Anda di halaman 1dari 128

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dapat dipisahkan dari adanya

interaksi yang dibangun oleh penduduk atau masyarakat yang juga disebut dengan

bangsa dalam negara tersebut. Di dalam kehidupan masyarakat tentu

mendambakan kehidupan yang aman dan tentram tanpa adanya gangguan apa

pun. Dalam kehidupan berlakul norma atau kaidah yang harus dijalani masyarakat

tersebut. Norma atau kaidah adalah petunjuk hidup, yaitu petunjuk bagaimana

seharusnya kita berbuat, bertingkah laku, tidak berbuat, dan tidak bertingkah laku

di masyarakat.1 Fungsi dari norma atau kaidah adalah untuk mengatur, agar segala

sesuatu tetap pada jalannya.

Namun, dengan adanya norma itu dirasakan adanya penghargaan dan

perlindungan terhadap diri dan kepentingannya. Karena memang norma bertujuan

agar kepentingan dan ketentraman warga masyarakat terpelihara dan terjamin.

Dalam pergaulan hidup dibedakan empat macam norma atau kaidah, yaitu :2

1. Norma agama,

2. Norma kesusilaan,

3. Norma kesopanan, dan

4. Norma hukum.

Di tengah masyarakat diatur dengan berbagai norma tersebut di atas, yang

dimaksudkan dengan norma hukum sendiri adalah peraturan hidup yang bersifat
1
Yulies Tiena Masriani, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta : Sinar Grafika, 2013),
hlm.1.
2
Ibid, hlm.4.

1
memaksa dan mempunyai sanksi yang tegas.3 Norma hukum memiliki sanksi

yang berupa ancaman atau hukuman apabila ada pelanggaran terhadap norma

tersebut. Sedangkan yang dimaksud dengan hukum sendiri, menurut Utrecht

hukum adalah himpunan peraturan-peraturan (perintah-perintah atau larangan-

larangan)yang mengurus tata tertib suatu masyarakat oleh karena itu harus ditaati

oleh masyarakat itu.4 Menurut Immanuel Kant, dalam bukunya Traite de Droit

Constitutional:

“Hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak bebas


dari orang yang satu dapat menyesuaikan diri dengan kehendak bebas dari
orang lai, menuruti peraturan hukum tentang kemerdekaan.”

Hukum terbagi dalam beberapa bidang, seperti Hukum Perdata, Hukum

Pidana, Hukum Administrasi Negara, Hukum Tata Negara, dan Hukum

Internasional. Salah satu bidang hukum yang mengatur interaksi antar individu

dalam masyarakat adalah bidang hukum privat atau perdata. Hukum Perdata ialah

aturan-aturan hukum yang mengatur tingkah laku setiap orang terhadap orang lain

yang berkaitan dengan hak dan kewajiban yang timbul dalam pergaulan

masyarakat maupun pergaulan keluarga.5 Hukum Perdata dibedakan menjadi dua,

yaitu :

1. Hukum Perdata Materiil, mengatur kepentingan-kepentingan perdata

setiap subjek hukum.

2. Hukum Perdata Formil, mengatur bagaimana cara seseorang

mempertahankan haknya apabila dilanggar oleh orang lain.

3
Ibid, hlm.5.
4
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 2005), hlm.38.
5
Yulies Tiena Masriani, Op.Cit, hlm.72.

2
Hukum perdata merupakan salah satu bidang hukum yang mengatur

mengenai interaksi antar individu dalam masyarakat. Interaksi tersebut di dalam

dunia hukum disebut juga dengan hubungan hukum. Hubungan hukum dalam

lapangan hukum perdata memiliki sifat dan karakteristik yang khas, yaitu

eksklusif berlaku di antara para pihak yang melakukan hubungan hukum.6

Hubungan hukum merupakan salah satu unsur dari perikatan. Menurut Pitlo

dalam bukunya yang berjudul Het Nederlands Burgerlijk Wetboek, Deel 3,

Algemeen Deel Van Het Verintenissen Recht :

“Perikatan itu adalah suatu ikatan hukum harta kekayaan antara dua pihak
atau lebih orang tertentu berdasarkan mana pihak yang satu berhak dan
pihak lainnya mempunyai kewajiban terhadap sesuatu. Ikatan harta
kekayaan ini merupakan akibat hukum dari perjanjian atau peristiwa
hukum.”

Dalam hubungan antara negara dan rakyat dalam urusan perdata, terdapat

beberapa unsur, yaitu :7

a. Unsur negara;

b. Unsur rakyat;

c. Unsur interaksi atau hubungan hukum perdata;

d. Unsur perlunya keteraturan (tatanan) dalam hubungan hukum perdata;

e. Unsur perlunya kewenangan dalam suatu jabatan untuk menjalankan

ketraturan (tatanan) dalam hubungan hukum perdata tersebut (eksklusif

perjanjian).

Unsur keteraturan (tatanan) dalam hubungan hukum perdata bermakna

perlunya alat bukti tertulis yang dapat memberikan kepastian hukum di antara
6
Bachrudin, Gunarto, dan Eko Soponyono, Hukum Kenotariatn (Membangun Sistem
Kenotariatan Indonesia Berkeadilan), ( Bandung: PT Refika Aditama, 2019), hlm.7.
7
Ibid, hlm.9.

3
para pihak, yaitu dalam bentuk akta otentik. 8 Pasal 1868 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata (KUH Perdata) memberikan pengertian mengenai akta autentik,

yaitu suatu aktu otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang

ditentukan undang-undang oleh atau dihapan pejabat umum yang berwenang

untuk itu di tempat akta itu dibuat. Suatu akta tersebut dibuat oleh pejabat yang

berwenang, yang mana dalam hal ini adalah Notaris dan para pihak yang terkait

dalam akta tersebut haruslah menandatanginya.

Notaris dalam bahasa Inggris disebut dengan Notary, dan dalam bahasa

Belanda disebut dengan Van Notaris, mempunyai peranan yang sangat penting

dalam lalu lintas hukum, khususnya dalam bidang hukum keperdataan, karena

notaris berkedudukan sebagai pejabat publik, yang mempunyai kewenangan untuk

membuat akta autentik dan kewenangan lainnya.9 Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30

Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang disebut dengan UUJN:

“Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat Akta


autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam
Undang-Undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.

Jabatan yang diemban seorang Notaris adalah profesi. Profesi Notaris

merupakan profesi yang bermartabat karena negara yang mengangkat seorang

Notaris dalam wilayah hukum tertentu.10 Dalam hubungannya dengan klien yang

mana ingin menggunakan jasa Notaris, Notaris pun sebelum melanjutkan dengan

segala langkah administrasi yang harus ditempuh oleh klien dengan syarat-syarat

8
Ibid, hlm.10.
9
Salim HS, Peraturan Jabatan Notaris, (Jakarta : Sinar Grafika, 2018), hlm.14.
10
Johannes Ibrahim Kosasih dan Hassanain Haykal, Kasus Hukum Notaris di Bidang
Kredit Perbankan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2021), hlm. 88.

4
yang ditentukan, Notaris harus memberi penyuluhan hukum terlebih dahulu

kepada kliennya tersebut. Yang mana bertujuan untuk membantu klien agar lebih

memahami persoalan atau permasalahan yang akan ia hadapi terkait dengan

keperluannya atau kepentingannya.

Notaris bertindak mewakili negara dalam memberikan pelayanan hukum,

sebagaimana dalam pertimbangan UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan

Notaris, butir (a) sampai dengan (d) yang berbunyi :

a) Bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara hukum


berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 menjamin kepastian, ketertiban,
dan perlindungan hukum, yang berintikan kebenaran dan keadilan;
b) Bahwa untuk menjamin kepastian, ketertiban, dan perlindungan
hukum dibutuhkan alat bukti tertulis yang bersifat autentik
mengenai keadaan, peristiwa, atau perbuatan hukum yang
diselenggarakan melalui jabatn tertentu;
c) Bahwa Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalakankan
profesi dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, perlu
mendapatkan perlindungan dan jaminan demi tercapainya
kepastian hukum;
d) Bahwa jasa Notaris dalam proses pembangunan makin meningkat
sebagai salah satu kebutuhan hukum masyarakat.

Notaris dikonstruksikan sebagai pejabat umum. Pejabat umum merupakan

orang yang melakukan pekerjaan atau tugas untuk melayani kepentingan

masyarakat secara keseluruhan. Kewenangan notaris dikonstruksikan sebagai:11

“Kekuasaan yang diberikan oleh undang-undang kepada notaris untuk


membuat akta autentik maupun kekuasaan lainnya”.

Kewenangan Notaris yang utama adalah membuat akta otentik mengenai

semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh peraturan

perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh yang berkepentingan untuk

11
Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Satu (Konsep Teoretis, Kewenangan Notaris,
Bentuk dan Minuta Akta), (Jakarta: Radja Grafindo, 2015), hlm.49.

5
dinyatakan dalam akta otentik, menjamin kepastian tanggal pembuatan akta,

menyimpan akta, memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu

sepanjang pembuatan akta-akta tersebut tidak juga ditugaskan atau dikecualikan

kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan oleh Undang-Undang [Pasal

15 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2004 tentang

Jabatan Notaris (UUJN)].12

Notaris memiliki kewenangan lain yang mana disebutkan dalam Pasal 1 ayat

(2) UUJN, yaitu :

a) Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di


bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b) Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku
khusus;
c) Membuat kopi dari asli surat di bawah tanah berupa salinan yang
memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat
yang bersangkutan;
d) Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e) Memberikan penyuluhan hukum sehubungan pembuatan Akta;
f) Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g) Membuat Akta risalah lelang.

Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN juga menyatakan bahwa:

“Notaris berwenang pula untuk membuat akta yang berkaitan dengan


pertanahan”.

Untuk pejabat yang berwenang dalam pembuatan akta pertanahan telah diatur

dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang agraria yaitu

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok

Agraria atau dinamakan dengan UUPA. Di dalam UUPA tidak disebutkan secara

khusus tentang pejabat yang berwenang untuk membuat akta pertanahan, namun

dalam undang-undang ini hanya menyebutkan bahwa:


12
Herlien Budiono, Dasar Teknik Pembuatan Akta Notaris, (Bandung : PT. Citra Aditya
Bakti, 2014), hlm.1.

6
“Jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat, pemberian
menurut adat dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk
memindahkan hak milik serta pengawasannya diatur dengan Peraturan
Pemerintah”.

Ditinjau dari peraturan perundang-undangan, maka yang berwenang untuk

membuat akta pertanahan adalah PPAT. Walaupun secara yuridis di dalam Pasal

15 ayat (2) huruf f UUJN tersebut ditentukan bahwa notaris berwenang untuk

membuat akta pertanahan, namun secara empiris kewenangan itu tidak dapat

dilaksanakannya, karena kewenangan itu menjadi kewenangan PPAT. Dan untuk

dapat membuat akta mengenai pertanahan, maka notaris tersebut harus memenuhi

syarat-syarat yang telah ditentukan dan harus mengikuti ujian PPAT yang

dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan

Nasional untuk mendapat izin sebagai PPAT.

Disebutkan juga dalam Pasal 15 ayat (3) UUJN, selain kewenangan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Notaris mempunyai

kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Salah satu

kewenangan lain yang dimiliki seorang notaris adalah membuat Cover Note.

Cover Note adalah surat keterangan yang diberikan oleh Notaris kepada pihak

bank yang berisi keterangan bahwa pada tanggal tertentu telah dilaksanakan

penandatanganan Akta Perjanjian Kredit dan Akta Pemberian Jaminan antara

pihak Debitur dan pihak bank, serta keterangan lainnya. Menurut Muhaymiyah,

Cover Note merupakan surat keterangan atau sering diistilahkan sebagai catatan

penutup yang dibuat oleh Notaris.13

13
Muhaymiyah Tan Kamelo, dkk, Cover Note Notaris dalam Perjanjian Kredit Dalam
Perspektif Hukum Jaminan, Acta Diurnal (Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan), Vol. 1, 2017, hlm.
78.

7
Cover Note dalam hal ini merupakan sebuah surat yang mana di dalamnya

berisikan tentang keterangan proses-proses administrasi perkreditan bank terkait

dengan agunan debitur yang menjadi suatu jaminan dan masih berjalan

pengurusannya dan sebagai dasar peralihan hak atas tanah yang merupakan salah

satu kewenangan lain yang dimiliki oleh notaris sendiri.

Hal ini biasanya terjadi dalam perjanjian kredit yang mana membutuhkan

sertipikat sebagai jaminan, namun sertipikat yang akan dibebankan hak

tanggungan tersebut yang menjadi perjanjian ikutan dalam perjanjian kredit

tersebut belum dapat dipenuhi yang disebabkan oleh masih dalam proses,

misalnya masih perlu dilakukan pengecekan sertipikat, balik nama, atau proses

lainnya yang masih sedang berjalan.14 Menurut Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 28 Februari Tahun 1991

tentang Jaminan Pemberian Kredit dikemukakan bahwa jaminan adalah:15

“suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit


sesuai dengan perjanjian”.

Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie,

yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada

kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai

ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima terhadap

14
Kadir, Pattinggi, Said, Ilham, Pertanggungjawaban Notaris Pada Penerbitan Cover
Note, Mimbar Hukum Volume 31, Nomor 2, hlm. 193, Juni 2019.
15
Zaeni Ssyhadie dan Rahma Kusumawati, Hukum Jaminan Indonesia (Kajian
Berdasarkan Hukum Nasional dan Prinsip Ekonomi Syariah), (Depok: Rajawali Pers, 2018),
hlm.2.

8
krediturnya.16 Adapun yang dijadikan jaminan kredit oleh calon debitur (orang

yang mempunyai utang) adalah sebagai berikut:

a. Jaminan benda berwujud seperti tanah, kendaraan bermotor, dan lain-lainnya.

b. Jaminan benda tidak berwujud seperti sertifikat atas tanah, sertifikat deposit,

sertifikat saham, dan lain-lainnya.

Penggolongan jaminan terdiri dari berbagai macam, tergantung dari sudut

mana kita melihatnya. Dari beberapa literatur penggolongan jaminan tersebut

sebagai berikut:17

1. Jaminan berdasar Undang-Undang dan Jaminan Berdasar Perjanjian

2. Jaminan Umum dan Jaminan Khusus

3. Jaminan Atas Benda Bergerak dan Benda Tidak Bergerak

4. Jaminan dengan Menguasai Bendanya dan Tanpa Menguasai Bendanya

5. Jaminan Perorangan dan Kebendaan

Dalam hal jaminan berupa benda bergerak lembaga jaminannya gadai dan

fidusia. Jaminan berupa benda tidak bergerak dahulu hipotek, credietverband, dan

sekarang hak tanggungan. Hak tanggungan merupakan hak atas tanah beserta

benda-bendanya yang berkaitan dengan tanah, adalah hak jaminan yang

dibebankan pada hak atas tanah, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang

merupakan satu kesatuan dengan tanah-tanah itu.18

Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah

16
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009),
hlm.66.
17
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Op.Cit, hlm.26.
18
Ibid, hlm.189.

9
atau disebut dengan UUHT, hak tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang

berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut dengan hak tanggungan adalah

hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam

UUPA, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan

dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan

yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Adapun

mengenai subjek hak tanggungan yang sama dengan subjek hukum yang telah kita

ketahui, yaitu:

1. Pemberi Hak Tanggungan

Pemberi hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum yang

mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek

hak tanggungan yang bersangkutan.

2. Pemegang Hak Tanggungan

Pemegang hak tanggungan adalah orang perseorangan atau badan hukum

yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang.19

Oleh karena hak tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah tidak

mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan menggunakan tanah

yang dijadikan jaminan, maka tanah tetap berada dalam penguasaan pemberi hak

tanggungan. Kecuali dalam keadaan yang disebut dala Pasal 11 ayat (2) huruf c

UUHT, berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitor sungguh-sungguh cidera

19
Ibid, hlm.194.

10
janji.20 Dalam Pasal 4 UUHT disebutkan bahwa objek yang dapat dibebani hak

tanggungan adalah:

a) Hak Milik (Pasal 25 UUPA);

b) Hak Guna Usaha (Pasal 33 UPPA);

c) Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA);

d) Hak Pakai Atas Tanah Hegara (Pasal 4 ayat (D);

e) Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas satuan Rumah Susun yang

berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan

Hak Pakai yang diberikan oleh negara.

Cover Note juga untuk garansi bank dalam pencairan kredit. Pencairan kredit

akan dilaksanakan dengan dasar Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris.

Nantinya pihak bank akan menyetujui pengikatan kredit dan dilanjutkan dengan

pencairan kredit apabila telah ada Cover Note yang dibuatkan dan ditanda tangani

oleh Notaris. Dalam menjalankan tugasnya sebagai pejabat umum, notaris di

bawah pengawasan khusus. Di dalam Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi

Manusia yang selanjutnya disebut juga dengan HAM, telah disajikan pengertian

pengawasan. Berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia

Nomor: M.39-PW.07.10 Tahun 2004 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas

Majelis Pengawas Notaris, Pengawasan adalah:

“Pemberian pembinaan dan pengawasan baik secara preventif maupun


kuratif kepada notaris dalam menjalankan profesinya sebagai pejabat
umum sehingga notaris senantiasa harus meningkatkan profesionalisme
dan kualitas kerjanya, sehingga dapat memberikan jaminan kepastian dan
perlindungan hukum bagi penerima jasa notaris dan masyarakat luas”.

20
Ibid.

11
Lembaga yang berwenang mengawasi notaris telah ditentukan dalam Pasal 67

ayat (1) UUJN. Di dalam ketentuan ini disebutkah bahwa pengawasan atas notaris

dilakukan oleh menteri. Menteri yang dimaksud dalam ketentuan ini, yaitu

Menteri Hukum dan HAM. Dibentuklah Majelis Pengawas Notaris atau disebut

dengan Majelis Pengawas berjumlah 9 (sembilan) orang, yang terdiri atas unsur:

1. Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang;

2. Organisasi notaris sebanyak 3 (tiga) orang;

3. Ahli atau akademisi sebanyak 3 (tiga) orang.

Dalam Pasal 1 angka 6 UUJN dijelaskan bahwa, Majelis Pengawas adalah

suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban untuk melaksanakan

pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Majelis Pengawas terdiri atas:

a) Majelis Pengawas Daerah

Majelis ini dibentuk di Kabupaten/Kota. Kewenangan dari Majelis Pengawas

daerah ini dicantumkan dalam Pasal 70 UUJN, meliputi:

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan pelanggaran

Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan notaris;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap protok notaris secara berkala 1 (datu)

kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap perlu;

3. Memberi izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

4. Menetapkan notaris pengganti dengan memperhatikan usul notaris yang

bersangkutan;

12
5. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada saat serah

terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun atau

lebih;

6. Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara

protokol notaris yang diangkat sebagai pejabat negara;

7. Menerima laporan dari masyarakat mengenai dugaan adanya

pelanggarana kode etik notaris atau pelanggaran ketentuan dalam

undang-undang ini; dan

8. Membuat dan menyampaikan laporan atas pelaksanaan kewenangannya.

b) Majelis Pengawas Wilayah

Kedudukan dan struktur Majelis Pengawas Wilayah telah ditentukan dalam

Pasal 72 UUJN yaitu di ibukota provinsi. Dan memiliki kewenangan yang

diatur dalam Pasal 73 ayat (1) UUJN, seperti berikut:

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan

atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui Majelis

Pengawas Daerah;

2. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan

masyarakat;

3. Memberi izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;

4. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah

yang menolak cuti yang diajukan oleh notaris terlapor;

5. Memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis;

13
6. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada Majelis

Pengawas Pusat berupa:

a. Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)

bulan; atau

b. Pemberhentian dengan tidak hormat;

7. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang

tertuang dalam angka 5 dan angka 6.

Atas setiap keputusan yang diberikan oleh Majelis Pengawas Wilayah ini

kepada notaris, notaris yang bersangkutan dapat mengajukan banding

kepada Majelis Pengawas Pusat.

c) Majelis Pengawas Pusat

Majelis Pengawas yang berkedudukan di ibukota negara, sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 76 UUJN. Dan memiliki kewenangan yang telah

ditentukan dalam Pasal 77 UUJN sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil keputusan

dalam tibgkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan penolakan cuti;

2. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan;

3. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan

4. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak

hormat kepada menteri.

Dalam beberapa hal pembuatan Cover Note yang dikeluarkan Notaris

dimintakan pertanggungjawaban seperti yang terjadi pada Notaris X di Kota

Padang yang dilaporkan dalam hal ini ke Majelis Pengawas Daerah Kota Padang

14
karena tidak memproses balik nama atas peralihan hak atas tanah, padahal di

dalam Cover Note tersebut tertulis untuk proses tersebut waktu yang dibutuhkan

paling lambat 8 (delapan) bulan. Peralihan hak atas tanah adalah berpindahnya

hak atas tanah dari pemegang hak yang lama kepada pemegang hak yang baru

menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.21

Mengenai Cover Note sendiri belum ada hukum positif yang mengatur secara

khusus, baik dalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata disebut dengan KUH

Perdata, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan yang

selanjutnya disebut juga dengan UU Perbankan, Undang-Undang Nomor 4 Tahun

1996 tentang Hak Tanggungan, serta UUJN. Berdasarkan uraian latar belakang di

atas, penulis tertarik untuk menulis sekaligus meneliti dengan tujuan untuk

mengetahui tentang permasalahan tersebut dengan mengangkatnya ke dalam

karya ilmiah yang berjudul “TANGGUNG JAWAB NOTARIS DALAM

PEMBUATAN COVER NOTE SEBAGAI DASAR PENCAIRAN KREDIT

SERTA PRAKTEKNYA DI KOTA PADANG”.

B. Rumusan Masalah

1. Faktor apa yang menyebabkan Notaris membuat Cover Note sebagai dasar

pencairan kredit di Kota Padang?

2. Bagaimana tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Cover Note sebagai

dasar pencairan kredit di Kota Padang?

21
www.pdb-lawfirm.id, diakses pada tanggal 15 Maret 2021, pada pukul 20.00 Waktu
Indonesia Barat.

15
3. Bagaimana akibat hukum Cover Note yang dibuat oleh Notaris terhadap

pemasangan hak tanggungan di Kota Padang?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor apa yang menyebabkan Notaris membuat Cover

Note sebagai dasar pencairan kredit di Kota Padang.

2. Untuk mengetahui bagaimana tanggung jawab Notaris dalam pembuatan

Cover Note sebagai dasar pencairan kredit di Kota Padang.

3. Untuk mengetahui bagaimana akibat hukum Cover Note yang dibuat oleh

Notaris terhadap pemasangan hak tanggungan di Kota Padang.

D. Manfaat Penelitian

Ada beberapa hal yang menjadi manfaat dalam penelitian ini, yaitu :

1. Manfaat Teoritis

a. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya pada bidang Hukum Perdata dalam ini

dalam lingkup Kenotariatan mengenai tanggung jawab Notaris dalam

pembuatan Cover Note sebagai dasar pencairan kredit.

b. Menerapkan ilmu teoritis yang didapatkan di bangku perkuliahan dan

menghubungkannya dengan kenyataan yang ada pada masyarakat. Selain

itu hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai pedoman dan

memberikan pemahaman dalam dunia kenotariatan maupun sistem

pekreditan oleh bank.

16
2. Manfaat Praktis

a. Diharapakan agar hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan

bahan informasi serta dapat menambah wawasan cakrawala berpikir bagi

penulis secara pribadi dan pihak-pihak yang berkepentingan.

b. Diharapkan agar hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan

dipergunakan oleh pemerintah, mahasiswa, dan masyarakat luas agar

apabila setiap kegiatan perkreditan oleh bank yang berkaitan dengan

Notaris dengan dikeluarkannya suatu surat yaitu Cover Note berjalan

dengan lancar sesuai dengan peraturan yang berlaku.

