Anda di halaman 1dari 39

UPAYA HUKUM

PERKARA TATA USAHA NEGARA

Tugas Resume Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara


Dosen Pengampu Lapon Tukan Leonard, S.H., M.A.

Muhamad Krisna Aji Aryandjono_11000120140775

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Ridho,
Rahman, dan RahimNya penulis mampu menyelesaikan Tugas Resume Materi
dalam memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Genap Tahun 2023. Sholawat
serta salam penulis haturkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW karena
perjuangan dan syafaatnya bagi seluruh alam sesmesta, semoga kita semua
mendapatkan syafaatnya kelak di akhirat. Terimakakasih banyak penulis
ucapakan kepada dosen pembimbing mata kuliah Upaya Hukum Perkara Tata
Usaha Negara yaitu bapak Lapon Tukan Leonard, S.H., M.A. yang telah
menjelaskan materi secara lengkap padat dan juga mengasyikan, sehingga
penulis dengan mudah memahami materi dan dapat digunakan saat nanti lulus
dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Terimakasih penulis ucapkan
kepada kedua orangtua penulis, adik , dan kekasih penulis yang sudah
mendoakan dan mendukung penulis dalam kehidupan ini, jika bukan karena doa
mereka penulis tidak mungkin bisa mencapai pada titik ini. Resume Materi mata
kuliah Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara ini disusun berdasarkan materi
materi dan penjelasan dari dosen pengampu penulis yaitu Bapak Lapon Tukan
Leonard, S.H., M.A. Dan semoga apa yang penulis tuangkan dalam penulisan
Resume Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara ini bisa bermanfaat bagi
semua orang. Amin Amin Ya Robalalamin.

Semarang, 1 April 2023

Penulis

Muhamad Krisna Aji A

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... 2


DAFTAR ISI.................................................................................................................. 3
LANDASAN HUKUM.................................................................................................. 4
RUANG LINGKUP MATERI ..................................................................................... 5
Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara .............................................................. 6
Pemeriksaan Banding ............................................................................................... 6
Tata Cara Pengajuan Perkara Banding ............................................................... 10
Tugas dan Kewenangan Panitera .......................................................................... 11
Memori dan Kontra Memori Banding .................................................................. 12
Proses Pemeriksaan Banding ................................................................................. 13
Larangan Menjadi Hakim Tingkat Banding........................................................ 15
Pencabutan Perkara dan Larangan Banding ....................................................... 17
Pemeriksaan Kasasi Perkara Tata Usaha Negara ............................................... 19
Syarat Syarat Pengajuan Kasasi ........................................................................... 24
Proses Pemeriksaan Perkara Kasasi ..................................................................... 25
Tata Cara Pengajuan Kasasi ................................................................................. 27
Kewajiban Panitera ................................................................................................ 28
Proses Pemeriksaan Kasasi Perkara TUN............................................................ 29
Peninjauan Kembali Perkara Tata Usaha Negara .............................................. 33
Tata Cara Pengajuan Peninjauan Kembali.......................................................... 33
Proses Pemeriksaan Peninjauan Kembali ............................................................ 34
Pihak Yang Berhak Mengajukan Peninjauan Kembali ...................................... 35
Tenggang Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali.............................................. 36
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 39

3
LANDASAN HUKUM

• Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


• Undang – Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman
• Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 juncto Undang- Undang Nomor
9 Tahun 2004 juncto Undang – Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN)
• Undang – Undang Nomor 14 Tahun 1985 juncto Undang – Undang
Nomor 5 Tahun 2004 juncto Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2009 –
Mahkamah Agung

4
RUANG LINGKUP MATERI

Upaya Hukum Perkara TUN meliputi:

1. Upaya Hukum Biasa:


• Banding Administratif ( Pasal 48 Undang-Undang PTUN, Pasal
75-76 UU AP)
• Gugatan (Pasal 53 Undang-Undang PTUN Jo. Pasal 87 Undang-
Undang AP)
• Perlawanan (Pasal 62 Undang-Undang PTUN)
• Banding (Pasal 122 – 130 Undang – Undang PTUN)
• Kasasi (Pasal 131 UU PTUN) jo UU MA
2. Upaya Hukum Luar Biasa
• Peninjauan Kembali (Pasal 132 UU PTUN jo UU MA)

5
Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara
Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa
antara Penggugat dan Tergugat itu belum juga berakhir. Karena salah satu pihak
atau dua-duanya merasa tidak puas dengan putusan yang bersangkutan lalu
menggunakan haknya dengan menempuh suatu sarana upaya hukum guna
melawan putusan pengadilan tersebut.

Upaya hukum merupakan hak dari pihak yang dikalahkan untuk tidak
menerima putusan pengadilan, yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi
atau hak untuk mengajukan pemohonan peninjauan kembali dalam hal menuntut
cara yang diatur dalam undang-undang. Upaya hukum terhadap putusan
pengadilan ialah usaha untuk mencari keadilan pada tingkat pengadilan yang
lebih tinggi dari pengadilan yang menjatuhkan putusan tersebut.1

Pihak yang tidak setuju dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara,
dapat mengajukan upaya hukum terhadapnya dalam jangka waktu tertentu yang
telah ditentukan Undang-Undang. Upaya Hukum yang dikenal dalam sistem
hukum Indonesia. Pertama, upaya hukum biasa yang diajukan terhadap suatu
putusan yang belum berkekuatan hukum tetap dan belum dilaksanakan. Upaya
Hukum ini terdiri dari banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan Kasasi, yang diajukan ke Mahkamah Agung. Kedua, upaya hukum
luar biasa, yang diajukan terhadap suatu putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, baik yang sudah ataupun belum dilaksanakan. Peninjauan Kembali (PK)
merupakan satu-satunya Upaya Hukum Luar Biasa.

Pemeriksaan Banding
Upaya pemeriksaaan banding pada pengadilan tinggi tata usaha negara
marupakan pemeriksaan ulang terhadap apa yang sudah diputus oleh pengadilan
tata usaha tingkat pertama. Hal ini berarti bahwa pengadilan tinggi tata usaha
negara akan memeriksa kembali, baik fakta maupun hukumnya serta amar

1
Martimun Prodjohamidjojo. (1996). Hukum Acara Tata Usaha Negara. Jakarta. Ghalia
Indonesia.

6
putusan pengadilan tata usaha negara tingkat pertama, terlepas dari ada tidaknya
memori banding. “Terhadap putusan pengadilan tata usaha negara dapat
dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat, juga oleh pihak
ketiga yang ikut serta dalam perkara, baik atas prakarsa sendiri ataupun atas
pemohonan para pihak maupun atas prakarsa hakim kepada pengadilan tinggi
tata usaha negara” (Pasal 122 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986).

Pada pemeriksaan tingkatan banding itu para pihak diberi kesempatan


untuk mengajukan argumen-argumennya dalam bentuk memori banding
mengenai hal-hal yang dianggapnya perlu yang menurutnya telah dilupakan oleh
Hakim tingkat pertama. Dapat pula disitu diajukan bukti-bukti baru yang belum
pernah diajukan pada tingkat pertama atau membantah atau memperkuat
pertimbangan putusan dari Hakim tingkat pertama. Pemerikasaan tingkat
banding itu bersifat devolutif artinya seluruh pemeriksaan perkara dipindahkan
dan diulang oleh Pengadilan Tinggi yang bersangkutan. Pengadilan Tinggi
seperti duduk di tempat Hakim tingkat pertama.

Sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman yang diberikan


kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengke dalam
bidan Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan pejabat
tata usaha negara maka Pengadilan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara yang berpuncak pada Mahkamah Agung berwenang menguji
sah tidaknya Tindakan badan atau pejabat tata usaha negara dalam mengeluarkan
suatau keputusan tata usaha negara. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam
penjelasan umum Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 bahwa Pengadilan Tata
Usaha Negara merupakan Pengadilan tingkat pertama yang diberikan
kewenangan untuk memeriksa, memutus, dan menyelesaikan sengketa Tata
Usaha Negara bagi rakyat pencari keadilan. Sedangkan Pengadilan Tata Usaha
Negara merupakan Pengadilan tingkat banding terhadap sengketa yang telah
diputus oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Mahkamah Agung sebagai
pelaksana tertinggi kekuasaan kehakiman dan pengadilan pada tingkat kasasi.

7
Oleh karena itu, Ketika masyarakat dalam hal ini orang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat Tindakan badan atau
pejabat tata usaha negara mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara
menjadikan peradilan tata usaha negara untuk memeriksa, memutuskan, serta
menyelesaikan sengketa dimaksud, yang dapat dimulai dari Pengadilan Tata
Usaha Negara, Pengadilan Tata Usaha Negara serta sampai pada Mahkamah
Agung apabila pada tingkatan atau jenjang pengadilan pada jenjang yang lebih
rendah, dapat mengambul Tindakan berupa upaya hukum banding atau kasasi
serta peninjauan kembali jenjang pengadilan daiatasnya. Namun berkaitan
dengan substansi penilisan ini maka penulis hanya memgokuskan pembahasan
pada upaya hukum pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.2

Terkait dengan substansi tersebut maka dalam hal putusan yang diambil
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama terhadap
sengketa Tata Usaha Negara (Keputusan Tata Usaha Negara) ada pihak yang
merasa tidak puas terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut dapat
melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara guna
mencari keadilan atau kepastian hukum terhadap perkara yang dipersengketakan.

Dalam hal pemeriksaan pada tingkat banding, pihak pemohon banding


diberikan kesempatan untuk mengajukan argumen-argumennya dalam memori
banding mengenai hal-hal yang dianggapnya perlu yang menurutnya telah
dilupakan oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, serta dapat pula diajukan
bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan pada tingkat pertama.

Menurut Indroharto, bahwa pemeriksaan dalam tingkat banding itu


dimaksudkan agar seluruh pemeriksaan baik mengenai fakta-fakta hukum
maupun penarapan hukum serta putusan akhir yang telah dilakukan oleh hakim
tingkat pertama di ulang kembali oleh pengadilan tinggi. Pada pemeriksaan

2
Pattipawae, Dezonda Rosiana. 2018. Penetapan Waktu Pelaksanaan Banding Terhadap
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pada Daerah Karakteristik Wilayah Kepulauan.
Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Jurnal Vol. 24 Nomor. 2.

8
tingkat banding para pihak di berikan kesampatan untuk mengajukan argumen-
argumennya dalam bentuk memori banding mengenai hal-hal yang dianggapnya
perlu yang menurutnya telah dilupakan oleh hakim tingkat pertama. Dapat pula
di situ diajukan bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan pada tingkat
pertama atau membantah atau memperkuat pertimbangan-pertimbangan maupun
putusan dari hakim tingkat pertama. Pemeriksaan tingkat banding itu bersifat
devolutif artinya seluruh pemerinsaan perkara dipindahkan dan diulang oleh
pengadilan tinggi yang bersangkutan.3

Tindakan banding oleh pihak yang tidak puas terhadap putusan


Pengadilan Tata Usaha Negara dijamin oleh ketentuan Pasal 122 Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1986 yang menyebutkan bahwa : “Terhadap putusan
Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan pemeriksaan banding oleh
penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara”.

Pemeriksaan Banding merupakan kewenangan Pengadilan Tinggi Tata


Usaha Negara (PTTUN) sesuai Pasal 51 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986
(UU TUN) antara lain:

1. Memeriksa Perkara Banding Sesuai Pasal 51 ayat 1 UU TUN.


“Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus sengketa Tata Usaha Negara di tingkat
banding.”
2. Memeriksa perkara sengketa kewenangan antar PTUN dalam wilayah
hukumnya sesuai Pasal 51 ayat 2 UU TUN.
“Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara juga bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus di tingkat pertama dan terakhir sengketa
kewenangan mengadili antara Pengadilan Tata Usaha Negara di dalam
daerah hukumnya..”
3. Memeriksa perkara TUN sesuai Pasal 51 ayat 3 UU TUN

3
Indroharto. (2001). Teori dan Praktek Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta.
Grafindo.

9
“Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa
Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.”

Tata Cara Pengajuan Perkara Banding


Pengajuan banding dapat dilakukan oleh pihak yhang berkedudukan
sebagai penggugat (orang atau badan hukum perdata) maupun tergugat (badan
atau pejabat tata usaha negara). Tindakan banding oleh pihak yang tidak puas
terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dijamin oleh ketentuan Pasal
122 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 yang menyebutkan bahwa :
“Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat dimintakan
pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat kepada Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara”. Pihak yang melakukan upaya hukum banding terhadap
perkara uang telah diputuskan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara dibatasi oleh
waktu untuk mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara. Hal
ini sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 123 Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 yang menetapkan waktu untuk dilakukan upaya hukum banding
terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara adalah 14 hari setelah putusan
pengadilan itu diberitahukan kepadanya secara sah. Ketentuan Pasal 123
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 secara lengkap menyebutkan bahwa :

1. Permohonan pemeriksaan banding diajukan secara tertulis oleh pemohon


atau kuasanya yang khusus dikuasakan untuk itu kepada Pengadilan Tata
Usaha Negara yang menjatuhkan putusan tersebut dalam tenggang waktu
empat belas hari setelah putusan Pengadilan itu diberitahukan kepadanya
secara sah.
2. Permohonan pemeriksaan banding disertai pembayaran uang myka biaya
perkara banding lebih dahulu, yang besarnya ditaksir oleh Panitera.
Pasal 59-Pasal 61 UU TUN.

