Anda di halaman 1dari 5

NASKAH CERITA KEAGAMAAN

“LUBDAKA”

OLEH:

SD NO. 3 KUTA

KEMENTERIAN AGAMA KABUPATEN BADUNG

2019
I Lubdaka

Diceritakan pada suatu hari, ada pemburu bernama I Lubdaka, perawakannya


brewok, mata melotot, angkuh, sombong, tidak sedikitpun mencerminkan rasa belas
kasihan. Dia memburu kijang, monyet dan juga kera.

Saat Tilem Kepitu, pagi buta dia berangkat menuju hutan, tetapi tidak ada satupun
dia menemukan hewan untuk diburu, jangankan hewan besar, hewan kecil seperti Kadal
juga tidak ditemukannya.

I Lubdaka lantas pergi menuju jauh kedalam hutan, disana dia melihat ada telaga, air
dari telaga tersebut sangat jernih dan juga ada bunga tunjung berbagai warna, hari sudah
mulai senja dan juga tetap dia tidak menemukan hewan untuk diburu.

Saat sudah mulai gelap, matahari sudah terbenam, I Lubdaka menggerutu “yah… ini
sudah petang, jika saya pulang sekarang pasti akan kemalaman dijalan dan macan lebih
mudah mencelakai saya, yang paling tepat disini saja saya menginap.

Setelah I Lubdaka menggerutu lantas dia mencari tempat untuk menginap, dia
mengambil pohon taru yang besar yang berada didekat telaga, disanalah I Lubdaka
menginap.

Hari sudah mulai malam, I Lubdaka tertidur, namun saat hampir tertidur dia merasa
ketakutan karena jika dia tertidur maka dia akan jatuh jadilah I LUBDAKA tidak jadi
menutup matanya. Agar I Lubdaka tidak tertidur dia pun memetic daun bila dan
menjatuhkannya ditelaga. Saat itu juga terngiang I kijang yang pernah dia tombak, si kijang
merintih kesakitan, lalu ada juga anak monyet yang menangis karena melihat ibunya yang
terkena tombak juga oleh I Lubdaka.

Semakin lama semakin banyak prilaku dia yang teringat, pekerjaan dia ternyata
hanya membawa sengsara bagi hewan-hewan dan disana si lubdaka menggerutu lagi
“sangat banyak prilaku jelek saya didunia ini, mulai saat ini saya akan berhenti menjadi
pemburu” begitu si lubdaka menggerutu.

Begitu banyaknya daun bila yang dipetik dan dibuang ke telaga sampai membentuk
lingga. Lingga adalah tempat suci untuk memuja ida sang hyang siwa. Dan tak terasa sudah
mulai pagi hari. Seketika itu juga si lubdaka turun dan berangkat pulang tanpa membawa
apapun.
Sesampainya di rumah, istri lubdaka bertanya “iya aku, kenapa baru dating, apakah
aku mendapat masalah di hutan?. Si lubdaka menjawab “ kesayangan aku kemarin tidak
pulang karena kemarin sampai sore hari tidak menemukan hewan yang bisa di buru,
merasa kesal akhirnya aku semakin masuk kedalam hutan ternyata disana juga tidak ada
hewan yang bisa di buru, tetapi ternyata sudah sore menjelang malam aku putuskan untuk
menginap di hutan, karena takut aku di mangsa oleh macan saat aku perjalanan pulang. Di
dalam hutan di pohon bila aku tidur tapi karena takut tertidur dan terjatuh aku akhirnya
bergadang dan memetikan daun-daun pohon bila itu. Saat itu aku merasa bahwa perilaku
aku selama ini sangat jelek, hewan-hewan yang aku buru sebenarnya sama seperti kita
manusia, mereka juga memiliki perasaan, jadi aku putuskan untuk berhenti menjadi
pemburu karena aku tau perbuatan membunuh termasuk dalam Himsa Karma”. Lantas si
lubdaka berhenti menjadi pemburu dan berubah menjadi petani yang digunakan
pekerjaannya untuk menghidupi keluarganya.

Diceritakan si lubdaka sekarang sudah tua dan sakit-sakitan, lantas saat meninggal
anak si lubdaka membuatkan upacara untuknya. Lalu arwah si lubdaka terbang sampai di
alam lain, disana arwah si lubdaka bingung karena dia harus kemana, saat dia bengong dia
melihat ada yang dating yang bukan lain adalah cikrabala yang menyeret arwah menuju
sebuah pintu yang disana sudah ada ida sang hyang suratma sebagai pencatat segala
sesuatu yang dilakukan oleh arwah ketika masih hidup.

Ida sang hyang suratma lalu bertanya “ehh kamu arwah, siapa namamu? Apa yang
kamu lakukan semasi hidup didunia? Coba ceritakan padaku.

