Anda di halaman 1dari 22

1

MAKLAH
KEWENANGAN NEGARA DALAM MENJAMIN
KEPASTIAN HUKUM DAN MASYARAKAT

Di Susun Oleh;
Raihan Fadhilah 221090250078

ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUTOMO
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas karunia-Nya akhirnya tugas yang diberikan kepada
saya bisa untuk dapat dislesaikan
Adapun kajian yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui penerapan hukum yang telah
dibuat dapat memberikan daya guna bagi masyarakat dan negara secara efektif dan efisien.
Kajian ini dilakukan dengan mengingat pada perkembangan, kemajuan masyarakat dan
peraturan perundang-undangan yang terkait.
Kajian terhadap analisis dan evaluasi ini diarahkan untuk memberikan dukungan bagi
terwujudnya penerapan hukum yang mampu memberikan kepastian hukum, keadilan dan
kemanfaatan yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan negara.
Saya mengucapkan terima kasih. Akhirulkalam, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi
perencanan, perkembangan kebijakan dan penegakan hukum di bidang pertanahan.
Serang, senin 19 juni 2023

Raihan Fadhilah
3

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………….
BAB I Pendahuluan………………………………………………………………………… 1

A. Latar belakang ................................................................................................................... 1

B. Rumusan masalah .............................................................................................................. 8

C. Tujuan ............................................................................................................................... 8

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Hukum Teori Kewenangan.............................................................................. 9

B. Penegakan Hukum..............................................................................................................15

BAB III Penutup

A. Kesimpulan .........................................................................................................................

Daftar Pustaka ..........................................................................................................................


4

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penghayatan pengamalan dan pelaksanaan hak asasi manusia maupun hak serta
kewajiban warga negara untuk menegakkan keadilan tidak boleh ditinggalkan oleh
setiap warga negara, setiap penyelenggaraan negara, setiap lembaga kenegaraan dan
lembaga kemasyarakatan.1 Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) dengan tegas
menerangkan bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang mana
prinsip negara hukum adalah untuk menjamin kepastian, ketertiban, serta
perlindungan hukum yang berintikan kebenaran dan keadilan.
Dalam fungsinya sebagai pelindung kepentingan manusia, hukum mempunyai tujuan.
Tujuan pokok hukum adalah menciptakan tatanan masyarakat yang tertib dan
keseimbangan. Dalam mencari tujuan itu, hukum bertugas membagi hak dan
kewajiban antara perorangan di dalam masyarakat.2 Agar kepentingan manusia
terlindungi hukum harus dilaksanakan. Dalam pelaksanaannya hukum dapat berjalan
secara normal, tertib dan efektif, tetapi dapat juga terjadi pelanggaran hukum. Dalam
hal terjadi pelanggaran hukum, maka harus dilakukan upaya penegakan oleh aparatur
yang berwenang, dan melalui penegakan hukum inilah hukum ini menjadi
kenyataan.3 Pemerintah sebagai pemegang kekuasaan rakyat yang dipercayakan
mempunyai tugas memberikan pelayanan kepada dan masyarakat.
5

1 Sjaifurrachman dan Habib Adjie, Aspek Pertanggungjawaban Notaris


Dalam Pembuatan Akta (Bandung: Mandar Maju, 2011), hlm. 5. 2 Sahat HMT Sinaga, Notaris Dan
Badan Hukum Indonesia (Jakarta: Jala Permata Aksara, 2019), hlm. 59. 3 Ibid, hlm., 59
1

umum untuk menjalankan tugas dan fungsinya dalam melayani masyarakat tersebut
diperlukan organ negara. Organ negara adalah suatu lembaga atau institusi yang menjalankan
fungsi-fungsi negara untuk pelayanan dan kepentingan masyarakat umum.
Oleh karena itu kehadiran organ negara merupakan hal yang mutlak, tanpa adanya organ
negara mustahil suatu negara dapat berbuat untuk menjalankan tugas dan fungsinya, hak dan
kewajibannya, serta kewenangan dan kekuasaannya. Organ negara ini yang bertindak serta
mewakili untuk dan atas nama negara. Kewenangan pejabat umum langsung diperoleh dari
kekuasaan tertinggi, pejabat umum menurut sistem hukum Indonesia tidak di bawah
pengaruh atau kekuasaan eksekutif, yudikatif dan legislatif sebab pejabat umum adalah organ
negara, demikian pula eksekutif adalah organ negara, hanya berbeda bidangnya yang satu di
bidang hukum perdata sedangkan yang lainnya eksekutif dalam bidang hukum publik.
Hal ini mengandung arti bahwa pejabat umum mempunyai kedudukan yang mandiri dalam
hukum keperdataan.5 Dalam bidang keperdataan organ negara tersebut adalah Notaris.
Notaris yaitu pejabat umum pembuat akta autentik yang menjalankan tugasnya berdasarkan
undang-undang yang berlaku. Bahwa pejabat umum adalah juga organ negara yang
diperlengkapi dengan kekuasaan umum, berwenang menjalankan sebagian dari kekuasaan
negara untuk membuat alat bukti tertulis dan otentik dalam bidang hukum perdata.6 Notaris
di Indonesia
6

4 Ibid., hlm. 53. 5 Freddy Harris dan Leny Helena, Notaris Indonesia (Jakarta: PT. Lintas Cetak Djaja,
2017), hlm. 45. 6 Ibid., hlm. 36.
2

adalah pejabat umum yang diangkat oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik
Indonesia (Kemenkumham). Kedudukan Notaris sebagai pejabat umum merupakan salah satu
organ negara yang mendapat amanat dari sebagian tugas dan kewenangan negara yaitu
berupa tugas, kewajiban, wewenang dan tanggung jawab dalam rangka pemberian pelayanan
kepada masyarakat umum di bidang keperdataan. Kewenangan pejabat umum ini diperoleh
langsung dari kekuasaan tertinggi yaitu negara, hal ini mengandung arti bahwa pejabat umum
mempunyai kedudukan yang mandiri dalam hukum keperdataan.
Notaris merupakan suatu jabatan yang diberikan kewenangan oleh negara untuk menjalankan
sebagian tugas dan fungsi pemerintah untuk memberikan pelayanan kepada masyarakatnya,
dalam hal ini Notaris diberikan kewenangan untuk membuat alat bukti berupa akta autentik,
yang karakteristiknya juga sesuai dengan karakteristik atau ciri-ciri suatu profesi.8 Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris sebagaimana telah diubah menjadi
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris (UUJN) menjelaskan bahwa Notaris
adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki
kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan
undang-undang lainnya. Akta yang dibuat oleh Notaris tersebut adalah Akta autentik dimana
dijelaskan dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu akta yang
dibuat dalam bentuk
7

