FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2023
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat Ridho,
Rahman, dan RahimNya penulis mampu menyelesaikan Tugas Resume Materi
dalam memenuhi tugas Ujian Tengah Semester Genap Tahun 2023. Sholawat
serta salam penulis haturkan kepada Kanjeng Nabi Muhammad SAW karena
perjuangan dan syafaatnya bagi seluruh alam sesmesta, semoga kita semua
mendapatkan syafaatnya kelak di akhirat. Terimakakasih banyak penulis
ucapakan kepada dosen pembimbing mata kuliah Upaya Hukum Perkara Tata
Usaha Negara yaitu bapak Lapon Tukan Leonard, S.H., M.A. yang telah
menjelaskan materi secara lengkap padat dan juga mengasyikan, sehingga
penulis dengan mudah memahami materi dan dapat digunakan saat nanti lulus
dari Fakultas Hukum Universitas Diponegoro. Terimakasih penulis ucapkan
kepada kedua orangtua penulis, adik , dan kekasih penulis yang sudah
mendoakan dan mendukung penulis dalam kehidupan ini, jika bukan karena doa
mereka penulis tidak mungkin bisa mencapai pada titik ini. Resume Materi mata
kuliah Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara ini disusun berdasarkan materi
materi dan penjelasan dari dosen pengampu penulis yaitu Bapak Lapon Tukan
Leonard, S.H., M.A. Dan semoga apa yang penulis tuangkan dalam penulisan
Resume Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara ini bisa bermanfaat bagi
semua orang. Amin Amin Ya Robalalamin.
Penulis
2
DAFTAR ISI
3
LANDASAN HUKUM
4
RUANG LINGKUP MATERI
5
Upaya Hukum Perkara Tata Usaha Negara
Ada kalanya dengan keluarnya suatu putusan akhir pengadilan sengketa
antara Penggugat dan Tergugat itu belum juga berakhir. Karena salah satu pihak
atau dua-duanya merasa tidak puas dengan putusan yang bersangkutan lalu
menggunakan haknya dengan menempuh suatu sarana upaya hukum guna
melawan putusan pengadilan tersebut.
Upaya hukum merupakan hak dari pihak yang dikalahkan untuk tidak
menerima putusan pengadilan, yang berupa perlawanan atau banding atau kasasi
atau hak untuk mengajukan pemohonan peninjauan kembali dalam hal menuntut
cara yang diatur dalam undang-undang. Upaya hukum terhadap putusan
pengadilan ialah usaha untuk mencari keadilan pada tingkat pengadilan yang
lebih tinggi dari pengadilan yang menjatuhkan putusan tersebut.1
Pihak yang tidak setuju dengan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara,
dapat mengajukan upaya hukum terhadapnya dalam jangka waktu tertentu yang
telah ditentukan Undang-Undang. Upaya Hukum yang dikenal dalam sistem
hukum Indonesia. Pertama, upaya hukum biasa yang diajukan terhadap suatu
putusan yang belum berkekuatan hukum tetap dan belum dilaksanakan. Upaya
Hukum ini terdiri dari banding yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara dan Kasasi, yang diajukan ke Mahkamah Agung. Kedua, upaya hukum
luar biasa, yang diajukan terhadap suatu putusan yang telah berkekuatan hukum
tetap, baik yang sudah ataupun belum dilaksanakan. Peninjauan Kembali (PK)
merupakan satu-satunya Upaya Hukum Luar Biasa.
Pemeriksaan Banding
Upaya pemeriksaaan banding pada pengadilan tinggi tata usaha negara
marupakan pemeriksaan ulang terhadap apa yang sudah diputus oleh pengadilan
tata usaha tingkat pertama. Hal ini berarti bahwa pengadilan tinggi tata usaha
negara akan memeriksa kembali, baik fakta maupun hukumnya serta amar
1
Martimun Prodjohamidjojo. (1996). Hukum Acara Tata Usaha Negara. Jakarta. Ghalia
Indonesia.
6
putusan pengadilan tata usaha negara tingkat pertama, terlepas dari ada tidaknya
memori banding. “Terhadap putusan pengadilan tata usaha negara dapat
dimintakan pemeriksaan banding oleh penggugat atau tergugat, juga oleh pihak
ketiga yang ikut serta dalam perkara, baik atas prakarsa sendiri ataupun atas
pemohonan para pihak maupun atas prakarsa hakim kepada pengadilan tinggi
tata usaha negara” (Pasal 122 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986).
