Anda di halaman 1dari 7

AKUTANSI IJARAH

A. Pengertian Dasar Akutansi Ijarah


Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang dalam
waktu tertentu dengan pembayaran sewa (Ujrah), tanpa diikuti dengan pemindahan
kepemilikan barang itu sendiri. (Fatwa DSN Nomor 09/DSN-MUI/IV/2000)
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara muajjir (lessor) dengan atas barang yang
disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah perjanjian sewa suatu barang antara
lessor dengan lessee yang diakhiri dengan perpindahan hak milik obyek sewa. (PAPSI
2003)
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan
musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya.
Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah akad sewa-menyewa antara pemilik obyek sewa dan
penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi
perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa. (PSAK
59 Paragraf 105).
Apa itu Ijarah ?
Menurut standar akuntansi syariah, PSAK 107, Ijarah dimaksudkan sebagai akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu dengan pembayaran
sewa (ujrah). Sewa menyewa obyek ijarah dilakukan tanpa perpindahan resiko dan
manfaat yang terkait dengan kepemilikan aset. Jika pemilik obyek sewa (mua’jir) dan
penyewa (musta’jir) melakukan transaksi ijarah dengan perpindahan kepemilikan dari
pemilik ke penyewa disebut Ijarah Muntahiyah Bittamlik.
Perbedaan antara ijarah dan murabahah terletak pada objek transaksi yang
diperjual belikan yaitu dalam pembiayaan murabahah yang menjadi objek transaksi
adalah barang, seperti tanah, rumah, mobil dan sebagainya, sedangkan dalam pembiayan
ijarah, objek transaksinya adalah jasa, baik manfaat atas barang maupun manfaat atas
tenaga kerja, sehingga dengan skim ijarah, bank syari’ah dan lembaga keuangan syari’ah
lainnya dapat melayani nasabah yang membutuhkan jasa. Bentuk pembiayaan ijarah
merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk
membeli aset terpenuhi dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus
mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli aset tersebut.
Obyek sewa harus dikenali secara spesifik sedemikian rupa untuk menghilangkan
ketidaktahuan yang dapat menimbulkan sengketa, misalnya kondisi fisik mobil yang
disewa. Untuk mengetahui kejelasan manfaat dari suatu asset dapat dilakukan identifikasi
fisik. Selain itu jangka waktu penggunaan manfaat ditentukan dengan jelas.

B. Ketentuan-ketentuan dan Standar Akutansi yang Digunakan dalam


Akutansi Ijarah

PSAK 107: Akuntansi Ijarah


PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN 107: AKUNTANSI IJARAH
SEJARAH
PSAK 59
PSAK 59 dikhususkan untuk kegiatan transaksi syariah hanya di sektor perbankan
syariah, ini sangat ironis karena ketika itu sudah mulai menjamur entitas syariah selain dari
perbankan syariah, seperti asuransi syariah, pegadaian syariah, koperasi syariah. Maka seiring
tuntutan akan kebutuhan akuntansi untuk entitas syariah yang lain maka Komite Akuntansi
Syariah Dewan Standar Akuntasi Keuangan (KAS DSAK) menerbitkan enam Pernyataan
Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) bagi seluruh lembaga keuangan syariah (LKS) yang
disahkan tanggal 27 Juni 2007 dan berlaku mulai tanggal 1 Januari 2008 atau pembukuan tahun
yang berakhir tahun 2008.
Ke- enam PSAK itu adalah:

1. PSAK No 101 : Penyajian laporan keuangan syariah.


2. PSAK No 102 : Aakuntansi Murabahah (Jual beli),
3. PSAK No 103 : Akuntansi Salam.
4. PSAK No 104 : Akuntansi Isthisn.
5. PSAK No 105 : Akuntansi Mudarabah (Bagi hasil).
6. PSAK No 106 :Akuntansi Musyarakah (Kemitraan).
Keenam PSAK merupakan standar akuntansi yang mengatur seluruh transaksi keuangan syariah
dari berbagai LKS. Dalam penyusunaan keenam PSAK, KAS DSAK mendasarkan pada
Pernyataan Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI) Bank Indonesia. Selain itu,
penyusunan keenam PSAK juga mendasarkan pada sejumlah fatwa akad keuangan syariah yang
diterbitkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 107: Akuntansi Ijarah (PSAK 107) pertama kali
dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI)
pada 21 April 2009. PSAK ini menggantikan ketentuan terkait penyajian laporan keuangan
syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No. 0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka
seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan
kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 107 mengalami penyesuaian pada 06 Januari
2016 terkait definisi nilai wajar yang disesuaikan dengan PSAK 68: Pengukuran Nilai Wajar.
Perubahan tersebut berlaku efektif secara prospektif untuk periode tahun buku yang dimulai pada
atau setelah 1 Januari 2017.
 