7 Ibid., hlm. 52. 8 Ghansham Anand, Karakteristik Jabatan Notaris di Indonesia (Jakarta: Prenada
Media Group, 2018), hlm. 145

3
8

yang ditentukan oleh Undang-Undang oleh atau di hadapan pejabat umum yang berwenang
untuk itu di tempat akta itu dibuat. Kewenangan Notaris dalam membuat suatu akta otentik
telah dituangkan dalam UUJN Pasal 15 yang berbunyi: Pasal 15 ayat (1) Notaris berwenang
membuat akta otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan ketetapan yang diharuskan
oleh peraturan perundangundangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan
untuk dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,
menyimpan akta, membagikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu sepanjang
pembuatan akta-akta itu tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat lain atau
orang lain yang ditetapkan oleh undang-undang. Notaris merupakan sebutan jabatan untuk
seseorang yang telah mendapatkan pendidikan hukum yang dilisensi oleh pemerintah untuk
melakukan hal-hal hukum, khususnya sebagai pembuatan bukti autentik mengenai akta yang
dibuatnya. Notaris merupakan pejabat publik yang memiliki tugas dan tanggung jawab yang
besar dalam melaksanakan jabatannya untuk bekerja secara professional dalam masyarakat
tanpa memandang dari sudut manapun, dan hakim konstitusi menyatakan bahwa Notaris
merupakan profesi dan pejabat umum yang melaksanakan sebagian dari tugas pemerintah.
Maka tugas seorang Notaris dalam melayani masyarakat tidak terbatas oleh waktu dan harus
mampu bekerja selama masyarakat memerlukan jasa hukumnya. Notaris adalah wakil negara
dalam urusan keperdataan yang merupakan satu-satunya pejabat umum yang diangkat negara
yang tidak 5 menerima gaji dan pensiun layaknya abdi negara lainnya.9 Keberadaan profesi
Notaris pada saat sekarang ini sangatlah penting bagi masyarakat atau siapapun yang
membutuhkan jasanya, terlebih lagi berbagai peraturan perundang-undangan mewajibkan
perbuatan hukum tertentu dibuat dalam akta autentik yang dibuat oleh Notaris. Kebutuhan
hukum dalam masyarakat dapat dilihat semakin banyaknya bentuk perjanjian yang
dituangkan dalam suatu akta Notaris. Dalam bagian penjelasan UUJN disebutkan tentang
pentingnya keberadaan Notaris, yakni terkait dalam pembuatan akta autentik diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dalam rangka kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan
hukum kepada masyarakat yang membutuhkannya. Jabatan notaris lahir karena masyarakat
membutuhkannya, bukan jabatan sengaja diciptakan kemudian baru disosialisasikan kepada
khalayak, jabatan notaris ini tidak ditempatkan di lembaga yudikatif ataupun eksekutif karena
notaris diharapkan memiliki posisi netral.10 Notaris menjalankan jabatan dalam posisi yang
netral di antara para penghadap yang meminta jasanya, untuk menjamin kenetralan tersebut
maka notaris harus bersikap mandiri dan independen serta tidak terpengaruh terhadap
keinginan pihak-pihak tertentu, terutama apabila keinginan tersebut melanggar hukum yang
berlaku atau merugikan pihak lain. Notaris bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya,
yaitu bertanggung jawab akan kepastian hari, tanggal, bulan, tahun, dan waktu

9 Bachrudin, Hukum Kenotariatan Membangun Sistem Kenotariatan Indoneisa Berkeadilan


(Bandung: Refika Aditama, 2019), hlm. 22. 10 Kunni Afifah, “Sejarah Hukum Perdata
Dagang Di Indonesia: Pendekatan Kepustakaan,” Lex Renaissance 2, no. 1 (2017), hlm. 48
4
9

menghadap para pihak, tanda tangan/paraf para pihak, saksi dan notaris. Tapi notaris tidak
bertanggung jawab terhadap isi akta, karena merupakan kesepakatan para pihak. Notaris
hanya menuangkannya dalam bentuk akta otentik agar memiliki kepastian hukum. Notaris
sebagai salah satu penegak hukum karena notaris membuat alat bukti tertulis yang
mempunyai kekuatan pembuktian. Para ahli hukum berpendapat bahwa akta Notaris yang
dapat diterima dalam pengadilan sebagai bukti yang mutlak mengenai isinya, tetapi meskipun
demikian dapat diadakan penyangkalan dengan bukti sebaliknya oleh saksi-saksi yang dapat
membuktikan bahwa apa yang diterangkan oleh Notaris dalam aktanya adalah benar.11
Dalam pelaksanaan tugas, Notaris harus tunduk serta terikat dengan aturan-aturan yang ada,
yakni UUJN, Kode Etik Notaris, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan peraturan
hukum lainnya yang berlaku umum. Notaris sebagai profesi memiliki kode etik notaris yang
dibuat oleh organisasi Ikatan Notaris Indonesia (INI).
Pengertian kode etik juga ditentukan dalam Pasal 1 ayat (2) Kode Etik, yaitu: “kode etik
adalah seluruh kaidah moral yang ditentukan oleh perkumpulan Ikantan Notaris Indonesia
yang selanjutnya disebut “perkumpulan” berdasarkan keputusan kongres Perkumpulan
dan/atau yang ditentukan oleh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan yang
mengatur tentang hal itu dan yang berlaku bagi serta wajib ditaati oleh setiap dan semua
anggota perkumpulan dan semua orang yang menjalankan tugas jabatan sebagai notaris,
termasuk didalamnya para Pejabat Sementara Notaris,
Notaris Pengganti dan Notaris Pengganti Khusus”. Sebagai pejabat umum yang terpercaya,
akta Notaris harus menjadi alat bukti yang kuat apabila terjadi sengketa hukum di pengadilan,
kecuali