7
Oleh karena itu, Ketika masyarakat dalam hal ini orang atau badan hukum
perdata yang merasa kepentingannya dirugikan akibat Tindakan badan atau
pejabat tata usaha negara mengeluarkan suatu keputusan tata usaha negara
menjadikan peradilan tata usaha negara untuk memeriksa, memutuskan, serta
menyelesaikan sengketa dimaksud, yang dapat dimulai dari Pengadilan Tata
Usaha Negara, Pengadilan Tata Usaha Negara serta sampai pada Mahkamah
Agung apabila pada tingkatan atau jenjang pengadilan pada jenjang yang lebih
rendah, dapat mengambul Tindakan berupa upaya hukum banding atau kasasi
serta peninjauan kembali jenjang pengadilan daiatasnya. Namun berkaitan
dengan substansi penilisan ini maka penulis hanya memgokuskan pembahasan
pada upaya hukum pada Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.2
Terkait dengan substansi tersebut maka dalam hal putusan yang diambil
oleh Pengadilan Tata Usaha Negara sebagai pengadilan tingkat pertama terhadap
sengketa Tata Usaha Negara (Keputusan Tata Usaha Negara) ada pihak yang
merasa tidak puas terhadap Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara tersebut dapat
melakukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara guna
mencari keadilan atau kepastian hukum terhadap perkara yang dipersengketakan.
2
Pattipawae, Dezonda Rosiana. 2018. Penetapan Waktu Pelaksanaan Banding Terhadap
Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Pada Daerah Karakteristik Wilayah Kepulauan.
Fakultas Hukum Universitas Pattimura. Jurnal Vol. 24 Nomor. 2.
8
tingkat banding para pihak di berikan kesampatan untuk mengajukan argumen-
argumennya dalam bentuk memori banding mengenai hal-hal yang dianggapnya
perlu yang menurutnya telah dilupakan oleh hakim tingkat pertama. Dapat pula
di situ diajukan bukti-bukti baru yang belum pernah diajukan pada tingkat
pertama atau membantah atau memperkuat pertimbangan-pertimbangan maupun
putusan dari hakim tingkat pertama. Pemeriksaan tingkat banding itu bersifat
devolutif artinya seluruh pemerinsaan perkara dipindahkan dan diulang oleh
pengadilan tinggi yang bersangkutan.3
3
Indroharto. (2001). Teori dan Praktek Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta.
Grafindo.
9
“Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa
Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48.”
10
Tugas dan Kewenangan Panitera
Panitera adalah Pejabat Pengadilan yang dalam structural yang
membantu pimpinan pengadilan dan memimpin di bidang kepaniteraan, serta
menyelenggarakan administrasi persidangan dan membantu hakim sidang untuk
membuat berita acara pemeriksaan sidang. Tugas dan kewenangan panitera
sendiri diatur di dalam Pasal 123, Pasal 125-Pasal 126 Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1986 (Undang-Undang Tata Usaha Negara. Dan berikut adalah tugas
dan juga kewenangan dari panitera pengadilan:4
4
Peran Panitera/Panitera Pengganti Dalam Palaksanaan Peradilan yang Cepat dan Biaya
Ringan. http://pa-purwodadi.go.id/index.php/26-halaman-depan/artikel/268-peran-
paniterapanitera-pengganti-dalam-pelaksanaan-peradilan-yang-cepat-dan-biaya-
ringan#:~:text=Panitera%20adalah%20Pejabat%20Pengadilan%20yang,membuat%20berita%2
0acara%20pemeriksaan%20sidang. Diakses pada 30 Maret 2023
11
Usaha Negara dalam tenggang waktu tiga puluh hari setelah mereka
menerima pemberitahuan tersebut.”
5. Mengirim berkas ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara selambat
lambatnya dalam waktu 60 hari sejak pernyataan permohonan banding
(Pasal 126 ayat 2 UU TUN)
“ Salinan putusan, berita acara, dan surat lain yang bersangkutan harus
dikirimkan kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
selambat-lambatnya enam puluh hari sesudah pernyataan permohonan
pemeriksaan banding.”