E. Keaslian Penelitian

Dalam penelitian ini yang akan dibahas ialah mengenai bagaimana tanggung

jawab Notaris dalam membuatkan Cover Note sebagai dasar pencairan kredit serta

prakteknya di Kota Padang. Sehingga penelitian ini merupakan satu-satunya karya

asli dan pemikiran yang objektif dan jujur, dari keseluruhan proses penulisan

sampai pada hasil penulisan yang merupkana upaya mengkaji kebenaran ilmiah

yang dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun penelitian yang hampir berkaitan dengan tanggung jawab Notaris

dalam membuatkan Cover Note sebagai dasar pencairan kredit yang pernah

dilaukan peneliti-peneliti terdahulu yaitu:

1. Tesis dari Zulahimi22

22
Zulhaimi, Kedudukan Hukum Cover Note Notaris dalam Perjanjian Kredit Dengan
Jaminan Hak Tanggungan, Tesis Program Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas
Andalas, Padang, 2015.

17
Judul penelitian dari Zulahaimi adalah “Kedudukan Hukum Cover Note

Notaris dalam Perjanjian Kredit Dengan Jaminan Hak Tanggungan”,

dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1) Apa yang melatar belakangi notaris membuat cover note dalam

perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan?

2) Bagaimana kedudukan hukum cover note dalam perjanjian kredit

dengan jaminan hak tanggungan?

3) Bagaimana tanggung jawab notaris sehubungan dengan pembuatan

cover note dalam perjanjian kredit dengan jaminan hak tanggungan

jika debitur melakukan wanprestasi?

Kesamaan tesis dari Zuhaimi dengan tesisi ini ialah dalam membahas

pembuatan Cover Note oleh Notaris yang dimintakan

pertanggungjawabannya oleh Notaris yang bersangkutan. Sedangkan

perbedaannya, tesis dari Zuhaimi membahas Notaris yang bersangkutan

tidak memenuhi kewajibannya untuk menyerahkan semua aktanya yang

sedang dilakukan proses pengurusan karena ada perbuatan melawan

hukum.

2. Tesis dari Atika Dewi Utami23

Judul penelitian dari Atika Dewi Utami adalah “Kedudukan Cover Note

Sebagai Persyaratan Pencairan Kredit Perbankan”, dengan rumusan

masalah sebagai berikut:

23
Atika Dewi Utami, Kedudukan Cover Note Sebagai Persyaratan Pencairan Kredit
Perbankan

18
1) Bagaimanakah kedudukan hukum cover note dalam hal Notaris

menjalankan tugas dan jabatannya sebagai Notaris/PPAT?

2) Bagaimanakah pertanggungjawaban Notaris jika terjadi

permasalahan terkait dengan pencairan kredit atas dasar cover note

yang dikeluarkannya?

Kesamaan tesis dari Atika Dewi Utami dengan tesis ini ialah dalam

membahas tanggung jawab Notaris dalam pembuatan Cover Note.

Sedangkan perbedannya terdapat pada studi kasus yang diteliti Penulis

mengenai adanya kasus terkait dalam Cover Note oleh Notaris yang

bersangkutan.

3. Tesis dari Vila Novita Syah Putri24

Judul penelitian dari Vila Novita Syah Putri adalah “Pembuatan Cover

Note Oleh Notaris Dalam Pencairan Kredit Pada Bank Tabungan

Negara Cabang Pekanbaru”, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

1) Bagaimana pengaturan hukum terhadap cover note yang dibuat

oleh notaris dalam pencairan kredit pada Bank Tabungan Negara

Cabang Pekanbaru?

2) Bagaimana pembuatan cover note oleh notaris dalam pencairan

kredit pada Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru?

3) Bagaimana tanggung jawab notaris terhadap cover note yang

dibuatnya dalam pencairan kredit pada Bank Tabungan Negara

Cabang Pekanbaru?

24
Vila Novita Syah Putri, Pembuatan Cover Note Oleh Notaris Dalam Pencairan Kredit
Pada Bank Tabungan Negara Cabang Pekanbaru, Padang, 2018.

19
Kesamaan tesis Vila Novita Syah Putri dengan tesis Penulis ialah

membahas pembuatan Cover Note oleh Notaris dalam Pencairan Kredit.

Sedangkan perbedannya ialah akibat hukum yang timbul terkait

permasalahan terkait Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris.

F. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Dalam menentukan suatu teori hukum, tidaklah mudah. Teori hukum

bukanlah filsafat hukum dan bukan pula ilmu hukum dogmatik atau

dogmatik hukum.25 Menurut Muchyar Yahya, teori hukum adalah cabang

ilmu hukum yang mempelajari berbagai aspek teoritis maupun praktis dari

hukum positif tertentu secara tersendiri dan dalam keseluruhannya secara

interdisipliner. Manfaat teoritis dari teori dalam ilmu hukum yakni sebagai

alat untuk menganalisis dan mengkaji penelitian-penelitian hukum yang

akan dikembangkan oleh para ahli hukum.

Kerangka teori dapat diartikan sebagai kerangka pemikiran atau butir-

butir pendapat, teori tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan yang

menjadi perbandingan, pegangan yang mungkin disetujui atau tidak

disetujui yang merupakan masukan berfiat eksternal dalam penelitian ini.26

Dalam penelitian hukum ini, menggunakan beberapa landasan teori hukum,

yaitu di antaranya adalah :

25
Sudikno Mertokusumo, Teori Hukum, (Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka, 2012),
hlm.86.
26
M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, (Bandung : CV. Mandar Maju, 1994),
hlm.80.

20
a. Teori Tanggung Jawab Hukum (Legal Ablity)

Tanggung jawab dalam kamus hukum dapat diistilahkan sebagai

liability dan responsibility, istilah liability menunjuk pada

pertanggungjawaban hukum yaitu tanggung gugat akibat kesalahan

yang dilakukan oleh subjek hukum, sedangkan istilah responsibility

menunjuk pada pertanggungjawaban politik.27 Teori ini telah

dikembangkan oleh Hans Kelsen, Wright, Maurice Finkelstein, dan

Ahmad Sudiro. Hans Kelsen mengemukakan sebuah teori yang

menganaslisis tentang tanggung jawab hukum, yang ia sebut dengan

teori tradisional. Di dalam teori tradisional, tanggung jawab dibedakan

menjadi dua macam, yaitu :28

1) Tanggung jawab yang didasarkan kesalahan;

2) Tanggung jawab mutlak.

Menurut Abdulkadir Muhammad teori tanggung jawab dalam

perbuatan melanggar hukum (tort liability) dibagi menjadi beberapa

teori, yaitu:29

1) Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan dengan sengaja (intertional tort liability), tergugat

harus sudah melakukan perbuatan sedemikian rupa sehingga

27
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2006),
hlm. 337.
28
Salim dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis
dan Disertasi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2013), hlm.211.
29
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
2010), hlm.503.

21
merugikan penggugat atau mengetahui bahwa apa yang dilakukan

tergugat akan mengakibatkan kerugian.

2) Tanggung jawab akibat perbuatan melanggar hukum yang

dilakukan karena kelalaian (neligence tort liability), didasarkan

pada konsep kesalahan (concept of fault) yang berkaitan dengan

moral dan hukum yang sudah bercampur baur (interminglend).

3) Tanggung jawab mutlak akibat perbuatan melanggar hukum tanpa

mempersoalkan permasalahan (stirck liability), didasarkan pada

perbuatannya baik secara sengaja maupun tidak sengaja, artinya

meskipun bukan kesalahannya tetap bertanggung jawab atas

kerugian yang timbul akibat perbuatannya.

Dengan kaitannya dengan penulisan ini, bagaimana tanggung

jawab seorang notaris terhadap permasalahan yang timbul akibat

pembuatan Cover Note yang dikeluarkannya terhadap proses

pencairan kredit oleh bank, maka Notaris harus bertanggung jawab

atas pekerjaan yang merupakan kewajibannya.

b. Teori Kepastian Hukum

22
Kepastian hukum adalah pernyataan yang bisa dijawab secara

dengan normatif bukan sosiologi.30 Kepastian hukum menekankan

agar hukum atau peraturan dalam suatu negara dapat ditegakkan

sebagaimana yang diinginkan oleh bunyi hukum/peraturannya. Setiap

orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi

peristiwa yang konkret. Dan masyarakat dapat memahami serta taat

pada peraturan hukum yang telah ditetapkan dalam suatu negara.

Kepastian hukum mengandung dua makna menurut Utrecht,

Pertama adanya atyran bersifat umum untuk mengetahui perbuatan

yang tidak boleh atau boleh dilakukan oleh masyarakat atau individu

itu sendiri, dan yang Kedua yakni melindungi individu atau

masyarakat dari tindakan pemerintah yang menyalahgunakan

kewenangannya, dengan adanya aturan yang bersifat umum itu

masyarakat atau individu dapat mengetahui apa yang boleh dilakukan

atau dibebankan leh Negara terhadap masyarakat atau induvidu itu

sendiri sehingga pemerintah tidak bisa semena-mena terhadap

masyarakat atau individu itu.31

Notaris sebagai pejabat umum yang menjalankan profesi dalam

memberikan jasa hukum kepada masyarakat, perlu mendapatkan

perlindungan dan jaminan demi tercapainya kepastian hukum.Teori

kepastian hukum digunakan dalam karya ilmiah ini berkaitan dengan

30
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari : Memahami dan Memahami Hukum,
(Yogyakarta: Laksbang Pressindo, 2010), hlm.59.
31
Rinduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,
1999), hlm.23.

23
segala peraturan yang terkait dengan kewenangan seorang Notaris

dalam membuat Cover Note dan pertanggungjawabannya atas Cover

Note peralihan hak atas tanah tersebut .

c. Teori Hierarki Norma Hukum

Teori ini merupakan teori yang menjelaskan bahwa diantara

norma-norma hukum yang berlaku terdapat jenjang diantara norma-

norma tersebut. Teori ini mengenai sistem hukum yang diperkenalkan

oleh Hans Kelsen disebut juga dengan stufenbau tehorie yang

menyatakan bahwa sistem hukum merupakan sistem anak tangga

dengan kaidah berjenjang. Norma hukum itu berjenjang-jenjang dalam

suatu susunan hierarkis, dimana norma yang dibawah berdasar pada

norma yang lebih tinggi sampai akhirnya berhenti pada suatu norma

yang tertinggi disebut norma dasar (gundernorm).32

Teori ini diilhami oleh Adolf Merkl dengan menggunakan teori

das doppelte rech stanilitz, yaitu norma hukum memiliki dua wajah,

yang mana pengertiannya ialah Norma hukum itu ke atas ia bersumber

dan berdasar pada norma yang ada di atasnya, dan norma hukum ke

bawah, ia juga menjadi dasar dan menjadi sumber bagi norma yang di

bawahnya. Adolf Merkl menjelaskan bahwa dalam hal tata

susunan/hierarki sistem norma, norma yang tertinggi (norma dasar) itu

menjadi tempat bergantungnya norma-norma du bawahnya. Apabila

32
Maria Farida Indrati Soerapto, Ilmu Perundang-undangan Dasar-dasar dan
Pembentukannya, (Yogyakarta: Kanisius, 1998), hlm.8.

24
norma dasar itu berubah, sistem norma yang berasa di bawahnya akan

menjadi rusak.33

Dalam kaitannya dengan penulisan ini, Tanggung Jawab Notaris

Dalam Pembuatan Cover Note Sebagai Dasar Pencairan Kredit Serta

Prakteknya di Kota Padang, di mana norma hukum yang mengatur

khusus mengenai Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris tersebut.

Tetapi hingga saat ini, belum ada norma atau peraturan khusus yang

mengatur mengenai Cover Note tersebut harus dibuatkan oleh Notaris.

2. Kerangka Konseptual

Sutau kerangka konsepsionil, merupakan kerangka yang

menggambarkkan hubungan antara konsep-konsep khusus yang ingin atau

akan diteliti.34 Kerangka konseptual merupakan suatu bentuk kerangka

berpikir yang dapat digunakan sebagai pendekatan dalam memecahkan

masalah. Dalam penulisan karya ilmiah ini, saya sebagai penulis ingin

menuliskan suatu konsep mengenai Tanggung Jawab Notaris dalam

Pembuatan Cover Note sebagai Dasar Pencairan Kredit Serta Prakteknya di

Kota Padang.

1) Tanggung Jawab Notaris

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau disebut juga dengan

KBBI, tanggung jawab merupakan keadaan untuk wajib menanggung

segala sesuatunya. Dalam Pasal 1365 KUH Perdata disebutkan bahwa

33
Maria Farida Indrati Soerapto, Ilmu Perundang-undangan, (Yogyakarta: Kanisius,
2007), hlm.42.
34
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Depok: UI-PRESS, 2007), hlm.
132.

25
tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada

seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan

kerugian itu, mengganti kerugian tersebut. Dan dalam Pasal 1366 KUH

Perdata bahwa setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk

kerugian yang disebabkan perbuatannya, tetapi juga untuk kerugian

yang disebabkan kelalaian atau kurang hati-hatinya. Notaris adalah

pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta yang pekerjaannya

diatur dalam UUJN. Dalam melakukan pekerjaannya, Notaris memiliki

kewajiban yang harus dijalankan yang disertai dengan tanggung jawab.

Tanggung jawab seorang Notaris merupakan tanggung jawab hanya

dalam hal menjalankan pekerjaannya.

2) Cover Note

Banyaknya peristiwa hukum yang terjadi di tengah masyarakat

yang mana akan menimbulkan sebab akibat maupun segala

pertanggungjawaban dari seluruh pihak terkait, yang mana salah

satunya adalah pengambilan utang/kredit oleh debitur kepada kreditur

yakni bank. Dimana dalam hal ini bank menggunakan jasa

Notaris/PPAT untuk membuatkan segala surat dan akta-akta terkait

dengan perkreditan tersebut. Surat yang dikeluarkan oleh Notaris/PPAT

tersebut salah satunya adalah Cover Note. Cover Note dikeluarkan oleh

Notaris yang mana merupakan surat yang berisikan keterangan-

keterangan mengenai proses jalannya administrasi sertipikat jaminan

26
kredit. Proses pencairan kredit oleh bank akan berlanjut apabila adanya

Cover Note yang dikeluarkan dan ditanda tangani oleh notaris.

3) Pencairan Kredit

Pencairan Kredit termasuk dalam ranah lingkungan perbankan.

Mengenai perbankan, diatur dengan peraturan khusus yaitu UU

Perbankan. Secara sederhana hukum perbankan (banking law) adalah

hukum yang mengatur segala sesuatu yang menyangkut tentang bank,

baik kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam

melaksanakan usaha bank.35 Salah satu fungsi perbankan ialah sebagai

penyalur dana masyarakat dengan cara memberikan kredit, sehingga

melahirkan hubungan hukum antara bank (kreditur) dan nasabah

peminjam dana (debitur). Pemberian kredit adalah salah satu kegiatan

usaha yang sah bagi Bank Umum dan Bank Pekreditan Rakyat. 36 Kedua

jenis bank tersebut merupakan badan usaha penyalur dana kepada

masyarakat dalam bentuk pemberian kredit di samping lembaga

keuangan. Pengertian formal mengenai kredit perbankan di Indonesia

terdapat dalam ketentuan Pasl 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan

Indonesia 1992/1998 yang menetapkan:

“Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat


dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihkan peminjam untuk melunasi utangnya
setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

35
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, (Jakarta: Sinar Grafika,
2016), hlm.1.
36
M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), hlm.75.

27
Kredit dalam kegiatan perbankan merupakan kegiatan usaha yang

paling utama karena pendapatan terbesar dari usaha bank berasal dari

pendapatan kegiatan usaha kredit, yaitu berupa bunga dan provisi.

Tujuan pemberian kredit tidak semata-mata untuk mencari keuntungan,

tetapi disesuaikan dengan tujuan negara, yaitu untuk mencapai

masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pencairan kredit

adalah proses pencairan dana oleh kreditur kepada debitur.

G. Metode Penelitian

Penelitian merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk

memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan. Penelitian

memegang peranan penting dalam membantu dalam memcahkan suatu

permasalahan. Penelitian dalam ilmu hukum tidak lagi berupa perenungan atau

pengkhayalan dengan sekuat-kuatnya dan sedalam-dalamnya akal, akan tetapi

dengan melihat ke sekeliling alam nyata dimana telah tersedia bahan-bahan

hukum positif untuk dipelajari. Pada dasarnya penelitian merupakan “suatu upaya

pencarian” terhadap sesuatu obyek dengan sangat teliti.37

a. Pendekatan dan Sifat Penelitian

1) Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini, metode pendekatan masalah yang akan digunakan

berdasarkan perumusan dan judul di atas adalah pendekatan masalah

dengan metode yuridis empiris. Penelitian yuridis empiris yang dengan

37
E.Saefullah Wiradipradja, Penuntun Praktis Metode Penelitian dan Penulisan Kaya
Ilmiah Hukum, Cetakan Ke 2, (Bandung : CV Keni Media, 2015), hlm.4.

28
dimaksudkan kata lain yang merupakan jenis penelitian hukum

sosiologis dan dapat disebutkan dengan penelitian secara lapangan,

yang mengkaji ketentuan hukum yang berlaku serta telah terjadi di

dalam kehidupan masyarakat.38 Pada penelitian hukum sosiologis atau

empiris, maka yang diteliti pada awalnya adalah data sekunder, untuk

dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan, atau

terhadap masyarakat.39 Penelitian hukum sosiologis atau empiris

mencakup:40

(1) Penelitian terhadap identifikasi hukum (tidak tertulis);

(2) Penelitian terhadap efektivitas hukum.

2) Sifat Penelitian

Penelitian hukum terdapat penulisan karya ilmiah ini menggunakan

metode yuridis-empiris, maka sifat dari penelitian hukum ini bersifat

deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang memberikan data tentang suatu

keadaan atau gejala-gejala sosial yang berkembang di tengah-tengah

masyarakat sehingga dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat

memperoleh gambaran yang menyeluruh, lengkap dan sistematis

tentang objek yang akan diteliti. Yaitu mengenai tanggung jawab

Notaris dalam pembuatan Cover Note sebagai dasar pencairan kredit

serta prakteknya di Kota Padang.

b. Teknik Pengumpulan Data

38
Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika, 2002),
hlm.15.
39
Soerjono Soekanto, Op.Cit, hlm.53.
40
Ibid, hlm. 51.

29
Ada beberapa teknik dalam pengumpulan data dalam suatu penelitian

karya ilmiah, yaitu:

1. Bahan Kepustakaan

Setiap penelitian hukum pada dasarnya menggunakan studi dokumen

atau bahan pustaka, yang mana merupakan alat untuk mengumpulkan

data sekunder. Informasi ini dapat diperoleh dari buku-buku ilmiah,

laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis dan disertasi,

peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan, buku tahunan, ensiklopedia,

dan sumber-sumber tertulis baik tercetak maupun elektronik lain

berkaitan dengan masalah yang diteliti serta peraturan-peraturan yang

sesuai dengan materi dan objek penulisan.

2. Pengamatan atau Observasi

3. Sebuah studi dokumen pun dilakukan dengan analisa konten yakni

untuk mendapatkan data yang menyeluruh dari perilaku manusia atau

sekelompok manusia, sebagaimana terjadi di dalam kenyataannya. Hal

ini memungkinkan peneliti untuk memahami perilaku yang diamati

dalam prosesnya. Peneliti dalam menggunakan cara pengamatan atau

observasi ini secara langsung akan dapat memperoleh data yang

dikehendakinya, mengenai perilaku hukum pada saat itu juga.

4. Wawancara atau Interview

Wawancara dalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara

pewawancara dengan pihak-pihak berkompeten dengan bidang yang

30
berkaitan dengan judul dengan menggunakan alat yang dinamakan

panduan wawancara (interview guide) serta membuat daftar pertanyaan.

c. Alat Pengumpulan Bahan Hukum

Menurut Soerjono Soekanto, di dalam penelitian hukum karya ilmiah,

dikenal ada tiga jenis alat pengumpulan data, yaitu studi dokumen atau

bahan pustaka, pengamatan atau observasi, dan wawancara atau interview.

Dalam penelitian ini menggunakan alat pengumpulan studi dokumen atau

bahan pustaka. Bahan pustaka yang digunakan ialah buku-buku mengenai

peraturan jabatan notaris, mengenai perbankan, serta peralihan hak atas

tanah secara keseluruhan seperti yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Serta

peraturan-peraturan lainnya yang terkait dengan penelitian ini. Setiap jenis

alat pengumpulan data memiliki kelebihan dan juga kekurangan. Alat

pengumpulan data ini menjadi suatu hal yang sangat menentukan dalam

suatu penelitian karya ilmiah.

d. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Pengolahan data pada penelitian hukum dengan pendekatan hukum

empiris atau yuridis-empiris yang mana penelitian ini berdasarkan pada

data-data baik dari dokumen maupun observasi dan juga wawancara dengan

pihak-pihak terkait. Termasuk beberapa peraturan mengenai jabatan notaris

khususnya tanggung jawab notaris dan tentang peralihan hak atas tanah,

buku-buku mengenai jabatan notaris dan peralihan hak atas tanah, hasil-

hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya. Juga

31
termasuk dengan bahan-bahan hukum seperti bahan hukum primer, bahan

hukum sekunder, dan juga bahan hukum tersier.

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini yaitu analisis kualitatif

atau bukan dalam bentuk angka. Dalam analisis kualitatif, data/bahan yang

telah terkumpul dipisah-pisah menurut kategori masing-masing yang

selanjutnya dilakukan interpretasi (ditafsirkan) sebagai usaha mencari

jawaban terhadap masalah penelitian.41

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

41
E.Saefullah Wiradipradja, Op.Cit, hlm.19.

32
A. Tinjauan tentang Notaris

1. Pengertian Notaris

Dalam bahasa Inggris, notaris disebut dengan notary. Di dalam

Staatsbalad 1860 Nomor 3 tentang Peraturan Jabatan Notaris di Indonesia

(Reglement op het Notaris-ambt in Indonesie) telah dirumuskan pengertian

notaris, Pasal 1 berbunyi :

“Para notaris adalah pejabat-pejabat umum, khususnya berwenang


untuk membuat akta-akta otentik mengenai semua perbuatan,
persetujuan dan ketetapan-ketetapan, yang untuk itu diperintahkan oleh
suatu undang-undang umum atau yang dikehendaki oleh orang-orang
yang berkepentingan, yang akan terbukti dengan tulisan otentik,
menjamin hari dan tanggalnya, menyimpan akta-akta dan mengeluarkan
grosse-grosse, salinan-salinan dan kutipan-kutipannya, semuanya itu
sejauh pembuatan akta-akta tersebut oleh suatu undang-undang umum
tidak juga ditugaskan atau diserahkan kepada pejabat-pejabat atau
orang-orang lain”.

Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) Nomor 2 Tahun 2014,

menyebutkan dalam Pasal 1 angka 1 pengertian notaris adalah Pejabat umum

yang berwenang membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkah undang-

undang lainnya. Dalam hukum Inggris, notaris dikonstruksikan sebagai

Pejabat Publik, yang:42

a) Yang dilantik menurut hukum,

b) Kewenangannya untuk melayani masyarakat, yang berkaitan dengan:

1) Tanah,

2) Akta,

3) Pembuatan surat kuasa, dan

42
Salim HS, Op.Cit, hlm.15.

33
4) Usaha bisnis asing dan internasional.