11 Liliana Tedjosaputro, Malpraktek Notaris Dan Hukum Pidana (Semarang: CV. Agung, 1991), hlm.
4
5
10

dapat dibuktikan ketidakbenarannya. Artinya akta Notaris memberikan kepada pihak-pihak


yang membuat suatu pembuktian yang sempurna (Pasal 1870 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata). Jabatan yang dimiliki oleh Notaris merupakan jabatan kepercayaan, dimana
seseorang bersedia mempercayakan sesuatu kepadanya, sehingga selayaknya Notaris
memiliki kewajiban untuk merahasiakan semua yang diberitahukan kepadanya selaku notaris,
sekalipun ada sebagian yang tidak dicantumkan dalam akta. Menurut sejarah profesinya
maupun kenyataannya, notaris merupakan orang yang menjadi kepercayaan masyarakat,
maka kedudukan Notaris harus dijunjung tinggi.12
Notaris mempunyai kewajiban untuk memasukkan apa yang termuat dalam akta Notaris
sungguh-sungguh telah dimengerti dan sesuai dengan kehendak para pihak, yaitu salah
satunya dengan membacakannya. Sehingga menjadi jelas isi akta Notaris tersebut serta
memberikan akses terhadap informasi, termasuk akses terhadap perundang-undangan yang
terkait bagi para pihak penandatanganan akta. Dalam Pasal 38 Ayat (3) Huruf c UUJN
menegaskan bahwa isi akta yang merupakan kehendak dan keinginan dari para pihak
penghadap yang datang menghadap Notaris, artinya isi bukan keinginan atau kehendak dari
Notaris.13 Undang-undang memberi pengakuan dan pengakuan yang tinggi terhadap akta
otentik diberi kekuatan pembuktian sempurna (volleding bewijs) yang di dalamnya
terkandung tiga macam kekuatan pembuktian,

12 Anand, Op. Cit., hlm. 118. 13 Habib Adjie, Merajut Pemikiran Dalam Dunia Notaris Dan PPAT
(Surabaya: Citra Aditya Bakti, 2010), hlm. 30.

6
11

yaitu; lahiriah; formil; dan materil.14 Dalam menjalankan tugas dan kewenangan membuat
akta otentik maupun kewenangan lainnya, Notaris harus bertindak hati-hati dan menjalankan
tugas berdasarkan pada peraturan perundang-undangan, Notaris harus berhati-hati dan teliti
dalam membuat akta dan harus menilai siapa orang yang akan bekerja sama dengannya untuk
dibuatkan aktanya dan melakukan identifikasi atas apapun yang berkaitan dengan akta yang
akan dibuatnya. Artinya bahwa segala perbuatan dan tindakan yang dibuat dalam rangka
pembuatan akta autentik oleh Notaris harus berdasarkan kepada peraturan perundang
undangan yang berlaku, sehingga dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Walaupun
akta yang dibuat oleh Notaris atas keinginan para pihak, Notaris harus selalu waspada akan
adanya pihak-pihak yang beritikad kurang baik dengan memanfaatkan seorang Notaris untuk
meluluskan maksudnya.
Karena hal demikian banyak penghadap yang memanfaatkan posisi notaris untuk melakukan
itikad kurang baik tersebut sehingga tidak sedikit notaris juga ikut terseret dalam kasus
hukum atas akta yang dibuatnya. Jika seperti itu, Notaris dianggap kurang hati-hati dalam
membuat akta dan ikut serta dalam melakukan tindak pidana, contoh pada kejahatan
pencucian uang. Notaris memiliki andil yang cukup besar dalam mengenali pengguna jasanya
dan jika ada ditemukan kejahatan pencucian uang tersebut maka notaris harus melaporkannya
kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

14 Harris dan Helena, Op, Cit., hlm. 65

7
12

Dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 tentang
Prinsip Mengenali Pengguna Jasa Bagi Notaris diatur bahwa Notaris wajib melaporkan
kepada PPATK mengenai tindakan transaksi keuangan mencurigakan yang dilakukan oleh
pengguna jasa Notaris. Tetapi jika perintah dari permenkumham tersebut dikaitkan dengan
Pasal 4 UUJN yang mewajibkan Notaris untuk menjaga kerahasiaan segala sesuatu mengenai
isi akta yang dibuatnya dan segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah janji jabatan. Dari aturan-aturan yang dijelaskan di atas maka tampak
tumpang tindih atau terjadi konflik norma antara UUJN dengan Permenkumhan, dimana
UUJN memerintahkan untuk merahasiakan segala yang berkaitan dengan akta yang
dibuatnya maupun segala keterangan yang diperoleh atas pembuatan akta tersebut, dan disisi
lain permenkumham mewajibkan notaris untuk melaporkan kepada PPATK jika ada
kecurigaan mengenai tindak pidana pencucian uang, yang berarti jika notaris melaporkannya
akan otomatis membuka informasi mengenai akta yang dibuatnya. Kemungkinan terhadap
pelanggaran kewajiban merahasiakan isi akta tersebut berdasarkan Pasal 16 Ayat (11) UUJN,
seorang notaris dapat dikenai sanksi berupa teguran lisan sampai dengan pemberhentian
dengan tidak hormat.
Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap notaris dapat dijabarkan sebagai berikut: a.
Perlindungan hukum internal dari UUJN yaitu Pasal 4 ayat (2), Pasal 16 ayat 1 huruf (e),
Pasal 66 dan Pasal 67, dan; 10 b. Perlindungan hukum eksternal, yaitu Pasal 170 KUHAP
serta Pasal 1909 angka 3 KUHPerdata Berdasarkan latar belakang di atas mendorong penulis
untuk mengangkat suatu judul yang akan dibahas dalam tesis ini adalah “Analisis Yuridis
Perlindungan hukum terhadap notaris untuk menjaga rahasia jabatan terkait kewajibannya
melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017 Tentang Penerapan Prinsip Mengenali
Pengguna Jasa Bagi Notaris”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Untuk Menjaga Rahasia Jabatan
Terkait Kewajibannya Melaporkan Transaksi Keuangan Yang Mencurigakan?
2. Apa Akibat Hukum Jika Notaris Tidak Melaporkan Transaksi Yang Mencurigakan
Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Nomor 9
Tahun 2017?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk Mengetahui Dan Menganalisis Perlindungan Hukum Terhadap Notaris Untuk
Menjaga Rahasia Jabatan Terkait Kewajibannya Melaporkan Transaksi Keuangan Yang
Mencurigakan.
2. Untuk Mengetahui Dan Menganalisis Akibat Hukum Jika Notaris Tidak Melaporkan
Transaksi Yang Mencurigakan Sebagaimana Diatur Dalam Peraturan Menteri Hukum Dan
Hak Asasi Manusia Nomor 9 Tahun 2017.