10
Tugas dan Kewenangan Panitera
Panitera adalah Pejabat Pengadilan yang dalam structural yang
membantu pimpinan pengadilan dan memimpin di bidang kepaniteraan, serta
menyelenggarakan administrasi persidangan dan membantu hakim sidang untuk
membuat berita acara pemeriksaan sidang. Tugas dan kewenangan panitera
sendiri diatur di dalam Pasal 123, Pasal 125-Pasal 126 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 (Undang-Undang Tata Usaha Negara. Dan berikut adalah tugas
dan juga kewenangan dari panitera pengadilan:4

1. Membuat taksiram uang muka perkara. (Pasal 123 ayat 2 UU TUN)


“Permohonan pemeriksaan banding disertai pembayaran uang muka
biaya perkara banding lebih dahulu, yang besarnya ditaksir oleh
panitera.”
2. Mencatat permohonan banding (Pasal 125 ayat 1 UU TUN)
“Permohonan pemeriksaan banding dicatat oleh Panitera dalam daftar
Pustaka.”
3. Memberi tahu lawan dari pembanding bahwa adanya permohonan
banding. (Pasal 125 ayat 2 UU TUN)
“Panitera memberitahukan hal tersebut kepada pihak terbanding.”
4. Memberitahukan kepada para pihak untuk memeriksa berkas perkara
tersebut di PTUN setempat paling lambat 30 hari sejak permohonan
banding tersebut dicatat dan selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari
para pihak sudah harus memeriksa berkas perkara (Pasal 126 ayat 1 UU
TUN)
“Selambat-lambatnya tiga pukuh hari sesudah permohonan pemeriksaan
banding dicatat. Panitera memberitahukan kepada kedua belah pihak
bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata

4
Peran Panitera/Panitera Pengganti Dalam Palaksanaan Peradilan yang Cepat dan Biaya
Ringan. http://pa-purwodadi.go.id/index.php/26-halaman-depan/artikel/268-peran-
paniterapanitera-pengganti-dalam-pelaksanaan-peradilan-yang-cepat-dan-biaya-
ringan#:~:text=Panitera%20adalah%20Pejabat%20Pengadilan%20yang,membuat%20berita%2
0acara%20pemeriksaan%20sidang. Diakses pada 30 Maret 2023

11
Usaha Negara dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah mereka
menerima pemberitahuan tersebut.”
5. Mengirim berkas ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat
lambatnya dalam waktu 60 hari sejak pernyataan permohonan banding
(Pasal 126 ayat 2 UU TUN)
“ Salinan putusan, berita acara, dan surat lain yang bersangkutan harus
dikirimkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
selambat-lambatnya enam puluh hari sesudah pernyataan permohonan
pemeriksaan banding.”

Memori dan Kontra Memori Banding


Dalam hal pemeriksaan pada tingkat banding, pihak pemohon banding
diberikan kesempatan untuk mengajukan argumen-argumennya dalam memori
banding mengenai hal-hal yang dianggapnya perlu yang menurutnya telah
dilupakan oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, serta dapat pula diajukan
bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan pada tingkat pertama. Permohonan
banding atau memori banding diajukan diajukan oleh pemohan banding secara
tertulis kepada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara melalui Pengadilan Tata
Usaha Negara yang telah memeriksa dan memutus perkara dimaksud, yang
berisikan hal-hal yang dianggapnya perlu yang menurutnya telah dilupakan oleh
hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, serta dapat pula diajukan bukti-bukti baru
yang belum pernah diajukan pada tingkat Pengadilan Tata Usaha Negara.
Permohonan banding yang diajukan dicatat oleh panitera dalam daftar perkara
disertai dengan pembayar uang muka biaya perkara serta panitera
memberitahukan permohonan banding kepada terbanding.

Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah permohonan


pemeriksaan banding dicatat, Panitera memberitahukan kepada kedua belah
pihak bahwa mereka dapat melihat berkas perkara di kantor Pengadilan Tata
Usaha Negara dalam tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mereka
menerima pemberitahuan tersebut, dan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari tersebut

12
maka pihak terbanding harus memasukan kotra memori banding, serta para pihak
harus menyerahkan surat-surat berkaitan dengan perkara yang disengketakan dan
bukti-bukti lainnya kepada panitera Pengadilan Tata Usaha Negara. Penyerahan
kontra memori banding serta surat keterangan dan bukti lainnya kepada panitera
Pengadilan Tata Usaha Negara sedapat mungkin harus terjadi sebelum berkas
perkara yang bersangkutan di kirim ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.5

Dasar dari memori banding dan kontra banding yaitu Pasal 126 ayat 3
Undang – Undang Tata Usaha Negara (UU TUN). “Para pihak dapat
menyerahkan memori banding dan/atau kontra memori banding serta surat
keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dengan ketentuan bahwa Salinan memori dan/atau kontra memori diberikan
kepada pihak lainnya dengan perantaraan Panitera Pengadilan.”

Proses Pemeriksaan Banding


Proses pemeriksaan banding dalam perkara tata usaha negara didasarkan
oleh Pasal 127 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 (UU TUN). Berikut
adalah bunyi dari Pasal 127 UU TUN:

1. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara memeriksa dan memutus perkara


banding dengan sekurang-kurangnya tiga orang Hakim.
2. Apabila Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat bahwa
pemeriksaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang lengkap, maka
Pengadilan Tinggi tersebut dapat mengadakan sidang sendiri untuk
mengadakan pemeriksaan tambahan atau memerintahkan Pengadilan
Tata Usaha Negara yang bersangkutan melaksanakan pemeriksaan
tambahan itu.
3. Terhadap putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyatakan tidak
berwenang memeriksa perkara yang diajukan kepadanya, sedang
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berpendapat lain, Pengadilan

5
Kansil, C.S.T. (1996) Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta. Pradnya Paramita.

13
Tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus sendiri perkara itu atau
memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan
memeriksa dan memutusnya.
4. Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam waktu tiga puluh
hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi beserta surat
pemeriksaan dan surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang
memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama.

Dalam hal pemeriksaan pada tingkat banding, pihak pemohon


banding diberikan kesempatan untuk mengajukan argumen-argumennya
dalam memori banding mengenai hal-hal yang dianggapnya perlu yang
menurutnya telah dilupakan oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara, serta
dapat pula diajukan bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan pada
tingkat pertama.

Pemeriksaan dalam tingkat banding itu dimaksudkan agar seluruh


pemeriksaan baik mengenai fakta-fakta hukum maupun penarapan hukum
serta putusan akhir yang telah dilakukan oleh hakim tingkat pertama di ulang
kembali oleh pengadilan tinggi. Pada pemeriksaan tingkat banding para pihak
di berikan kesampatan untuk mengajukan argumen-argumennya dalam
bentuk memori banding mengenai hal-hal yang dianggapnya perlu yang
menurutnya telah dilupakan oleh hakim tingkat pertama. Dapat pula di situ
diajukan bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan pada tingkat pertama
atau membantah atau memperkuat pertimbangan-pertimbangan maupun
putusan dari hakim tingkat pertama. Pemeriksaan tingkat banding itu bersifat
devolutif artinya seluruh pemerinsaan perkara dipindahkan dan diulang oleh
pengadilan tinggi yang bersangkutan.6

6
Op.Cit

14
Larangan Menjadi Hakim Tingkat Banding
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang – Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang kekuasaan kehakiman. Hakim adalah hakim pada mahkamah
agung dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan pada
pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.

Tugas dari hakim sendiri yaitu mengadili (Menerima, memeriksa, dan


memutus) perkara; Mengadili suatu perkara dengan asas sederhana, cepat,
dan biaya ringan seperti yang tertuang pada Pasal 2 ayat (4) Undang –
Undang Kekuasaan Kehakiman. “Peradilan dilakukan dengan sederhana,
cepat, dan biaya ringan.”