Peran notaris adalah memberikan jaminan kepastian, ketertiban, dan

perlindungan hukum bagi masyarakat yang melakukan perbuatan hukum

dalam lapangan hukum perdata melalui akta otentik yang dibuat oleh atau di

hadapan notaris. Peran notaris ini ditegaskan dalam UUJN pada bagian

Menimbang huruf b yang berbunyi: “bahwa untuk menjamin kepastian,

ketertiban, dan perlindungan hukum, dibutuhkan alat bukti tertulis yang

bersifat otentik mengenai perbuatan, perjanjian, penetapan dan peristiwa

hukum yang dibuat di hadapan atau oleh pejabat yang berwenang”.43

Seorang notaris diangkat oleh Menteri Hukum dan HAM untuk melayani

kebutuhan hukum masyarakat. Pengangkatan notaris, di dalam bahasa Inggris

disebut dengan appointment of a notary, sedangkan dalam bahasa Belanda

disebut dengan benoming van notarissen merupakan proses atau perbuatan

mengangkat.44 Pada dasarnya, tidak semua orang dapat diangkat menjadi

nitaris, namun yang dapat diangkat menjadi notaris adalah warga negara atau

orang-orang yang memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dalam

peraturan perundang-undangan.45 Berikut syarat untuk dapat diangkat menjadi

notaris sebagaimana dituliskan dalam Pasal 3 UUJN:

a. Warga Negara Indonesia;


b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;
d. Sehat jasmani dan rohani yang dinyatakan dengan surat keterangan
sehat dari dokter dan psikiater;
e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;

43
Bachrudin, Gunarto, dan Eko Soponyo, Op.Cit, hlm.1.3
44
Salim HS, Op.Cit, hlm.58.
45
Ibid, hlm.60.

34
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai
karyawan notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat)
bulan berturut-turut pada kantor notaris atas prakarsa sendiri atau
atas rekomendasi Organisasi Notaris setelah lulus srata dua
kenotariatan;
g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat,
atau tidak sedang memangku jabatan lain yang oleh undang-undang
dilarang untuk dirangkap dengan jabatan notaris; dan
h. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena
melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5
(lima) tahun atau lebih.

Notaris dikonstruksikan sebagai pejabat-pejabat umum. Pejabat umum

merupakan orang yang melakukan pekerjaan atau tugas untuk melayani

kepentingan masyarakat secara keseluruhan. Ditinjau dari sistem hukumnya,

notaris dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:46

1. Notaris Civil Law, yaitu lembaga notaris berasal dari Italia Utara dan

juga dianut oleh Indonesia. Ciri-cirinya yaitu:

1) Diangkat oleh penguasa yang berwenang,

2) Tujuan melayani kepentingan masyarakat umum, dan

3) Mendapatkan honorarium dari masyarakat umum.

2. Notaris Common Law, yaitu notaris yang ada di negara Inggris dan

Skandinavia, ciri-cirinya ialah:

1) Akta tidak dalam bentuk tertentu,

2) Tidak diangkat oleh pejabat penguasa.

Sementara itu, di dalam UUJN, notaris dapat dibagi menjadi tiga macam,

yaitu meliputi:

1) Notaris,

46
Ibid, hlm.21.

35
2) Pejabat Sementara Notaris, dan

3) Notaris Pengganti.

2. Sejarah Notaris

Sejarah dari notariat Latin yang dikenal sekarang dimulai pada abad ke 11-

12 di pusat perdagangan Italia Utara dengan ciri-ciri bahwa notaris diangkat

oleh negara, melayani masyarakat, serta menerima honorarium untuk

pekerjaannya. Figur atau bentu yang mendua, yakni bertugas sebagai pejabat

negara sekaligus menjalankan pekerjaan (beroep). Penyebaran notariat, baik

dari Bologna maupun Padua ke negara Eropa lainnya dimana masing-masing

negara mengambil alih lembaga notariar dengan disesuaikan pada lembaga

hukum negaranya masing-masing, tetapi pada dasarnya tetap pada struktur

notariat Latin.

Lodewijk de Heilige (Louis yang saleh) dari Perancis (kurang lebih 1270

atau 1269) adalah orang yang pertama kali memberikan kedudukan tersendiri

bagi Notaris yang dipisahkan dari pengadilan dan para hakim. Kepada akta

notaris diberikan kekuatan otentik serta mempunyai kekuatan eksekusi

penyimpanan minuta. Dua abad berikutnya Perancis mengalami kemerosotan

moral dan mutu seperti di Itali. Kehancuran dunia notariat terjadi pada akhir

abad ke-14 hingga abad ke-15 di Italia, tetapi melanda juga negara Eropa

lainnya karena adanya pengangkatan notarus yang berlebihan, yakni adanya

jual beli jabatan Notaris yang dilakukan oleh pejabat yang mengangkat

notaris.

36
Pada abad 16 dunia notariat di daratan Eropa mulai “sehat” kembali. Di

Nederland, yang merupakan cikal bakal notariat di Indonesia, dimulai akhir

abad ke-13 di Utrecht. Uskuplah yang melakukan jabatan notaris karena

waktu itu hanya gereja yang mempunyai organisasi yang mapan. Pada waktu

itu para notaris adalah rohaniawan, entah diangkat oleh gereja entah oleh

negara. Pada Abad Pertengahan juga mengalami kemerosotan moral dan

mutu notaris serta notaris pada waktu itu dihubungkan dengan kebodohan,

keteledoran, dan korupsi.

Masyarakat tidak membedakan lagi apakah suatu akta dibuat oleh seorang

notaris, procureur (pengacara), hakim, atau guru. Pada kira-kira abad ke-18

pemerintah mengambil kebijakan bahwa untuk sementara waktu tidak

mengangkat notaris baru dan membatasi dengan ketat pengangkatan notaris.

Keadaan kemudian berubah dan terbukti bahwa setelah para notaris bekerja

keras serta bersikpa luhur, notaris memperoleh imagonya kembali. Dengan

demikian, notaris yang asal mulanya hanya bertgas sebagai “penjaga pintu

air” (sluiswachter) atau “pengurus penguburan (lijkbezorger)” terangkat

martabatnya menjadi pejabat umum yang disejajarkan dengan kalangan

intelektual.47

3. Kewenangan Notaris

Kewenangan notaris, yang dalam bahasa Inggris disebut dengan notary

authority, sedangkan dalam bahasa Belanda disebut dengan de notaris


47
Herlien Budiono, Op.Cit. hlm.144-145.

37
autoriteit merupakan kekuasaan yang diberikan undang-undang kepada

notaris untuk membuat akta autentik dan kekuasaan lainnya. 48 Kekuasaan

diaritkan sebagai kemampuan dari notaris untuk melaksanakan jabatannya.

Kewenangan notaris dibagi menjadi dua macam, yaitu:

1) Kewenangan membuat akta autentik, dan

2) Kewenangan lainnya.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris yang mana disebut

juga dengan UUJN mengatur tentang kewenangan seorang notaris dalam

Pasal 15, yakni:

(1) Notaris berwenang membuat akta autentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan penetapan yanh diharuskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan akta, menyimpan akta,
memberikan grosse, salinan dan kutipan akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang.
(2) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), notaris
berwenang pula:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal
surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam
buku khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan
yang memuat uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan
dalam surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat
aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan
akta;
f. Membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan; atau
g. Membuat akta risalah lelang.

48
Salim HS, Op.Cit, hlm.7.

38
(3) Selain kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2), notaris mempunyai kewenangan lain yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan.

4. Kewajiban Notaris

Di dalam menjalankan jabatannya, notaris hendaklah melaksakannya

dengan sikap yang tertinggi dan tidak dapat dipengaruhi oleh siapa pun.

Notaris hanya memberikan keterangan atau pendapat yang dapat dibuktikan

kebenarannya seputar keadaan hukum apa yang dihadapkan kepadanya.

Disebutkan pada Pasal 16 UUJN, dalam menjalankan jabatannya, notaris

wajib:

a. Bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan


menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum;
b. Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai
bagian dari protokol notaris;
c. Melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada
minuta akta;
d. Mengeluarkan grosse akta, salinan akta, atau kutipan akta
berdasarkan minuta akta;
e. Memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan dalam undang-
undang ini, kecuali adala alasan untuk menolaknya;
f. Merahasiakan segala sesuatu mengenai akta yang dibuatnya dan
segala keterangan yang diperoleh guna pembuatan akta sesuai
dengan sumpah/janji jabatan, kecuali undang-undang menentukan
lain;
g. Menjilid akta yang dibuatnya dalam 1 (satu) bulan menjadi buku
yang tidak lebih dari 50 (lima puluh) akta, dan jika jumlah akta tidak
dapat dimuat dalam satu buku, akta tersebut dapat dijilid menjadi
lebih dari satu buku, dan mencatat jumlah minuta akta, bulan, dan
tahun pembuatannya pada sampul setiap buku;
h. Membuat daftar dari akta protes terhadap tidak dibayar atau tidak
diterimanya surat berharga.
i. Membuat daftar akta yang berkenaan dengan wasiat menurut urutan
waktu pembuatan akta setiap bulan;
j. Mengirimkan daftar akta sebagaimana dimaksud dalam huruf i atau
daftar nilai yang berkenaan dengan wasiat ke pusat daftar wasiat
pada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang hukum dalam waktu 5 (lima) hari pada minggu pertama
setiap bulan berikutnya;

39
k. Mencatat dalam reportorium tanggal pengiriman daftar wasiat pada
setiap akhir bulan;
l. Mempunyai cap atau stempel yang memuat lambang negara
Republik Indonesia dan pada ruang yang melingkarinya dituliskan
nama, jabatan, dan tempat kedudukan yang bersangkutan;
m. Membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling
sedikit 2 (dua) orang saksi, atau 4 (empat) orang saksi khusus untuk
pembuatan akta wasiat di bawah tangan, dan ditanda tangani pada
saat itu juga oleh penghadap, saksi, dan notaris; dan
n. Menerima magang calon notaris.

5. Pengawasan Notaris

Pengawasan diartikan sebagai (1) penilikan dan penjagaan, (2) penilikan dan

pengarahan.49 Di dalam Keputusan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia telah

disajikan pengertian pengawasan. Pengawasan adalah:

“Pemberian pembinaan dan pengawasan baik secara preventif


maupun kuratif kepada notaris dalam menjalankan profesinya
sebagai pejabat umum sehingga notaris senantiasa harus
meningkatkan profesionalisme dan kualitas kerjanya, sehingga
dapat memberikan jaminan kepastian dan perlindungan hukum bagi
penerima jasa notaris dan masyarakat luas.50

P.Nicolai menyajikan pengertian pengawasan. Pengawasan merupakan

langkah preventif untuk memaksakan kepatuhan.51 Sementara itu, Lord Acton

mengemukakan bahwa pengawasan merupakan:

“Tindakan yang bertujuan untuk mengendalikan sebuah kekuasaan


yang dipegang oleh pejabat administrasi negara (pemerintah) yang
cenderung disalahgunakan, tujuannya untuk membatasi pejabat
administrasi negara agar tidak menggunakan kekuasaan di luar
batas kewajaran yang bertentangan dengan ciri negara hukum,
untuk melindungi masyarakat dari tindakan diskresi pejabat
administrasi negara adan melindungi pejabat administrasi negara

49
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1989), hlm.58.
50
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Loc.Cit.
51
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), hlm.311.

40
agar menjalankan kekuasaan dengan baik dan benar menurut
hukum atau tidak melanggar hukum”.52

Lembaga yang berwenang mengawasi notaris telah ditentukan dalam Pasal

67 ayat (1) UUJN. Di dalam ketentuan ini disebutkan bahwa pengawasan atas

notaris dilakukan oleh Menteri Hukum dan HAM, dan juga dibentuk Majelis

Pengawas Notaris. Dalam Pasal 1 angka 6 UUJN dijelaskan bahwa, Majelis

Pengawas adalah suatu badan yang mempunyai kewenangan dan kewajiban

untuk melaksanakan pembinaan dan pengawasan terhadap notaris. Majelis

Pengawas terdiri atas:

a) Majelis Pengawas Daerah

Majelis ini dibentuk di Kabupaten/Kota. Kewenangan dari Majelis

Pengawas daerah ini dicantumkan dalam Pasal 70 UUJN, meliputi:

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa adanya dugaan

pelanggaran Kode Etik Notaris atau pelanggaran pelaksanaan jabatan

notaris;

2. Melakukan pemeriksaan terhadap protok notaris secara berkala 1

(datu) kali dalam 1 (satu) tahun atau setiap waktu yang dianggap

perlu;

3. Memberi izin cuti untuk waktu sampai dengan 6 (enam) bulan;

4. Menetapkan notaris pengganti dengan memperhatikan usul notaris

yang bersangkutan;

52
Ibid, hlm.70.

41
5. Menentukan tempat penyimpanan protokol notaris yang pada saat

serah terima Protokol Notaris telah berumur 25 (dua puluh lima) tahun

atau lebih;

6. Menunjuk notaris yang akan bertindak sebagai pemegang sementara

protokol notaris yang diangkat sebagai pejabat negara;

7. Menerima laporan dari masyarakat mengenai dugaan adanya

pelanggarana kode etik notaris atau pelanggaran ketentuan dalam

undang-undang ini; dan

8. Membuat dan menyampaikan laporan atas pelaksanaan

kewenangannya.

b) Majelis Pengawas Wilayah

Kedudukan dan struktur Majelis Pengawas Wilayah telah ditentukan

dalam Pasal 72 UUJN yaitu di ibukota provinsi. Dan memiliki

kewenangan yang diatur dalam Pasal 73 ayat (1) UUJN, seperti berikut:

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil

keputusan atas laporan masyarakat yang dapat disampaikan melalui

Majelis Pengawas Daerah;

2. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan atas laporan

masyarakat;

3. Memberi izin cuti lebih dari 6 (enam) bulan sampai 1 (satu) tahun;

4. Memeriksa dan memutus atas keputusan Majelis Pengawas Daerah

yang menolak cuti yang diajukan oleh notaris terlapor;

5. Memberikan sanksi baik peringatan lisan maupun peringatan tertulis;

42
6. Mengusulkan pemberian sanksi terhadap notaris kepada Majelis

Pengawas Pusat berupa:

a. Pemberhentian sementara 3 (tiga) bulan sampai dengan 6 (enam)

bulan; atau

b. Pemberhentian dengan tidak hormat;

7. Membuat berita acara atas setiap keputusan penjatuhan sanksi, yang

tertuang dalam angka 5 dan angka 6.

Atas setiap keputusan yang diberikan oleh Majelis Pengawas Wilayah ini

kepada notaris, notaris yang bersangkutan dapat mengajukan banding

kepada Majelis Pengawas Pusat.

c) Majelis Pengawas Pusat

Majelis Pengawas yang berkedudukan di ibukota negara, sebagaimana

disebutkan dalam Pasal 76 UUJN. Dan memiliki kewenangan yang telah

ditentukan dalam Pasal 77 UUJN sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan sidang untuk memeriksa dan mengambil

keputusan dalam tibgkat banding terhadap penjatuhan sanksi dan

penolakan cuti;

2. Memanggil notaris terlapor untuk dilakukan pemeriksaan;

3. Menjatuhkan sanksi pemberhentian sementara; dan

4. Mengusulkan pemberian sanksi berupa pemberhentian dengan tidak

hormat kepada menteri.

6. Tanggung Jawab Notaris

43
Notaris sebagai pengemban jabatan kepercayaan memiliki keahlian yang

berkeilmuan dalam bidang kenotariatan sehingga mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat yang memerlukan pelayanan dalam bidang

kenotaritan. Secra pribadi notaris bertanggung jawab atas mutu pelayanan

jasa yang diberikannya. Sumpah/janji notaris dan Kode Etik Notaris

merupakan sumber norma jati diri notaris dan dari norma tersebut lahir

beberapa kunci bagaimana notaris seyogyanya bersikap dan berperilaku di

dalam menjalankan jabatannya.53 Berikut asas-asas Etika Profesi:

a. Asas kejujuran, keterbukaan, dan kewajaran.

b. Asas kehati-hatiam, keseksamaan, dan keyakinan yang masuk akal.

c. Asas menghindari perilaku yang tidak layak dan tidak beradab.

d. Asas mencegah praktik yang tidak sah, tidak layak, dan pantas.

e. Asas kepercayaan dan kofidensialitas.

f. Asas saling menghormati sesama rekan demi memelihara martabat dan

integritas jabatan notaris.

g. Asas tidak mencari popularitas.

Tanggung jawab yang dimiliki oleh notaris menganut prinsip tanggung

jawab berdasarkan kesalahan (based of fault of liabiliy), dalam pembuatan

akta otentik, notaris harus bertanggung jawab apabila atas akta yang

dibuatnya terdapat kesalahan atau pelanggaran yang disengaja oleh notaris. 54

Sebaliknya apalabila unsur kesalahan atau pelanggaran itu terjadi dari para

pihak penghadap, maka sepanjang notaris melaksanakan kewenangannya


53
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm.149.
54
Kunni Afifah, Tanggung Jawab dan Perlindungan Hukum Bagi Notaris secara
Perdata Terhadap Akta yang Dibuatnya, (Jurnal Lex Renaissance), Vol.2, No.1, 2017, hlm.153.

44
sesuai peraturan, notaris bersangkutan tidak dapat diminta

pertanggungjawabannya, karena notaris hanya mencatat apa yang

disampaikan oleh para pihak untuk dituangkan ke dalam akta. Keterangan

palsu yang disampaikan oleh para pihak adalah menjadi tanggung jawab para

pihak.55

Tanggung jawab notaris dalam kaitannya dengan profesi hukum di dalam

melaksanakan jabatannya tidak dapat dilepaskan dari keagungan hukum itu

sendiri, sehingga terhadapnya diharapkan bertindak untuk merefleksikannya

di dalam pelayanannya kepada masyarakat. Terdapat dua hal dalam

menjalankan profesi tersebut yang mana untuk menjunjung tinggi profesi

hukum yang mensyaratkan adanya integritas pribadi serta kebolehan profesi

dan itu dijabarkan sebagai berikut:

1) Kedalam, kemampuan untuk tanggap dan menjunjung tinggi kepentingan

umum yaitu memegang teguh standar profesional sebagai pengabdi

hukum yang baik dan tanggap, berperilaku individual, mampu

menunjukkan sifat dan perbuatan yang sesuai bagi seorang pengabdi

hukum yang baik,

2) Keluar, kemampuan untuk berlaku tanggap terhadap perkembangan

masyarakat dan lingkungannya, menjunjung tinggi kepentingan umum,

mamou mengakomodir, menyesuaikan serta mengembangkan norma

55
Andi Mamminanga, Kewenangan Majelis Pengawasan Notaris Daerah dalam
Pelaksanaan Tugas Jabatan Notaris berdasarkan UUJN, Tesis, (Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Gajah Mada, 2008), hlm.32.

45
hukum serta aplikasibta sesuai dengan tuntutan perkembangan

masyarakat dan teknologi. 56

B. Tinjauan tentang Cover Note

Dalam istilah kenotariatan arti dari Cover Note adalah surat keterangan, yakni

surat keterangan yang dikeluarkan oleh seorang Notaris/PPAT yang dipercaya dan

diandalkan atas tanda tangan, cap dan segelnya guna untuk menjamin terhadap

akta-akta yang dibuatnya.57 Menurut Muhaymiyah, Cover Note merupakan surat

keterangan atau sering diistilahkan sebagai catatan penutup yang dibuat oleh

Notaris.58 Pada dasarnya Cover Note merupakan surat yang menerangkan sesuatu

dalam keadaan hukum. Penandatanganan dokumen-dokumen kredit dan

penyerahan obyek agunan seperti sertifikat hak atas tanah debitur sebagai agunan

bank merupakan hal yang tidak terpisahkan dengan pencairan kredit Bank kepada

krediturnya.

Penyerahan Cover Note yang dibuatkan oleh notaris kepada pihak bank

diberikan setelah penandatanganan Akta Perjanjian Kredit antara debitur dan

kreditur. Debitur merupakan pihak yang berhutang kepada pihak lainnya.

Sementara krediur merupakan pihak yang menerima piutang dari pihak lainnya.

Cover Note merupakan suatu alat bukti sekaligus persyaratan oleh bank dalam

pencairan kredit dan juga sebagai alat memenuhi kelengkapan berkas yang belum

diperoleh pada pengajuan izin kepada suatu instansi.


56
www.mkn-unsri.blogspot.com, diakses pada tanggal 30 April tahun 2021, pada pukul
20.00 Waktu Indonesia Barat.
57
Syafran Sofyan, Majalah Berita Bulanan Notaris, PPAT, Pertanahan&Hukum,
RENVOI, Jembatan Informasi Rekan, (Jakarta: PT Jurnal Revcoi Mediatama, 2011), hlm.76.
58
Muhaymiyah Tan Kamelo, Loc.Cit.

46
Cover Note dalam praktiknya menerangkan tentang belum selesainya suatu

proses yang berkaitan dengan objek atau agunan kredit. Notaris/PPAT diberi

kewenangan untuk membuat akta Peralihan Hak Atas Tanah, Akta Pembebanan

Hak Tanggungan disebut juga dengan APHT, dan Akta Pemberian Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan disebut juga dengan SKMHT sebagaimana

dicantumkan dalam Pasal 1 ayat (4) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan.

Bagi pihak perbankan, Cover Note Notaris/PPAT memegang peranan penting

dan manfaat besar terkait dengan pemberian kredit, antara lain:59

Pertama, Cover Note Notaris/PPAT memberikan suatu kepastian dan

kevalidan kepada pihak bank bahwa dokumen legal pengikatan kredit dan

juga agunan bank telah diikat dengan sempurna oleh pejabat yang

berwenanga (dalam hal ini Notaris/PPAT), sehingga walau semua persyaratan

dokumen pengikatan kredit dan agunan masih dalam proses pengurusan oleh

Notaris/PPAT ke instansi terkait, namun dipastikan telah memenuhi semua

syarat dan ketentuan dalam pembuatan akta otentik. Di sini Notaris/PPAT

dalam isi Cover Note-nya memberikan pernyataan akan diselesaikan dan

diserahkan pengurusan akta/dokumen legalnya sesuai target waktu

sebagaimana tercantum dalam Cover Note Notaris/PPAT tersebut. Dalam hal

ini pihak bank juga meyakini semuanya telah berjalan sesuai prosedur dan

proses pengikatan kredit dan agunan telah dilaksanakan dengan baik dan

sempurna, sehingga pencairan kredit sudah bisa dilakukan karena telah


59
Rinda Shahriyani Shahrullan dan Welly Abusono Djufri, Tinjauan Yuridis Cover Note
Notaris/PPAT Terkait Pemasangan Hak Tanggungan Bank, Fakultas Hukum, Universitas
Internasional Batam, Vol.2, Nomor 2, 2017, hlm.156-157.

47
memenuhi asas prudential banking sebagaimana yang telah digariskan dalam

Pasal 2 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah

dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan karena

perjanjian kredit dan agunan bank telah diikat dengan baik dan sempurna oleh

pejabat yang berwenang yakni Notaris/PPAT.

Kedua, Cover Note sebagai suatu srat keterangan yang berisi pernyataan

dari Notaris/PPAT bahwa antara pihak bank dan debitur telah dilakukan suatu

perbuatan hukum, sehingga Cover Note ini sudah merupakan suatu alat bukti

sah yang menunjukkan telah terjadinya 2 (dua) peristiw perbuatan hukum

yakni: penandatanganan Akta Perjanjian Kredit dan Perjanjian Pemasangan

Hak Tanggungan antara pihak bank dan debitur, sedang antara pihak bank

berisikan pernyataan bahwa Notaris/PPAT akan melakukan pengurusan

dokumen otentik sesuai permintaan bank, jangka waktu pengurusan dan

penyelesaian oleh Notaris/PPAT dan bank sebagai pihak yang berhak

menerima akta otentik setelah seselsai proses pengurusan ke instansi terkait.

Dengan demikian Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris/PPAT

merupakan suau pernyataan tertulis yang mengikat Notaris/PPAT untuk

memenuhi dan menyelesaikan janjinya dalam proses pengurusan akta otentik.

Di sini Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris/PPAT berupa surat

keterangan, namun jika dilihat isinya secara aspek legalitas telah memenuhi

ketentuan Psasl 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya suatu

perjanjian/perikatan.