15 Salim HS, Perkembangan Teori Dalam Ilmu Hukum (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hlm. 54
8
13

BAB II
KEWENANGAN DAN PENEGAKAN HUKUM
A. Teori Kewenangan

Kewenangan atau wewenang mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam


kajian hukum administrasi. Pentingnya kewenangan ini sehingga F.A.M. Stroink dan
J.G Steenbeek menyatakan: “Het Begrip bevoegdheid is dan ook een kembegrip in he
staats-en administratief recht”.
Dari pernyataan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa wewenang merupakan
konsep yang inti dari hukum administrasi. Istilah kewenangan atau wewenang sejajar
dengan “authority” dalam bahasa inggris dan “bevoegdheid” dalam bahasa Belanda.
“Authority” dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai Legal Power; a right to
command or to act; the right and power of publik officers to require obedience to
their orders lawfully issued in scope of their public duties.
Kewenangan atau wewenang itu sendiri adalah kekuasaan hukum serta hak untuk
memerintah atau bertindak, hak atau kekuasaan hukum pejabat publik untuk
mematuhi aturan hukum dalam lingkup melaksanakan kewajiban publik.
Dalam literatur ilmu politik, ilmu pemerintahan, dan ilmu hukum sering ditemukan
istilah kekuasaan, kewenangan, dan wewenang. Kekuasaan sering disamakan begitu
saja dengan kewenangan, dan kekuasaan sering dipertukarkan dengan istilah
kewenangan, demikian pula sebaliknya. Bahkan

16Nur Basuki Winanrno, Penyalahgunaan Wewenang dan Tindak Pidana Korupsi,


laksbang mediatama, Yogyakarta, 2008, hlm. 65. 17 Ibid
9
14

kewenangan sering disamakan juga dengan wewenang. Kekuasaan biasanya


berbentuk hubungan dalam arti bahwa “ada satu pihak yang memerintah dan pihak
lain yang diperintah” (the rule and the ruled).
Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah wewenang. Istilah wewenang
digunakan dalam bentuk kata benda dan sering disejajarkan dengan istilah
“bevoegheid” dalam istilah hukum Belanda. Menurut Phillipus M. Hadjon, jika
dicermati ada sedikit perbedaan antara istilah kewenangan dengan istilah
“bevoegheid”. Perbedaan tersebut terletak pada karakter hukumnya.Istilah
“bevoegheid” digunakan dalam konsep hukum publik maupun dalam hukum
privat.Dalam konsep hukum kita istilah kewenangan atau wewenang seharusnya
digunakan dalam konsep hukum publik.
Meskipun demikian kekuasaan mempunyai dua aspek yaitu aspek politik dan aspek
hukum, sedangkan kewenangan hanya beraspek pada hukum semata yang artinya
kekuasaan itu dapat bersumber dari konstitusi, serta dapat bersumber dari luar
konstitusi (inkonstitusional), misalnya melalui perang atau kudeta, sedangkan
kewenangan itu sendiri jelas bersumber dari konstitusi.
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang berasal dari
kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang, sedangkan wewenang hanya
mengenai suatu “onderdeel” atau bagian tertentu saja dari kewenangan. Di dalam
kewenangan terdapat wewenang-wewenang rechtsbe voegdheden. Wewenang
merupakan lingkup tindakan hukum publik, lingkup

18 Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1998),
hlm. 35-36 19 Philipus M. Hadjon, Tentang Wewenang, Makalah, Universitas Airlangga,
Surabaya, tanpa tahun, hlm. 20
10
15

wewenang pemerintahan, tidak hanya meliputi wewenang membuat keputusan pemerintah