12
maka pihak terbanding harus memasukan kotra memori banding, serta para pihak
harus menyerahkan surat-surat berkaitan dengan perkara yang disengketakan dan
bukti-bukti lainnya kepada panitera Pengadilan Tata Usaha Negara. Penyerahan
kontra memori banding serta surat keterangan dan bukti lainnya kepada panitera
Pengadilan Tata Usaha Negara sedapat mungkin harus terjadi sebelum berkas
perkara yang bersangkutan di kirim ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.5
Dasar dari memori banding dan kontra banding yaitu Pasal 126 ayat 3
Undang – Undang Tata Usaha Negara (UU TUN). “Para pihak dapat
menyerahkan memori banding dan/atau kontra memori banding serta surat
keterangan dan bukti kepada Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
dengan ketentuan bahwa Salinan memori dan/atau kontra memori diberikan
kepada pihak lainnya dengan perantaraan Panitera Pengadilan.”
5
Kansil, C.S.T. (1996) Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta. Pradnya Paramita.
13
Tinggi tersebut dapat memeriksa dan memutus sendiri perkara itu atau
memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara yang bersangkutan
memeriksa dan memutusnya.
4. Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dalam waktu tiga puluh
hari mengirimkan salinan putusan Pengadilan Tinggi beserta surat
pemeriksaan dan surat lain kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang
memutus dalam pemeriksaan tingkat pertama.
6
Op.Cit
14
Larangan Menjadi Hakim Tingkat Banding
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 Undang – Undang Nomor 48 Tahun
2009 tentang kekuasaan kehakiman. Hakim adalah hakim pada mahkamah
agung dan hakim pada badan peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan
peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan pada
pengadilan khusus yang berada dalam lingkungan peradilan tersebut.
15
meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau
penasihat hukum.
3. Hakim atau panitera sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan
ayat (2) harus diganti, dan apabila tidak diganti atau tidak
mengundurkan diri sedangkan sengketa telah diputus, maka
sengketa tersebut wajib segera diadili ulang dengan susunan yang
lain.
Pasal 79:
Pasal 128,
16
3. Apabila seorang hakim yang memutus di tingkat pertama kemudian
menjadi hakim pada pengadilan tinggi, maka hakim tersebut dilarang
memeriksa perkara yang sama di tingkat banding.
Dasar hukum Pencabutan perkara dan larangan banding sendiri ada pada Pasal
129 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 (UU TUN).
Jadi selama belum diputus oleh Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
pemohon dapat atau berhak untuk mencabut permohonan banding yang
diajukannya, Dan tidak dapat diajukan lagi meskipun tenggang waktu untuk
pengajuan banding masih ada. Sehingga harus benar benar dipikirkan secara
matang terhadap setiap Langkah dan keputusan ketika sedang berperkara,
didiskuuisikan dengan keluarga dan kuasa hukum terlebih dahulu apabila ingin
melakukan suatu keputusan agar tentunya tidak menyesal dikemudian hari.
17
Selain itu juga ada pada Pasal 130 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986
(UU TUN).
“Dalam hal salah saatu pihak sudah menerima baik putusan Pengadilan Tata
Usaha Negara, ia tidak dapat mencabut Kembali pernyataan tersebut meskipun
jangka waktu untuk mengajukan permohonan pemeriksaan banding belum
lampau.”
Hal ini juga harus yang diperhatikan dan diwaspadai oleh setiap pihak
yang berperkara dalam suatu pengadilan. Ketika pada saat pembacaan putusan
pengadilan tentunya pihak-pihak yang berperkara akan ditanyakan oleh majelis
hakim apakah menerima putusan pengadilan ini, ataukah akan mengajukan
banding. Ketika seorang yang berperkara sudah menyatakan menerima putusan
pengadilan maka tentunya pernyataan tersebut tidak dapat dicabut Kembali lalu
kemudian mengajukan banding.
18
Pemeriksaan Kasasi Perkara Tata Usaha Negara
Kasasi perkara tata usaha negara merupakan salah satu upaya hukum
yang dilakukan oleh pihak yang tidak menerima putusan pengadilan yang
memeriksa bukti dan fakta atau pengadilan judex factie. Putusan pengadilan
merupakan pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan untuk
mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara yang diajukan ke pengadilan.7
7
Bambang Sutiyoso, ‘Mencari Format Ideal Keadilan Putusan Dalam Peradilan’ (2010) 17 (2)
Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 217, 219.
8
Nunuk Nuswardani, ‘Upaya Peningkatan Kualitas Putusan Hakim Agung Dalam Mewujudkan
Law And Legal Reform’ (2009) 16 (4) Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 515, 517.