Arwah si lubdaka lantas menjawab dengan sedikit gemeteran “iya saya, nama saya
si lubdaka, pekerjaan saya didunia adalah pemburu”

Setelah lubdaka mengatakan itu ida sang hyang suratma berkata “eh kamu lubdaka
jika seperti tu perilakumu, itu Namanya himsa karma, sangat jelek. Jadi sekarng kamu
harus mempertanggung jawabkan dosamu itu dengan dimandikan di kawah dengan 100
tahun.

Selesai berbicara itu cikrabala menyeret arwah si lubdaka dan dibawa ke kawah
candra goh muka, sampai di pintu keluar banyak surapsara yang membela arwah si
lubdaka.

Cikrabala lantas bertanya “eh surapsara mengapa anda membela arwah si lubdaka
yang selalu membuat perilaku jelek di dunia?”
Semua surapsara lantas menjawab “eh cikrabala biar anda tau saya diutus oleh ida
sang hyang siwa untuk menjemput arwah dari si lubdaka ini.

Tidak lama setelah perjalanan surapsara Walaupun ida sang hyang siwa yang
meminta arwah si lubdaka tetap cikrabala tidak mau menyerah karena para cikrabala tetap
pendirian pada perintah untuk membawa arwah yang bersalah. Itu sebabnya arwah si
lubdaka tetap dibawa. Perdebatan terjadi akhirnya cikrabala kalah dan surapsara
membawa arwah si lubdaka menggunakan kereta emas.

sampai di siwa loka lantas arwah si

itu lantas pergi bertemu dengan ida sang hyang siwa, sesampainya di depan ida
sang hyang lubdaka di hadapakan pada ida sang hyang siwa.

Ida sang hyang yama mendengar berita siwa ida sang hyang yama berbicara “ya
sang hyang siwa, anda yang membuat aturan dunia, jika melakukan perilaku baik maka
akan mendapatkan tempat yang baik, sedangkan jika berprilaku buruk maka akan
ditempatkan yang buruk, nah untuk si lubdaka telah berprilaku buruk mengapa dia
mendapatkan tempat yang baik? Bisa saja diikuti oleh arwah yang lain dan membuat
keseimbangan dunia berubah. Jika sepeerti itu saya tidak setuju dengan arwah si lubdaka
mendapatkan tempat yang baik.

Setelah uda sang hyang yama berbicara seperti itu ida sang hyang siwa menjawab “
uduh sang hyng yama, jangan anda salah paham dulu, memang benar si lubdaka melakukan
perbuatan himsa karma tapi saat 14 hari setelah tilem dia sudah melakukan semedi untuk
melebur dosanya semua.

Mendengar jawaban ida sang hyang siwa semakin tidak mengerti ida sang hyang
yama, lalu ida bertanya kembali “iya ratu, saya tau waktu itu memang si lubdaka hanya
tidak tidur (megadang) namun kenapa itu bisa disebut semadi?

Ida sang hyang siwa menjawab kembali “ida sang hyang yama mungkin anda sudah
tau bahwa manusia sering lupa, lupa akan jalan yang benar, lupa akan ida sang hyang
widhi, maka dari sana lah manusia bisa menjadi bingung dan sering melakukan perbuatan
tidak baik. Dan saat bergadang disana saya sebenarnya mengajarkan untuk kembali kejalan
yang benar. Bergadang pada saan 14 hari setelah hari raya tilem adalah hari yang baik
untuk melakukan yoga semedi dan hai itupun disebutkan sebagai hari raya siwa ratri.
Sekarang siwa ratri itu adalah bergadang dalam arti tidak makan, tidak minum dan yang
terpenting adalah mengingat dosa-dosa yang telah kita lakukan.
Untuk sekarang saya akan menjalaskan bagaimana cara untuk melakukan semedi siwa
ratri itu agar benar dan kita suci.

Saat sore hari jam 6 sampai setengah 7 menghaturkan pejati di sanggah kemulan,
diikuti juga dengan sesayut, pangambeyan, prayascita dengan bunga putih yang dialaskan
dengan daun pisang kayu, dan pusatkan pikiran pada ida sang hyang siwa yang beristana
dilingganya.

Setelah diberi wejangan oleh ida sang hyang siwa, ida sang hyang yama berkata “iya
ratu maha tahu, terima kasih telah memberikan saya wejangan, ilmu pengetahuan tentang
semedi siwa ratri dengan lengkap, karena saya kurang paham dengan siwa ratri, jika begitu
saya mohon permisi” begitu ida sang hyang selesai bercakap dengan ida sang hyang siwa
lanjut ida sang hyang yama kembali ke yama loka.

Nah, teman-teman bagaimana ceritaku tadi? Mengapa Lubdaka bisa masuk surga?
Karena Lubdaka sudah begadang semalam suntuk di malam siwaratri dan kalian juga harus
berbuat baik kepada semua orang agar terhindar dari dosa dan juga hidup aman dan
tenang di dunia ini.

Kisah Lubdaka adalah karya Mpu Tanakung dalam kitab Siwaratrikalpa.

Anda mungkin juga menyukai