Namun dalam menangani suatu perkara hakim memiliki beberapa


larangan ketika hendak menangani suatu perkara. Seperti contohnya ketika
seorang hakim memiliki hubungan dengan panitera atau hakim pada
pengadilan tingkat I, disarankan untuk mundur dalam menangani perkara
banding tersebut karena apabila diteruskan dalam memutus suatu perkara
tersebut tidaklah leluasa, selain itu putusan akan dinilai tidak obyektif atau
putusan tersebut hanya akan subyektif saja.

Dasar hukum mengenai larangan hakim dalam menangani perkara


banding ada pada Pasal 128 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 j.o Pasal
78 dan Pasal 79. Seperti pada pasal 78 sendiri berbunyi:

1. Seorang hakim wajib mengundurkan diri dari persidangan apabila


terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat
ketiga atau hubungan suami atau isteri meskipun telah bercerai,
dengan salah seorang hakim anggota atau panitera.
2. Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri dari
persidangan apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau
semenda sampai derajat ketigaa atau hubungan suami isteri

15
meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau
penasihat hukum.
3. Hakim atau panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak diganti atau tidak
mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, maka
sengketa tersebut wajib segera diadili ulang dengan susunan yang
lain.

Pasal 79:

1. Seorang hakim atau panitera wajib mengundurkan diri apabila ia


berkepentingan langsung atau tidak angsung atas suatu sengketa.
2. Pengunduran diri sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dapat
dilakukan atas kehendak hakim atau panitera atau atas permintaan
salah satu atu pihak pihak yang bersengketa.
3. Apabila ada keraguan atau perbedaan pendapat mengenai hal
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) maka pejabat pengadilan yang
berwenang yang menetapkan
4. Hakim atau panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2) harus diganti dan apabila tidak diganti atau tidak mengundurkan
diri sedangkan sengketa telah diputus, maka sengketa tersebut wajib
segera diadili ulang dengan susunan susunan yang lain.

Pasal 128,

1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 78 dan Pasal 79


berlaku juga bagi pemeriksaan di tingkat banding.
2. Ketentuan tentang hubungan keluarga sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 78 ayat (1) berlaku juga antara hakim dan/atau panitera di
tingkat banding dengan hakim atau panitera di tingkat pertama yang
telah memeriksa dan memutus perkara yang sama.

16
3. Apabila seorang hakim yang memutus di tingkat pertama kemudian
menjadi hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang
memeriksa perkara yang sama di tingkat banding.

Lantas apa sebetulnya yang menjadi latar belakang adanya larang –


larangan tersebut :

1. Untuk menjamin hak-hak dari para pihak yang berperkara.


2. Untuk menjamin moral dan tanggungjawab hakim pemeriksa perkara.

Pencabutan Perkara dan Larangan Banding


Dalam hal pencabutan perkara dan larangan banding sendiri haruslah
dilakukan secara hati-hati dan tidak boleh gegabah keputusan bahwa akan
dicabut atau tidak suatu perkara. Karena jika dilakukan tidak dengan hati hati
maka akan sangat berakibat fatal pada perkara yang sedang dijalankan.

Dasar hukum Pencabutan perkara dan larangan banding sendiri ada pada Pasal
129 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (UU TUN).

“Sebelum pemohon oemeriksa banding diputus oleh Pengadilan Tinggi Tata


Usaha Negara maka pemohon tersebut dapat dicabut Kembali oleh pemohon dan
dalam hal permohonan pemeriksaan banding telah dicabut, tidak dapat diajukan
lagi meskipun jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan
banding belumlah lampau.”

Jadi selama belum diputus oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
pemohon dapat atau berhak untuk mencabut permohonan banding yang
diajukannya, Dan tidak dapat diajukan lagi meskipun tenggang waktu untuk
pengajuan banding masih ada. Sehingga harus benar benar dipikirkan secara
matang terhadap setiap Langkah dan keputusan ketika sedang berperkara,
didiskuuisikan dengan keluarga dan kuasa hukum terlebih dahulu apabila ingin
melakukan suatu keputusan agar tentunya tidak menyesal dikemudian hari.

17
Selain itu juga ada pada Pasal 130 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
(UU TUN).

“Dalam hal salah saatu pihak sudah menerima baik putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara, ia tidak dapat mencabut Kembali pernyataan tersebut meskipun
jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum
lampau.”

Hal ini juga harus yang diperhatikan dan diwaspadai oleh setiap pihak
yang berperkara dalam suatu pengadilan. Ketika pada saat pembacaan putusan
pengadilan tentunya pihak-pihak yang berperkara akan ditanyakan oleh majelis
hakim apakah menerima putusan pengadilan ini, ataukah akan mengajukan
banding. Ketika seorang yang berperkara sudah menyatakan menerima putusan
pengadilan maka tentunya pernyataan tersebut tidak dapat dicabut Kembali lalu
kemudian mengajukan banding.

Sehingga, apabila ditanyakan oleh majelis hakim apakah menerima suatu


putusan pengadilan ataukah akan mengajukan banding. Maka, jawaban yang
paling aman adalah pikir pikir dahulu. Jawaban ini tentunya akan tengah tengah
tidak menerima dan juga tidak menolak. Ketika kedepannya akan mengajukan
banding ataupun tidak tentunya yang berperkara tadi mempunyai waktu untuk
berdiskusi dengan keluarga dan kuasa hukumnya agar dalam menentukan
Langkah kedepan itu semakin matang dan kesempatan memenangkan sebuah
perkara sesuai yang diharapkan pun semakin terbuka lebar. Sehingga, diharapkan
benar benar berhati hati dalam menentukan sebuah keputusan agar hasil yang
diperjuangkan dalam pengadilan benar benar sesuai yang diharapkan.

18
Pemeriksaan Kasasi Perkara Tata Usaha Negara
Kasasi perkara tata usaha negara merupakan salah satu upaya hukum
yang dilakukan oleh pihak yang tidak menerima putusan pengadilan yang
memeriksa bukti dan fakta atau pengadilan judex factie. Putusan pengadilan
merupakan pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan.7

Putusan yang dihasilkan oleh Hakim di pengadilan idealnya tidak


menimbulkan masalah-masalah baru di lingkungan masyarakat. Artinya kualitas
putusan Hakim berpengaruh penting pada lingkungan masyarakat dan
berpengaruh pada kewibawaan dan kredibilitas lembaga pengadilan itu sendiri.
8
Hakim, idealnya harus mampu melahirkan putusan yang mencerminkan
kepastian hukum.9 Putusan Hakim diperlukan untuk menyelesaikan suatu
perkara yang diajukan ke pengadilan,4 termasuk perkara tata usaha negara yang
diajukan ke pengadilan di lingkungan peradilan tata usaha negara.

Acara pemeriksaan kasasi dilakukan menurut ketentuan sebagaimana


diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung.
Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika permohonan kasasi telah
menggunakan upaya hukum banding. Permohonan kasasi dapat diajukan oleh
pihak yang bersengketa atau wakilnya yang khusus dikuasakan untuk itu dalam
sengketa Tata Usaha Negara yang telah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan
Tinggi Tata Usaha Negara .