9
Elisabeth Nurhaini Butarbutar, ‘Kebebasan Hakim Perdata Dalam Penemuan Hukum Dan
Antinomi Dalam Penerapannya’ (2009) 23 (1) Jurnal Mimbar Hukum 61, 62.
19
Pengadilan telah salah di dalam menerapkan hukum atau telah melanggar hukum
yang berlaku Pengadilan lalai memenuhi syarat-syarat yang telah diwajibkan
oleh peraturan perundang-undangan, yang mengancam kelalaian itu dengan
putusan yang bersangkutan. Permohonan kasasi disampaikan secara tertulis atau
lisan melalui Panitera Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang telah memutus
sengketanya pada tingkat pertama, dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan
atau penetapan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang dimaksudkan
diberitahukan kepada pemohon. Apabila tenggang waktu 14 hari tersebut telah
lampau tanpa ada permohonan kasasi yang diajukan kepada pihak-pihak yang
bersengketa, maka pihak yang bersengketa dianggap telah menerima putusan
tersebut.
20
oleh Mahkamah Agung, Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan
kasasi tersebut dalam buku daftar, dengan membubuhkan nomor urut menurut
tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya dan
melaporkannya kapada Mahamah Agung.
21
Usaha Negara yang menurut peraturan perundang-undangan harus diselesaikan
terlebih dahulu melalui upaya administratif, maka pengadilan tingkat pertama
adalah Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
22
9. Selambat-lambatnya dalam waktu 30 hari sejak Kontra Memori
Kasasi diterima berkas perkara (Bundel A dan B) dikirim ke Panitera
Mahkamah Agung RI, dengan membuat relaas pemberitahuan ke para
pihak.
Pasal 131 Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan TUN
23
Pasal 45 A
• Syarat Formil
Sudah harus melewati proses banding, kecuali dintentukan lain.
Pasal 43 ayat 1 UU MA
24
1. Permohonan kasasi dapat diajukan hanya jika pemohon terhadap
perkaranya telah menggunakan upaya hukum banding kecuali
ditentukan lain oleh Undang-undang.
2. Permohonan kasasi dapat diajukan hanya 1 (satu) kali.
• Syarat Subtantif
Hanya pada perkara-perkara yang memenuhi syarat
Pasal 45 A UU No. 4 Tahun 2004 tentang Perubahan UU MA
25
o Panitera Pengadilan yang memutus perkara dalam tingkat pertama
memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi dan
menyampaikan salinan memori kasasi tersebut kepada pihak
lawan dalam perkara yang dimaksud dalam waktu selambat-
lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
o Pemohon kasasi wajib menyerahkan memori kasasi ke
kepaniteraan PTUN selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari
kalender terhitung sejak keesokan hari setelah pernyataan kasasi.
o Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut
dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut
tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya,
dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.10
• Memori dan Kontra Memori Kasasi
10
Mansyur, Ridwan. Prosedur Permohonan Kasasi. Situs Web Kepaniteraan Mahkamah Agung
RI
26
terbatas. Di dalam Pasal 47 Undang-Undang Mahkamah Agung atau Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 mengatur demikian:
27
Dan baru setelah itu Panitera berkewajiban untuk memberitahukan secara
tertulias mengenai permohonan kasasi itu kepada pihak lawan yang diatur di
dalam ayat ke 4 pada pasal di atas.
Kewajiban Panitera
Setelah adanya permohonan kasasi tentunya permohonan terseut wajib
bagi panitera untuk mencatat permohonan tersebut di dalam buku daftar.
Pencatatan tersebut tentunya dengan maksud tujuan adalah supaya perkara yang
dimohonkan pengajuan kasasi tersebut dapat terlaksana dengan baik yang sesuai
dengan asas peradilan yang sederhana, tepat, dan biaya ringan. Kewajiban
panitera sendiri dalam kasasi diatur di dalam Pasal 46 – Pasal 48 dan Pasal 53
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (MA). Dan
berikut adalah kewajiban kewajiban panitera tersebut di dalam kasasi:
28
• Membuat tanda terima atas penyerahan memori (Pasal 47 ayat 2)
• Menyampaikan memori kepada pihak lawan (Pasal 47 ayat2)
o Selambat-lambatnya dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah
permohonan kasasi terdaftar, Panitera Pengadilan Dalam Tingkat
Pertama yang memutus perkara tersebut memberitahukan secara
tertulis mengenai permohonan itu kepada pihak lawan.