48
Ketiga, Cover Note Notaris/PPAT memberikan suatu kepastian hukum

bagi pihak Bank sebagai prasyarat dalam mencairkan permohonan kredit dari

debitur dimana pihak Bank meyakini bahwa adalah benar telah dilakukan

pengikatan dokumen legal/akta dengan sempurna oleh pejabat yang

berwenang (Notaris/PPAT). Dan bilamana di kemudian hari terjadi kredit

bermasalag walau dokumen legal/akta perjanjian kredit dan akta hak

tanggungan masih dalam pengurusan di instansi terkait oleh pihak

Notaris/PPAT, pihak bank tidak akan mengalami kesuitan untuk

membuktikan bahwa memang telah terjadi 2 (dua) peristiwa perbuatan hukum

antara pihak bank dengan debitur yang menerima fasilitas pinjaman dari

bank, sehingga dengan demikian pihak debitur tidak bisa begitu saja

mengingkari dan lari dari tanggung jawab atas penggunaan dana yang

diperolehnya dari Bank.

C. Tinjauan tentang Perjanjian

1. Pengertian Perjanjian

Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada

orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan

sesuatu hal.60 Karena peristiwa tersebut maka lahirlah suatu perikatan. Suatu

perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,

berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak

yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

60
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2005), hlm.1.

49
Dengan demikian perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan

suatu perikatan.

Perjanjian atau biasanya disebut juga dengan kontrak merupakan sebuah

upaya dari manusia untuk memenuhi berbagai kepentingan dalam pemenuhan

pergaulan hidupnya. Hukum perjanjian menganut sistem terbuka yang berarti

bahwa masyarakat diberi kebabsan untuk membuat perjanjian yang

menyimpang dari atau yang lain daripada berbagai perjanjian yang diatur

dalam dan menurut undang-undang, di antaranya, Buku Ketiga KUH Perdata.

Batasannya adalah muatan isi perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan

undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan yang baik.61 Pasal 1313

KUH Perdata memberikan rumusan tentang perjanjian sebagai berikut:

“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang


atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.

Perjanjian menurut sistem common law, dipahami sebagai suatu

perjumpaan nalar, yang lebih merupakan perjumpaan pendapat/ketetapan

maksud. Perjanjian adalah perjumpaan dari dua atau lebih nalar tentang suatu

hal yang telah dilakukan atau yang akan dilakukan.62 Suatu kontrak atau

perjanjian dengan demikian memiliki unsur-unsur, yaitu pihak-pihak yang

kompeten, pokok yang disetujui, pertimbangan hukum, perjanjian timbal

balik, serta hak dan kewajiban timbal balik.63

2. Syarat Sah Perjanjian

61
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm.49.
62
Budiono Kusumohamidjojo, Panduan untuk Merancang Kontrak, (Jakarta: Grasindo,
2011), hlm.6.
63
Johannes Ibrahim Kosasih dan Hassanain Haykan, Op.Cit, hlm.23.

50
Terdapat pembagian syarat sahnya perjanjian, yaitu syarat subjektif dan

syarat objektif. Syarat subjektif yakni:

1) Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya

Dengan sepakat atau juga dinamakan perizinan, dimaksudkan bahwa

kedua subjek yang mengadakan perjanjian itu harus bersepakat,

setuju, atau seia-sekata mengani hal-hal yang pokok dari perjanjian

yang diadakan itu. Apa yang dikehendaki oleh pihak yang satu, juga

dikehendaki oleh pihak yang lain. Mereka menghendaki sesuatu yang

sama secara timbal-balik.

2) Cakap untuk membuat suatu perjanjian

Orang yang membuat suatu perjanjian harus cakap menurut hukum.

Pada asasnya, setiap orang yang sudah dewasa atau akilbaliq dan sehat

pikirannya, adalah cakap menurut hukum. Dalam Pasal 1330 KUH

Perdata disebut sebagai orang-orang yang tidak cakap untuk

melakukan suatu perjanjian:

a. Orang yang belum dewasa;

b. Mereka yang ditaruh di bawah pengampuan;

c. Orang perempuan dalam hal-hal yang ditetapkan oleh Undang-

Undang, dan semua orang kepada siapa Undang-Undang telah

melarang membuau perjanjian-perjanjian tertentu.

Berikut syarat objektif suatu perjanjian:

1) Mengenai suatu hal tertentu

51
Arti dari suatu hal tertentu disini yaitu apa yang diperjanjikan hak-hak

dan kewajiban kedua belah pihak jika timbul suatu perselisihan.

Barang yang dimaksudkan dalam perjanjian paling sedikit harus

ditentukan jenisnya. Bahwa barang itu sudah ada atau sudah berada di

tangannya si berutang pada waktu perjanjian dibuat, tidak diharuskan

oleh undan-undang. Juga jumlahnya tidak perlu disebutkan, asal saja

kemudian dapat dihitung atau ditetapkan.

2) Suatu sebab yang halal

Pasal 1320 KUH Perdata merupakan syarat suatu sebab yang halal

suatu perjanjian. Dengan sebab (bahasa Belanda oorzak, bahasa Latin

causa) ini dimaksudkan tiada lain dari pada isi perjanjian. Dengan

segera harus dihilangkan suatu kemungkinan salah sangka, bahwa

sebabitu adalah sesuatu yang menyebabkan seseorang membuat

perjanjian yang termaksud. Bukan itu yang dimaksudkan oleh

Undang-Undang dengan sebab yang halal itu. Sesuatu yang

menyebabkan seorang membuat suatu perjanjian atau dorongan jiwa

untuk membuat suatu perjanjian pada asasnya tidak diperdulikan oleh

Undang-Undang.64

3. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian mengikat para pihak pada saat tercapainya kesepakatan dari

kehendak. Berikut jenis pejanjian berdasarkan sidat dan akibat hukumnya:65

64
Subekti, Loc.Cit, hlm.19.
65
Herlien Budiono, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan Cetakan III, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2011), hlm. 15-25.

52
a. Perjanjian Di Bidang Hukum Keluarga (Familie Rechtelijke

Overeenkomst)

Walaupun perkawinan harus didasarkan atas persetujuan kedua

calon mempelai, tetapi perjanjian di bidang hukum keluarga pada

umumnya bersifat memaksa. Baik para pihak yang berkaitan di dalam

melangsungkan perkawinan, tata cara, maupun hak dan kewajiban para

pihaknya hanya sebatas telah ditentukan oleh undang-undang. Kebebasan

para pihak hanya sebatas menentukan apa yang terjadi dengan harta

benda perkawinan mereka yang perjanjiannya akan dijelaskan di bagian

perjanjian mengenai pembuktian.

b. Perjanjian Kebendaan (Zakelijke Overeenkomst)

Pada umumnya untuk terbentuknya perjanjian di bidang

kebendaan, baik untuk benda bergerak maupun benda tetap

dipersyaratkan selain kata sepakat adanya penyerahan yang telah

ditentukan oleh undang-undang. Perjanjian kebendaan bertujuan untuk

menimbulkan, beralih, berubah, atau berakhirnya suatu hak kebendaan.

Pada umumnya perjanjian di bidang kebendaan terjadi berdasarkan

titel/alas hak khusus, yakni karena adanya jual beli, hibah, tukar-

menukar, atau pemisahan dan pembagian.

c. Perjanjian Obligatoir (Obligatoire Overeenkomst)

Perjanjian obligatoir disebutkan secara umum di dalam ketentuan

Pasal 1313 KUH Perdata adalah perjanjian yang timbul karena

kesepakatan dua pihak atau lebih dengan tujuan timbulnya perikatan

53
untuk kepentingan yang satu atas beban yang lain atau timbal balik.

Semua perjanjian, baik bernama maupun tidak bernama adalah

mendasarkan pada perjanjian obligatoir.

d. Perjanjian Mengenai Pembukitan (Procesrechtelijke Overeenkomst,

Bewijsovereenkomst)

Perjanjian mengenai pembuktian adalah kesepakatan diantara para

pihak agar di dalam akta perjanjian diatur pembuktian yang hendaj

disimpangi atau untuk menghilangkan keragu-raguan dalam hal

penerapan pembuktian menurut undang-undang. Pada umumnya

perjanjian ini bertujuan agar dihindari pengajuan perlawanan pembuktian

(tegenbewijs). Muatan isi perjanjian mengenai pembuktian tidak boleh

bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan/atau

kesusilaan.

Perjanjian menurut sifatnya, dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu:66

a. Perjanjian pokok

Perjanjian yang utama, misalnya perjanjian kredit bank.

b. Perjanjian Accesoir

Perjanjian tambahan yang mengikuti perjanjian utama, misalnya

pembebanan hak tangungan atau fidusia, dan gadai.

D. Tinjauan tentang Kredit

1. Kredit
66
Handri Rahardjo, Hukum Perjanjian Indonesia, (Jakarta: Pustaka Yustisia,2009),
hlm.66.

54
Istilah kredit kita dapatkan dalam dunia Perbankan. Yang mana pengertian

Bank sendiri telah dicantumkan dalam Pasal 1 angka 2 UU Perbankan

Indonesia 1992/1998 menetapkan pengertian bank sebagai berikut:

“Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat


dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat”.
Secara harafiah, istilah kredit dapat diartikan adanya penyerahan

barang, jasa atau uang oleh salah satu pihak (pemberi pinjaman) atas dasar

kepercayaan kepada pihak lain (penerima kredit) dengan kesepakatan berupa

janji pembayaran pada tanggal dan waktu tertentu dari penerima kredit

kepada pemberi kredit yang dituangkan dalam sebuah perjanjian.67 Menurut

Savelberg, sebagaimana dikutip oleh Mariam Darus Badrulzaman, kredit

mempunyai arti antara lain:68

a. Sebagai dasar dari perikatan (verbintenis) di mana seseorang berhak

menuntut sesuatu dari orang lain.

b. Sebagai jaminan di mana seseorang menyerahkan sesuatu kepada orang

lain dengan tujuan untuk memperoleh kembali apa yang diserahkan itu

(commodatus, depositis, regulare, pignus).

Berdasarkan dari definisi kredit dalam ketentuan Pasal 1 angka 11

Undang-Undang Perbankan, terdapat beberapa unsur perjanjian kredit, yaitu:

a. Penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu.

67
Arjuna Edy Triatmaka, Moch. Najib Imanullah, dan Pranoto, Penyelesaian Perjanjian
Kredit Dengan Jaminan Fidusia Atas kendaraan Bermotor di Klaten (Kajian terhadap Terapan
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015), Vol.IV, Nomor 1, hlm. 13., Januari-Juni 2017.
68
Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredi Bank, (Bandung: Alumni, 1983),
hlm.21.

55
b. Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dan pihak lain.

c. Terdapat kewajiban pihak peminjam untuk melunasi utangnya dalam

jangka waktu tertentu.

d. Pelunasan utang yang disertai dengan bunga.

2. Perjanjian Kredit

Perjanjian kredit berdasarkan kesepakatan pinjam-meminjam antara bank

dengan peminjam dana. Dalam praktik perbankan, perjanjian yang demikian

lazim dinamakan dengan “Perjanjian Kredit (Bank)”.69 Pengertian jelas

mengenai perjanjian kredit tidak dirumuskan dalam Undang-Undang Nomor

7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10

Tahun 1998 atau UU Perbankan. Dalam KUH Perdapat pun tidak terdapat

suatu bentuk khusus atau lembaga perjanjian khusus yang namanya

“Perjanjian Kredit Bank”.

Dapat diketahui, bahwa kelahiran pemberian kredit bank itu berdasarkan

kepada persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam (uang) antara bank

sebagai kreditur dan pihak lain nasabah peminjam dana sebagi debitur dalam

jangka waktu tertentu., yang punya kewajiban untuk melunasi utangnya

tersebut dengan memberikan sejumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil

keuntungan.

Djuhaendah Hasan berpendapat, bahwa perjanjian kredit lebih merupakan

perjanjian tidak bernama, karena mengenai perjanjian kredit belum ada


69
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.312.

56
pengaturan secara khusus baik dalam undang-undang maupun Undang-

Undang perbankan. Beliau bahkan berpendapat bahwa perjanjian kredit tidak

tepat dikatakan dikuasai oleh ketentuan Kitab Undang-Undang Huku, karena

antara perjanjian pinjam-meminjam dengan perjanjian kredit terdapat

beberapa hal berbeda (Djuhaendah Hasan, 1996: 173). Perbedaan dimaksud

antara lain:70

1. Perjanjian kredit selalu bertujuan dan tujuan tersebut biasanya berkaitan

dengan program pembangunan, biasanya dalam pemberian kredit sudah

ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut,

sedangkan dalam perjanjian pinjam- meminjam tidak ada ketentuan

tersebut dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.

2. Dalam perjanjian kredit sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah

bank atau lembaga pembiayaan dan tidak mungkin diberikan oleh

individu, sedangkan dalam perjanjian pinjam-meminjam pemberi

pinjaman dapat oleh individu.

3. Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan

perjanjian pinjam-meminjam. Bagi perjanjian pinjam-meminjam berlaku

ketentuan umum dari Buku II dan Bab XIII Buku III KUH Perdata,

sedangkan bagi perjanjian akan berlaku ketentuan dalam UUD 1945,

ketentuan bidang ekonomi dalam GBHN, ketentuan umum KUH Perdata,

UU Perbankan, Paket Kebijaksanaan Pemerintah dalam Bidang

Ekonomi, terutama bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia, dan

sebagainya.
70
Ibid, hlm 315.

57
Dalam praktik, biasanya perjanjian kredit dibuat dalam bentuk tertulis.

Karena perjanjian kredit secara tertulis lebih aman bagi para pihak

dibantingkan dalam bentuk lisan. Dengan bentuk tertulis para pihak tidak

dapat mengingkari apa yang telah diperjanjikan, dan ini akan merupakan

bukti yang kuat dan jelas apabila terjadi sesuatu pada perjanjian kredit yang

telah disalurkan atau juga dalam hal terjadi ingkar janji oleh pihak bank.

3. Pemberian Kredit

Pemberian kredit berarti memberikan kepercayaan kepada debitur oleh

kreditur meskipun kepercayaan tersebut mengandung risiko yang tinggi.

Berdasarkan uraian tersebut dapat ditemukan unsur-unsur yang terdapat di

dalam kredit, yakni:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan pemberi kredit bahwa kredit yang akan

diterima kembali jangka waktu yang diperjanjikan.

b. Waktu, yaitu jangka waktu antara masa pemberian kredit dan masa

pengembalian kredit, terkandung arti bahwa nilai uang pada waktu

pemberian kredit adalah lebih tinggi daripada nilai uang yang akan

diterima pada waktu pengembalian kredit di kemudian hari.

c. Degree of Risk, yaitu adanya tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai

jangka waktu yang memisahkan antara pemberian kredit dan

pengembalian kredit berarti makin tinggi pula tingkat risikonya karena

ada unsur risiko ini maka suatu perjanjian kredit perlu suatu jaminan.

58
d. Prestasi yang diberikan adalah suatu prestasi berupa barang-barang, jasa,

dan uang. Dalam perkembangan perkreditan di alam modern maka yang

dimaksud dengan prestasi dalam pemberian kredit adalah uang.

Dituliskan dalam Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, bahwa sebelum

memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama,

mengingat sumber dana kredit yang disalurkan adala bukan dana dari bank itu

sendiri, melainkan dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu

menerapkan prinsip kehati-hatian melalui analisis yang akurat dan mendalam,

penyaluran yang tepat sasaran dan memenuhi syarat hukum, pengikatan

jaminan yang scara yuridis formal sesuai dengan ketentuan hukum dan

perundang-undangan tentang jaminan, pengawasan dan pemantauan yang

baik, perjanjian yang sah dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan

lengkap. Semuanya itu bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat

kembali tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit meliputi

pinjaman pokok dan bunga.71

Dalam pemberian kredit, bank harus mengikuti beberapa tahapan yang

tepat sehingga terhindar dari kemungkinan terjadinya masalah. Sebelum

diberikannya fasilitas kredit oleh bank, maka bank harus yakin dengan kredit

yang akan diberikannya. Yang mana keyakinan tersebut diperoleh dari hasil

penilaian kredit. Dasar pemberian kredit yang sehat, dalam praktiknya setiap

pemberian kredit bank wajib melakukan penilaian dari berbagai aspek,

dengan menggunakan prinsip kehati-hatian yang dikenal engn prudential

71
Etty Mulyati, Kredit Perbankan (Aspek Hukum dan Pengembangan Usaha Mikro Kecil
dalam Pembangunan Perekonomian Indonesia), (Bandung: PT Refika Aditama, 2016), hlm.82.

59
banking principles yang implementasinya dengan The Five C’s of Credit

Analysis (Prinsip 5 C), berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan

antara lain meliputi:

1. Watak (Character), watak atau kepribadian debitur yang merupakan

suatu unsur penting dalam pemberian kredit. Yang dimaksudkan ialah,

mereka yang selalu menepati janjinya dan berupaya mencegah perbuatan

yang tercela.

2. Kemampuan calon debitur (Capacity), dalam mengelola usahanya harus

diketahui secara pasti oelh pihak bank dari kemampuan manajemennya

dan sumber daya manusianya, apakah ia mampu berproduksi dengan baik

yang dapat dilihat dari kapasitas produksinya. Dan kemampuan

mengembalikan pinjaman tepat waktu sesuai dengan perjanjian dilihat

berdasarkan perhitungan penghasilan bersih, perputaran usaha, situasi

keuangan, dan modal kerja yang dimilikinya.

3. Modal debitur (Capital), untuk memperoleh kredit calon debitur harus

memiliki modal terlebih dahulu, jumlah, dan struktur modal calon debitur

harus dapat diteliti dan diketahui tingkat rasio dan solvabilitasnya.

4. Jaminan (Collateral), jaminan dalam istilah perbankan disebut objek

jaminan. Jaminan biasanya diartikan dengan harta benda milik debitur

yang dijadikan jaminan atas piutangnya.

5. Kondisi ekonomi (Condition of Econimic), kondisi atau situasi yang

memberikan dampak positif kepada usaha calon debitur atu sebagaimana

60
disebutkan dala penjelasan Pasal 8 Undang-Undang Perbankan, yaitu

hubungan faktor ekonomi makro terhadap risiko produknya.

Di samping analisis 5C sebagai implementasi dari prinsip kehati-hatian

dalam pemberian kredit adalah dengan Prinsip 7P, meliputi:72

1. Personality, yaitu penilaian nasabah dari segi kepribadiannya atau

tingkah laku sehari-hari ataupun masa lalunya. Personality juga

mencakup sikap, emosi, tingkah laku, dan tindakan nasabah dalam

menghadapi suatu masalah.

2. Para Pihak (Party), yaitu mengklasifikasikan nasabah ke dalam

klasifikasi tertentu atau golongan-golongan tertentu berdasarkan modal,

loyalitas, serta karakternya sehingga nasabah dapat digolongkan ke

dalam golongan tertentu dan akan mendapatkan fasilitas yang berbeda

dari bank.

3. Tujuan (Purpose), maksudnya analisis tentang tujuan penggunaan kredit

yang telah disampaikan oleh calon debitur. Tujuan pengambilan kredit

dapat bermacam-macam, misalnya untuk modal kerja atau investasi, dan

sebagainya.

4. Prospek (Prospect), yaitu untuk menilai usaha nasabah pada masa yang

akan datang menguntungkan atau tidak. Dengan kata lain mempunyai

prospek atau sebaliknya.

5. Pembayaran (Payment), artinya sumber pembayaran dari calon debitur.

Hal ini merupakan ukuran bagaimana cara nasabah mengembalikan

72
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya (Edisi Baru), (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2000), hlm.102.

61
kredit yang telah diambil atau dari sumber mana saja dana untuk

pengembalian kredit diperoleh.

6. Perolehan Laba (Profitability), yaitu penilaian terhadap kemampuan

calon debitur untuk memperoleh keuntungan dalam usahanya.

Profitability diukur dari periode apakah akan tetap sama atu semakin

meningkat, apalagi dengan tambaha kredit yang akan diperolehnya.

7. Perlindungan (Protection), merupakan analisis terhadap perlindungan

terhadap kreditur. Tujuannya adalah bagaimana menjaga agar usaha dan

jaminan mendapatkan perlindungan. Perlindungan dapat berupa jaminan

barang, orang, atau jaminan asuransi.

Pemberian kredit adalah salah satu bentuk pinjaman uang. Dalam suatu

pinjaman uang sering dipersyaratkan adanya jaminan utang yang dapat terdiri

dari berbagai bentuk dan jenisnya.73 Sehubungan dengan kegiatan pemberian

kredit perbankan, mengenai jaminan utang disebut dengan sebutan jaminan

kredit atau agunan. Jaminan kredit selalu dipersyaratkan dalam pemberian

kredit pada setiap skim perkreditan. Prinsip lainnya yang umum digunakan

dalam pemberian kredit kepada pihak debitur, yaitu Prinsip 3R meliputi:

1. Return adalah penilaian atas hasil yang akan dicapai oleh perusahaan

peminjam setelah memperoleh kredit.

2. Repayment adalah memperhitungkan kemampuan, jadwal, dan jangka

waktu pembayaran kredit oleh debitur, trtapi perusahannya tetap berjalan.

73
M.Bahsan, Op.Cit, hlm.102.

62
3. Risk bearing ability adalah besarnya kemampuan perusahaan debitur

untuk menghindari risiko, baik risiko perusahaan debitur besar, maupun

kecil.

E. Tinjauan tentang Hak Tanggungan

1. Pengertian Hak Tanggungan

Dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan

Tanah atau disebut juga dengan UUHT, Hak Tanggungan atas tanah beserta

benda-benda yan berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak

Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah

sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-

benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan

utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada

kreditor terhadap kreditor-kreditor lain.

Istilah Hak Tanggungan diambil dari istilah lembaga jamina di dalam

hukum adat. Di dalam hukum Adat istilah Hak Tanggungan dikenal di daerah

Jawa Barat, juga di beberapa daerah Jawa Tengah atau Jawa Timur dan

63
dikenal juga dengan istilah jonggolan atau istilah ajeran merupakan lembaga

jaminan dalam hukum adat yang objeknya tanah atau rumah.

Istilah Hak Tanggungan yang berasal dari Hukum Adat tersebut, melalui

UUPA ditingkat menjadi istilah lembaga hak jaminan dalam sistem hukum

nasional kita dan Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan bagui tanah

tersebut diharpkan menjadi pengganti hipotek dari KUH Perdata. dengan kata

lain, lembaga hipotek dan credietverband akan dijadikan satu atau dileburkan

menjadi Hak Tanggungan.74

Tanggungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki arti yang

mana Tanggungan ialah ebagai barang yang dijadikan jaminan dan jaminan

itu diartikan sebagai tanggungan atau pinjaman yang diterima. Kemudian

Angka 4 Penjelasan Umum atas UUHT, antara lain menyatakan:75

“Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan


untang tertentu, yang memberikan kedudukan diutmakan kepada
kreitor tertentu terhadap kreditor lain. Dalam arti, bahwa jika debitur
cidera janji, kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual
melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan,
dengan hak mendahulu daripada krediotr-kreditor lain”.

Diterangkan dalam Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Hak Tanggungan

tersebut dapat diketahui bahwa pada dasarnya:

“Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan


dengan tanah yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak
jaminan yang dibebankan dpada hak atas tanah sebagaimana
dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut
benda-benda lain yang merupakan suatu kesatuan dengan tanah itu,

74
Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.329
75
Op.Cit, hlm.332.

64
untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang
diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.

Syarat sah terjadinya Hak Tanggungan harus memenuhi 3 (tiga) unsur

yang bersifat kumulatif, yaitu:76

a. Adanya perjanjian utang piutang sebagai perjanjian pokoknya.

Perjanjian utang piutang antara pemilik tanah sebagai debitor dengan

pihak lain (bank) sebagai kreditor, yang dapat dibuat dalam bentuk akta

notariil atau akta di bawah tangan.

b. Adanya Akta Pemberian Hak Tanggungan sebagai perjanjian ikutan

(tambahan). Adanya penyerahan Hak Milik atas tanah ebagai jaminan

utang dari debitor kepada kreditor, harus dibuktikan dengan Akta

Pemberian Hak Tanggungan oleh PPAT.

c. Adanya Pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan. Akta

Pemberian Hak Tanggungan yang dibuat oleh PPAT wajib didaftarkan

kepada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat untuk dicatat

dalam Buku Tanah dan diterbitkan Sertifikat Hak Tanggungan.