IKHTISAR RINGKAS
PSAK 107 mengatur pengakuan, pengukuran, penyajian, dan pengungkapan transaksi
ijarah. Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan. Aset ijarah adalah aset baik
berwujud maupun tidak berwujud, yang atas manfaatnya disewakan.
PSAK 107 memberikan pengaturan akuntansi baik dari sisi pemilik (mu’jir) dan penyewa
(Musta’jir).
   PSAK Syariah 107 Akuntansi Ijarah 
Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu aset dalam waktu tertentu
dengan pembayaran sewa (ujrah) tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan aset itu sendiri.
PSAK ini mengatur untuk obligasi syariah (sukuk) yang menggunakan akad ijarah. 
Karakteristik Ijarah merupakan sewa-menyewa obyek ijarah tanpa perpindahan risiko dan
manfaat yang terkait kepemilikan aset terkait, dengan atau tanpa wa’ad untuk memindahkan
kepemilikan dari pemilik (mu’jir) kepada penyewa (musta’jir) pada saat tertentu. 
Pemilik dapat meminta penyewa untuk menyerahkan jaminan atas ijarah untuk
menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek ijarah harus jelas diketahui dan
tercantum dalam akad. 

  Akuntansi Pemilik (Mu’jir) Akuntansi Penyewa


(Musta’jir)

Biaya Perolehan Objek ijarah diakui pada  


saat objek ijarah diperoleh
sebesar biaya perolehan.

Penyusutan dan Amortisasi Objek ijarah disusutkan atau  


diamortisasi, jika berupa
aset yang dapat disusutkan
atau diamortisasi, sesuai
dengan kebijakan
penyusutan atau amortisasi
untuk aset sejenis selama
umur manfaatnya (umur
ekonomis).

Pendapatan dan Beban Pendapatan sewa selama Beban sewa diakui selama
masa akad diakui pada saat masa akad pada saat manfaat
manfaat atas aset telah atas aset telah diterima.
diserahkan kepada penyewa.
 
Pendapatan ijarah disajikan secara neto setelah dikurangi beban yang terkait, misalnya beban
penyusutan, beban pemeliharaan dan perbaikan, dan sebagainya.
 