Alasan-alasan yang dapat dipergunakan dalam permohonan kasasi adalah


Pengadilan yang bersangkutan tidak berwenang atau telah melampaui batas
wewenangnya dalam memeriksa dan memutus sengketa yang bersangkutan

7
Bambang Sutiyoso, ‘Mencari Format Ideal Keadilan Putusan Dalam Peradilan’ (2010) 17 (2)
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 217, 219.
8
Nunuk Nuswardani, ‘Upaya Peningkatan Kualitas Putusan Hakim Agung Dalam Mewujudkan
Law And Legal Reform’ (2009) 16 (4) Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 515, 517.
9
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, ‘Kebebasan Hakim Perdata Dalam Penemuan Hukum Dan
Antinomi Dalam Penerapannya’ (2009) 23 (1) Jurnal Mimbar Hukum 61, 62.

19
Pengadilan telah salah di dalam menerapkan hukum atau telah melanggar hukum
yang berlaku Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang telah diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan
putusan yang bersangkutan. Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau
lisan melalui Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang telah memutus
sengketanya pada tingkat pertama, dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan
atau penetapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang dimaksudkan
diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 hari tersebut telah
lampau tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan kepada pihak-pihak yang
bersengketa, maka pihak yang bersengketa dianggap telah menerima putusan
tersebut.

Setelah pemohon membayar biaya perkara, panitera mencatat


permohonan kasasi tersebut dalam buku daftar perkara pada hari itu juga
membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas sengketa.
Kemudaian selambat-lambatnya 7 hari setelah permohonan kasasi terdaftar,
Panitera Pengadilan Tata Usaha Negara yang memutus sengketa tersebut
memberitahukan secara tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
Dalam permohonan kasasi, pemohon wajib menampaikan pula memori kasasi
yang memuat alasan-alasannya dalam tenggang waktu 14 hari setelah
permohonan tersebut dicatat dalam buku daftar. Selanjutnya panitera
memberikan tanda terima atas pemerimaan memori kasasi dan menyampaikan
salinan memori kasasi tersebut pada pihak lawan dalam waktu selambat-
lambatnya 30 hari. Sebaliknya pihak lawan berhak pula mengajukan surat
jawaban terhadap memori kasasi kepada panitera yang bersangkutan dalam
tenggang waktu 14 hari sejak tanggal diterimanya salinan memori kasasi
tersebut. Setelah menerima memori kasasi dan jawabannya, panitera yang
bersangkutan mengirimkan permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas
memori kasasi serta berkas sengketa ke Mahkamah Agung dalam waktu
selambat-lambatnya 30 hari. Setelah permohonan kasasi dan berkasnya diterima

20
oleh Mahkamah Agung, Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan
kasasi tersebut dalam buku daftar, dengan membubuhkan nomor urut menurut
tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya dan
melaporkannya kapada Mahamah Agung.

Dalam hal permohonan kasasi ingin mencabut kembali permohonannya,


hal tersebut dilakukan sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah
Agung. Dan apabila permohonan kasasi tersebut telah dicabut, pemohon tidak
dapat mengajukan kembali, walaupun tenggang waktu untuk mengajukan
permohonan kasasi belum habis. Apabila pencabutan kembali tersebut dilakukan
sebelum berkas perkaranya dikirim ke Mahkamah Agung, maka berkas perkara
tersebut tidak perlu lagi diteruskan ke Mahkamah Agung. Dalam hal Mahkamah
Agung mengabulkan permohonan kasasi dengan alasan pengadilan yang telah
memutus perkara tersebut tidak berwenang atau telah melampaui batas
kewenangannya, maka Mahkamah Agung menyerahkan sengketa tersebut
kepada pengadilan lain yang berwenang memeriksa dan memutus perkara
tersebut. Sebaliknya jika Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi
dengan alasan pengadilan yang memeriksa dan memutus sengketa tersebut telah
salah menerapkan atau telah melanggar hukum yang berlaku atau lalai memenuhi
syarat-syarat yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan yang
mengancam kelalaian itu dengan batalnya putusan yang bersangkutan, maka
Mahkamah Agung akan memeriksa dan memutus sendiri sengketa yang dimohon
kasasi tersebut. Salinan putusan Mahkamah Agung terhadap sengketa yang
dimohon kasasi tersebut dikirimkan kepada ketua pengadilan yang memeriksa
dan memutus sengketa tersebut pada tingkat pertama. Salinan putusan
Mahkamah Agung tersebut oleh pengadilan tingkat pertama tadi diberitahukan
kepada kedua belah pihak yang bersengketa selambat-lambatnya 30 hari setelah
putusan dan berkas sengketa diterima kembali oleh Pengadilan tingkat pertama
tersebut (Pasal 53 UMA). Yang dimaksud pengadilan tingkat pertama pada
umumnya adalah Pengadilan Tata Usaha Negara, kecuali untuk sengketa Tata

21
Usaha Negara yang menurut peraturan perundang-undangan harus diselesaikan
terlebih dahulu melalui upaya administratif, maka pengadilan tingkat pertama
adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.

Secara ringkas proses pengajuan permohonan Kasasi sebagai berikut:

1. Pemohon membayar panjar biaya kasasi (berdasarkan penetapan


Ketua PTUN)
2. Permohonan Kasasi diajukan secaratertulis/ Buat Akta Pernyataan
Kasasi.
3. Kasasi diajukan dalam waktu 14 hari sejak putusan Banding
diberitahukan/ diterima para pihak;
4. Selambat-lambatnya 7 hari setelah Permohonan/Pernyataan Kasasi,
Panitera (Panmud Perkara) harus sudah memberitahukan secara
tertulis Permohonan tersebut ke pihak lawan (Buat relaas
pemberitahuan)
5. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sejak pernyataan kasasi
diajukan, Memori Kasasi sudah harus diterima di Kepaniteraan
Pengadilan TUN (Buat tanda terima Memori Kasasi);
6. Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari salinan Memori Kasasi
disampaikan kepada pihak lawan, dengan membuat relaas
pemberitahuan;
7. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah disampaikan
Memori Kasasi, Jawaban Kontra Memori Kasasi sudah harus diterima
di Kepaniteraan Pengadilan TUN (Buat tanda terima Kontra Memori
Kasasi), dan buat relaas pemberitahuan dilampiri dengan Kontra
Memori Kasasi;
8. Selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari setelah Jawaban Kontra
Memori Kasasi diterima, wajib diberikan kesempatan kepada para
pihak “Inzage” (dituangkan dalam akta) dan membuat relaas
pemberitahuan (Melihat/mempelajari berkas) ke para pihak;

22
9. Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari sejak Kontra Memori
Kasasi diterima berkas perkara (Bundel A dan B) dikirim ke Panitera
Mahkamah Agung RI, dengan membuat relaas pemberitahuan ke para
pihak.

Dasar Hukum Pemeriksaan Kasasi Perkara TUN

Pasal 131 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan TUN

(1) Terhadap putusan tingkat terakhir Pengadilan dapat dimohonkan


pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung.
(2) Acara pemeriksaan kasasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat
(1) Undang undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Pasal 55 jo. Pasal 40-Pasal 53 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang


Mahkamah Agung

Pasal 55 UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA

(1) Pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan di


Lingkungan Peradilan Agama atau yang diputus oleh Pengadilan di
Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dilakukan menurut ketentuan
Undang-undang ini.
(2) Dalam pemeriksaan kasasi untuk perkara yang diputus oleh Pengadilan
di Lingkungan Peradilan Militer digunakan hukum acara yang berlaku di
Lingkungan Peradilan Militer.