Pemberian Hak Tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan

Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan

ke dalam akta yang dibuat oleh PPAT sebagai pejabat yang berwenang untuk

membuatkan akta terkait hak tanggungan dan bagian tak terpisahkan dari

perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau perjanjian lainnya yang

menimbulkan utang tersebut. Akta PPAT yang terkait dengan pengikatan hak

tanggungan adalah SKMHT dan APHT. Penjelasan segala hal yang terkait

76
Aminuddin Salle, Hukum Agraria, (AS Publishing, 2010), hlm.115.

65
dengan pengikatan hak tanggungan dijelaskan dalam Cover Note yang

dikeluarkan oleh Notaris/PPAT.

Hak tanggungan yang terdapat jaminan di dalamnya termasuk ke dalam

perjanjian accesoir atau disebut juga dengan perjanjian tambahan. Sifat

accesoir jaminan mengikuti perjanjian utamanya. Kaitannya dengan penulisan

ini, perjanjian utama adalah perjanjian kredit dan perjanjian accesoirnya

adalah pengikatan hak tanggungan. Antara perjanjian utama dan perjanjian

tambahan tidak dapat terpisahkan.

2. Subjek Hak Tanggungan

1. Pemberi Hak Tanggungan

Pemberi Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan

hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan

hukum terhadap objek hak tanggungan yang bersangkutan. Berdasarkan

Pasal 8 UUHT, Pemberi Hak Tanggungan adalah pihak yang berutang

atau debitur. Subjek hukum lain dimungkinkan untuk menjamin

pelunasan utang debitur dengan syarat Pemberi Hak Tanggungan

mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

objek Hak Tanggungan.

Kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak

tanggungan tersebut harus ada pada pemberi hak tanggungan pada saat

pendaftaran hak tanggungan dilakukan. Hal ini karena lahirnya hak

tanggungan adalah pada saat didaftarkannya hak tanggungan. Oleh

karena itu, kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap

66
objek hak tanggungan diharuskan ada pada pemberi hak tanggungan pada

saat pembuatan buku tanah (pendaftaran) hak tanggungan.77

2. Penerima Hak Tanggungan

Pemegang Hak Tanggungan adalah orang perseorangan atau badan

hukum yang berkedudukan sebagai pihak yang berpiutang. Sebagai pihak

yang berpiutang dapat berupa lembaga keuangan berupa bank, atau

lembaga keuangan bukan bank, dan badan hukum lainnya atau

perseorangan.

Oleh karena hak tanggungan sebagai lembaga jaminan hak atas tanah

tidak mengandung kewenangan untuk menguasai secara fisik dan

mengguanakn tanah yang dijadikan jaminan, maka tanah tetap berada

dalam penguasaan pemberi hak tanggungan, kecuali dalam keadaan yang

disebut dalam Pasal 11 ayat (2) huruf C UUHT, tentang:

“janji yang memberikan kewenangan kepada pemegang hak


tanggungan untuk mengelola objek hak tanggungan
berdasarkan penetapan Ketua Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi letak objek hak tanggungan apabila debitur
sungguh-sungguh cidera janji”.

Secara prinsip pemegang hak tanggungan dapat dilakukan oleh Warga

Negara Indonesia atau badan hukum Indonesia dan dapat juga oleh warga

negara asing atau badan hukum asing. Kedua subjek tersebut memiliki hak

yang berhak didapatkannya dan kewajiban yang harus dijalankannya sesuai

dengan peraturan yang berlaku dan berkaitan dengan pekerjaannya. Pemberi

hak tanggungan juga disebut dengan kreditur dan penerima hak tanggungan

77
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Op.Cit, hlm.194.

67
disebut dengan debitur. Kedua subjek tersebut memiliki hak dan kewajiban

yang harus dipenuhi yang merupakan sebuah prestasi.

3. Objek Hak Tanggungan

Objek hak tanggungan adalah sesuatu yang dapat dibeban dengan hak

tanggungan. Untuk dapat dibebani hak jaminan atas tanah, maka objek hak

tanggungan harus memenuhi 4 (empat) syarat, yaitu:78

1) Dapat dinilai dengan uang. Artinya objek hak tanggungan tersebut harus

dapat diperjualbelikan dan bernilai dengan uang.

2) Mempunyai sifat dapat dipindahkan, karena apabila debitur cidera janji,

maka benda yang dijadikan harus dapat dipindahtangan kepada kreditur,

yang apabila diperlukan untuk membayar utang debitur yang dijamin

pelunasannya benda jaminannya dapat dipindahtangankan kepada pihak

ketiga untuk dijual atau dilelang.

3) Termasuk hak yang didaftar menurut peraturan pendaftaran tanah yang

berlaku. Maksudnya adalah adanya kewajiban untuk mendaftarkan objek

hak tanggungan dalam daftar umum, dalam hal ini adalah Kantor

Pertanahan. Unsur ini berkaitan dengan kedudukan diutamakan atau

preferen yang diberikan kepada kreditur pemegang hak tanggungan

terhadap kreditur lainnya. Untuk itu harus ada catatan mengenai hak
78
Ibid, hlm.195.

68
tanggungan tersebut pada buku tanah dan sertifikat hak atas tanah yang

dibebaninya, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya.

4) Memerlukan penunjukan khusus oleh undang-undang sebagai benda

yang dapat dipertanggungkan. Dalam Pasal 4 UUHT disebutkan bahwa

yang dapat dibebani hak tanggungan adalah:

a) Hak Milik (Pasal 25 UUPA);

b) Hak Guna Usaha (Pasal 33 UUPA);

c) Hak Guna Bangunan (Pasal 39 UUPA);

d) Hak Pakai Atas Tanah Negara (Pasal 4), yang menurut ketentuan

yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat

dipindahtangankan. Maksud dari hak pakai atas tanah Negara di atas

adalah hak pakai yang diberikan oleh negara kepada orang

perseorangan dan badan-badan hukum perdata dengan jangka waktu

terbatas, untuk keperluan pribadi atau usaha. Sedangkan hak pakai

yang diberikan kepada Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah,

Badan-Badan Keagamaan dan Sosial serta Perwakilan Negara Asing

yang peruntukannya tertentu dan telah didaftar bukan merupakan

hak pakai yang dapat dibebani dengan hak tanggungan karena

sifatnya tidak dapat dipindahtangankan. Selain itu, hak pakai yang

diberikan oleh pemilik tanah juga bukan merupakan objek hak

tanggungan;

e) Bangunan Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun

yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna

69
Bangunan, dan Hak Pakai yang diberikan oleh negara (Pasal 27 jo.

UU No.16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun).

Dilihat kaitannya dengan Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris

karena kegiatan perbankan biasanya kegiatan pengikatan hak tanggungan.

Maka dari itu dalam pengikatan hak tanggungan terdapat objek yang

dijadikan agunan atau jaminan oleh bank. Setiap objek yang diikatkan dengan

hak tanggungan harus diikatkan dengan pengikatan hak tanggungan yang

dilakukan pendaftaran pada Kantor Badan Pertanahan Nasional dan dibuatkan

APHT oleh PPAT.

Apabila debitur melakukan wanprestasi, maka objek yang dijadikannya

jaminan atas suatu hak tanggungan sewaktu-waktu dapat dieksekusi melalui

cara lelang. Eksekusi diawali dengan adanya teguran kemudian dilanjutkan

dengan pelelangan tanah. Eksekusi hanya dapat dilakukan dengan adanya

putusan yang tetap dari Pengadilan. Setelah pelelangan berhasil dilakukan,

maka uang hasil pelelangan diberikan kepada pihak kreditur dalam hal

pelunasan utang debitur yang tidak dilunasinya.

4. Peralihan dan Hapusnya Hak Tanggungan

Hak tanggungan dapat beralih karena cessi, subrogasi, pewarisan, atau

sebab-sebab lain. Yang dimaksud dengan “cessi” adalah perbuatan hukum

mengalihkan piutang oleh kreditur pemegang hak tanggungan kepada pihak

lain. Subrogasi adalah penggantian kreditur oleh pihak ketiga yang melunasi

utang kreditur.

70
Dalam rangka memenuhi syarat publisitas maka peralihan hak tanggungan

harus didaftarkan, sesuai dengan ketentuan Pasal 16 UUPA, “jika hak

tanggungan beralih, wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan”.

Pendaftaran dilakukan dengan mebubuhkan catatan pada buku tanah Hak

Tanggungan dan buku tanah hak atas tanah yang dijadikan jaminan. Hak

tanggungan dapat terhapus karena hal-hal berikut:

a. Hapusnya utang yang dijamin.

b. Dilepaskannya hak tanggungan oleh kreditur pemegangnya yang

dibuktikan dengan pernyataan tertulis mengenai dilaksanakannya hak

tanggungan yang bersangkutan kepada pemberi hak tanggungan.

c. Pembersihan hak tanggungan yang bersangkutan berdasarkan penetapan

peringkat oleh Ketua Pengadilan Negeri atas permohonan pembeli tanah

yang dijadikan jaminan.

d. Hapusnya hak atas tanah yanh dibebani hak tanggungan yang

bersangkutan.

Hapusnya hak tanggungan seorang debitur yang mana telah dilunasinya

utang yang diberikan oleh pihak kreditur harus disertai dengan pencoretan.

Berdasarkan Pasal 22 UUHT, Kantor Pertanahan menghapus hak tanggungan

dari buku tanah dan sertifikatnya. Kantor Pertanahan melakukan proses

pencoretan selama waktu hari kerja dan segala proses dalam penghapusan dan

juga peralihan hak tanggungan harus berdasarkan peraturan yang

mengaturnya.

71
BAB III

PEMBAHASAN

A. Faktor yang Menyebabkan Notaris Membuatkan Cover Note Sebagai Dasar

Pencairan Kredit Di Kota Padang

Notaris dalam melakukan pekerjaannya diatur dan diawasi dalam peraturan

khusus yaitu Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-

Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Notaris merupakan

pejabat umum yang memangku jabatan khusus. Jabatan yang dimiliki Notaris

memiliki arti bahwa Notaris merupakan seseorang yang diangkat dalam

pekerjaannya yang diharapkan untuk menjalankan jabatannya secara terus-

menerus sampai masa pensiunnya.

Bentuk pekerjaan yang dilakukan seorang Notaris ialah membuat akta. Di

dalam dunia kenotariatan dikenal dua bentuk kata, yakni akta pihak atau akta

partij, dan akta berita acara atau akta relaas. Berikut perbedaan antara akta pihak

atau akta partij dengan akta berita acara atau akta relaas:

a. Akta Pihak atau Akta Partij

72
Pada akta partij ini, pembuatan akta terdiri atas:

1) Penyusunan;

2) Pembacaan akta oleh Notaris;

3) Penandatanganan akta oleh para penghadap, para saksi, dan Notaris.

Akta partij merupakan akta yang berisikan mengenai apa yang terjadi

berdasarkan keterangan yang diberikan oleh para penghadap kepada

Notaris dalam artian mereka yang menceritakan atau menerangkan hal-

hal kepada Notaris untuk keperluan yang mana sengaja menghadap

Notaris agar apa yang mereka terangkan dinyatakan oleh Notaris ke

dalam suatu akta Notaris dan para penghadap menandatangani itu. Oleh

karena itu, dikatakan akta tersebut dibuat “di hadapan” (ten overstaan)

Notaris.79

b. Akta Berita Acara atau Akta Relaas

Akta relaas ialah akta yang pembuatannya berdasarkan pengamatan

Notaris. Notaris berada dalam suatu peristiwa atau fakta hukum,

menyusun berita acara, membacakan dan menandatangani akta tersebut

bersama para saksi, termasuk keterangan alasan mengapa para penghadap

tidak menandatangani aktanya. Akta relaas adalah bentuk akta yang

dibuat untuk bukti oleh (para) penghadap, di mana di dalam akta tersebut

diuraikan secara autentik tindakan yang dilakukan atau suatu keadaan

yang dilihat atau disaksikan langsung oleh Notaris di dalam menjalankan

jabatannya sebagai Notaris. Akta relaas tidak memberikan bukti

mengenai keterangan yang diberikan oleh (para) penghadap dengan


79
Herlien Budiono, Op.Cit, hlm.7.

73
menandatangani akta tersebut, tetapi untuk bukti mengenai perbuatan dan

kenyataan yang disaksikan oleh Notaris di dalam menjalankan

jabatannya.

Berdasarkan ketentuan Pasal 15 ayat (1) UUJN, disebutkan bahwa:

“Notaris berwenang membuat Akta autentik mengenai semua


perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang dihaurskan oleh
peraturan perundang-undangan dan/atau yang dikehendaki oleh
yang berkepentingan untuk dinyatakan dalam Akta autentik,
menjamin kepastian tanggal pembuatan Akta, menyimpan Akta,
memberikan grosse, salinan, dan kutipan Akta, semuanya itu
sepanjang pembuatan Akta itu tidak juga ditugaskan atau
dikecualikan kepada pejabat lain atau orang lain yang ditetapkan
oleh undang-undang”.

Akta yang dibuatkan Notaris ialah akta autentik yang mana akta tersebut

dibuat dihadapan Notaris sebagai pejabat yang berwenang dalam bentuk yang

ditetapkan menurut UUJN yang tediri atas kepala akta, badan akta, dan ekor atau

penutup akta. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1868 KUH Perdata, bahwa:

“Suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang
ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau di hadapan
pegawai-pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana
akta dibuatnya”.

Akta tersebut dapat dijadikan suatu alat bukti. Alat bukti terdiri dari alat bukti

tulisan (seperti halnya suatu akta, karena dibuat secara tertulis), keterangan saksi-

saksi, persangkaan-persangkaan pihak, pengakuan pihak, dan juga sumpah yang

diucapkan pihak. Pihak-pihak yang bertindak dalam suatu akta haruslah orang

yang cakap dalam bertindak karena akta yang dibuatkan oleh Notaris merupakan

suatu tulisan yang berisikan perjanjian. Maka harus mengikuti syarat perjanjian,

yaitu:

1) Sepakat mereka mengikatkan dirinya;

74
2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;

3) Suatu hal tertentu;

4) Suatu sebab yang halal.

Kedudukan Notaris dalam wilayah administrasi ialah Kota/Kabupaten, namun

wilayah jabatan Notaris ialah Provinsi di wilayah mana ia berada. Notaris dapat

dibagi dengan 3 jenis:

a) Notaris Login

Yaitu Notaris yang mempunyai Surat Keputusan dari Kementerian

Hukum dan Hak Asasi Manusia.

b) Notaris Pengganti

1) Notaris Pengganti Majelis Pengawas Daerah atau MPD,

menjalankan pekerjaannya harus dengan izin MPD berdasarkan

Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

atau dengan Berita Acara Sumpah untuk menggantikan Notaris

utama yang sedang mengambil cuti dalam waktu 6 (enam) bulan

ke bawah.

2) Notaris Pengganti Majelis Pengawas Wilayah atau MPW,

menjalankan pekerjaannya harus dengan izin MPW berdasarkan

Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

atau dengan Berita Acara Sumpah untuk menggantikan Notaris

utama yang sedang mengambil cuti dalam waktu 6 (enam) bulan

sampai dengan 1 (satu) tahun.

75
3) Notaris Pengganti Majelis Pengawas Pusat atau MPP,

menjalankan pekerjaannya harus dengan izin MPP berdasarkan

Surat Keputusan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

atau dengan Berita Acara Sumpah untuk menggantikan Notaris

utama yang sedang mengambil cuti dalam waktu di atas 1 (satu)

tahun.

c) Pejabat Sementara Notaris

Yakni seorang yang untuk sementara menjabat sebagai Notaris untuk

menjalankan jabatan Notaris yang meninggal dunia. Menjalankan

jabatannya paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak hari/tanggal

Notaris yang digantikannya tersebut meninggal dunia.

Seperti yang disebutkan dalam Pasal 15 ayat (2) huruf f UUJN, Notaris

berwenang untuk membuat akta pertanahan. Akta pertanahan merupakan akta

yang dibuat di hadapan pejabat yang berwenang, yang berkaitan dengan

permukaan bumi atau lapisan yang ada di atasnya. Walau pun secara tertulis

dalam Pasal tersebut Notaris dapat membuatkan akta pertanahan, tetapi dalam

praktek kewenangan itu tidak dapat dilaksanakannya, karena kewenangan itu

merupakan kewenangan PPAT.

Agar seorang Notaris dapat membuat akta pertanahan, maka Notaris tersebut

harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dan harus mengikuti ujian

PPAT yang dilaksanakan oleh Kementerian Agrarian dan Tata Ruang/Badan

Pertanahan Nasional untuk mendapatkan izin sebagai PPAT. Dalam hal

kewenangan ini berlaku lex specialis de rogaat lex generalis yang artinya undang-

76
undang yang khusus akan mengenyampingkan undang-undang yang bersifat

umum. Undang-undang khusus yaitu undang-undang terkait pertanahan,

sedangkan undang-undang yang umum yaitu UUJN.

PPAT merupakan pejabat yang diberi kewenangan untuk mengalihkan,

memindahkan, dan membebankan hak atas tanah dan/atau hak milik atas satuan

rumah susun. Dalam Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomoor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan

Dengan Tanah, PPAT adalah:

“Pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta


pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan
akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku”.

Dinyatakan sebagai pejabat umum dilihat dari berbagai aspek, yakni aspek-

aspek hukum, baik hukum publik maupun hukum privat. Dari aspek

pengangkatan, tugas dan kewenanganannya, PPAT yaitu:

1) Diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Badan Pertanahan Nasional;

2) Tugasnya adalah membantu Kepala Kantor Badan Pertanahan

Kabupaten/Kota dalam melaksanakan sebagian kegiatan pendaftaran

tanah; dan

3) Kewenangannya adalah membuat akta atas perbuatan hukum tertentu

mengenai hak atas tanah atau Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun.80

80
Sri Winarsi, Pengaturan Notaris dan PPAT sebagai Pejabat Umum, Fakultas Hukum
Universitas Airlangga, Volume 17, No.2, hlm. 189, 2002.

77
Akta yang dibuat oleh PPAT tersebut, akan dijadikan dasar untuk pendaftaran

perubahan data pendaftaran tanah yang diakibatkan oleh perbuatan hukum itu.

Berikut beberapa jenis akta yang dibuat di hadapan PPAT, yakni:

1) Akta jual beli;

2) Akta tukar menukar;

3) Akta hibah;

4) Akta pemasukan ke dalam perusahaan (inbreng);

5) Akta pembagian hak bersama;

6) Akta pemberian hak guna bangunan/hak pakai atas tanah hak milik;

7) Akta pemberian hak tanggungan; dan

8) Akta pemberian kuasa membebankan hak tanggungan.81

Struktur akta PPAT telah ditentukan oleh pemerintah, sebagaimana

dicantumkan dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun

2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan

Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang mana juga

telah ditentukan format khususnya. Pembuatan akta PPAT mempunyai tujuan

yaitu peralihan, pemindahan, dan pembebanan.

Asas hukum yang berkaitan dengan teknik pembuatan akta ialah asas-asas

hukum yang berkaitan dengan hak atas tanah dan mempunyai hubungannya

dengan peralihan, pemindahan, dan pembebanan hak atas tanah dan/atau hak

milik atas satuan rumah susun. Asas-asas itu, disajikan sebagai berikut ini:82
81
Salim HS, Teknik Pembuatan AKta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), (Jakarta:
Rajawali Pers, 2016), hlm.2.
82
Ibid, hlm.14.

78
a. Asas Publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, tanggungan dan hipotek harus

didaftarkan. Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat

mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan pembebanan

jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten/Kota.

b. Asas Specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan dan hipotek hanya dapat

dibebankan atas percil atau atas barang-barang yang sudah terdaftar atas

nama orang tertentu. Di dalam penjelasan Pasal 11 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996, disebutkan bahwa:

“Ketentuan ini menetapkan isi yang sifatnya wajib untuk sahnya


akta pemberian hak tanggungan. Tidak dicantumkannya secara
lengkap hal-hal yang disebut pada ayat ini dalam akta pemberian
hak tanggungan mengakibatkan akta yang bersangkutan batal demi
hukum. Ketentuan ini dimaksudkan untuk memenuhi asas
spesialitas dari Hak Tanggungan, baik mengenai subjek, objek
maupun utang yang dijamin”.

c. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya utang tidak dapat

mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan dan hipotek, walaupun telah

dilakukan pembayaran sebagian.

Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional

Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah

Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah,

dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, PPAT bekerja dalam wilayah

kerjanya. Wilayah kerja merupakan wilayah yang menunjukkan kewenangan

PPAT dalam membuat akta hak atas tanah dan/atau shak milik atas satuan rumah

susun. Wilayah kerja PPAT adalah satu wilayah kerja Kantor Pertanahan. PPAT

79
memiliki hak dan kewajiban dalam menjalankan pekerjannya yang mana diatur

dalam Pasal 36 Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun

2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998

tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah. Berikut hak-hak yang

dimiliki PPAT:

1) Cuti;

2) Memperoleh uang jasa (honorarium) dari pembuatan akta, termasuk uang jasa

(honorarium0 saksi tidak melebihi 1% (satu persen) dari harga transaksi;

3) Memperoleh informasi serta perkembangan peraturan perundang-undangan

pertanahan; dan

4) Memperoleh kesempatan untuk mengajukan pembelaan diri sebelum

ditetapkannya keputusan pemberhentian sebagai PPAT.

Kewajiban-kewajiban PPAT berdasarkan Pasal 45 Peraturan Kepala

Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2006 tentang Ketentuan Pelaksanaan

Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat

pembuat Akta Tanah, yakni:

1) Menjunjung tinggi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1946, dan


Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2) Mengikuti pelantikan dang pengangkatan sumpah jabatan sebagai
PPAT;
3) Menyampaikan laporan bulanan mengenai akta yang dibuatnya
kepada:
a. Kepala Kantor Pertanahan;
b. Kepala Kantor Wilayah; dan
c. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat
paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya;
4) Menyerahkan protokol PPAT;
5) Membebaskan uang jasa kepada orang yang tidak mampu, yang
dibuktikan secara sah;

80
6) Membuka kantornya setiap hari kerja kecuali sedang melaksanakan
cuti atau hari libur resmi dengan jam kerja paling kurang sama
dengan jam kerja Kantor Pertanahan setempat;
7) Berkantor hanya 1 (satu) kantor dalam daerah kerja sebagaimana
ditetapkan dalam keputusan pengangkatan PPAT;
8) Menyampaikan:
a. Alamat kantornya;
b. Contoh tanda tangan;
c. Contoh paragraf; atau
d. Teraan cap/stempel jabatannya kepada:
(1) Kepala Kantor Wilayah;
(2) Bupati/Walikota;
(3) Ketua Pengadilan Negeri; dan
(4) Kepala Kantor Pertanahan yang wilayahnya meliputi
daerah kerja PPAT.
Penyampaian keempat hal di atas, dilakukan bersangkutan dalam
waktu 1 (satu) bulan setelah pengambilan sumpah jabatan;
9) Melaksanakan jabatan secara nyata setelah pengambilan sumpah
jabatan;
10) Memasang papan nma dan menggunakan stempel yang bentuk dan
ukurannya ditetapkan oleh Kepala Badan;
11) Dan lain-lain sesuai peraturan perundang-undangan.

Dalam hal Notaris mengerjakan pekerjaannya, salah satunya ialah Perjanjian

Kredit yang mana ini terkait dengan perbankan. Dalam tulisan ini, kegiatan yang

dilakukan oleh bank ini ialah Perjanjian Kredit terkait hak atas tanah yang

dilakukan dengan cara jual beli melalui PT. Bank Mandiri Tbk. (Persero) Cabang

Padang. Yang mana pengaturan mengenai kegiatan perbankan ini diatur dalam

berbagai peraturan terkait, seperti UUJN, UUPA, UUHT, dan juga UU

Perbankan. Menurut Muhamad Djumhana, hukum perbankan adalah sebagai

kumpulan peraturan hukum yang mengatur kegiatan lembaga keuangan bank yang

meliputi segala aspek, dilihat dari segi esensi dan eksistensinya, serta

hubungannya dengan bidang kehidupan yang lain.

