Anda di halaman 1dari 11

CERITA LUBDAKA

“OM SWASTI ASTU


Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya
Nama saya Ni luh Chelsy pritivhia
Kelas V SD dari pasraman SARASWATI Desa Lambodi jaya

Hai..Teman-teman sudah siap mendengarkan cerita saya..?


Pasti sudah tdak sabar menunggu ceritaku ya..

Baiklah teman teman kita mulai ceritanya, duduk dan dengarkan dengan baik

Cerita ini diambil dari kekawin siwaratri kalva yang dikarang oleh empu tanakung
yang berjudul malam siwaratri alkisah ada seseorang yang bernama lubdaka ia
adalah seorang kepala keluarga yang menghidupi keluarganya dengan berburu
binatang di hutan.

Hai teman-teman kalian tahu tidak..! binatang apa saja yang ada di hutan: ada
harimau, babi hutan, rusa , ular dan banyak lagi lainnya. Berburu binatang sudah
dilakukan oleh lubdaka setiap hari selama bertahun-tahun

Hari itu lubdake berburu sebagai mana biasanya ia membawa semua peralatannya
seperti: tombak, sumpit dan juga panah. tetapi hari itu berbeda dengan hari biasanya,
lubdaka tidak mendapatkan satu pun hasil buruanya. sampai menjelang sore. Ia
berfikir kalau sampai aku pulang tidak membawa hasil buruan makan apa keluargaku
di rumah, pikiran itu membuat lubdaka semakin besemangat, langkah semakin cepat
dan pandangan haus mencari binatang buruan. Tiba-tiba lubdaku melihat seekor
kijang di balik semak-semak, ia langsung membidikkan panahnya tapi sayang, panah
itu tidak mengenai sasaran .tanpa terasa hari semakin gelap dan lubdaka masih di
tengah hutan. Ih... Hutan yang gelap banyak binatang buas, ngeri ya... teman-teman.
ia memutuskan untuk bermalam di hutan dan mencari tempat yang aman.
lubdaka melihat ada sebuah pohon bila yang cukup tua dan tampak kokoh di pingir
telaga air yang tenang, lubdaka berkata sebaiknya aku menunggu di atas sana binatang
haus pasti mencari air, Itulah sasaranku pikirnya sambil memanjat batang pohon.

diatas pohon lubdaka berusaha supaya tidak tidur kerena takut bila terjatuh, nah
supaya tidak tertidur dia memetik satu persatu daun dan menjatukannya ke bawah
hingga mengenai lingga di bawahnya, lubdaka sendiri tidak tahu bahwa malam itu
malam siwaratri dimana dewa sedang melakukan yoga, satu persatu daun di jatuhkan
entah mengapa ia mengenang kehidupannya dan mulai menyesali segala perbuatan
jahatnya yang pernah dilakukanya. dalam kesedihann ya, ia berdoa ya tuhan
ampunilah segala dosa dosaku aku berjanji tidak akan menjadi pemburu lagi lamunan
panjang lubdake akan dosa dosanyadan mempercepat waktu baru saja ia melamun
pagi pun tiba ternyata dosa dosa yang pernah dilakukan sudah terlalu banyak dan
sudah tidak bisa diingat satu persatu lagi dalam satu malam karna sudah pagi ia mulai
berkemas kemas pulang kerumahnya dan sejak hari itu ia beralih pekerjaan sebagai
petani .tetapi petani tidak memberinya kegesitan gerak sehingga tubuhnya gemuk
mulai kaku mulai sakit kakinya reumatik, asam urat ,kencing manis dan tekanan darah
tinggi bertambah parah dari hari hingga ia meninggal dunia. Di kisahkan roh lubdake
setelah lepas dari jasadnya melayang layang diangkasa, ia kebingungan tak tau jalan
yang ditempuh .pasukan cikrabala datanghendak membawanya kekawah yang berada
dineraka hai roh pendosa ikutlah bersamakukeneraka keu harus direbus dikawah
hingga hangus menjadi kerak neraka hardik sang cikrabala dengan gerang lubdake
ketakutan ia terkencing kencing tiba tiba dewa siwa datang mencegah pasukan
cikrabala hai cikrabala memang benar dimasa hidupnya lubdaka ia telah banyak
berbuat dosa tapi ia telah melakukan brata siwa ratri ketahuila ia yang melakukan
brata siwa ratri akan diampuni dosanya dan ikut bersamaku kesiwa loka.

singkat cerita roh lubdaka diangkat kesiwaloka dan dia berbahagia disana sampai
disini ceritanya..