Pasal 45 A Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU


Nomor 14 Tahun 1985 tentang MA

23
Pasal 45 A

(1) Mahkamah Agung dalam tingkat kasasi mengadili perkara yang


memenuhi syarat untuk diajukan kasasi, kecuali perkara yang oleh
Undang-Undang ini dibatasi pengajuannya.
(2) Perkara yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri
atas:
a. putusan tentang praperadilan;
b. perkara pidana yang diancam dengan pidana penjara paling lama
1 (satu) tahun dan/atau diancam pidana denda;
c. perkara tata usaha negara yang objek gugatannya berupa
keputusan pejabat daerah yang jangkauan keputusannya berlaku
di wilayah daerah yang bersangkutan.
(3) Permohonan kasasi terhadap perkara sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) atau permohonan kasasi yang tidak memenuhi syarat-syarat formal,
dinyatakan tidak dapat diterima dengan penetapan ketua pengadilan
tingkat pertama dan berkas perkaranya tidak dikirimkan ke Mahkamah
Agung.
(4) Penetapan ketua pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
dapat diajukan upaya hukum.
(5) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4)
diatur lebih lanjut oleh Mahkamah Agung

Syarat Syarat Pengajuan Kasasi


Syarat – syarat pengajuan kasasi perkara Tata Usaha Negara memiliki
dua syarat yaitu syarat formil dan syarat subtantif. Berikut adalah penjelasannya:

• Syarat Formil
Sudah harus melewati proses banding, kecuali dintentukan lain.
Pasal 43 ayat 1 UU MA

24
1. Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap
perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali
ditentukan lain oleh Undang-undang.
2. Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.
• Syarat Subtantif
Hanya pada perkara-perkara yang memenuhi syarat
Pasal 45 A UU No. 4 Tahun 2004 tentang Perubahan UU MA

Proses Pemeriksaan Perkara Kasasi


• Tata cara pengajuan kasasi
o Pemohon atau Kuasa Hukumnya dalam waktu kurang dari 14
(empat belas) hari sejak Putusan diberitahukan mengajukan
Kasasi.
o Meja PTSP Menerima Permohonan Kasasi dari Pemohon atau
kuasanya.
o Panitera melalui meja 3 membuat akta Kasasi. Dalam waktu 7 (
Tujuh) hari Pengadilan menyampaikan akta Kasasi kepada phak
Lawan.
o Dalam waktu kurang dari kurang dari 14 (empat belas) hari
kalender Pemohon menyampaikan memori kasasi.
o Selambat-lambatnya 30 ( tiga puluh hari kalender Pengadilan
menyampaikan memori kasasi kepada pihak Lawan
o Dalam waktu 65 hari kalender Pengadilan Mengirim berkas
bundel A dan B ke Mahkamah Agung.
• Kewajiban Panitera
o memberitahukan permohonan kasasi kepada pihak lawan
selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari kalender setelah
permohonan kasasi terdaftar
o Panitera tersebut ayat (1) mencatat permohonan kasasi dalam
buku daftar, dan pada hari itu juga membuat akta permohonan
kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.

25
o Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama
memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan
menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak
lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
o Pemohon kasasi wajib menyerahkan memori kasasi ke
kepaniteraan PTUN selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kalender terhitung sejak keesokan hari setelah pernyataan kasasi.
o Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut
dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut
tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya,
dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.10
• Memori dan Kontra Memori Kasasi

Kasasi menurut Pasal 29 dan 30 Undang-Undang Nomor 14


Tahun 1985. Pada tingkat kasasi akan dikaji apakah pertimbangan judex
factie telah salah dalam penerapan hukumnya ataukah tidak salah dalam
menerapkan hukum.

o Memori Kasasi adalah dokumen yang berisi alasan-alasan anda


mengajukan permohonan kasasi kepada Mahkamah Agung (MA).
Memori kasasi akan menjadi pertimbangan bagi Majelis Hakim
Agung untuk memutuskan menerima atau menolak kasasi.
o Kontra memori kasasi adalah dokumen jawaban dari pihak lawan
dalam membela putusan yang telah dikeluarkan oleh persidangan.

Memori dan kontra memori kasasi diatur di dalam Pasal 47 UU MA yang


sifatnya ini diwajibkan dan diajukan dengan memiliki masa tenggang waktu yang

10
Mansyur, Ridwan. Prosedur Permohonan Kasasi. Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung
RI

26
terbatas. Di dalam Pasal 47 Undang-Undang Mahkamah Agung atau Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 mengatur demikian:

(1) Dalam pengajuan permohonan kasasi pemohon wajib menyampaikan


pula memori kasasi yang memuat alasan-alasannya, dalam tenggang
waktu 14 (empat belas) hari setelah permohonan yang dimaksud
dicatat dalam buku daftar.
(2) Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama
memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan
menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak lawan
dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat lambatnya 30
(tiga puluh) hari.
(3) Pihak lawan berhak mengajukan surat jawaban terhadap .memori
kasasi kepada Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1), dalam
tenggang waktu 14 (empat belas) hari sejak tanggal diterimanya
salinan memori kasasi.

Tata Cara Pengajuan Kasasi


Tata cara pengajuan kasasi diatur di dalam Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1985 Pasal 46 ayat 1-3 adalah sebagai berikut:

(1) Permohonan kasasi dalam perkara perdata disampaikan secara tertulis


atau lisan melalui Panitera Pengadilan Tingkat Pertama yang telah
memutus perkaranya, dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari
sesudah putusan atau penetapan Pengadilan yang dimaksudkan
diberitahukan kepada pemohon.
(2) Apabila tenggang waktu 14 (empat belas) hari tersebut telah lewat tanpa
ada permohonan kasasi yang diajukan oleh pihak berperkara, maka pihak
yang berperkara dianggap telah menerima putusan.
(3) Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat (1)
mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari itu juga
membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada berkas perkara.

27
Dan baru setelah itu Panitera berkewajiban untuk memberitahukan secara
tertulias mengenai permohonan kasasi itu kepada pihak lawan yang diatur di
dalam ayat ke 4 pada pasal di atas.

(4) Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah permohonan


kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat Pertama yang
memutus perkara tersebut memberitahukan secara tertulis mengenai
permohonan itu kepada pihak lawan.

Kewajiban Panitera
Setelah adanya permohonan kasasi tentunya permohonan terseut wajib
bagi panitera untuk mencatat permohonan tersebut di dalam buku daftar.
Pencatatan tersebut tentunya dengan maksud tujuan adalah supaya perkara yang
dimohonkan pengajuan kasasi tersebut dapat terlaksana dengan baik yang sesuai
dengan asas peradilan yang sederhana, tepat, dan biaya ringan. Kewajiban
panitera sendiri dalam kasasi diatur di dalam Pasal 46 – Pasal 48 dan Pasal 53
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA). Dan
berikut adalah kewajiban kewajiban panitera tersebut di dalam kasasi:

• Mencatat Permohonan Kasasi ke dalam buku daftar (Pasal 46 ayat 3)


• Membuat Akta Permohonan Kasasi (Pasal 46 ayat 3)
o Setelah pemohon membayar biaya perkara, Panitera tersebut ayat
(1) mencatat permohonan kasasi dalam buku daftar, dan pada hari
itu juga membuat akta permohonan kasasi yang dilampirkan pada
berkas perkara.
• Memberitahu kepada pihak lawan (Pasal 46 ayat 4)
o Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat
Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara
tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.