Selain itu terdapat faktor-faktor yang membantu pembentukan hukum

perbankan, di antaranya perjanjian-perjanjian yang dibuat antara bank dan

81
nasabah, ajaran hukum melalui peradilan yang termuat dalam putusan hakim

(yurisprudensi), dokrin-doktrin hukum dan kebiasaan atau kelaziman yang

berlaku dalam industri perbankan.83

Industri perbankan mempunyai karakteristik usaha yang berbeda dengan

industri nonperbankan. Perbankan yang mendasar terutama terlihat dari dua aspek,

yaitu: pertama, eksistensi lembaga keuangan yang sangat bergantung pada unsur

kepercayaan dan kedua, hubungan bank, masyarakat, dan pemerintah merupakan

wujud ikatan sosial dalam artian bahwa masyarakat mengharapkan agar

pemerintah dapat melindungi hak milik individu. Perbankan merupakan norma

hukum yang merupakan bagian tak terpisahkan dari bagian hukum perdata. Yaitu

hubungan antara bank dengan nasabah, baik dalam kegiatan penyimpanan

maupun perjanjian kredit.

Notaris ikut terlibat dalam kegiatan Perjanjian Kredit perbankan seperti yang

telah disebutkan di atas, yang mana Notaris merupakan rekan kerja bank. Notaris

mengerjakan hal-hal yang merupakan kewenangan pekerjaan seorang Notaris.

Dalam hal ini Notaris dimintakan untuk membuat surat keterangan atau Cover

Note. Pada dasarnya Notaris membuatkan atau mengeluarkan Cover Note bukan

hanya terkait dengan pekerjaan perbankan, tetapi juga terkait dalam memberikan

keterangan lainnya apabila diperlukan.

Namun Cover Note dalam kegiatan perbankan yaitu dalam pengikatan suatu

hak tanggungan, itu karena adanya permintaan kerja (order) dari pihak bank

83
Djoni S.Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.6.

82
kepada Notaris.84 Kemudian orderan bank tersebut ditindaklanjuti oleh Notaris.

Yang berisikan mengenai:

1) Tentang Perjanjian Kredit

2) Tentang Akta Pemberian Hak Tanggungan

3) Tentang Surat Keterangan Membebankan Hak Tanggungan

4) Tentang permohonan untuk balik nama ke atas Debitur, dalam kasus yang

akan dibahas dalam penulisan ini Debitur merupakan Tuan A, yang akan

melakukan peminjaman atau utang kepada bank selaku Kreditur.

Setelah menerima surat order dari Bank, Notaris harus melakukan ceking

terhadap objek yang menjadi agunan dalam suatu perjanjian kredit hak atas tanah

yang objeknya berupa suatu hak atas tanah dalam bentu Seripikat Hak Milik atas

tanah. Maka ceking dilakukan Notaris ke Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten/Kota sesuai di mana objek itu berada. Ceking dilakukan untuk

memastikan objek dalam Sertipikat Hak Milik atas tanah tersebut tidak dalam

masalah atau sengketa atau pun pemblokiran.

Kemudian dilanjutkan dengan kegiatan Akad Perjanjian Kredit oleh bank.

Sebelum melaksakan kegiatan Akad Perjanjian Kredit, bank diwajibkan untuk

mengenal nasabahnya. Pengenalan nasabah oleh bank ini dapat meminimalisir

kemungkinan risiko yang akan timbul karena adanya kecurigaan terhadap

kegiatan transaksi nasabah. Prinsip-prinsipnya yaitu:

a. Operational risk, artinya risiko bank tidak dapat melakukan operasionalnya

secara normal, yang antara lain disebabkan adanya ketidakcukupan dan/atau

84
Helsi Yasin, Wawancara, Notaris/PPAT Kota Padang, pada tanggal 07 Oktober 2021,
pukul 13.00.

83
tidak berfungsinya proses internal, kesalahan manusia, gangguan, dan

kegagalan sistem informasi manajemen dan komunikasi, ketidakpastian

ketentuan, kelemahan struktur pengendalian, adanya problem eksternal, atau

adanya hal-hal yang bersifat force mejeur, seperti bencana alam, kebakaran,

dan lain-lain;

b. Legal risk, artinya risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek

yuridis, seperti antara lain adanya tuntutan hukum, ketiadaan peraturan

perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perilaku seperti tidak

terpenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan tidak sempurna;

c. Concentration risk, artinya risiko terjadi karena bank menerima dana-dana

dari pihak ketiga dalam jumlah besar yang terkonsentrasi pada beberapa

nasabah;

d. Reputational risk, artinya risiko yang antara lain disebabkan adanya publikasi

negatif yang terkait dengan kegiatan usaha bank atau persepsi negatif

terhadap bank.85

Salah satu syarat dari bank untuk dapat melakukan pencairan kredit, harus

terdapat Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris. Menurut Syafran Sofyan,

dalam istilah kenotariatan arti Cover Note adalah surat keterangan, yakni surat

yang dipercaya dan diandalkan atas tanda tangan, cap, dan segelnya guna

menjamin tergadap akta-akta yang dibuatnya.86 Latar belakang diterbitkan Cover

Note (surat keterangan) dari Notaris adalah terdapat pekerjaan yang belum

85
Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit, hlm.254.
86
Syafran Sofyan, Majalah Berita Bulanan Notaris, PPAT, Pertanahan & Hukum,
RENVOI, Jembatan Informasi Rekan, (Jakarta: PT. Jurnal Renvoi Mediatama, 2012), hlm.76.

84
diselesaikan oleh Notaris, sedangan counter party (Bank) memiliki kewajiban

untuk memberikan dana/mencairkan dana yang telah dijanjikan kepada debitur.87

Cover Note dibuatkan untuk menerangkan status pekerjaan Notaris yang telah

diselesaikan ataupun masih dalam proses pengerjaan. Pembuatan Cover Note oleh

Notaris tersebut menjadi kebiasaan yang mana dijadikan salah satu syarat debitur

dapat melakukan pencairan kredit yang diajukannya. Sebuah Cover Note dibuat

berupa surat keterangan degan format yang mana terdiri dari:

a. Kop surat Notaris/PPAT yang membuatnya;

b. Nomor surat, yang mana merupakan surat yang dikeluarkan oleh Notaris

untuk dicatat;

c. Lampiran;

d. Tujuan surat, yakni Bank yang memberi order kepada Notaris bersangkutan;

dan

e. Perihal pekerjaan yang dikerjakan Notaris.

Cover Note sendiri, tidak diatur dalam ketentuan khusus atau pengaturan

khusus. Dan juga tidak diatur dalam pengaturan pebankan. Cover Note yang

dikeluarkan oleh Notaris merupakan catatan atau Surat Keterangan yang diberikan

oleh Notaris kepada pihak bank di mana Cover Note dapat dijadikan sebagai

underlying oleh bank dalam pencairan kredit. Hal tersebut dikarenakan bahwa

benar pada tanggal tersebut Notaris telah melaksanakan kewajibannya dan

87
Febri Jaya, Masalah Terkait Kredit Perbankan (Kumpulan Tulisan Dan Pemikiran
Hukum) (edisi revisi),(Yogyakarta: Penerbit Garudhawaca 2020), hlm.97.

85
memiliki tanggung jawab kepada bank untuk menyelesaikan pekerjaannya sesuai

dengan yang dicantumkan pada Cover Note.88

Notaris yang sekaligus PPAT yang berwenang untuk melakukan kegiatan

tugas dan kewajibannya sebagai seorang Notaris/PPAT hanya boleh melakukan

pekerjaan yang dalam wilayah kewenangannya. Faktor lainnya seorang Notaris

mengeluarkan Cover Note juga sebagai suatu bentuk kewajiban dan

tanggungjawab Notaris dalam mengerjakan pekerjaannya yang diberikan oleh

bank bersangkutan, karena di dalam Cover Note tersebut dituliskan mengenai

pekerjaan yang dilakukan Notaris tersebut, dan Cover Note tersebut juga dapat

menjadi alat bukti, karena dibuatkan dalam bentuk tertulis.89

Dalam penulisan ini, pemegang Sertipikat Hak Milik yang menjadi objek

agunan pada bank tersebut tejadi perbedaan. Karena pada saat melakukan

perjanjian dengan bank tersebut, dalam hal ini yaitu Notaris X memberikan

jaminan bahwa Sertipikat Hak Milik atas tanah tersebut akan dibaliknamakan ke

atas nama Debitur atau Tuan A dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan. Hal ini terjadi

karena adanya Sertipikat Hak Milik yang dijadikan jaminan utang tersebut tidak

berada di dalam wilayah PPAT yang bersangkutan, namun berada di Kabupaten

Dharmasraya, Provinsi Sumatera Barat. Notaris X tersebut melakukan kontak

kerja dengan Notaris Y yang berkedudukan di Kabupaten Dharmasraya untuk

melakukan proses balik nama ke atas nama Debitur atau Tuan A.

Hal inilah yang menyebabkan Notaris X tersebut mengeluarkan Cover Note

karena Notaris X merupakan rekanan kerja PT. Bank Mandiri Tbk. (Persero)
88
Hindira Mizain, Wawancara, First Manager Senior, PT. Bank Mandiri Persero (Tbk),
tanggal 6 Oktober 2021.
89
Beatrix Benni, Wawancara, Notaris di Kota Padang, pada tanggal 13 Oktober 2021.

86
Cabang Padang yang berpraktek di Kota Padang. Inilah yang merupakan faktor-

faktor Notaris X mengeluarkan Cover Note. Di mana Notaris yang bersangkutan

menerangkan terhadap pekerjaan-pekerjaan yang sedang dikerjakannya/telah

dikerjakannya/akan dikerjakannya.

Dengan adanya hal ini, maka bank tersebut melakukan pencairan kredit untuk

Debitur atau Tuan A. Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris X dijadikan dasar

oleh bank dalam pencairan kreditnya. Di sinilah faktor-faktor yang menyebabkan

Notaris mengeluarkan Cover Note sebagai dasar pencairan kredit terkait. Yang

mana bank yakin terhadap Notaris dan selanjutnya dilanjutkan dengan proses

pencairan kredit.

B. Tanggung Jawab Notaris Dalam Pembuatan Cover Note Sebagai Dasar

Pencairan Kredit Di Kota Padang

Notaris merupakan seseorang yang menjalankan profesinya sebagai pejabat

umum yang diangkat oleh negara. Notaris dalam menjalankan profesinya tersebut

diatur dalam pertaturan khusus, yaitu Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004

tentang Peraturan Jabatan Notaris yang sekarang digantikan dengan Undang-

Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Jabatan

Notaris Nomor 30 Tahun 2004.

Notaris menjalankan jabatannya dengan menggunakan kewenangannya. H.D.

Stoud, menyajikan pengertian tentang kewenangan. Kewenangan adalah:

87
“Keseluruhan aturan-aturan yang berkenaan dengan perolehan dan
penggunaan wewenang pemerintahan oleh subjek hukum publik di dalam
hubungan hukum publik”.90

Sebelum kewenangan itu dilimpahkan kepada intitusi yang melaksanakannya,

maka terlebih dahulu harus ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,

apakah dalam bentuk undang-undang, peraturan-pemerintah, maupun aturan yang

lebih rendah tingkatannya. Kewenangan Notaris telah ditentukan dalam Pasal 15

UUJN. Kewenangan Notaris digolongkan menjadi dua macam, yang meliputi:91

1. Kewenangan Notaris yang tercantum dalam Undang-Undang tentang Jabatan

Notaris, dan

2. Kewenangan Notaris yang tercantum dalam undang-undang lainnya.

Pengangkatan Notaris dilakukan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum Dan

Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2019 tentang Syarat dan

Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan

Masa Jabatan Notaris yang mana syaratnya disebutkan dalam Pasal 2 ayat (1)

yaitu:

Untuk dapat diangkat menjadi Notaris, calon Notaris harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut:

a. Warga Negara Indonesia;

b. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;

c. Berumur paling sedikit 27 (dua puluh tujuh) tahun;

d. Sehat jasmani dan rohani;

e. Berijazah sarjana hukum dan lulusan jenjang strata dua kenotariatan;


90
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008),
hlm.110.
91
Salim HS, Op.Cit, hlm.1.

88
f. Telah menjalani magang atau nyata-nyata telah bekerja sebagai karyawan

Notaris dalam waktu paling singkat 24 (dua puluh empat) bulan berturut-turut

pada kantor Notaris atas prakarsa sendiri atau atas rekomendasi Organisasi

Notaris setelah lulus strata dua kenotariatan;

g. Tidak berstatus sebagai pegawai negeri, pejabat negara, advokat, atau tidak

sedang memangku jabatan lain yang oleh Undang-Undang dilarang untuk

dirangkap dengan jabatan Notaris; dan

h. Tidak pernah dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang

telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana

yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih.

Adapun tata cara pengangkatan Notaris dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan

Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 19 Tahun

2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan,

Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris yaitu Permohonan untuk

diangkan menjadi Notaris diajukan kepada Menteri dengan mengisi Format Isian

pengangkatan Notaris secara elektronik melalui laman resmi Direktorat Jenderal

Administrasi Hukum Umum.

Notaris yang berpraktek di wilayah Provinsi Sumatera Barat terdapat 402

(empat ratus dua) orang Notaris dan khusus untuk daerah Kota Padang terdapat

160 (seratus enam puluh) orang Notaris. Notaris X dilaporkan ke Majelis

Pengawas Daerah Notaris Kota Padang atau disebut juga dengan MPDN Kota

Padang yang mana diduga melakukan sebuah pelanggaran dalam melaksanakan

pekerjaannya. Surat Pengaduan Notaris dibuat oleh PT. Bank Mandiri (Persero)

89
Tbk. Cabang Padangyang ditujukan Kepada MPDN Kota Padang dengan Nomor

Surat CRT.CLN.PDG/1055/2020 tertanggal 01 Desember 2020. Berikut isi surat

terkait Notaris yang dilaporkan kepada MPDN Kota Padang yang disampaikan:

No. Notaris Cover Note Case


Sertipikat belum
236/xxx/VIII/2011
1 X selesai an. Tuan
tanggal 24 Agustus 2011
A

Notaris X mendapatkan pekerjaan dari PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk.

Cabang Padang yaitu suatu pengikatan kredit jual beli yang dimohonkan oleh

Debitur yaitu Tuan A sebagai kreditur bank tersebut. Objek jual beli tersebut

merupakan sebidang tanah Hak Milik dengan Nomor 2380 yang tercatat atas

nama Tuan H. Dikarenakan objek berada di Kabupaten Dharmasraya, maka yang

harus mengerjakannya ialah Notaris/PPAT yang berkedudukan di Kabupaten

Dharmasraya. Karena yang berwenang membuatkan akta atau pekerjaan terkait

pertanahan di suatu Kabupaten/Kota ialah Notaris/PPAT yang memiliki wilayah

kerja di Kabupaten/Kota bersangkutan. Maka Notaris X menyambung tangankan

pekerjaannya ini kepada Notaris Y yang berkedudukan di Kabupaten

Dharmasraya.

Dalam prosedurnya, Notaris X membuat SKMHT dan APHT. 92 Pembuatan

SKMHT dan APHT merupakan termasuk kewenangan Notaris/PPAT yang mana

objek bersangkutan berada dalam wilayah kerjanya. Pihak PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk. Cabang Padang baru mau mencairkan kredit yang diajukan si
92
Diana Siska, Wawancara, Anggota, Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Padang,
tanggal 12 Juli 2021.

90
Debitur dengan cata dalam hal ini adalah Not tan harus ada Cover Note yang

dibuatkan oleh Notaris X. Cover Note tersebut dikeluarkan dengan Nomor Surat

236/xxx/VIII/2011. Maka kemudian dibuatkanlah oleh Notaris X tersebut Cover

Note yang berisikan bahwa dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sertipikat akan

balik nama dan langsung dipasang APHT/Hak Tanggungan.

Pemasangan Hak Tanggungan terkait Jual Beli biasanya dilakukan dalam

jangka waktu selama 3 (bulan) yang mana selain itu diikatkan dengan SKMHT

yang mana apabila semua prosedur untuk balik nama di Badan Pertanahan

Nasional yang disebut juga dengan BPN belum selesai, maka harus dilakukan

perpanjangan terhadap SKMHT yang diikatkan tersebut. Perpanjangan tersebut

dalam jangka waktu kelipatan yang sama, yaitu selama 3 (tiga) bulan.

Dalam menjalankan tugas-tugas dan kewenangannya, Notaris diawasi oleh

Majelis Pengawas Notaris. Majelis Pengawas adalah suatu badan yang

mempunyai kewenangan dan kewajiban melaksanakan pembinaan dan

pengawasan terhadap Notaris. Disebutkan dalam Pasal 2 Peraturan Menteri

Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020

tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris yang disebut

juga Permenkumham Nomor 15 Tahun 2020, Majelis Pengawas berwenang

melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Notaris serta melakukan

pemeriksaan terhadap dugaan pelanggaran perilaku dan pelaksanaan jabatan

Notaris.

Dalam hal ini, laporan oleh pihak yang dirugikan terkait kasus yang

dilaporkan kepada MPDN Kota Padang dilakukan pemeriksaan oleh Majelis

91
Pemeriksa secara berjenjang. Dalam Pasal 17 ayat (2) Permenkumham Nomor 15

Tahun 2020 bahwa Pemeriksaan dimulai paling lama 7 (tujuh) hari sejak Majelis

Pemeriksa ditetapkan.93 Disebutkan juga dalam Pasal 18 Permenkumham nomor

15 Tahun 2020, pemeriksaan oleh Majelis Pemeriksa Daerah meliputi:

a. Laporan pengaduan masyarakat;

b. Pemeriksaan Protokol Notaris; dan/atau

c. Fakta hukum terhadap dugaan pelanggaran pelaksaan jabatan dan perilaku

Notaris.

Pemeriksaan terhadap Notaris-Notaris yang berkedudukan di Kota Padang

dilakukan oleh MPDN Kota Padang dilakukan dengan datang ke kantor-kantor

Notaris yang berada di Kota Padang sebanyak 1 (satu) kali dalam kurun waktu 1

(satu) tahun. Hal ini dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia dan anggaran

yang tersedia untuk memeriksa Notaris di Kota Padang secara berkala yang

sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) orang Notaris dalam 1 (satu) tahun.94

Untuk menangani kasus tersebut, berdasarkan laporan masyarakat dan juga

dari pihak PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Padang, maka dilakukan

pemanggilan terhadap Pelapor dalam hal ini masyarakat dan pihak PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Padang dan Terlapor adalah Notaris X.

Pemanggilan tersebut dilakukan pada akhir tahun 2020 kemarin. 95 Setelah MPDN

Kota Padang melakukan pemeriksaan dalam sidang MPDN Kota Padang pada

93
Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor 15
Tahun 2020 tentang Tata Cara Pemeriksaan Majelis Pengawas Terhadap Notaris”, Pasal 7.
94
Diana Siska, Wawancara, Anggota, Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Padang,
tanggal 12 Juli 2021.
95
Diana Siska, Wawancara, Anggota, Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Padang,
tanggal 13 Juli 2021.

92
tanggal 10 Desember 2020 dan 08 Februari 2021, ditemukan fakta-fakta hukum

sebagai berikut:

1. Bahwa berdasarkan laporan dari pelapor tertanggal 01 Desember 2020

dijelaskan bahwa Notaris X belum menyelesaikan pekerjaannya untuk

melakukan peralihan hak atas sebidang tanah Hak Milik Nomor 2380 yang

tercatat atas nama Tuan H serta Pengikatan Hak Tanggungan objek tersebut.

Sertipikat mana akan dibaliknamakan ke atas nama Tuan A dan Nyonya B

melalui Notaris X. Oleh karena objek berada di Kabupaten Dharmasraya,

maka untuk proses balik nama sertipikat dilimpahkan pengerjaannya kepada

Notaris Y.

2. Bahwa proses peralihan hak terhadap objek dimaksud dan diselesaikan dalam

jangka waktu 3 (tiga) bulan sebagaimana dituangkan dalam Cover Note

Nomor: 236/ANZ/VIII/2011 tertanggal 24 Agustus 2011 yang dibuat oleh

Notaris X.

3. Bahwa proses balik nama sampai saat sekarang ini belum bisa dilaksanakan

dikarenakan menurut penjelasan pihak Badan Pertanahan Nasional Kabupaten

Dharmasraya objek masih dalam keadaan sengketa keperdataan serta dalam

proses penyelidikan oleh pihak kepolisian.

4. Bahwa terhadap objek tersebut sudah ada putusan pengadilan yang sudah

berkekuatan hukum tetap dinyatakan dalam putusannya bahwa gugatan NO.

Sehingga secara hukum objek tidak dalam permasalahan hukum untuk

dilakukan proses balik nama.

93
5. Bahwa saudara Notaris X sebagai Notaris harus memberikan kepastian

hukum terhadap kliennya dengan menindaklanjuti penyebab/akar

permasalahan kenapa proses balik nama tidak bisa dilakukan, akan tetapi

saudara Notaris X tidak berupaya untuk mengambil langkah-langkah hukum

agar klien tidak dirugikan baik dari segi waktu ataupun finansial.

6. Bahwa berdasarkan hal tersebut di atas, maka MPDN Kota Padang

berkesimpulan sebagai berikut:

Bahwa Notaris X telah mengabaikan ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf a

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris, yang

berbunyi sebagai berikut:

Dalam menjalankan jabatannya Notaris wajib:


a. bertindak amanah, jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak, dan
menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.

Oleh sebab itu, MPDN Kota Padang merekomendasikan sebagai berikut :

“Dengan ini MPDN Kota Padang merekomendasikan kepada Majelis


Pengawas Wilayah Notaris Provinsi Sumatera Barat untuk diproses
lebih lanjut. Demikian hasil musyawarah sidang pemeriksaan Majelis
Pemeriksa Daerah Notaris Kota Padang yang diputuskan pada tanggal
08 Februari 2021, dan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan
MPDN Kota Padang”.

Seperti yang disebutkan di dalam Pasal 43 Permenkumham Nomor 15 Tahun

2020 yaitu, apabila dalam pemeriksaan Protokol Notaris, Majelis Pemeriksa

menemukan adanya pelanggaran jabatan dan perilaku Notaris yang berkaitan

dengan kewajiban dan larangan jabatan atau pelanggaran terhadap ketentuan lain,

Majelis Pemeriksa dapat melaporkan kepada Majelis Pengawas untuk dilakukan

pemeriksaan lebih lanjut.

94
Dengan adanya Cover Note yang dikeluarkan oleh Notaris X tersebut, yang

mana merupakan janji akan melaksanakan proses balik nama ke atas nama Tuan

A dan Nyonya B atau Tuan A, maka Notaris harus tetap bertanggung jawab

sampai Sertipikat Hak Milik atas tanah tersebut balik nama ke atas nama Tuan A

dan Nyonya B atau Tuan A. Apabila tidak dibaliknamakan hingga waktu yang

dituliskan, maka pihak bank terkait tidak ada salahnya melaporkan Notaris yang

bersangkutan kepada MPDN Kota Padang. Karena Notaris X merupakan Notaris

yang memiliki wilayah kerja di Kota Padang.

Notaris wajib bertanggung jawab atas apa yang ia kerjakan sesuai dengan

peraturanya. Dan kewajiban Notaris menyelesaikan pekerjaannya yang mana

dituangkannya ke dalam Cover Note yang berupa penjelasan Notaris itu sendiri.

Ada pun bidang pertanggungjawaban Notaris yang meliputi bidak-bidang berikut:

(1) Hukum privat;

(2) Hukum pajak;

(3) Hukum pidana; dan

(4) Disipliner Notaris (notarieel tuchtrecht).