Teman teman tau tidak apa itu siwaratri.. ! siwaratri diartikan sebagai malam siwa
dimana tuhan yang bermanefestasai sebagai sanghiang siwa dewa siwa yang telah
melakukan yoga suntuk untuk melakukan peleburan dosa manusia.
Siwa ratri dirayakan setahun sekali setelah panglung ke 14 bulan ke 7 tahun caka.

Umat hindu merayakan siwa ratri untuk memohon ampun atas dosa dosanya
ketahuilah dimalam siwa ratri ada tiga berata yang harus dilakukan yang pertama

1.mona ( tiak berbicara)2. Jagra ( tidak tidur )3. Upawasa ( tidak makan dan minum)

Jangan sampai terlambatya teman-teman ingat lakukan kebaikan setiap hari sepanjang
hidup kita

Sekian dari cerita saya.

Saya akhiri dengam peramosanti

“OM Santi Santi Santi OM”


Sebelum saya bercerita marilah kita berdoa terlebih dahulu
Doa belajar.....................................
Terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya
Nama saya ni luh Chelsy pritivhia
Kelas V SD dari pasraman SARASWATI
Umat sedharma yang berbahagia, mudah-mudah dalam keadaan sehat selalu dan
dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, disini saya mencoba berbagi pengatahuan
dengan kawan semua mudah-mudah dapat menambah wawasan kita semua. Setiap setahun
sekali kita merayakan hari raya SIWARATRI dimana hari raya tersebut selalu dihubungkan
dengan sebuah cerita Si lubdaka karangan Mpu Tanakung.Cerita lubdaka bahkan sudah tidak
asing la gi bagi kita semua dari SD sampai perguruan tinggi kita pasti mendegar cerita
tersbut.

Baiklah saya akan menceritakan kisah Lubdake


Lubdaka adalah seorang pemburu binatang yang memakan dan menjual daging hasil
buruannya untuk menafkahi keluarganya. Suatu hari ketia sedang beruru ia tidak memperoleh
seekor pun binatang untuk dimakan atau dijual. Tanpa pantang menyerah ia terus berburu hingga
ke tengah hutan, karena sampai larut malam, ahirnya ia bermalam dihutan.
Ketakutannya terhadap binatang buas membuatnya memanjat pohon bilwa untuk tempat tidurnya.
Dibawah pohon bilwa terdapat air telaga yang jernih, dengan sebuah pelinggih dan Lingga.
Perlahan Lubdaka memanjat pohon itu kemudian bersandar diatasnya dan berusaha untuk tidur.
Meskipun ia sangat mengantuk ia tidak berani tidur karena kan terjatuh dan dimakan binatang
buas, untuk menghilangkan rasa mengantuknya ia memetik daun-daun pohon bilwa dan
menjatuhkannya ke bawah, sehingga mengenai Lingga yang ada di bawahnya. Lubdaka sendiri
tidak menyadari bahwa malam itu adalah malam Siwalatri, di mana Dewa Siwa tengah
melakukan yoga.
Ketika ia sedang memetik daun bilwa, ia teringat dengan masa lalunya yang selalu memburu
binatang. Lubdaka mulai menyesali segala perbuatan jahat yang pernah dilakukannya sepanjang
hidup, baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Di atas pohon Bila itu, hatinya bertekad
untuk berhenti bekerja sebagai pemburu.
Waktu terasa sangat cepat, ia terus membayangkan masa lalunya hingga matahari terbit,
itu menggambarkan bahwa dosa-dosa yang pernah dilakukannya sudah terlalu banyak dan tidak
bisa diingatnya satu per satu lagi dalam waktu satu malam. Karena sudah pagi, ia berkemas-
kemas pulang ke rumahnya.
Sejak hari itu, Lubdaka beralih pekerjaan sebagai petani. Tapi, petani tidak memberinya
banyak kegesitan gerak, sehingga tubuhnya mulai kaku dan sakit, yang bertambah parah dari
hari ke hari. Hingga, akhirnya hal ini membuat Lubdaka meninggal dunia. Roh Lubdaka,
setelah lepas dari jasadnya, melayang-layang di angkasa. Roh Lubdaka bingung tidak tahu
jalan harus ke mana.
Pasukan Cikrabala kemudian datang hendak membawanya ke kawah Candragomuka yang
berada di Neraka. Di saat itulah, Dewa Siwa datang mencegah pasukan Cikrabala membawa
roh Lubdaka ke kawah Candragomuka. Menurut pasukan Cikrabala, roh Lubdaka harus
dibawa ke neraka. Ini disebabkan, semasa ia hidup, ia kerap membunuh binatang. Namun
Dewa Siwa berkata lain, Beliau mengatakan bahwa, walaupun Lubdaka kerap membunuh
binatang, tapi pada suatu malam di malam Sivalatri, Lubdaka begadang semalam suntuk dan
menyesali dosa-dosanya di masa lalu. Sehingga, roh Lubdaka berhak mendapatkan
pengampunan. Ahirnya, roh Lubdaka dibawa ke Siwa Loka.
Makna Filosofi dari cerita tadi