(bestuur), tetapi meliputi wewenang dalam rangka pelaksanaan tugas, dan memberikan
wewenang serta distribusi wewenang utamanya ditetapkan dalam peraturan perundang-
undangan. Secara yuridis, pengertian wewenang adalah kemampuan yang diberikan oleh
peraturan perundang undangan untuk menimbulkan akibat-akibat hukum.
Dari berbagai pengertian kewenangan sebagaimana tersebut di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa kewenangan atau authority memiliki pengertian yang berbeda dengan
wewenang atau competence.
Kewenangan merupakan kekuasaan formal yang berasal dari undang-undang, sedangkan
wewenang itu sendiri yaitu suatu spesifikasi dari kewenangan yang artinya barang siapa
disini adalah subyek hukum yang diberikan kewenangan oleh undang-undang, maka subyek
hukum berwenang untuk melakukan sesuatu tersebut dalam kewenangan karena perintah
undang-undang. Penyidikan di laut hampir selalu terjadi dalam keadaan perkara tindak pidana
yang tertangkap tangan. Oleh karenanya kewenangan penegakan hukum di laut yang
diberikan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan mencakup kewenangan
penyelidikan, sehingga apabila ditemukan pelanggaran atau kejahatan di laut dapat langsung
seketika dapat diambil tindakan untuk ditindak lanjuti. Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) membedakan antara tindakan hukum yang dinamakan penyidikan dan
penyelidikan, walaupun penyidikan bukan merupakan fungsi yang berdiri sendiri dan terpisah
dari fungsi penyelidikan. Pasal 1 KUHAP merumuskan penyidikan sebagai serangkaian dari
penyidikan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam KUHAP untuk mencari serta
mengumpulkan bukti, yang dengan bukti tersebut membuat jelas tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangka. Pengertian penyidikan di laut karena sifat situasi dan
karena kondisi di laut itu sendiri tidaklah dimungkinkan dilakukan setelah dilakukannya
tindak pidana. Dalam Buku Prosedur Tetap (Protap) Penanganan Tindak Pidana di Laut oleh
TNI AL pengertian dari penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari
dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat
atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam KUHAP dan undang-
undang tertentu. Pengertian penyidikan menurut Protap adalah serangkaian tindakan penyidik
sesuai KUHAP dan ketentuan-ketentuan khusus yang diatur dalam undang-undang tertentu
dan ditujukan untuk mencari serta mengumpulkan bukti agar membuat terang tindak pidana
yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Dalam hal penyidikan TNI AL tidak
mengenal Locus Delicty dalam arti kapal tersangka dapat dibawa ke pelabuhan terdekat atau
di pelabuhan dimana perkara tersebut dapat diproses lebih lanjut.21 Kewenangan yang
dimiliki oleh organ atau institusi pemerintahan dalam melakukan perbuatan nyata (riil),
melakukan pengaturan atau mengeluarkan

20 Indroharto, Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, dalam Paulus Efendie Lotulung,
Himpunan Makalah Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 1994), hlm. 65 21 Wikipedia, Badan Keamanan Laut Republik Indonesia,
http://id.wikipedia.org/wiki/ Badan_Keamanan_Laut_Republik_Indonesia, diakses 13
Agustus 2019 pukul 09.45 WIB.
11
16

keputusan yang selalu dilandasi oleh kewenangan yang diperoleh dari konstitusi secara
delegasi, atribusi, maupun mandat. Suatu atribusi menunjuk pada kewenangan yang asli atas
dasar konstitusi di dalam Undang-Undang Dasar. Pada kewenangan delegasi, haruslah
ditegaskan suatu pelimpahan wewenang kepada organ pemerintahan yang lain. Pada mandat
tidak terjadi pelimpahan apapun dalam arti pemberian wewenang, akan tetapi, yang diberi
mandat bertindak atas nama pemberi mandat. Dalam pemberian mandat, pejabat yang diberi
mandat menunjuk pejabat lain untuk bertindak atas nama mandator atau pemberi mandat.
Bagir Manan mengemukakan bahwa wewenang dalam bahasa hukum tidak sama dengan
kekuasaan atau match. Kekuasaan hanya menggambarkan hak untuk berbuat atau tidak
berbuat. Di dalam hukum, wewenang sekaligus berarti hak dan kewajiban atau rechten en
plichen. Di dalam kaitan dengan otonomi daerah, hak mengandung pengertian kekuasaan
untuk mengatur sendiri zelfregelen, sedangkan kewajiban secara horizontal berarti kekuasaan
untuk menyelenggarakan pemerintahan sebagaimana mestinya. Vertikal berarti kekuasaan
untuk menjalankan pemerintahan dalam suatu tertib ikatan pemerintahan negara secara
keseluruhan.22 Mengenai sifat kewenangan pemerintahan yaitu yang bersifat terikat,
fakultatif, dan bebas, terutama dalam kaitannya dalam kewenangan kewenangan pembuatan
dan penerbitan keputusan-keputusan atau besluiten dan ketetapan-ketetapan atau
beschikkingan oleh organ pemerintahan, sehingga dikenal ada keputusan yang bersifat terikat
dan bebas. Wewenang yang bersifat terikat, yakni terjadi apabila peraturan dasarnya
menentukan kapan dan dalam keadaan yang bagaimana wewenang tersebut dapat digunakan
atau peraturan dasarnya sedikit banyak menentukan tentang isi dan keputusan yang harus
diambil. Ada dua wewenang yaitu wewenang fakultatif dan wewenang bebas. Wewenang
fakultatif adalag wewenang yang terjadi dalam hal badan atau pejabat tata usaha negara yang
bersangkutan tidak wajib menerapkan wewenangnya atau sedikit banyak masih ada pilihan,
sekalipun pilihan itu hanya dapat dilakukan dalam hal-hal atau keadaan tertentu sebagaimana
ditentukan dalam peraturan dasarnya, sedangkan wewenang bebas adalah wewenang yang
terjadi ketika peraturan dasarnya memberikan kebebasan kepada badan atau pejabat tata
usaha negara untuk menentukan sendiri mengenai isi dari keputusan yang akan
dikeluarkannya atau peraturan dasarnya memberi ruang lingkup kebebasan kepada pejabat
tata usaha negara yang bersangkutan. Menurut Mardiasmo,23 ada tiga aspek utama yang
mendukung keberhasilan otonomi daerah, yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan.
Pengawasan mengacu pada tindakan atau kegiatan yang mengawasi kinerja pemerintah
daerah. Pengendalian adalah mekanisme yang dilakukan oleh pihak eksekutif atau
pemerintah daerah untuk menjamin dilaksanakannya sistem dan kebijakan manajemen
sehingga tujuan organisasi dapat tercapai. Pemeriksaan merupakan kegiatan dari pihak yang
memiliki independensi dan memiliki kompetensi