Notaris X tidak menerangkan dalam Cover Note yang dikeluarkannya bahwa

yang menerima perpanjangan tangan pekerjaannya terkait balik nama dan

pengikatan hak tanggungan I (Pertama) adalah Notaris Y yang merupakan

Notaris/PPAT yang memiliki kewenangan di Kabupaten Dharmasraya untuk

melakukan kedua proses tersebut. Oleh sebab itu, maka Notaris X maupun Notaris

Y memiliki tanggung jawab atas pekerjaan yang mereka kerjakan dan memiliki

95
kewajiban untuk menyelesaikannya karena Notaris X memberikan amanah sebuah

pekerjaan kepada Notaris Y tersebut.

Berikut perbandingan isi Cover Note terkait balik nama dan pengikatan hak

tanggungan antara debitur dan kreditur yang dikeluarkan oleh Notaris yang ada di

Kota Padang:

1) Notaris P

Notaris P adalah seorang Notaris dan juga PPAT yang berkedudukan di

daerah Kota Padang wilayah Sumatera Barat. Dalam suatu kegiatan

pengikatan kredit antara nasabah dengan PT. Bank O, maka perlu

dibuatkanlah sebuah Cover Note yang menjadi salah satu syarat dalam

pencairan kredit atas kredit yang diajukan nasabah tersebut. Dalam Cover

Note yang dikeluarkan oleh Notaris P, terdiri dari:

a. Kop Surat

Menyebutkan nama Notaris/PPAT yang mengeluarkan Cover Note

serta identitasnya dan juga terdapat lambang burung garuda.

(1) Kepala Surat

Bagian Nomor, yang merupakan nomor surat keluar yang dibuat

oleh Notaris yang harus dicatatkan dalam buku surat keluar.

(2) Bagian Hal, yang menjelaskan mengenai apa surat ini dibuat.

(3) Tujuan surat kepada Pimpinan PT. Bank O pada daerah dimana

perjanjian kredit tersebut dilaksakanan.

b. Badan Surat

96
(1) Dituliskan berdasarkan surat orderan bank dengan nomor yang

dituliskan perihal Pengikatan Jaminan Debitur. Kemudian

dibuatkan juga nomor dan tanggal perjanjian kredit yang

dilakukan.

(2) Menerangkan objek yang menjadi jaminan atas perjanjian kredit

yang dilakukan secara mendetail untuk dilakukan proses balik

nama.

(3) Menjelaskan proses Pengikatan Hak Tanggungan I (Pertama)

serta nominal besaran pinjaman kredit yang diambil yang ditand

tangani oleh para pihak di depan Notaris P.

(4) Kemudian Notaris P menyebutkan bahwa telah dibuatkannya akta

SKMHT yang juga ditanda tangani oleh para pihak, termasuk

pihak PT. Bank O yang merupakan kreditur dengan menyebutkan

nomor dan tanggal akta. SKMHT dibuat karena adanya rangkaian

prosedur yang masih dalam pengerjaan, seperti pemecahan tanah

atas objek yang dijadikan agunan atau jaminan masih dilakukan,

pelunasan pembayaran PBB, perubahan data dalam dokumen

lainnya yang diperlukan.

(5) Menjelaskan bahwa sertipikat yang merupakan objek jaminan

tidak dalam sengkete/tidak dalam permasalahan hukum, dan dapat

diikat secara yuridis sempurna. Notaris mengetahui bahwa objek

tersebut tidak dalam suatu masalah dengan dilakukannya ceking

97
terhadap sertipikat tersebut di Badan Pertanahan Nasional

setempat.

(6) Menyebutkan dokumen-dokumen atau syarat-syarat yang

diperlukan telah lengkap atau masih ada kekurangan.

(7) Jangka waktu yang dibutuhkan Notaris P untuk melengkapi

dokumen-dokumen atau syarat-syarat tersebut ialah 3 (tiga) bulan

dan segera diserahkan kepada pihak PT. Bank O.

(8) Akan menyerahkan Sertipikat setelah diikatkan Hak

Tanggungannya dan bertanggung jawab atas pekerjaannya

tersebut.

(9) Notaris P juga menerangkan bahwa akan melakukan monitoring

terhadap hal-hal yang menyangkut order yang diberikan

kepadanya tersebut agar tepat waktu sesuai dengan waktu yang

dijanjikan.

(10) Berjanji untuk tidak mencabut atau membatalkan atas Cover Note

yang dikeluarkannya tersebut. Apabila terjadi, harus dengan

sepengetahuan pihak bank yang memberikan order dan disetejui

pihak bank tersebut.

c. Akhir surat

Dalam akhir Cover Note ditanda tangani oleh Notaris P yang

merupakan Notaris rekanan PT. Bank O yang berwenang

mengeluarkan Cover Note.

2) Notaris Q

98
Notaris Q merupakan Notaris yang sekaligus PPAT yang berkedudukan di

Kota Padang yang memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Cover Note

dalam kegiatan perbankan yaitu pengiktan kredit antara nasabah dengan

pihak bank, dalam hal ini adalah PT. Bank M. Notaris Q merupakan

Notaris rekanan dari PT. Bank M. Dalam hal pengikatan kredit, Notaris Q

mengeluarkan sebuah Cover Note yang berisikan sebagai berikut:

1. Kop Surat

Menyebutkan nama Notaris/PPAT yang mengeluarkan Cover Note

serta identitasnya dan juga terdapat lambang burung garuda.

2. Kepala Surat

(1) Cover Note dibuat dengan judul Surat Keterangan yang kemudian

diberikan nomor yang merupakan nomor surat keluar yang

diambil oleh Notaris Q.

(2) Kemudian menjelaskan bahwa surat ini ditanda tangani oleh

Notaris Q yang memiliki jabatan dan alamat kantor Notaris Q.

3. Badan Surat

(1) Menerangkan pengikatan pinjaman utang dilakukan oleh debitur

yakni Tuan G dengan kreditur dalam hal ini PT. Bank M dengan

menyebutkan tanggal pengikatan tersebut dilaksanakan.

(2) Menerangkan bahwa telah dibuatkan oleh Notaris Q akta SKMHT

yang ditanda tangani oleh debitur, beserta persetujuan isteri

debitur dan oleh pihak PT. Bank M.

99
(3) Menerangkan secara mendetail mengenai objek jaminan yaitu

sebuah sertipikat hak milik yang akna dibalik namakan ke atas

nama debitur yang mana objek jaminan tersebut berada di

Kabupaten Padang Pariaman, maka oleh sebab itu yang

berwenang untuk melakukan proses balik nama tersebut adalah

Notaris/PPAT Kabupaten Padang Pariaman, dan Notaris/PPAT

bersangkutan juga mengeluarkan Cover Note terkait pekerjaan

yang dilakukannya tersebut. Dalam Cover Note yang dikeluarkan

oleh Notaris Q menerangkan bahwa yang melakukan proses balik

nama tersebut ialah Notaris/PPAT Kabupaten Padang Pariaman

dan disebutkan bahwa pekerjaan Notaris Q berdasarkan Cover

Note Notaris/PPAT Kabupaten Padang Pariaman tersebut. Hal ini

dilakukan atas dasar Notaris Q menjelaskan bahwa pekerjaan

tersebut disambung tangankannya kepada Notaris/PPAT

Kabupaten Padang Pariaman karena merupakan daerah

kewenangan Notaris/PPAT tersebut.

(4) Menyebutkan nominal nilai pinjaman yang dimohonkan kepada

kreditur.

(5) Setelah ditanda tanganinya akta Perjanjian Kredit dan akta

SKHMT serta telah dikeluarkannya Cover Note, maka dijelaskan

bahwa sertipikat hak milik yang merupakan objek jaminan telah

dilakukan ceking terlebih dahulu di Badan Pertanahan Nasional

100
dan kemudian menerangkan bahwa objek tersebut tidak dalam

suatu perkara atau pemblokiran.

(6) Menerangkan bahwa segal syarat-syarat yang dibutuhkan telah

lengkap.

(7) Menerangkan atau sama dengan berjanji akan menyelesaikan

proses yang masih berjalan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan.

Bisa saja proses terkendala pada instansi-instansi terkait seperti di

Badan Pertanahan, Dinas Pendapatan Daerah, ataupun Kantor

Pajak Pratama.

(8) Menyerahkan Sertipikat Hak Milik dan Sertipikat Hak

Tanggungan yang telah selesai proses pengikatannya di Badan

Pertanahan Nasional kepada PT. Bank M selaku kreditur yang

memiliki hak atas itu, sesuai dengan apa yang diperjanjikan di

dalam perjanjian kredit.

(9) Notaris Q berjanji akan bertanggung jawab atas akta-akta yang

dibuatnya.

(10) Akan memberikan laporan terkait pemasangan Hak Tanggungan

atas sertipikat seperti halnya dibuatkan dalam bentuk Cover Note.

Contoh, apabila waktu pelaksanaan proses masih belum dapat

diselesaikan yang mana melebihi jangka waktu yang dijanjikan,

yaitu 3 (tiga) bulan, maka harus dibuatkan Cover Note baru, yang

dapat menjadi bukti Notaris untuk menjelaskan bahwa

pekerjaannya masih belum selesai.

101
(11) Notaris tidak akan mencabut atau membatalkan Cover Note

tersebut tanpa sepengetahuan pihak PT. Bank M.

4. Akhir Surat

Dalam akhir Cover Note ditanda tangani oleh Notaris P yang

merupakan Notaris rekanan PT. Bank M yang berwenang

mengeluarkan Cover Note.

Notaris harus memperhatikan, bahwa Cover Note bisa saja menjadi sebuah

persoalan hukum baik saat ini, maupun nantinya. Maka oleh sebab itu, Notaris

harus berhati-hati dan benar-benar yakin kepada segala pihak yang menghadap

kepadanya dan dokumen-dokumen yang diberikan kepadanya harus dapat dijamin

keasliannya dan dapat dipertanggungjawabkan. Karena, bila ada terjadi kesalahan

atau pun kelalaian atas pekerjaan yang terkait dengan akta atau surat yang

dikeluarkan dan juga ditanda tangani oleh Notaris, maka Notaris harus

bertanggung jawab sepenuhnya.

C. Akibat Hukum Cover Note yang Dibuat Oleh Notaris Terhadap Pemasangan

Hak Tanggungan Di Kota Padang

Menurut J. Satrio bahwa ciri-ciri hak tanggungan, dapat dilihat dalam Pasal

1 sub 1 UUHT, suatu pasal yang hendak memberikan perumusan tentang hak

tanggungan yang antara lain menyebutkan ciri, sebagai berikut:96

a. Hak jaminan;

96
J.Satrio, Hukum Jaminan-Hak Jaminan Kebendaan, (Bandung: PT. Citra Aditya
Bhakti, 2002), hlm.278.

102
b. Atas tanah berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan

kesatuan dengan tanah yang bersangkutan;

c. Untuk pelunasan suatu utang;

d. Memberikan kedudukan yang diutamakan.

UUHT menjadi dasar hukum mengenai segala hal berkaitan dengan hak

tanggungan yang mana mengatur lembaga hak jaminan atas tanah, yaitu hak

tanggungan sebagai pelaksanaan dari Pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria yang disebut dengan UUPA.

Sebagai tindak lanjutnya UUHT, berturut-turut lahirnya ketentuan yang mengatur

Hak Tanggungan tersebut, di antaranya:97

1. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

3 Tahun 1996 tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan,

dan Sertifikat Hak Tanggungan;

2. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

4 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa

Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit

Tertentu;

3. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

5 Tahun 1996 tentang Pendaftaran Hak Tanggungan;

4. Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

5 Tahun 1998 tentang Perubahan Hak Guna Bangunan Atau Hak Pakai Atas

97
Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016),
hlm.316.

103
Tanah untuk Rumah Tinggal yang Dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak

Milik;

5. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

110-1039 tertanggal 18 April 1996 perihal Penyampaian Undang-Undang

Nomor 4 Tahun 1996 (Undnag-Undang Hak Tanggungan) dan Peraturan

Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun

1996;

6. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

630.1-1826 tertanggal 16 Mei 1996 perihal Pembuatan Buku Tanah dan

Sertifikat Hak Tanggungan;

7. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

110-1544 tertanggal 30 Mei 1996 perihal Penyampaian Peraturan Menteri

Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996

tentang Pendaftaran Hak Tanggungan;

8. Surat Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

630.1-3433 tertanggal 17 September 1998 kepada Menteri Pertanian perihal

Agunan Sertifikat di atas Tanah Hak Pengelolaan;

9. Surat Sekretaris Menteri Negara Agraria Nomor 130-016/Sesmen/1996

tertanggal 29 Mei 1996 kepada Direksi Bank Exim perihal Penjelasan

Mengenai UUHT dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN Nomor

3 dan Nomor 4 Tahun 1996;

104
10. Surat Keputusan Direksi Bank Inonesia Nomor 30/55/KEP/DIR tertanggal 8

Agustus 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil untuk Mendukung

Program Kemitraan Terpadu dan Pengembangan Koperasi;

11. Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 30/4/KEP/DIR tertanggal 4

April 1997 tentang Pemberian Kredit Usaha Kecil.

Subjek-subjek yang terkait dalam Pengikatan Hak Tanggungan adalah

Pemberi Hak Tanggungan dan Penerima Hak Tanggungan. Pemberi hak

tanggungan adalah orang perseorangan atau badan humum yang mempunyai

kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap objek hak tanggungan

yang bersangkutan.98 Berdasarkan Pasal 8 UUHT Pemberi Hak Tanggungan

adalah pihak yang berutang atau debitur. Dalam tulisan ini, Pemegang Hak

Tanggungan adalah Tuan A dan Pemberi Hak Tanggungan adalah PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Padang.

Objek pada suatu hak tanggungan adalah sesuatu yang dapat dibebani dengan

hak tanggungan. Jaminan hak atas tanah terdapat dalam penjelasan Pasal 1 angka

1 UUHT mengenai hak tanggungan atas tanah.

“Dalam praktik jaminan yang diterima oleh bank dapat berupa hak atas
tanah, simpanan (deposito), piutang dagang, mesin pabrik, bahan baku,
stok barang dagangan dan lain-lain. Jaminan berupa hak atas tanah dapat
memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi kreditor, karena
dapat memberikan keamanan bagi bank dari segi hukumnya maupun dari
nilai ekonomisnya yang pada umumnya meningkat terus (Heru
Soepraptomo, 1996: 100).”

98
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Op.Cit., hlm. 194.

105
Namun, tidak semua hak atas tanah dapat menjadi jaminan utang dengan

dibebani Hak Tanggungan, hanya hak atas tanah atau benda yang memenuhi

persyaratan sebagaimana di bawah ini:

1. Hak atas tanah yang hendak dijaminkan dengan utang harus bernilai

ekonomis, bahwa hak atas tanah yang dimaksud dapat dinilai dengan uang,

sebab utang yang dijamin berupa uang;

2. Haruslah hak atas tanah yang menurut peraturan perundang-undangan

termasuk hak atas tanah wajib didaftarkan dalam daftar umum sebagai

pemenuhan asas publisitas, sehingga setiap orang dapat mengetahuinya;

3. Menurut sifatnya, hak-hak atas tanah tersebut dapat dipindahtangankan,

sehingga apabila diperlukan dapat segera direalisasi untuk membayar utang

yang dijamin pelunasannya;

4. Hak atas tanah tersebut ditunjuk atau ditentukan oleh undang-undang

(bandingkan Boedi Harsono, 1997: 386).

Pasal 4 ayat (1) , ayat (2) dan ayat (3) UUHT menyebutkan hak-hak atas

tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, yaitu:

(1) Hak atas tanah yang dapat dibebani Hak Tanggungan adalah:

a. Hak Milik;

b. Hak Guna Usaha;

c. Hak Guna Bangunan.

(2) Selain hak-hal atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Hak Pakai

atas Tanah Negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar

106
danmenurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani Hak

Tanggungan.

(3) Pembebangan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan

diatur lebih lanut dengan Peraturan Pemerintah.

Berikut rincian berbagai objek hak atas tanah berdasarkan ketentuan Pasal 4

ayat (1) UUHT:

1) Hak Milik

Dalam Pasal 20 UUPA, menejelaskan hak milik adalah hak turun-temurun,

terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan menginat

ketentuan-ketentuan dalam Pasal 6 UUPA. Dalam KUH Perdata Hak Milik

didefinisikan sebagai hak untuk menikmati kegunaan sesuatu kebendaan

dengan leluasa, dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan tersebut

dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bertentangan dengan undang-

undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh suatu kekuasaan yang

berhak menetapkan, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain, kesemuanya

dengan tidak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi

kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan

pembayaran ganti rugi.99

Hak milik bersifat turun-temurun maksudnya bahwa hak milik atas tanah

tersebut tidak hanya berlangsung selama hidup pemegang hak atas tanah,

tetapi juga dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya apabila pewaris meninggal

dunia, oleh karena itu hak milik jangka waktunya tidak terbatas. Hak milik

99
Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta:
Pradnya Paramita, 1984), hlm.166.

107
bersifat terkuat maksudnya bahwa hak milik merupakan induk dari macam

hak atas tanah lainnya, seperti hak guna bangunan dan hak pakai. Hak milik

bersifat terpenuh maksudnya hak milik menunjuk luas wewenang yang

diberikan kepada pemegang hak milik dalam menggunakan tanahnya baik

untuk usaha pertanian maupun untuk mendirikan bangunan.100

Terjadinya hak milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 (tiga) cara

sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 UUPA, yaitu:101

1. Hak Milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat

2. Hak Milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah

3. Hak Milik atas tanah terjadi karena ketentuan undang-undang

Hak milik atas tanah juga dapat terjadi melalui 2 cara, yaitu:

1. Scara Originair

Terjadinya hak milik atas tanah untuk pertama kalinya menurut hukum

adat, penetapan pemerintah, dan karena undang-undang.

2. Secara Derivatif

Suatu subjek hukum memperoleh tanah dari subjek hukum lain yang

semula sudah berstatus tanah Hak Milik, misalnya jual-beli, tukar

menukar, hibah, pewarisan. Dengan terjadinysa perbuatan hukum atas

peristiwa tersebut, maka Hak Milik atas tanah yang sudah ada beralih

atau berpindah dari subjek hukum yang satu kepada subjek hukum yang

lain.

2) Hak Guna Usaha

100
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Op.Cit, hlm.197.
101
Aminuddin Salle dkk, Op.Cit, hlm. 112.

108
Ketentuan mengenai Hak Guna Usaha yang kemudian disingkat menjadi

HGU diatur dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b, Pasal 28 sampai dengan Pasal

34, Pasal 50 ayat (2) UUPA, Pasal 2 sampai dengan Pasal 18 Peraturan

Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996. HGU adalah hak untuk mengusahakan

tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu tertentu guna

kegiatan usaha pertanian, perkebunan, perikanan, atau peternakan.102

Asal tanah HGU berupa tanah hak, maka tanah hak tersebut harus dilakukan

pelepasan atau penyerahan hak oleh pemegang hak dengan pemberian ganti

kerugian oleh calon pemegang hak HGU. Terjadinya HGU dapat melalui

penetapan pemerintah (pemberian hak) dan ketentuan undang-undang

(ketentuan konversi hak erfpacht). Menurut Pasal 30 UUPA jo. Pasal 2

Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yang dapat mempunyai HGU

atau subjek HGU adalah:

1. Warga Negara Indonesia;

2. Badan Hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan

berkedudukan di Indonesia (badan hukum Indonesia).

3) Hak Guna Bangunan

Hak Guna Bangunan disingkat dengan HGB adalah hak untuk mendirikan

dan mempunyai bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri dengan

jangka waktu 30 tahun, yang atas permintaan pemegang hak mengikat

keperluan serta keadaan bangunan-bangunannya. Yang dapat menjadi

pemegang HGU adalah: (a) Warga Negara Indonesia, (b) Badan Hukum

102
Zaeni Asyhadie dan Rahma Kusumawati, Op.Cit, hlm.214.

109
yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.103

Terjadinya HGB berdasarkan asal tanahnya dapat dijelaskan sebagai

berikut:

1. Hak Guna Bangunan Atas Tanah Negara

2. Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Pengelolaan

3. Hak Guna Bangunan Atas Tanah Hak Milik

Dalam penulisan ini, hak tanggungan yang akan diikatkan oleh Debitur atau

Tuan A kepada PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Padang adalah hak atas

tanah yaitu hak milik dilakukan dengan jual beli yang jaminan atau agunannya

berupa objek tanah tersebut, yang sebagaimana disebutkan yaitu Sertipikat Hak

Milik dengan Nomor 2380 tercatat atas nama Tuan H. Menurut UUHT, ciri-ciri

hak jaminan atas tanah adalah:

1) Memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada

pemegangnya;

2) Selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun;

3) Memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak

ketiga dan memberikan kepastian hukum kepda pihak-pihak yang

berkepentingan; serta

4) Mudah dan pasti pelaksanannya.

Jaminan adalah tanggungan yang diberikan oleh debitur kepada pihak ketiga

kepada kreditur karena pihak kreditur mempunyai suatu kepentingan, bahwa

debitur harus memenuhi kewajibannya dalam suatu perikatan.104 Pada Pasal 1131
103
Ibid, hlm.206.
104
Hasanuddin Rahman, Aspek-Aspek Hukum Pemberian Kredit Perbankan di Indonesia,
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995), hlm.174.

110
KUH Perdara diatur mengani jaminan bagi kreditur atas pelunasan piutangnya

oleh debitur yang berbunyi:

“Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang


tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di
kemudian hari menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan”.

Bank memiliki hak privilege, yakni hak istimewa di mana bank merupakan

kreditur yang memiliki kewenangan yang lebih tinggi dibandingkan dengan

debitur karena sifatnya si debitur terikat utang dengan kreditur, maka debitur

harus melunasi utang yang diberikan oleh kreditur kepadanya. Bank sewaktu-

waktu berhak untuk meminta agunan atau jaminan tambahan dari debitur selain

agunan utama yang disebutkan dalam akta perjanjian kredit. Debitur

menyelesaikan kewajibannya, juga menyatakan sanggup untuk memberikan

agunan tambahan sesuai dengan syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang akan

ditentukan di kemudian hari oleh bank sebagai kreditur tentunya dengan

persetujuan debitur.

Selama berlakunya kegiatan Perjanjian Kredit, agunan yang telah diberikan

debitur kepada kreditur berdasarkan Perjanjian Kredit yang telah ditanda tangani

oleh semua pihak terkait tidak boleh diagunkan, dijual, atau dialihkan dengan cara

apa pun kepada pihak lain atau disewakan dnegan tanpa adanya persetujuan

tertulis terlebih dahulu dari pihak kreditur.

Setiap jaminan harus diikatkan dengan hak tanggungan. Pemeberian hak

tanggungan didahului dengan janji untuk memberikan hak tanggungan sebagai

jaminan pelunasan utang tertentu, yang dituangkan di dalam dan merupakan

bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang-piutang yang bersangkutan atau

111
perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut. Dalam tulisan ini dilakukan

oleh Notaris yang direkomendasikan oleh bank, yaitu Notaris X. Berikut proses-

proses pemasangan hak tanggungan sebagai berikut:

1. Notaris melakukan ceking, yaitu pengecekan atas agunan yang

merupakan objek jual beli yang akan diikatkan hak tanggungan kepada

Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota di mana objek berada.

Dalam kasus ini yakni pada Badan Pertanahan Nasional Kabupaten

Dharmasraya. Bertujuan untuk memastikan objek tersebut tidak dalam

masalah atau sengketa ataupun pemblokiran.

2. Pengecekan apakah dokumen-dokumen terkait yang diperlukan dalam

pemasangan hak tanggungan sudah siap. Seperti halnya apakah

pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan atau disebut dengan PBB atas

objek hak tanggungan telah lunas, apakah luas tanah yang dituliskan

dalam Surat Ukur Sertipikat sesuai dengan luas tanah yang sebenarnya.

3. Surat Keterangan Membebankan Hak Tanggungan yang selanjutnya

disebut dengan SKMHT. Merupakan tulisan yang berisi tentang

pemberian kuasa kepada seseorang untuk membebankan hak tanggungan.