C. Perlakuan Akutansi Ijarah
Perlakuan Akuntansi Transaksi Ijarah
Beberapa lembaga keuangan telah menerapkan akad Ijarah dalam dalam produk yang
ditawarkannya. Bank Muammalat Indonesia menawarkan pemilikan rumah dengan akad
ijarah, BNI’46 Syariah dan Bank Syariah Mandiri (BSM) menawarkan gadai emas dengan
akad Ijarah.
Pengakuan & Pengukuran
A. Bagi Pemilik Obyek Sewa
Obyek ijarah diakui pada saat tersebut diperoleh sebesar harga perolehan. Jika obyek ijarah
merupakan aset yang dapat disusutkan atau diamortisasi maka obyek iajarah tersebut akan
disusutkan atau diamortisasi sesuai dengan kebijakan yang dipilih. Kebijakan harus
mencerminkan pola konsumsi yang dapat diharapkan dari manfaat ekonomis di masa depan
meskipun umur ekonomis memungkinkan berbeda dengan umur teknis. Perlakuan akuntansi
untuk penyusutan obyek ijarah berupa aset tetap menganut PSAK No.16 sedangkan untuk
amortisasi obyek ijarah berupa aset tidak berwujud menganut PSAK No.19.
Dari transaksi ijarah dicatat pendapatan sewa selama masa akad yang diakui pada saat
manfaat atas aset  diserahkan kepada penyewa. Piutang pendapatan sewa diukur sebesar nilai
yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Jika ada biaya perbaikan maka
pengakuan biaya perbaikan obyek sewa dilakukan sebagai berikut:
(a)    Biaya perbaikan tidak rutin obyek ijarah diakui pada saat terjadinya.
(b)   Jika penyewa melakukan perbaikan rutin obyek ijarah dengan persetujuan pemilik,
maka biaya tersebut dibebankan kepada pemilik dan diakui sebagai beban pada saat
terjadinya.
(c)    Dalam Ijarah muntahiyah Bittamlik melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan
obyek ijarah pada point (a) dan (b) diatas ditanggung pemilik dan penyewa sebanding dengan
bagian kepemilikan masing-masing atas obyek sewa.
Pencatatan yang dilakukan pemilik pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari
pemilik kepada penyewa dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik tergantung pada cara
perpindahan haknya, sebagai berikut :
1. Hibah, maka jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai beban.
2. Penjualan sebelum berakhirnya akad, sebesar sisa cicilan sewa atau jumlah yang
disepakati, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek ijarah diakui sebagai
keuntungan atau kerugian.
3. Penjualan setelah selesai akad, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat obyek
ijarah diakui sebagai keuntungan atau kerugian.
4. Penjualan obyek ijarah secara bertahap, maka selisih antara harga jual dan jumlah tercatat
sebagian obyek ijarah yang telah dijual diakui sebagai keuntungan atau kerugian,
sedangkan bagian obyek ijarah yang tidak dibeli penyewa diakui sebagai aset tidak lancar
atau aset lancar sesuai dengan tujuan penggunaan aset tersebut.
B. Bagi Penyewa
Penyewa obyek ijarah mengakui beban sewa selama masa akad pada saat manfaat atas aset
telah diterima. Hutang sewa diukur sebesar jumlah yang harus dibayar atas manfaat yang
telah diterima. Biaya pemeliharaan obyek ijarah yang disepakati dalam akad menjadi
tanggungan penyewa diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Sedangkan untuk biaya
pemeliharaan obyek ijarah dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik melalui penjualan obyek
ijarah secara bertahap besarnya akan meningkat sejalan dengan peningkatan kepemilikan
obyek ijarah.
Pencatatan yang dilakukan penyewa  pada saat perpindahan kepemilikan obyek ijarah dari
pemilik kepada penyewa dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik tergantung pada cara
perpindahan haknya, sebagai berikut :
1. Hibah, maka penyewa mengakui aset dan keuntungan sebesar nilai wajar obyek ijarah
yang diterima.
2. Pembelian sebelum berakhirnya akad, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran
sisa cicilan sewa atau jumlah yang disepakati.
3. Pembelian setelah akad berakhir, maka penyewa mengakui aset sebesar pembayaran yang
disepakati.
4. Pembelian obyek ijarah secara bertahap, maka penyewa mengakui aset sebesar biaya
perolehan aset obyek ijarah yang diterima.
Transaksi penjualan dan transaksi ijarah harus merupakan transaksi yang terpisah dan tidak
saling bergantung (ta’alluq) sehingga  harga jual harus dilakukan pada nilai wajar. Jika suatu
entitas menjual obyek ijarah kepada entitas lainnya dan kemudian menyewanya, maka entitas
tersebut mengakui keuntungan atau kerugian pada periode terjadinya penjualan dalam
laporan laba rugi dan menerapkan perlakuan akuntansi penyewa. Keuntungan atau kerugian
yang timbul dari transaksi penjualan dan transaksi ijarah tidak dapat diakui sebagai
pengurang atau penambah beban ijarah.
Jika suatu entitas menyewakan lebih lanjut kepada pihak lain atas aset yang sebelumnya
disewa dari pemilik, maka entitas tersebut menerapkan perlakuan akuntansi untuk pemilik
dan akuntansi untuk penyewa bagi pihak penyewa lanjut.
Penyajian dalam Laporan Keuangan
 Bagi Pemilik Obyek Sewa, Pendapatan ijarah disajikan secara netto setelah dikurangi
beban-beban yang terkait, misalnya beban penyusutan, beban pemeliharaan dan
perbaikan dan beban lainnya.
 Pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diakui selama masa akad secara
proporsional kecuali pendapatan ijarah muntahiyah bittamlik dengan penjualan secara
bertahap maka besarnya pendapatan setiap periode akan menurun secara progresif selama
masa akad karena adanya pelunasan bagian per bagian obyek sewa pada setiap periode
berjalan.
 Piutang pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik diukur sebesar nilaibersih
yang dapat direalisasikan pada akhir periode pelaporan. Jika biaya akad menjadi
bebanpemilik obyeksewa makabiaya tersebut dialokasikan secara konsisten
denganalokasi pendapatan ijarah dan ijarah muntahiyah bittamlik selama masa akad.
Pengungkapan dalam Laporan Keuangan
Pada Pemilik obyek sewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah
dan ijarah muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a.  penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
 keberadaan wa’ad/pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang digunakan (jika ada);
 pembatasan-pembatasan, misalnya ijarah lanjut;
 agunan yang digunakan (jika ada);
b.  nilai perolehan &akumulasi penyusutan setiap kelompok asset ijarah;
c.   keberadaan transaksi jual-dan-ijarah (jika ada).
Pada Penyewa mengungkapkan dalam laporan keuangan terkait transaksi ijarah dan ijarah
muntahiyah bittamlik, tetapi tidak terbatas, pada:
a.   penjelasan umum isi akad yang signifikan yang meliputi tetapi tidak terbatas pada:
 total pembayaran;
 keberadaan wa’ad pemilik untuk pengalihan kepemilikan dan mekanisme yang
digunakan (jika ada)
 pembatasan-pembatasan, misalnya ijarahlanjut;
 agunan yang digunakan (jika ada); dan
b.  keberadaan transaksi jual-dan-ijarah dan keuntungan atau kerugian yang diakui (jika ada
transaksi jual dan ijarah).

Anda mungkin juga menyukai