• Mengirim berkas lengkap ke Mahkamah Agung (Pasal 48 ayat 1)
o Setelah menerima memori kasasi dan jawaban terhadap memori
kasasi sebagaimana dimaksudkan Pasal 47, Panitera Pengadilan
yang memutus perkara dalam tingkat pertama, mengirimkan
permohonan kasasi, memori kasasi, jawaban atas memori kasasi,
beserta berkas perkaranya kepada Mahkamah Agung dalam
waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari.
• Panitera Mahkamah Agung wajib mencatat berkas (Pasal 48 ayat 2)
o Panitera Mahkamah Agung mencatat permohonan kasasi tersebut
dalam buku daftar dengan membubuhkan nomor urut menurut
tanggal penerimaannya, membuat catatan singkat tentang isinya,
dan melaporkan semua itu kepada Mahkamah Agung.
29
“Mahkamah Agung memeriksa dan memutus dengan sekurang-
kurangnya 3 (tiga) orang hakim.”
2. Hakim diwajibkan untuk mengundurkan diri apabila memenuhi salah
satu unsur di dalam Pasal 41 dan Pasal 42 UU MA sebagai berikut ini:
a. Pasal 41
i. Seorang Hakim wajib mengundurkan diri dari suatu
persidangan apabila terdapat hubungan keluarga sedarah
atau semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami
atau isteri meskipun sudah bercerai dengan salah seorang
Hakim Anggota atau Panitera pada Majelis yang sama
dimaksudkan Pasal 40 ayat (1).
ii. Seorang Hakim atau Panitera wajib mengundurkan diri
dari persidangan apabila terikat hubungan keluarga
sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau
hubungan suami atau isteri meskipun sudah bercerai
dengan Penuntut Umum, Oditur Militer, Terdakwa,
Penasihat Hukum, Tergugat atau Penggugat.
iii. Hubungan keluarga sebagaimana dimaksudkan ayat (1)
dan ayat (2) berlaku juga antara Hakim Agung dan/atau
Panitera Mahkamah Agung dengan Hakim dan/atau
Panitera Pengadilan Tingkat Pertama serta Hakim
dan/atau Panitera Pengadilan Tingkat Banding, yang telah
mengadili perkara yang sama.
iv. Jika seorang Hakim yang memutus perkara dalam tingkat
pertama atau tingkat banding, kemudian telah menjadi
Hakim Agung, maka Hakim Agung tersebut dilarang
memeriksa perkara yang sama.
v. Hakim atau Panitera sebagaimana dimaksudkan ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) harus diganti, dan apabila
tidak diganti atau tidak mengundurkan diri sedangkan
30
perkara telah diputus, maka putusan tersebut batal dan
perkara tersebut wajib segera diadili ulang dengan
susunan Majelis yang lain.
b. Pasal 42
i. Seorang Hakim tidak diperkenankan mengadili suatu
perkara yang ia sendiri berkepentingan, baik langsung
maupun tidak langsung.
ii. Dalam hal sebagaimana dimaksudkan ayat (1) Hakim
yang bersangkutan wajib mengundurkan diri baik atas
kehendak sendiri maupun atas permintaan Penuntut
Umum, Oditur Militer, Terdakwa, Penasihat Hukum,
Tergugat atau Penggugat.
iii. Apabila ada keragu-raguan atau perbedaan pendapat
mengenai hal sebagaimana tersebut ayat (1), maka :
1. Ketua Mahkamah Agung karena jabatannya
bertindak sebagai pejabat yang berwenang
menetapkan;
2. dalam hal menyangkut Ketua Mahkamah Agung
sendiri, yang berwenang menetapkannya adalah
suatu panitia, yang terdiri dari 3 (tiga) orang yang
dipilih oleh dan di antara Hakim Agung yang
tertua dalam jabatan.
3. Hakim dapat mendengarkan para pihak atau saksi secara langsung atau
memerintahkan Pengadilan Tata Usaha Negara atau Pengadilan Tinggi
Tata Usaha Negara sesuai Pasal 50 UU MA
a. Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung,
berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu
Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi,
atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan
31
Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para
pihak atau para saksi.
b. Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan dan
mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum
pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat Pertama.