 Ketika seseorang merenungi masa lalunya “sifat-sifat jahat dalam dirinya” maka ia
akan menyesal atas perbuatannya dan tidak ingin mengulangi hal yang sama untuk kedua
kalinya sehingga masa depannya berubah menjadi lebih baik.

 Ketakutan terhadap mahluk ciptaan Tuhan (binatang buas) bisa menuntun seseorang
agar berhati-hati dan berusaha melindungi diri dengan mengucapkan doa-doa.

 Seorang yang sangat berdosa sekalipun hanya dengan satu malam memuja Dewa
Siwa (malam Sivaratri), orang tersebut telah bisa mendapatkan pengampunan atas segala
dosa-dosanya.

Sekian cerita saya semoga bermanfaat bagi umat sedarma

Saya Akhiri dengan pramosanti

“OM Santi Santi Santi OM”

LUBDAKA PENUH MAKNA Dalam PERAYAAN SIWARATRI

OM SWASTI ASTU
Umat sedharma yang berbahagia, mudah-mudah dalam keadaan sehat selalu
dan dalam lindungan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, disini saya mencoba berbagi
pengatahuan dengan kawan semua mudah-mudah dapat menambah wawasan
kita semua.

Setiap setahun sekali kita merayakan hari raya SIWARATRI dimana hari raya
tersebut selalu dihubungkan dengan sebuah cerita Si lubdaka karangan Mpu
Tanakung.

Cerita lubdaka bahkan sudah tidak asing lagi bagi kita semua dari SD sampai
perguruan tinggi kita pasti mendegar cerita tersbut. Bahkan dalam perayaan-
perayaan di pura kita sering melihat pemetasan sendratari Lubdaka yang
diperankan oleh Pemuda-pemudi  yang sangat atusias sekali
mengekspresikan  semua kreativitasnya. Tapi tanpa kita sadari bahwa cerita
lubdaka tersebut penuh makna dari semua symbol-simbol dari seluruh cerita
tersebut yang dipesankan oleh Pengarang-Nya (Mpu Tanakung).

Baik disini saya tidak meceritakan kisah lubdaka lagi. Karna saya yakin dan
percaya Umat sedharma semua pernah mendengarkan. Disini saya akan
mencoba mengulas tentang makna dari semua symbol dari cerita lubdaka
tersebut.
Kita akan kupas satu persatu makna simbolik dari ceirta lubdhaka
 .

1. Hari Perayaan Siwaratri.


Siwaratri yang datang setahun sekali yaitu pada hari 14 paruh gelap
malam mahapalguna (januari-Februari), sehari sebelum Tilem kapitu,
menyediakan seperangkat pengetahuan, nilai, norma-norma, pesan, dan
symbol.
Kata ratri  berarti malam, Karena itu Siwaratri berarti malam
siva. Sivaberarti baik hati, suka memaafkan, memberikan harapan, Dengan
demikian siwaratri adalah malam untuk melebur kegelapan hati menu jalan
yang terang. 
Siwaratri jatuh setahun sekali pada purwaning tilem ke pitu (panglong ping 14
sasih kepitu). Menurut astronomi malam tersebut merupakan malam yang
paling gelap dalam satu tahun, maka buana agung terdapat malam yang paling
gelap, maka di buana alit pun ada. Kegelapan di buana alit dikenal
dengan nama peteng pitu, yaitu mabuk karena rupawan (surupa), mabuk
karena kekayaan (dana), mabuk karena kepandaian ( Guna), mabuk karena
kebangsawanan (kulina), mabuk karena keremajaan (yohana), mabuk karena
minuman keras(sura), dan mabuk karena kemenangan (kasuran).Kegelapan
inilah terjadi karena kesimpang siuran dalam struktur alam pikiran. Kesimpang
siuran ini terjadi karena pengaruh dasendriya, sehingga menghasilkan manusia
yang mengumbar hawa nafsu.