22 Bagir manan, wewenang Provinsi, Kabupaten dan Kota dalam Rangka Otonomi Daerah. Hlm 1-2
23 Mardiasmo, Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah, Yogyakarta, AND1, 2002, Hlm.
12
17

profesional untuk memeriksa apakah hasil kinerja pemerintah daerah telah sesuai dengan
standar atau kriteria yang ada. Philipus mandiri Hadjon mengutip pendapat N. M. Spelt dan
Ten Berge, membagi kewenangan bebas dalam dua kategori yaitu kebebasan kebijaksanaan
(beleidsvrijheid) dan kebebasan penilaian (beoordelingsverijheid) yang selanjutnya
disimpulkan bahwa ada dua jenis kekuasaan bebas yaitu : pertama, kewenangan untuk
memutuskan mandiri; kedua, kewenangan interpretasi terhadap norma-norma tersamar (verge
norm).
Indonesia dibawah kepemimpinan Presiden Soekarno, mendeklarasikan Wawasan Nusantara
pada tanggal 13 Desember tahun 1957 yang dikenal dengan Deklarasi Djuanda yang
memandang laut merupakan satu keutuhan wilayah dengan darat ini, merupakan titik awal
kebangkitan bangsa setelah kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Indonesia terus melanjutkan
kebijakan tersebut karena menyangkut kedaulatan negara atas wilayah laut dan sumber
kekayaan yang terkandung di dalamnya.
Sumber daya perikanan adalah segala macam komponen yang menjadi masukan atau input
yang berguna sehingga kegiatan perikanan dapat terjadi. Dalam perikanan tangkap, yaitu
jenis kegiatan yang bersifat mengumpulkan atau menangkap ikan yang ada di alam bebas,
masukan tersebut, di antaranya dari sumber daya hayati ikan, sumber daya manusia,
teknologi, dan instrument kelembagaan berupa kebijakan, peraturan-peraturan dan
kelembagaan. Pengertian tersebut menerapkan pemahaman tentang sistem dimana ada
sejumlah input, proses dan output, serta sebagai proses adalah kegiatan perikanan tangkap,
sedangkan sebagai output adalah ikan hasil tangkapan.
Kegiatan perikanan tangkap tidak akan terjadi jika ikan yang menjadi sasaran penangkapan
tidak ada, demikian juga jika tidak ada nelayan, kapal dan alat penangkapan ikan, serta
kebijakan perikanan tangkap. Sektor perikanan, potensi perikanan Indonesia secara
keseluruhan mencapai 65 juta ton, terdiri 7,3 juta ton pada sektor perikanan tangkap
khususnya ikan-ikan pelagis dan 55,7 juta ton pada sektor perikanan budidaya. Kebijakan dan
kewenangan pengelolaan sumber daya perikanan dan kelautan sebagaimana yang diatur
dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 atas perubahan dari Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, menentukan kewenangan untuk mengelola
sumber daya di wilayah laut paling jauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai ke
arah laut lepas dan/atau ke arah perairan kepulauan untuk provinsi dan 1/3 (sepertiga) dari
wilayah kewenangan provinsi untuk kabupaten/kota. Apabila Hak menguasai dari negara
tersebut, memberi wewenang kepada pemerintah, sebagai berikut:
1. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan
bumi, air dan ruang angkasa;
2. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dengan bumi,
air dan ruang angkasa;
3. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang orang dan perbuatan-
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.26 Cita dan tujuan negara
tertuang jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945, Negara
Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan
18

keadilan sosial maka perlu dilakukan sebuah rekayasa berbentuk pengaturan untuk menjamin
kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia yang berideologi Pancasila, termasuk untuk
meningkatkan kesejahteraan umumnya masyarakat kecil, khusunya nelayan. Kewenangan
delegasi terdapat adanya pengalihan kewenangan yang ada, atau dengan kata lain
pemindahan kewenangan atribusi kepada pejabat dibawahnya dengan dibarengi pemindahan
tanggung jawab. Sedangkan pada kewenangan mandat yaitu dalam hal ini tidak ada sama
sekali pengakuan kewenangan atau pengalihtanganan kewenangan, yang ada hanya janji-janji
kerja intern antara penguasa dan pegawai tidak adanya pemindahan tanggung jawab atau
tanggung jawab tetap pada yang memberi mandat. Setiap kewenangan dibatasi oleh isi atau
materi, wilayah dan waktu. Cacat dalam aspek-aspek tersebut menimbulkan cacat
kewenangan (onbevoegdheid) yang menyangkut cacat isi, cacat wilayah, dan cacat waktu.
Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya bergantung langsung pada
hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan ataupun budi daya. Nelayan pada
umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan menjadi tiga
kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan dan nelayan mandiri. Menurut Undang-
Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004
Tentang Perikanan, mendefinisikan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya
melakukan penangkapan ikan. Tentang pengertian nelayan tersebut, Direktur Jenderal
Perikanan mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif melakukan pekerjaan
dalam operasi penangkapan ikan. Pada dasarnya kelompok masyarakat nelayan memiliki
beberapa perbedaan dalam karakteristik sosial. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada
kelompok umur, pendidikan, status sosial dan kepercayaan. Dalam satu kelompok nelayan
sering juga ditemukan perbedaan kohesi internal, dalam pengertian hubungan sesama nelayan
maupun hubungan bermasyarakat.

24 Philipus M. Hadjon, Op.Cit, hlm. 112 25 Dewan Kelautan Indonesia, 2008, Evaluasi
Kebijakan Dalam Rangka Implementasi Konvensi Hukum Laut Internasional (UNCLOS
1982) di Indonesia, Departemen Kelautan dan Perikanan Sekretariat Jenderal Satuan Kerja
Dewan Kelautan Indonesia, hlm, 7. 26 Sudirman Saad, 2003, Politik Hukum Perikanan
Indonesia, Lembaga Sentra Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta, hlm, 2.
14
19