28
• Membuat tanda terima atas penyerahan memori (Pasal 47 ayat 2)
• Menyampaikan memori kepada pihak lawan (Pasal 47 ayat2)
o Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat
Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara
tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
• Mengirim berkas lengkap ke Mahkamah Agung (Pasal 48 ayat 1)
o Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori
kasasi sebagaimana dimaksudkan Pasal 47, Panitera Pengadilan
yang memutus perkara dalam tingkat pertama, mengirimkan
permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi,
beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
• Panitera Mahkamah Agung wajib mencatat berkas (Pasal 48 ayat 2)
o Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut
dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut
tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya,
dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.

Proses Pemeriksaan Kasasi Perkara TUN


Setelah mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung maka selanjutnya
adalah proses dari pemeriksaan kasasi oleh Mahkamah Agung. Proses
pemeriksaan kasasi sendiri diatur di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1985 temtamg Mahkamah Agung (MA). Berikut adalah proses rangkaian
pemeriksaan Kasasi oleh Mahkamah Agung (MA):

1. Mahkamah Agung sendiri memeriksa serta memutus dengan hakim


dengan jumlah ganjil agar tentunya dapat diambil keputusan dengan suara
terbanyak. Hal ini diatur di dalam Pasal 40 ayat 1 UU MA;

29
“Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang hakim.”
2. Hakim diwajibkan untuk mengundurkan diri apabila memenuhi salah
satu unsur di dalam Pasal 41 dan Pasal 42 UU MA sebagai berikut ini:
a. Pasal 41
i. Seorang Hakim wajib mengundurkan diri dari suatu
persidangan apabila terdapat hubungan keluarga sedarah
atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami
atau isteri meskipun sudah bercerai dengan salah seorang
Hakim Anggota atau Panitera pada Majelis yang sama
dimaksudkan Pasal 40 ayat (1).
ii. Seorang Hakim atau Panitera wajib mengundurkan diri
dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau
hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai
dengan Penuntut Umum, Oditur Militer, Terdakwa,
Penasihat Hukum, Tergugat atau Penggugat.
iii. Hubungan keluarga sebagaimana dimaksudkan ayat (1)
dan ayat (2) berlaku juga antara Hakim Agung dan/atau
Panitera Mahkamah Agung dengan Hakim dan/atau
Panitera Pengadilan Tingkat Pertama serta Hakim
dan/atau Panitera Pengadilan Tingkat Banding, yang telah
mengadili perkara yang sama.
iv. Jika seorang Hakim yang memutus perkara dalam tingkat
pertama atau tingkat banding, kemudian telah menjadi
Hakim Agung, maka Hakim Agung tersebut dilarang
memeriksa perkara yang sama.
v. Hakim atau Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus diganti, dan apabila
tidak diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan

30
perkara telah diputus, maka putusan tersebut batal dan
perkara tersebut wajib segera diadili ulang dengan
susunan Majelis yang lain.
b. Pasal 42
i. Seorang Hakim tidak diperkenankan mengadili suatu
perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik langsung
maupun tidak langsung.
ii. Dalam hal sebagaimana dimaksudkan ayat (1) Hakim
yang bersangkutan wajib mengundurkan diri baik atas
kehendak sendiri maupun atas permintaan Penuntut
Umum, Oditur Militer, Terdakwa, Penasihat Hukum,
Tergugat atau Penggugat.
iii. Apabila ada keragu-raguan atau perbedaan pendapat
mengenai hal sebagaimana tersebut ayat (1), maka :
1. Ketua Mahkamah Agung karena jabatannya
bertindak sebagai pejabat yang berwenang
menetapkan;
2. dalam hal menyangkut Ketua Mahkamah Agung
sendiri, yang berwenang menetapkannya adalah
suatu panitia, yang terdiri dari 3 (tiga) orang yang
dipilih oleh dan di antara Hakim Agung yang
tertua dalam jabatan.
3. Hakim dapat mendengarkan para pihak atau saksi secara langsung atau
memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara sesuai Pasal 50 UU MA
a. Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung,
berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu
Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi,
atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan

31
Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para
pihak atau para saksi.
b. Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan dan
mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum
pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat Pertama.
4. Sebelum kasasi diputuskan pemohon kasasi berkesempatan untuk
mencabut kasasi sebelum diputus, namun apabila sudah dicabut maka
tidak dapat untuk diajukan Kembali. Oleh karena itu, hendaknya setiap
pemohon untuk selalu berhati hati dan selalu mendiskusikan terlebih
dahulu oleh kuasa hukumnya atau dengan keluarga tersebut sehingga
keputusan yang dibuat tidaklah gegabah dan akhirnya justru merugikan
diri sendiri. Hal ini diatur di dalam Pasal 49 UU MA
a. Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung,
maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon,
dan apabila telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan
permohonan kasasi dalam perkara itu meskipun tenggang waktu
kasasi belum lampau.
b. Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan ayat (1)
dilakukan sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada
Mahkamah Agung, maka berkas perkara itu tidak diteruskan
kepada Mahkamah Agung.
5. Salinan putusan kasasi dikirim ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTUN) dan diberitahukan kepada para pihak paling lambat 30 hari sejak
berkas diterima. Hal ini sesuai dengan Pasal 50 UU MA
a. Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung,
berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu
Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi,
atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan
Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para
pihak atau para saksi.

32
b. Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan dan
mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum
pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat Pertama.

Peninjauan Kembali Perkara Tata Usaha Negara


Upaya hukum luar biasa adalah peninjauan Kembali, disebut upaya
hukum luar biasa, karena yang diganggu gugat adalah putusan pengadilan yang
sudah mempunyai kekuatan hukum tetap. Akhir dari upaya hukum jelas adalah
sebuah eksekusi putusan yang mana negara selalu dianggap mampu untuk
menjamin keberlangsungan terlaksananya putusan (solveable).11 Peninjauan
Kembali ini hanyalah 1 kali dan tidak menangguhkan eksekusi putusan. .
Peninjauan Kembali sendiri dapat dicabut sebelum adanya putusan. Peninjauan
Kembali perkara Tata Usaha Negara diatur di dalam Pasal 132 UU No. 5 Tahun
1986 tentang PTUN jo. Pasal 77 UU No. 14 Tahun 1985 jo. UU No. 5 Tahun
2004 tentang MA

Pasal 132 UU No. 5 Tahun 1986

(1) Terhadap putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum


tetap dapat diajukan permohonan peninjauan kembali kepada Mahkamah
Agung.
(2) Acara pemeriksaan peninjauan kembah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dilakukan menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 77 ayat (1) Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung.

Tata Cara Pengajuan Peninjauan Kembali


Peninjauan Kembali sendiri diajukan secara tertulis melalui pengadilan
tingkat 1 yang memutus perkara tersebut. Tenggang waktu disesuaikan dengan

11
Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku
II, Cet.4, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 244

33
alasan dari Peninjauan Kembali tersebut. Tata caranya diatur di dalam Pasal 70
dan Pasal 71 UU No. 14 Tahun 1985.