4. Sebelum kasasi diputuskan pemohon kasasi berkesempatan untuk
mencabut kasasi sebelum diputus, namun apabila sudah dicabut maka
tidak dapat untuk diajukan Kembali. Oleh karena itu, hendaknya setiap
pemohon untuk selalu berhati hati dan selalu mendiskusikan terlebih
dahulu oleh kuasa hukumnya atau dengan keluarga tersebut sehingga
keputusan yang dibuat tidaklah gegabah dan akhirnya justru merugikan
diri sendiri. Hal ini diatur di dalam Pasal 49 UU MA
a. Sebelum permohonan kasasi diputus oleh Mahkamah Agung,
maka permohonan tersebut dapat dicabut kembali oleh pemohon,
dan apabila telah dicabut, pemohon tidak dapat lagi mengajukan
permohonan kasasi dalam perkara itu meskipun tenggang waktu
kasasi belum lampau.
b. Apabila pencabutan kembali sebagaimana dimaksudkan ayat (1)
dilakukan sebelum berkas perkaranya dikirimkan kepada
Mahkamah Agung, maka berkas perkara itu tidak diteruskan
kepada Mahkamah Agung.
5. Salinan putusan kasasi dikirim ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
(PTUN) dan diberitahukan kepada para pihak paling lambat 30 hari sejak
berkas diterima. Hal ini sesuai dengan Pasal 50 UU MA
a. Pemeriksaan kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung,
berdasarkan surat-surat dan hanya jika dipandang perlu
Mahkamah Agung mendengar sendiri para pihak atau para saksi,
atau memerintahkan Pengadilan Tingkat Pertama atau Pengadilan
Tingkat Banding yang memutus perkara tersebut mendengar para
pihak atau para saksi.
32
b. Apabila Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan dan
mengadili sendiri perkara tersebut, maka dipakai hukum
pembuktian yang berlaku bagi Pengadilan Tingkat Pertama.
11
Indroharto, Usaha memahami Undang-Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Buku
II, Cet.4, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993), h. 244
33
alasan dari Peninjauan Kembali tersebut. Tata caranya diatur di dalam Pasal 70
dan Pasal 71 UU No. 14 Tahun 1985.
Pasal 70
Pasal 71
34
a. apabila putusan didasarkan pada suatu kebohongan atau tipu muslihat
pihak lawan yang diketahui setelah perkaranya diputus atau didasarkan
pada bukti-bukti yang kemudian oleh hakim pidana dinyatakan palsu;
b. apabila setelah perkara diputus, ditemukan surat-surat bukti yang bersifat
menentukan yang pada waktu perkara diperiksa tidak dapat ditemukan;
c. apabila telah dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut atau lebih dari pada
yang dituntut;
d. apabila mengenai sesuatu bagian dari tuntutan belum diputus tanpa
dipertimbangkan sebab-sebabnya;
e. apabila antara pihak-pihak yang sama mengenai suatu soal yang sama,
atas dasar yang sama oleh Pengadilan yang sama atau sama tingkatnya
telah diberikan putusan yang bertentangan satu dengan yang lain;
f. apabila dalam suatu putusan terdapat suatu kekhilafan Hakim atau suatu
kekeliruan yang nyata.
Pasal 68
(1) Permohonan peninjauan kembali harus diajukan sendiri oleh para pihak
yang berperkara, atau ahli warisnya atau seorang wakilnya yang secara
khusus dikuasakan untuk itu.
35
(2) Apabila selama proses peninjauan kembali pemohon meninggal dunia,
permohonan tersebut dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya.
Pasal 73
36
Pasal 74
Pasal 75
Pasal 69
a. yang disebut pada huruf a sejak diketahui kebohongan atau tipu muslihat
atau sejak putusan Hakim pidana memperoleh kekuatan hukum tetap, dan
telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
b. yang disebut pada huruf b sejak ditemukan surat-surat bukti, yang hari
serta tanggal ditemukannya harus dinyatakan di bawah sumpah dan
disahkan oleh pejabat yang berwenang;
37
c. yang disebut pada huruf c, d, dan f sejak putusan memperoleh kekuatan
hukum tetap dan telah diberitahukan kepada para pihak yang berperkara;
d. yang tersebut pada huruf e sejak sejak putusan yang terakhir dan
bertentangan itu memperoleh kekuatan hukum tetap dan telah
diberitahukan kepada pihak yang berperkara.
38
DAFTAR PUSTAKA
Indroharto. (2001). Teori dan Praktek Hukum Acara Peradilan Tata Usaha
Negara. Jakarta. Grafindo.
Kansil, C.S.T. (1996) Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara. Jakarta.
Pradnya Paramita.
39