2. Makna Kata Lubdaka.


Kata Lubdhaka (sansekerta) berarti pemburu . Secara umum pemburu adalah
diartikan sebagai orang yang suka mengejar buruan yaitu binatang (sattwa).
Kata Sattwa berasal dari kata sat yang artinya muliasedangkan twa artinya
sifat. Jadi sattwa adalah sifat inti atau hakekat. Dengan demikian Lubdhaka
adalah orang yang selalu mengejar atau mencari inti hakekat yang mulia.

3. Tempat Tinggal Lubdhaka.


Lubdaka dikisahkan tinggal di puncak gunung yang indah . gunung didalam
bahasa sansekerta disebut acala yang tidak bergerak. Bahkan dalam ceritra
wrespati kalpa dikisahkan Betara siwa dipuja di puncak gunung kailasa. Jadi
tempat tinggal Lubdhaka di puncak gunung dapat diartikan bahwa ia adalah
orang yang taat dan tekun memuja siwa (Siwa Lingga) atau yang sering disebut
seorang Yogi

4. Alat Perburuan dan binatang Buruan.


Alat bebrburu si Lubdhaka adalah panah, symbol dari manah / pikiran. Dengan
senjata pikiran ia selalu berburu budhi sattwa. Agar ia mendapatkan budhi
sattwam mesti ia mengendalikan indrianya ( melupakan bekal makanan)
Binatang yang diburu oleh Lubdhaka adalah, gajah, badak, babi hutan. Dalam
bahasa sansekerta gajah berarti asti, simbolis dari astiti bhakti. Sedangkan
badak sama dengan warak bermakna tujuan sedangkan babi hutan (waraha)
mengandung makna wara nugraha.
Dengan demikian ketiga binatang buruan tersebut mengandung makna bahwa
Lubdhaka dengan pikirannya yang dijiwai oleh budhi sattwam senantiasa
melakukan perbuatan-perbuatan yang didasari oleh astiti bhakti dengan tujuan
mendapatkan wara nugraha dari Ida Hyang widhi wasa ( Siwa).
5.  Berngkat berburu pada panglong ping 14. 
Hari ke 14 paro terang di bulan magha ini Si Lubdaka tumben sial, tidak
mendapat binatang. Ini adalah waktu kosmis yang tepat untuk melakukan laku
spiritual. Bulan dikatakan memiliki 16 kala kekuatan duniawi ini simbolik dari 1
+ 6 = 7, yaitu sapta timira. Pada hari ke 14 paro simbolik 1+4 = 5
melambangkan panca indra. Jadi pada pang long ping 14 terang ini telah
kehilangan 14 kala’ dan saat itu hanya masih tinggal 2 kala yakni raga (ego) dan
kama ( nafsu ). Jadi jika kedua kala tadi mampu kita kalahkan maka disana Siwa
akan memberikan rahmatnya.

6. Pagi hari memakai pakaian hitam kebiruan.


Hitam adalah lambang keberanian, keperkasaan. Pagi hari disebut Brahman
muhurta “ hari Brahman, waktu yang baik untuk melakukan olah spiritual atau
memuja Tuhan.

7. Berjalan sendirian.
Pemberani. Hanya orang yang tidak mengenal atau mampu mengatasi rasa
takut  yang berani sendirian masuk hutan lebat. Simbolik dari mengikuti jalan
yang disebut nirwrwti marga : jalan spiritual bagi seorang pertapa atau jnanin.
Dalam makna berangkat sendirian maka tidak ada teman bicara itu berarti
mona brata “ tidak berbicara”.

8. Menuju arah timur laut.


Menuju kiblat suci merupakan sandi dari kiblat utara symbol Ratri “ malam,
gelap, hitam,dengan kiblat timur symbol Siwa atau Iswara siang, putih, terang,
Simbolik paham sakti dengan paham Siwa.

9. Selama perjalanan banyak menemukan tempat suci yang rusak .


Simbolik dari merosotnya situasi politik dan merosotnya kehidupan religius
umat Hindu.

10. Tidak seekor binatangpun didapatkan.


Binatang symbol “ ego” sifat binatang itu tidak lagi ditemukan pada diri sang
pertapa , artinya pertapa telah berhasil mengalahkan keakuannya dan rasa
kepemilikannya.