Pasal 70

(1) Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon kepada


Mahkamah Agung melalui Ketua Pengadilan Negeri yang memutus
perkara dalam tingkat pertama dengan membayar biaya perkara yang
diperlukan.
(2) Mahkamah Agung memutus permohonan peninjauan kembali pada
tingkat pertama dan terakhir.

Pasal 71

(1) Permohonan peninjauan kembali diajukan oleh pemohon secara tertulis


dengan menyebutkan sejelas-jelasnya alasan yang dijadikan dasar
permohonan itu dan dimasukkan di kepaniteraan Pengadilan Negeri yang
memutus perkara dalam tingkat pertama.
(2) Apabila pemohon tidak dapat menulis, maka ia menguraikan
permohonannya secara lisan di hadapan Ketua Pengadilan Negeri yang
memutus perkara dalam tingkat pertama atau hakim yang ditunjuk oleh
Ketua Pengadilan yang akan membuat catatan tentang permohonan
tersebut.

Proses Pemeriksaan Peninjauan Kembali


Alasan alasan diajukanya peninjauan Kembali yaitu karena ada unsur
kebohongan yang bisa dibuktikan, ada bukti bukti baru. Dikabulkannya apa yang
tidak dituntut, ada tuntutan yang tidak diputus, masalah para pihak dasar yang
sama oleh pengadilan yang sama tapi putusannya bertentangan satu sama lain,
adanya kekhilafan hakim. Alasan alasan tersebut bersifat alternatif bukan
kumulatif, jadi apabila salah satu memenuhi maka sudah cukup untuk menjadi
alasan untuk diajukannya Peninjauan Kembali. Hal ini di atur di dalam Pasal 67
UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA.

34
a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.

Pihak Yang Berhak Mengajukan Peninjauan Kembali


Pihak pohak yang berhak mengajukan peninjauan Kembali ialah

• Para pihak yang berperkara


• Ahli waris dari para pihak
• Pihak ketiga yang telah menjadi para pihak (intervensi)
• Kuasanya
• Bila pemohon meninggal dunia dalam proses ahli waris dapat
meneruskan perkaranya.

Hal ini diatur di dalam Pasal 68 UU No. 14 Tahun 1985 tentang MA

Pasal 68

(1) Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak
yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu.

35
(2) Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia,
permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.

Tenggang Waktu Pengajuan Peninjauan Kembali


Tenggang waktu pengajuan peninjauan Kembali yang di dasarkan oleh
alasan alasan di tersebut di atas adalah 180 hari. Peninjauan Kembali diajukan
melalui PTUN setempat dengan bayar biaya perkara, di dalam waktu 14 hari
panitia memberitahukan hal tersebut kepada pihak lawan dan dalam waktu 30
hari sudah harus memberi jawaban, dalam waktu 30 hari sudah harus dikirim ke
panitera Mahkamah Agung. Hal ini diatur di dalam Pasal 69 UU No. 14 Tahun
1985.

Hakim MA sendiri dapat meminta PTUN ataupun PTTUN untuk


mengadakan pemeriksaan tambahan, dan BAP agar dikirim segera ke MA
menurut Pasal 73, MA dapat mengabulkan atau menolak permohonan Peninjauan
Kembali berdasarkan Pasal 74, Turunan putusan yang dikirim MA dalam waktu
30 hari sejak diterima sudah harus dikirim panitera PTUN kepada para pihak
berdasarkan Pasal 75

Pasal 73

(1) Mahkamah Agung berwenang memerintahkan Pengadilan Negeri yang


memeriksa perkara dalam Tingkat Pertama atau Pengadilan Tingkat
Banding mengadakan pemeriksaan tambahan, atau meminta segala
keterangan serta pertimbangan dari Pengadilan yang dimaksud.
(2) Mahkamah Agung dapat meminta keterangan dari Jaksa Agung atau dari
pejabat lain yang diserahi tugas penyidikan apabila diperlukan.
(3) Pengadilan yang dimaksudkan ayat (1), setelah melaksanakan perintah
Mahkamah Agung tersebut segera mengirimkan berita acara pemeriksaan
tambahan serta pertimbangan sebagaimana dimaksudkan ayat (1), kepada
Mahkamah Agung.

36
Pasal 74

(1) Dalam hal Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan


kembali, Mahkamah Agung membatalkan putusan yang dimohonkan
peninjauan kembali tersebut dan selanjutnya memeriksa serta memutus
sendiri perkaranya.
(2) Mahkamah Agung menolak permohonan peninjauan kembali, dalam hal
Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan itu tidak beralasan.
(3) Putusan Mahkamah Agung sebagaimana dimaksudkan ayat (1) dan ayat
(2) disertai pertimbangan-pertimbangan.

Pasal 75

Mahkamah Agung mengirimkan salinan putusan atas permohonan peninjauan


kembali kepada Pengadilan Negeri yang memutus perkara dalam Tingkat
Pertama dan. selanjutnya Panitera Pengadilan Nigeri yang bersangkutan
menyampaikan salinan putusan itu kepada pemohon serta memberitahukan
putusan itu kepada pihak lawan dengan memberikan salinannya, selambat-
lambatnya dalam waktu 30 (tiga puluh) hari.

Pasal 69

Tenggang waktu pengajuan permohonan peninjauan kembali yang didasarkan


atas alasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 67 adalah 180 (seratus
delapan puluh) hari untuk :

a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat
atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan
telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari
serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang;

37
c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.

38
DAFTAR PUSTAKA

Martimun Prodjohamidjojo. (1996). Hukum Acara Tata Usaha Negara. Jakarta.


Ghalia Indonesia.

Pattipawae, Dezonda Rosiana. 2018. Penetapan Waktu Pelaksanaan Banding


Terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pada Daerah Karakteristik Wilayah
Kepulauan. Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Jurnal Vol. 24 Nomor. 2.

Indroharto. (2001). Teori dan Praktek Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara. Jakarta. Grafindo.

Peran Panitera/Panitera Pengganti Dalam Palaksanaan Peradilan yang Cepat dan


Biaya Ringan. http://pa-purwodadi.go.id/index.php/26-halaman-depan/artikel/268-
peran-paniterapanitera-pengganti-dalam-pelaksanaan-peradilan-yang-cepat-dan-biaya-
ringan#:~:text=Panitera%20adalah%20Pejabat%20Pengadilan%20yang,membuat%20
berita%20acara%20pemeriksaan%20sidang. Diakses pada 30 Maret 2023

Kansil, C.S.T. (1996) Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta.
Pradnya Paramita.

Bambang Sutiyoso, ‘Mencari Format Ideal Keadilan Putusan Dalam Peradilan’


(2010) 17 (2) Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 217, 219.
Nunuk Nuswardani, ‘Upaya Peningkatan Kualitas Putusan Hakim Agung
Dalam Mewujudkan Law And Legal Reform’ (2009) 16 (4) Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum 515, 517.
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, ‘Kebebasan Hakim Perdata Dalam Penemuan
Hukum Dan Antinomi Dalam Penerapannya’ (2009) 23 (1) Jurnal Mimbar Hukum 61,
62.
Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha
Negara, Buku II, Cet.4, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 244

39

Anda mungkin juga menyukai