B. Penegakan Hukum

Penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide keadilan,


kepastian hukum dan kemanfaatan sosial menjadi kenyataan. Jadi penegakan hukum
pada hakikatnya adalah proses perwujudan ide-ide. Penegakan hukum adalah proses
dilakukannya upaya tegaknya atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata
sebagai pedoman pelaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Penegakan hukum merupakan usaha untuk
mewujudkan ide dan konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi kenyataan.
Penegakan hukum merupakan suatu proses yang melibatkan banyak hal.Secara umum
pengertian penegakan hukum menurut Satjipto Rahardjo adalah suatu usaha untuk
mewujudkan ide-ide menjadi kenyataan, sedangkan Suryono Soekanto dengan
mengutip pendapat Purnadi Purbacaraka mengatakan bahwa penegakan hukum adalah
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang mantap dan mengejahwantahkan
serta sikap tindak sebagai rangkuman penjabaran nilai tahap akhir untuk menciptakan
(social engineering), memelihara dan mempertahankan (control) perdamaian
pergaulan hidup. Lebih lanjut menurut Soewardi M pengertian umum penegakan
hukum adalah kegiatan untuk melaksanakan atau memberlakukan ketentuan. Lebih
jauh lagi dijelaskan bahwa sistem hukum yang baik adalah menyangkut penyerasian
antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata.Dalam Buku Seminar Hukum
Laut Kelima Tahun 1990 dinyatakan bahwa dalam pengertian penegakan hukum
tersirat adanya tuntutan kemampuan untuk memelihara dan mengawasi pentaatan
ketentuan- ketentuan hukum tertentu baik nasional maupun internasional di perairan
di dalam yurisdiksi nasional Indonesia dan perairan lainnya dalam rangka membela
dan melindungi kepentingan nasional lainnya.
Dengan demikian sepanjang intensitas ancaman dianggap mengganggu tertib dan
kepentingan hukum, maka tindakan yang diambil dalam menghadapi ancaman
tersebut adalah berupa penegakan hukum. Lebih jauh lagi dinyatakan bahwa
pengertian umum penegakan hukum diartikan sebagai suatu kegiatan
negara/aparatnya berdasarkan kedaulatan negara dan atau berdasarkan ketentuan-
ketentuan hukum internasional agar supaya peraturan hukum yang berlaku di laut,
baik aturan hukum nasional maupun aturan hukum internasional dapat diindahkan
atau ditaati oleh setiap orang dan atau badan hukum dan negara sebagai subyek
hukum. Dengan demikian dapat tercipta tertib hukum nasional dan tertib hukum
internasional. Pengertian penegakan hukum disatu pihak dan penegakan kedaulatan di
lain pihak dapat dibedakan namun keduanya tidak dapat dipisahkan karena penegakan
kedaulatan di laut mencakup penegakan hukum di laut saja. Penegakan kedaulatan
dapat dilaksanakan tidak hanya dalam lingkup negara, melainkan dapat juga
menjaring keluar batas negara, sedangkan penegakan hukum di laut adalah suatu
proses kegiatan penangkapan dan penyidikan suatu kasus yang timbul sebagai akibat
terjadinya pelanggaran di laut atas ketentuan hukum yang berlaku baik ketentuan
hukum internasional maupun nasional, sehingga dalam pelaksanaannya penegakan
kedaulatan dan penegakan hukum di laut

15
20

dilakukan serentak. Penegakan hukum di laut tidak dapat dilepaskan dari masalah
penegakan kedaulatan di laut. Dengan demikian adanya perbedaan penegakan hukum
dengan penegakan kedaulatan tergantung intensitas ancaman yang dihadapi.
Sepanjang ancaman itu dianggap membahayakan eksistensi suatu negara maka
tindakan yang dapat diambil menghadapi ancaman tersebut adalah berupa penegakan
kedaulatan. Wewenang untuk menegakkan kedaulatan dan hukum tersebut bersumber
pada kedaulatan dan yurisdiksi yang dimiliki oleh negara yang bersangkutan, sesuai
dengan ketentuan-ketentuan hukum internasional. Pada hakekatnya kedaulatan adalah
kekuasaan tertinggi dan penuh dari suatu negara yang sifatnya menyeluruh, untuk
melakukan suatu tindakan yang dianggap perlu demi kepentingan nasional negara itu
sendiri berdasarkan hukum nasional dengan memperhatikan hukum internasional.
Kedaulatan negara itu dijabarkan dalam bentuk kewenangan-kewenangan atau hak
negaranegara yang bersangkutan, antara lain yurisdiksi, yaitu wewenang negara untuk
membuat dan menegakkan peraturan hukum. Penegakan hukum di laut oleh negara
melalui aparatnya pada hakekatnya adalah terselenggaranya penegakan kedaulatan itu
sendiri karena kewenangan dan kemampuan penyelenggaraan penegakan hukum pada
dasarnya bersumber pada kedaulatan negara dan sekaligus merupakan
pengejahwantahan kedaulatan.
Dalam pelaksanaan penegakan hukum di laut dibedakan antara fungsi penegakan
hukum berkaitan dengan tindak pidana tertentu di laut, dan fungsi penegakan hukum
berkaitan dengan tindak pidana umum yang terjadi di laut. Pelaksanaan penegakan
hukum di laut yang berkaitan dengan tindak pidana tertentu yang tercantum dalam
peraturan perundang-undangan tertentu merupakan ketentuan khusus hukum acara
pidana (lex specialis). Mengacu pada ketentuan ini, maka dapat disimpulkan bahwa
dalam kaitannya dengan fungsi penegakan hukum dalam penanganan tindak pidana
umum yang tercantum dalam KUHP yang terjadi di laut, maka aparat penegak hukum
di laut mempunyai kewenangan sebagai penindak awal yang selanjutnya diselesaikan
dalam kaitannya dengan fungsi penegak hukum dalam penanganan tindak pidana
tertentu termasuk pasal-pasal tertentu dalam KUHP, maka aparat penegak hukum
tindak pidana umum mempunyai kewenangan sebagai penindak awal, yang
selanjutnya diselesaikan aparat penegak hukum di laut yang memiliki kewenangan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan tertentu tersebut. Pada hakekatnya
kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dan penuh dari suatu negara yang sifatnya
menyeluruh, untuk melakukan suatu tindakan yang dianggap perlu demi kepentingan
nasional negara itu sendiri berdasarkan hukum nasional dengan memperhatikan
hukum internasional. Kedaulatan negara itu dijabarkan dalam bentuk kewenangan-
kewenangan atau hak negaranegara yang bersangkutan, antara lain yurisdiksi, yaitu
wewenang negara untuk membuat dan menegakkan peraturan hukum. Sebagai suatu
proses yang bersifat sistemik, maka penegakan hukum pidana menampakkan diri
sebagai penerapan hukum pidana (criminal law application) yang melibatkan
pelbagai sub sistem struktural berupa aparat kepolisian, kejaksaan,
pengadilan dan pemasyarakatan. Termasuk didalamnya tentu saja lembaga penasehat
hukum. Dalam hal ini penerapan hukum haruslah dipandang dari 3 dimensi:

16
21

1. penerapan hukum dipandang sebagai sistem normatif (normative system) yaitu


penerapan keseluruhan aturan hukum yang menggambarkan nilainilai sosial yang
didukung oleh sanksi pidana.
2. penerapan hukum dipandang sebagai sistem administratif (administrative system)
yang mencakup interaksi antara pelbagai aparatur penegak hukum yang merupakan
sub sistem peradilan diatas.
3. penerapan hukum pidana merupakan sistem sosial (social system), dalam arti
bahwa dalam mendefinisikan tindak pidana harus pula diperhitungkan pelbagai
perspektif pemikiran yang ada dalam lapisan masyarakat.
Faktor faktor yang mempengaruhi penegakan hukum menurut Soerjono Soekanto
adalah :
1. faktor hukum Praktik penyelenggaraan hukum di lapangan ada kalanya terjadi
pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan, hal ini disebabkan oleh konsepsi
keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak, sedangkan kepastian hukum
merupakan suatu prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Justru itu, suatu
kebijakan atau tindakan yang tidak sepenuhnya berdasar hukum merupakan sesuatu
yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan
dengan hukum. Maka pada hakikatnya penyelenggaraan hukum bukan hanya
mencakup law enforcement, namun juga peace maintenance, karena penyelenggaraan
hukum sesungguhnya merupakan proses penyerasian antara nilai kaedah dan pola
perilaku nyata yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
2. faktor penegakan hukum Fungsi hukum, mentalitas atau kepribadian petugas
penegak hukum memainkan peranan penting, kalau peraturan sudah baik, tetapi
kualitas petugas kurang baik, ada masalah. Oleh karena itu, salah satu kunci
keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian penegak
hokum
3. faktor sarana Faktor sarana atau fasilitas pendukung mencakup perangkat lunak dan
perangkat keras, salah satu contoh perangkat lunak adalah pendidikan. Pendidikan
yang diterima oleh Polisi dewasa ini cenderung pada hal-hal yang praktis
konvensional, sehingga dalam banyak hal polisi mengalami hambatan di
dalatujuannya, diantaranya adalah pengetahuan tentang kejahatan computer, dalam
tindak pidana khusus yang selama ini masih diberikan wewenang kepada jaksa,
hal tersebut karena secara teknis yuridis polisi dianggap belum mampu dan belum
siap. Walaupun disadari pula bahwa tugas yang harus diemban oleh polisi begitu luas
dan banyak.
4. faktor masyarakat Penegak hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk
mencapai kedamaian di dalam masyarakat. Setiap warga masyarakat atau kelompok
sedikit banyaknya mempunyai kesadaran hukum, persoalan yang timbul adalah taraf
kepatuhan hukum, yaitu kepatuhan hukum yang tinggi, sedang, atau kurang. Adanya
derajat kepatuhan hukum masyarakat terhadap hukum, merupakan salah satu indikator
berfungsinya hukum yang bersangkutan.

17
22

5. Faktor kebudayaan Berdasarkan konsep kebudayaan sehari-hari, orang begitu


sering membicarakan soal kebudayaan. Kebudayaan menurut Soerjono Soekanto,
mempunyai fungsi yang sangat besar bagi manusia dan masyarakat, yaitu mengatur
agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya bertindak, berbuat, dan
menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan orang lain. Dengan
demikian, kebudayaan adalah suatu garis pokok tentang perikelakuan yang
menetapkan peraturan mengenai apa yang harus dilakukan, dan apa yang dilarang.
Aparat penegak hukum baik dalam arti preventif maupun represif dalam menangani
kasus penangkapan kepiting secara ilegal, di samping jumlah aparat yang terbatas,
kemampuannya juga masih sangat terbatas. Dengan ini aparat penegak hukum
kebanyakan baru dapat melaksanakan tugas-tugas preventif, seperti pembinaan,
peringatan, dan pemantauan. Apabila ada kejadian kegiatan illegal fishing mereka
tidak melakukan tindakan hukum apapun. Namun pada kenyataan menunjukan bahwa
aparat penegak hukum, seperti penyidik pegawai negeri sipil, penuntut umum, dan
hakim yang memahami peraturan atau ketentuan hukum jumlah maupun
kemampuannya terbatas. Mengenai fasilitas dan sarana adalah alat untuk mencapai
tujuan dalam penegakan hukum di wilayah perairan Indonesia.
Keterbatasan fasilitas dan sarana penunjang lainnya akan sangat berpengaruh pada
keberhasilan penegakan hukum. Fasilitas dan sarana dibutuhkan karena dalam
menangani kasus-kasus tersebut akan melibatkan berbagai perangkat teknologi
canggih yang untuk kepentingan operasionalisasinya memerlukan tenaga ahli dan
biaya perawatan yang cukup mahal. dan 4) kesadaran masyarakat, Terbatasnya
kesadaran hukum masyarakat terhadap laut teritorial, laut kepulauan, dan laut
pedalaman disebabkan karena keawaman masyarakat terhadap berbagai aspek.
Dalam hal ini citra dan kesadaran masyarakat terhadap perairan dapat di bina dan
ditingkatkan melalui usahausaha seperti penyuluhan, bimbingan, keteladanan, serta
keterlibtan masyarakat dalam menanggulangi illegal fishing.

31 Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm 42


30 Seminar Hukum Nasional Kelima, Badan Pembinaan Hukum Nasional, 1990,
hlm168
18

Anda mungkin juga menyukai