11. Tidak terasa senjapun tiba.


Symbol dari daya konsentrasinya kuat. Vivekananda mengatakan bahwa,
semakin banyak waktu yang terlewatkan tanpa kita perhatikan , semakin
berhasil kita dalam konsentrasi. Ketika yang lampau dan sekarang berdiam
menjadi satu berarti saat itulah pikiran memusat. Sandyakala adalah hari sandi
antara terang dan gelap yang menyebabkan kenyataan menjadi tidak jelas.
Oleh karena seorang pertapa harus lebih awas dengan meningkatkan
spiritualnya.

12. Naik pohon bilwa yang tumbuh di pinggir danau, dan duduk dicampang 
pohonya.Symbol dari meningkatnya kesadaran denagn jalan mediatasi untuk
memurnikan pikiran agar daya budi terungkap. Pohon bilwa disimbolkan
sebagai tulang punggung yang di dalamnya terdapat cakra-cakra , simpul-
simpul energi spiritual yang satu dengan yang lainya saling berhubungan.
Duduk di campang pohon melambangkan daya keseimbangan konsentrasi
antara otak kiri dan kanan, yakni otak tengah. Naik keatas pohon
melambangkan bangkitnya daya sakti yang disebut kundalini sang pertapa.

13. Ranu atau danau


Symbol Yoni lambang sakti atau Dewi, saktinya siwa adalah lambang
kesuburan.

14. Di tengah danau ada Siwalingga nora ginawe.


Batu alami yang kebetulan ada ditengah danau . Lingga adalah symbol Siwa

15. Memetik daun bilwa.


Memetik ajaran Siwa. Kata Rwan atau ron, don, berarti daun dan dapat juga
berarti tujuan. Jika dirangkai dengan kata maja atau bilwa maka
melambangkan tujuan. Yakni mengembangkan kesadaran. Dengan demikian
dapat diartikan dimana sang pertapa selalu memetik sari ajaran untuk
mengembangkan kesadaran. Dalam hubungan jagrabrata olah kesadaran
dengan mempelajari siwa tattwa ( ajaran hakekat ketuhanan) sampai akhirnya
mencapai pencerahan rohani. Jadi Mpu tanakung disini menuliskan dengan
simbolis yaitu olah budi dan rasa terpusat kepada Tuhan.Untuk itu disebutkan
oleh Mpu tanakung ,mahaprabhawa nikanang brata panglimur kadusta
kuhaka, setata turun mapunya yasa dharma len brata gatinya kasmala dahat.
Artinya brata siwararti adalah mampu meruwat sifat dusta dan keji. Cara
meruwat itu adalah dengan melakukan dyana (meditasi), menyanyikan syair
pujian, merafal mantra,melakukan japa ( menyebut nama Tuhan berkali-kali),

16. Tiba dipondok sore hari, menjelang petang (hari tilem).


Kenyataan umum setiap orang berburu pasti akan kembali pulang. Simbolnya
kembali dari perjalanan suci yang dilakuakan selama dua hari satu malam : 36
jam.

17. Tiba di pondok Lubdaka baru makan.


Perjalanan berburu Lubdaka tidak membawa bekal, karena memang tidak
rencana menginap. Simbol dari melakuakan upawasa, puasa tidak amkan,
minum selama 36 jam, yakni dari pagi hari pada hari ke 14 paro terang,
purwani tilem sampai besok senja kala hari ke 15 tilem

C. Kesimpulan.
Itulah critera  tentang Lubdaka dimana ceritra itu penuh makna dan arti.
Seperti yang dikatakan Mpu Tanakung bahwa kita selayaknya dalam hidup ini
selalu amuter tutur penehayu, yang artinya berusaha memutar kesadaran
dengan cara yang tepat. Salah satunya adalah menjalankan brata siwaratri ini.
Dari cerita diatas dapat kita simpulkan bahwa Lubdaka adalah manusia biasa
yang penuh dosa papa, mampu dengan secara kebetulan menjalankan ajaran /
memuja Siwa di hari yang ratri, yaitu panglong ping 14 yang mana itu
merupakan hari pemujaan Siwa, maka segala dosa yang pernah diperbuat
mendapat pengampunan. Artinya, dosa –dosanya itu menjadi berkurang
karena perbuatan yang baik, disaat yang tepat.

Demikian Tulisan arikel saya, mudah-mudah kita dapat menambah wawasan


kita bahwa cerita lubdaka bukan hanya cerita dongeng belaka tapi Kisah yang
sangat luar biasa dan penuh makna.

Anda mungkin juga menyukai