dan yang otomatis
baru 6 tahun berburu, jauh lebih kuat mentalnya.“Raden bisa buktikan sendiri bagaimana
sulitnya.” celetuk Gugu. Ia sekarang malah berbalik
menyalahkan Pandji dari yang tadi hanya memuji pria muda itu.

Pandji tak habis pikir. Ia kemudian menyerahkan pasukan keduanya berupa anjing-anjing
liar yangsudah dilatih sedemikian rupa. Mereka semua ditugaskan mencari hewan apapun
didalam hutan. Dua jamsetelahnya, terdengar suara mengolong anjing. Ia segera
menghampirinya dan melihat anjing miliknya sudahdalam keadaan tak bernyawa.
“Siapa yang melakukan ini pada anjing saya?!” tanyanya pada seseorang dibalik gubuk.
Beberapa kali panggilan tidak tersahut, akhirnya ia memilih untuk memukul pelan bahu
seseorang itu. Dilihatnya paras seperti Kakek-kakek lesu. Seperti tidak diberi makan
puluhan tahun, tapi tidak bisa mati.
“Nak, tolong saya. Saya tahu siap
a yang membunuh anjingmu. Dia itu semboya. Seseorang yang suka
menyelinap dalam pantai sana “ sang Kakek menunjuk pantai selat sunda. Pandji mengikuti
arah pandang
Kakek, dan betul saja, seseorang terlihat baru menyelam kedalam pantai.

“Dia mengutuk saya


dalam hutan ini karena kesalahannya sendiri. Ia ingin menguasai seluruh harta wasiat orang
tua sendirian. Saya tidak bisa bergerak dari sini, seluruh hewan sengaja ia hilangkan
termasuk anjing peliharaanmu.” ucap Kakek itu meski sedikit terbata-bata.

“Tuhan mengutus saya. Semoga saya bisa menjalankan perintah Tuhan untuk membantu
sesama.” ucap Pandji yang setelahnya meninggalkan Kakek itu sendirian. Ia tidak
benar-benar pergi, melainkan menyusul semua anak buahnya untuk menyiapkan senjata.
Sedang ia akan pergi ke pinggir pantai sebentar untuk melaksanakan shalat magrib.Tanpa
bertanya, semua anak buah menyiapkan senjata. Bambu runcing saat itu masih menjadi ciri
khas sunda. Sehingga lebih dominan bambu runcing daripada kapak, celurit, keris dan
panah.Beberapa saat setelah persiapan, Pandji kembali.

“Bawa semua senjata, dan kita akan perang kecil-kecilan. Bantu saya, mau?” tanya nya, ia
masih muda
tapi logatnya seperti orang paling bijaksana. Tak salah Ayahnya mengutus beliau untuk
berburu,melanjutkan ancangnya.
“Baik, Raden” ucap mereka semua serentak. Dibawanya mereka semua oleh waktu menuju
pantai. Seperti sudah akan tahu apa niat kedatangan Pandji, seseorang keluar dari pantai
yang suram. Seorang laki-laki gagah dengan baju merah tanpa basah.“Bukankah duduk
manis di kasur lebih menantang untuk bocah sepertimu?” ucap Laki-laki itu.

Bukankah jahanam lebih menantang untuk iblis berwujud manusia sepertimu?’’ tanyanya
balik.
Membuat si laki-laki itu lebih menyala-nyala. Ah, dia lupa bahwa namanya adalah
Semboyan.Setelahnya terjadi perkelahian. Memang benar kata Pandji, perang ini hanya
perang kecil-kecilan karena hanya dengan sekali tusuk bersama syahadat, Semboya mati
seketika.

“Semoga Allah mengampuni dosa yang tak pernah terampuni.” ucapnya sebelum kemudian
meninggalkan Semboya dan menemui Kakek tua tadi.Dilihatnya paras itu, sudah tidak tua
lagi. Bahkan anjingnya pun sudah hidup seperti sedia kala.Memang benar ternyata,
Semboya mengenakan kutukan.
“Ah, kita belum berkenalan, anak muda?’’katanya, padahal dirinya jugalah masih
muda.“Namaku Patani.” ucapnya seraya tersenyum, matanya menatap Pandji seperti penuh
terima kasih.
“Saya tahu, hutan ini warisan dari orang tuamu. Makanya nama hutan ini, hutan patani.”
ucap Pandji,
yang diberi kelebihan oleh Patani.
“Kamu pemuda yang hebat. Terima kasih.” ucap Patani akhirnya, ia memeluk Pandji dengan
sangat erat.
Hutan ini memang hutan Patani. Tapi pantai ini, pantai ditakluk pandji.

Anda mungkin juga menyukai