Ada beberapa alasan dibuatnya SKMHT oleh Notaris/PPAT, yaitu:

1) Pemberi hak tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan

Notaris/PPAT untuk membuat akta hak tanggungan;

2) Prosedur pembebanan hak tanggungan panjang/lama;

3) Biaya pembuatan hak tanggungan cukup tinggi;

4) Kredit yang diberikan jangka pendek;

112
5) Kredit yang diberikan tidak besar/kecil;

6) Debitur sangat dipercaya/bonafid;

7) Sertifikat belum diterbitkan;

8) Balik nama atas tanah pemberi hak tanggungan belum dilakukan;

9) Pemecahan/penggabungan tanah belum selesai dilakukan atas nama

pemberi hak tanggungan; dan

10) Roya/pencoretan belum dilakukan.

Dalam Pasal 15 ayat (1) UUHT menerangkan:

“SKMHT wajib dibuat dengan akta Notaris atau akta PPAT dan
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak memuat kuasa untuk melakukan perbuatan hukum lain
daripada membebankan hak tanggungan;
b. Tidak memuat kuasa substitusi;
c. Mencantumkan secara jelas objek hak tanggungan, jumlah utang
dan nama serta identitas krediturnya, nama dan identitas debitur
apabila debitur bukan pemberi hak tanggungan”.

Dijelaskan juga dalam Pasal 15 ayat (4) UUHT:

“SKMHT mengenai hak atas tanah yang belum terdaftar wajib


diikuti dengan pembuatan APHT selambat-lambatnya 3 (tiga)
bulan sesudah diberikan”.

4. Membuatkan Akta Pemberian Hak Tanggungan yang selanjutnya disebut

dengan APHT

5. Didaftarkan secara konvensional ke Badan Pertanahan Nasional

Kabupaten/Kota pada tahun 2011. Seperti yang disebutkan dala Pasal 13

ayat (1) UUHT. Pendaftaran dilakukan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari

kerja setelah penandatanganan APHT. Maka Notaris wajib mengirimkan

APHT bersangkutan beserta warkah lain yang diperlukan kepada Badan

Pertanahan Nasional tersebut.

113
Adapun tata cara pengikatan hak tanggungan oleh PT. Bank Mandiri

(Persero) Tbk. Cabang Padang yang dijelaskan oleh pihak bank, yakni:105

a) Debitur melakukan penandatangan dengan pihak Bank;

b) Debitur melakukan pengikatan dengan PPAT;

c) PPAT melakukan pengecekan sertifikat;

d) PPAT melakukan proses pembuatan APHT;

e) PPAT menginput nomor akta dan mengunggah dokumen ke dalam

aplikasi HT Elektronik;

f) Aplikasi HT Elektronik akan mengeluarkan Surat Pengantar Akta;

g) Bank membuat berkas, melengkapi data, dan mengunggah dokumen;

h) Bank melakukan pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak

(PNBP);

i) BPN segera memproses permintaan penerbitan HT.

Debitur dan kreditur dalam kegiatan perbankan memiliki hak dan kewajiban.

Dalam tulisan ini Debitur merupakan Tuan A yang mana juga sebagai pemberi

hak tanggungan dan Kreditur adalah PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk. Cabang

Padang yang merupakan penerima hak tanggungan. Tuan A berhak mendapatkan

pelayanan dan fasilitas dalam pemberian kredit yang disediakan oleh PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Padang.

Bank selaku kreditur yang menyalurkan dana kepada debitur memiliki

kewajiban memberikan pinjaman sejumlah uang yang ditentukan dan memiliki

hak untuk dibayar oleh nasabah debiturnya sejumlah yang telah ditentukan dalam

105
Hindira Mizain, Wawancara, First Senior Manager PT. Bank Mandiri Persero (Tbk),
tanggal 9 Agustus 2021.

114
perjanjian.106 Demikian dengan debitur, memiliki hak untuk menerima sejumlah

uang pinjaman dari pihak bank selaku kreditur dan juga memiliki kewajiban untuk

memenuhi prestasinya tepat waktu. Setiap hak dan kewajiban harus dijalankan

oleh para pihak.

Bank juga dapat melakukan monitoring penerbitan dan pencetakan hak

tanggungan bila telah terbit. Dalam kegiatan pengikatan kredit oleh bank dalam

kasus yang ada pada penulisan ini, pihak bank memberikan orderan kepada

Notaris X yang merupakan rekanan kerja pihak bank dan meminta sekaligus

untuk dibuatkan Cover Note untuk proses pencairan kredit debitur. Cover Note

dikeluarkan karena adanya pengikatan hak tanggungan oleh bank yang

dimohonkan oleh debitur.

Hak tanggungan menurut Pasal 2 ayat (1) UUHT, mempunyai sifat tidak

dapat dibagi-bagi, kecuali jika diperjanjikan dalam APHT. Hak tanggungan dapat

diberikan untuk suatu utang yang berasal dari satu hubungan hukum atau untuk

satu utang atau lebih yang berasal dari beberapa hubungan hukum. Cover Note

merupakan surat keterangan yang oleh Notaris yang keterangannya berisikan

bahwa benar telah dilakukan perjanjian akad kredit dan nantinya akan dilakukan

proses pengikatan oleh Notaris hingga mengikat secara sempurna. 107 Persyaratan

yang diperlukan dalam kegiatan Pengikatan Hak Tanggungan oleh Bank antara

lain:

a) Surat Pengantar Akta (SPA) dari Notaris

106
Ghina Rossana, Penafsiran Pasal 40 Undnag-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Mengenai Kerahasiaan Bank, Volume 1 Issue 2, September 2016, hlm. 125.
107
Hindira Mizain, Wawancara, First Senior Manager PT. Bank Mandiri Persero (Tbk),
tanggal 9 Agustus 2021.

115
b) Akta APHT dan dokumen pengikatan seperti identitas debitur, dan

lainnya yang telah terupload dalam sistem HT Elektronik Badan

Pertanahan Nasional.

c) Sertipikat Hak Milik yang diupload di sistem saat ini dengan Sertipikat

Hak Milik yang diproses pada awal kredit apa telah sesuai.

Apabila setelah dipasangkannya hak tanggungan ini, maka Notaris

membuatkan Cover Note yang menerangkan bahwa telah didaftarkan pada Kantor

Pertanahan Akta APHT yang telah dibuat dengan Nomor TTT tertanggal 23

Agustus 2011. Bertujuan untuk menjamin adanya kepastian hukum bagi pihak

debitur. Apabila terjadi kresit macet maka kreditur berhak untuk mengajukan

penyelesaian utang debitur dengan cara lelang.

Dengan adanya Cover Note dapat membuktikan bahwa Notaris telah bekerja

dengan baik. Dan apabila terbukti Notaris tidak mengerjakannya dengan baik,

maka Notaris tersebut harus bertanggung jawab untuk tetap memasangkan hak

tanggungan tersebut. Sebagaimana yang dituliskannya dalam Cover Note. Cover

Note bukan merupakan norma, tetapi adalah kebiasaan yang timbul dalam dunia

perbankan.

Untuk dasar hukum khusus terkait dengan Cover Note sampai saat ini belum

ada.108 Cover Note dikeluarkan Notaris bukan semata-mata hanya untuk keperluan

pencairan kredit oleh bank, karena seperti yang sudah dijelaskan bahwa Cover

Note merupakan surat keterangan, yang mana seorang Notaris apabila

108
Arif Endra Susilo, Wawancara, Sekretaris, Majelis Pengawas Notaris Kota Padang,
Tanggal 10 Juli 2021.

116
mengeluarkan keterangan apa pun, dapat dibilang keterangan itu merupakan

sebuah Cover Note.109

Dalam tulisan ini, seperti yang diterangkan di dalam Cover Note bahwa

Notaris X masih dalam proses mengerjakan pekerjaannya yaitu balik nama dan

pengikatan hak tanggungan I (Pertama). Selain itu, Tuan A selaku debitur telah

menyelesaikan prestasinya yaitu melunaskan utangnya kepada kreditur PT. Bank

Mandiri (Persero) Tbk. Cabang Padang, tetapi hingga saat sekarang ia sertipikat

hak milik yang dijadikan objek jual beli sekaligus agunan dalam pengikatan hak

tanggungan belum dibaliknamakan dan belum diikat dengan hak tanggungan I

(Pertama). Maka dalam arti kata bahwa Notaris X tersebut belum menyelesaikan

pekerjaanya. Padahal debitur telah menyelesaikan prestasinya yang merupakan

kewajibannya sebagai seorang debitur yaitu melunasi utang kreditnya pada pihak

bank.

Sebenarnya Notaris tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban

untuk akibat hukum yang timbul. Tetapi Notaris tersebut harus tetap bertanggung

jawab untuk melaksanakan pekerjaan tesebut sampai selesai. Secara prinsip tidak

ada mengenai pertanggungjawaban Notaris atas Cover Note bersangkutan. Cover

Note dijadikan norma dalam pencairan kredit oleh bank. Yang melakukan proses

pencairan kredit ialah bank. Namun, setelah timbulnya permasalahan, bank

menyalahkan Notaris. Dengan adanya problematika yang terjadi pada kejadian

kasus ini, Notaris X dapat dikategorikan melakukan perbuatan melawan hukum.

Pengertian mengenai perbuatan melawan hukum diberikan oleh Wirjono

Prodjodikoro, perbuatan melanggar hukum adalah perbuatan itu mengakibatkan


109
Beatrix Benni, Wawancara, Notaris Kota Padang, pada tanggal 13 Oktober 2021.

117
kegoncangan dalam neraca masyarakat, dan kegoncangan ini tidak hanya terdapat,

apabila peraturan-peraturan hukum dalam suatu masyarakat dilanggar (langsung),

melainkan juga apabila peraturan kesusilaan, keagamaan dan sopan santun dalam

masyarakat dilanggar (langsung).110 Notaris X dalam melakukan perbuatan

melawan hukum, dapat dikenai sanksi hukum. Sanksi hukum dibagi atas:

1. Sanksi Perdata

Sanksi perdata merupakan tindakan yang dijatuhkan kepada subjek hukum

yang telah melakukan pelanggaran terhadap substansi kontrak, dan perbuatan

melawan hukum. Sanksi terhadap pelanggaran substansi kontrak merupakan

tindakan yang dibebankan kepada subjek hukum yang tidak melaksanakan

prestasi tepat pada waktunya. Sanksi karena perbuatan melawan hukum

merupakan sanksi yang dibebankan kepada orang atau subjek hukum yang

telah melakukan perbuatan hukum, sehingga menimbulkan kerugian bagi

orang lain. Dalam penulisan ini, sanksi perdata yang berkemungkinan dapat

dikenakan kepada Notaris X yaitu perbuatan melawan hukum.

Perbuatan melawan hukum tersebut yaitu menimbulkan kerugian kepada

orang lain yakni kerugian yang dirasakan langsung oleh Tuan A, yang mana

Tuan A telah melaksanakan kewajibannya dengan menyelesaikan utangnya

kepada pihak bank. Macam-macam ganti kerugian secara hukumperdata yang

dapat dijatuhkan yakni:

a. Ganti Rugi Umum

110
Wirjono Prodjodikoro, Perbuatan Melanggar Hukum, Cetakan Keenam, (Bandung:
Sumur Bandung, 1976), hlm.13.

118
Ganti rugi yang berlaku untuk semua kasus baik untuk kasus wanprestasi,

kontrak, maupun kasus yang berkaitan dengan perikatan termasuk karena

perbuatan melawan hukum.

b. Ganti Rugi Khusus

Ganti rugi yang terbit dari suatu perbuatan melawan hukum, dalam KUH

Perdata menyebutkan pemberian ganti rugi terhadap hal-hal sebagai

berikut: ganti rugi untuk semua perbuatan melawan hukum (Pasal 1365),

ganti rugi untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain (Pasal 1366

dan Pasal 1367), ganti rugi untuk pemilik binatang (Pasal 1368), ganti

rugi untuk pemilik gedung yang ambruk (Pasal 1369), ganti rugi untuk

keluarga yang ditinggalkan oleh orang yang dibunuh (Pasal 1370), ganti

rugi karena telah luka atau cacat anggota badan (Pasal 1371), ganti rugi

karena tindakan penghinaan (Pasal 1380).111

Terkait dengan kasus dalam penulisan tesis ini, ganti rugi secara perdata

yang dapat dijatuhkan kepada Notaris X adalah ganti rugi umum yang

diakibatkan karena kasus wanprestasi. Wanprestasi adalah tidak

dilengkapinya kewajiban-kewajiban oleh salah satu pihak yang terikat dalam

suatu perikatan. Notaris X tersebut lalai dalam melaksanakan pekerjaannya,

wanprestasi yang silakukannya adalah tidak dikerjakannya pekerjaan yang

mana Notaris X tidak melaksanakan pekerjaannya tidak sesuai dengan jangka

waktu yang djanjikannya.

2. Sanksi Pidana

111
Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum, Pendekatan Kontemporer, Cetakan
Kedua, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005), hlm.136.

119
Sanksi pidana merupakan sanksi yang dijatuhkan kepada pelaku yang

telah melakukan perbuatan pidana atau pelanggaran pidana. Perbuatan pidana

merupakan perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam

pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan kepada

perbuatan, yaitu suatu keadaan atau kejadian yang ditimbulkan oleh kelakuan

orang, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang

menimbulkan kejadian itu.112

Sanksi pidana digolongkan menjadi dua bagian, yaitu pidana pokok dan

pidana tambahan. Pidana pokok terdiri dari pidana mati, pidana penjara,

pidana kurungan, pidana denda, dan pidana tutupan. Sedangkan pidana

tambahan terdiri dari pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang

tertentu, dan pengumuman putusan hakim. Yang mempunyai kewenangan

menjatuhkan sanksi pidana itu adalah negara.113

Secara dalam tidak diterangkan di dalam UUJN mengenai sanksi pidana

yang dapat dijatuhkan kepada Notaris. Dalam Pasal 13 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menjelaskan mengenai sanksi

pidana yang dijatuhkan kepada Notaris yang melakukan kejahatan atau

perbuatan pidana. Berikut bunyi Pasal 13 tersebut:

“Notaris diberhentikan dengan tidak hormat oleh Menteri karena


dijatuhi pidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak
pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau
lebih”.

112
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana,(Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm.54.
113
Salim HS, Op.Cit, hlm.207.

120
Terkait dengan tesis ini, sanksi pidana terhadap Notaris dalam kegiatan

perbankan tidak diatur secara khusus baik dalam UUJN maupun dalam UU

Perbankan, tetapi apabila seorang Notaris tidak melakukan pekerjaan sesuai

dengan faktanya, maka dikategorikan sebagai tindak pidana dalam bidang

perbankan. Notaris X dalam hal mengeluarkan Cover Note yang tidak sesuai

dengan fakta sebenarnya dapat dijatuhkan sanksi pidana dengan klasifikasi

membuat surat palsu. Cover Note tersebut merupakan surat keterangan.

Mengenai keterangan palsu diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Pidana atau disebut juga dengan KUH Pidana pada Bab IX tentang Sumpah

Palsu dan Keterangan Palsu dalam Pasal 242 ayat (1) yang berbunyi:

“Barang siapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan


supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan
akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja
memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan atau
tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk
untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.”

Berdasarkan keterangan pasal tersebut di atas, hal yang dilakukan Notaris

X yang dapat menyebabkan Notaris X dijatuhkan sanksi pidana yakni Notaris

tersebut yang mana melakukan pekerjaannya sebagai seorang Notaris

berdasarkan keterangannya yang dituliskan ke dalam Cover Note yang

dikeluarkannya menerangkan bahwa melakukan proses balik nama dan

pengikatan hak tanggungan yang mana seharusnya Notaris X tersebut

menerangkan bahwa kedua proses tersebut dilakukan oleh Notaris Y sebagai

Notaris penyambung tangan atas pekerjaannya, serta akan melakukan

pekerjaan tersebut dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan, tetapi dalam

121
kenyataannya tidak dilakukan dalam jangka waktu tersebut bahkan hingga

saat ini.

Walaupun sanksi pidana terhadap Notaris dalam kegiatan perbankan tidak

diatur secara khusus baik dalam UUJN maupun dalam UU Perbankan, tetapi

apabila seorang Notaris tidak melakukan pekerjaan sesuai dengan faktanya

maka dikategorikan sebagai tindak pidana dalam bidang perbankan.

3. Sanksi Administratif

Pengertian Sanksi Administratif yang tercantum dalam Pasal 1 angka 1

Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia

Nomor 61 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penjatuhan Sanksi Administratif

Terhadap Notaris yang disebut jugan dengan Permenkumham Nomor 61

Tahun 2016 adalah hukuman yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang

kepada Notaris karena melakukan pelanggaran yang diwajibkan atau

memenuhi ketentuan yang dilarang oleh peraturan perundang-undangan.

Pengertian tersebut memiliki arti bahwa sanksi administratif dijatuhkan

kepada Notaris apabila Notaris melanggar ketentuan UUJN serta peraturan

perundang-undangan terkait peraturan pelaksana lainnya. Yang berwenang

untuk menjatuhkan sanksi administratif terhadap Notaris yang melakukan

pelanggaran tersebut adalah:

a. Majelis Pengawas Wilayah.

b. Majelis Pengawas Pusat, dan

c. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

122
Kaduan yang diterima oleh MPDN Kota Padang terkait dugaan

pelanggaran hukum yang dilakukan oleh Notaris X diperiksa dan dilanjutkan

dengan pemeriksaan lanjutan oleh Majelis Pengawas Wilayah Notaris

Provinsi Sumatera Barat atau disebut juga dengan MPWN Provinsi Sumatera

Barat.114 Dalam Pasal 3 Permenkumham Nomor 61 Tahun 2016 sanksi

administratif terdiri atas:

a) Peringatan tertulis;

b) Pemberhentian sementara;

c) Pemberhentian dengan hormat; atau

d) Pemberhentian dengan tidak hormat.

Berdasarkan fakta hukum yang direkomendasikan oleh MPDN Kota

Padang, Notaris X mengabaikan Pasal 16 ayat (1) huruf a yang melakukan

sebuah pelanggaran yang dilakukan oleh Notaris dan dapat dijatuhi sanksi

administratif. Disebutkan dalam pasal tersebut bahwa seorang Notaris harus

bertindak:

a. Amanah, yang berarti Notaris memiliki tanggung jawab besar yang

dipegangnya dalam menjalankan tugasnya untuk dapat melaksanakannya

sesuai dengan yang seharusnya.

b. Seksama, yang berarti dalam bekerja Notaris haru memakai prinsip

kehati-hatian dan teliti. Baik dalam mengenal para pihak, memeriksa

segala dokumen, dan juga segala objek yang terkait dengan

pekerjaannya.

114
Diana Siska, Wawancara, Anggota, Majelis Pengawas Daerah Notaris Kota Padang,
12 Juli 2021.

123
c. Jujur, yang berarti dalam segala hal mengenai pekerjaannya sebagai

seorang pejabat umum Notaris harus berkata tidak lain dari yang

sebenarnya.

d. Tidak berpihak, yang berarti bahwa Notaris dalam melakukan

pekerjaannya harus netral, tidak berpihak dan mendahulukan kepentingan

pihak mana pun.

e. Menjaga kepentingan pihak terkait, yang berarti bahwa segala pekerjaan

Notaris bersifat rahasia, seperti akta yang dibuatnya dan tidak melakukan

hal-hal yang dapat merugikan pihak mana pun.

Maka dari itu, Notaris X selaku penerima pekerjaan yang mana lalai dalam

menjalankannya dan juga tidak sesuai dengan apa yang seharusnya ia kerjakan,

dapat dikategorikan melakukan perbuatan hukum. Oleh sebab itu, dapat dikenakan

sanksi hukum yang berupa sanksi-sanksi yang telah dijelaskan di atas. Sampai

saat ini belum ada keterangan mengenai sanksi apa yang dijatuhkan kepada

Notaris tersebut oleh MPDN Kota Padang selaku Majelis yang melakukan

pemeriksaan terhadap dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Notaris

X tersebut.

124
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Faktor yang menyebabkan seorang Notaris membuatkan Cover Note

yakni atas dasar surat order yang diberikan oleh bank dan yang mana

Notaris bersangkutan merupakan rekan kerja dari bank. Cover Note

merupakan sebuah surat keterangan yang dibuatkan ke Notaris yang

mana merupakan kebiasaan yang sering kali dijadikan surat sakti. Dalam

kaitannya dengan perbankan, Notaris X dimintakan untuk membuatkan

Cover Note yang dijadikan dasar pencairan kredit yang mana Notaris X

merupakan rekan kerja dari pihak PT. Bank MAndiri (Persero) Tbk.

Cabang Padang. Cover Note tersebut berisikan mengenai proses balik

nama dan pengikatan hak tanggungan I (Pertama) dan kemudian Notaris

X menyambung tangankan pekerjaannya kepada Notaris Y yang

berdomisili di Kabupaten Dharmasraya berdasarkan letak objek berada.

2. Tanggung jawab Notaris X atas Cover Note yang dibuatnya sebagai dasar

pencairan kredit yang di bahas dalam penulisan tesis ini ialah Notaris X

harus bertanggung jawab atas pekerjaannya yang sebagaimana

dituliskannya di dalam Cover Note tersebut sampai dengan pekerjaan

125
tersebut selesai. Keterangan-keterangan yang dituliskannya di dalam

Cover Note merupakan janji-janji pekerjaan yang sekaligus menjadi alat

bukti Notaris X tersebut yang mana harus ditepatinya. Notaris X

mengerjakan pekerjaannya yang merupakan kewenangannya berdasarkan

peraturan UUJN serta peraturan undang-undang lainnya yang terkait.

MPDN Kota Padang dalam hal ini yang menerima kaduan mengenai

pelanggaran hukum yang dibuat oleh Notaris X terkait Cover Note yang

dibuatnya tersebut hingga saat ini masih dalam proses pemeriksaan

terhadap kasus terkait.

3. Akibat hukum yang timbul dengan adanya pengikatan hak tanggungan

terkait dengan penulisan ini ialah, Notaris X yang ditunjuk oleh pihak

bank untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan kewenangannya yaitu

melakukan proses balik nama dan pengikatan hak tanggungan. Untuk

dapat mengikatkan suatu hak tanggungan dengan adanya proses balik

nama, belum dapat dilakukan apabila proses balik nama belum dilakukan

terlebih dahulu. Tetapi, di dalam kasus yang ada pada penulisan tesis ini,

dikeluarkannya Cover Note sebagai dasar pencairan kredit oleh Notaris X

dan pihak bank juga telah mencairkan dana kepada debitur bersangkutan

sementara kedua proses tersebut yang seharusnya dilakukan terlebih

dahulu belum dilaksanakan hingga saat ini. Sementara debitur telah

melakukan kewajibannya dengan melunaskan utangnya, tetapi belum

menerima haknya. Maka terkait dengan kelalaian dalam melaksanakan

pekerjaannya, Notaris X dapat dikategorikan melakukan perbuatan

126
melawan hukum dan dapat dijatuhkan sanksi, baik sanksi pidana, sanksi

perdata, atau sanksi administratif.

B. Saran

1. Demi keteraturan dan kepastian hukum dalam menjalani kegiatan

perbankan, seharusnya dibuatkan peraturan khusus mengenai Cover Note

dalam proses pencairan kredit. Selama ini, dalam prakteknya Cover Note

digunakan sebagai kebiasaan atau living law dalam proses tersebut dan

dijadikan syarat oleh bank. Baik pihak Notaris ataupun pihak bank harus

memastikan atas segala kebenaran informasi dari calon debitur sebelum

memberikan pinjaman kredit. Agar mengurangi risiko kerugian bagi

segala pihak terkait. Di dalam Cover Note hendaknya menerangkan lebih

terperinci mengenai pekerjaan yang dilakukan Notaris agar terdapat

keterangan yang jelas karena Cover Note secara tidak langsung

merupakan sebuah alat bukti tertulis.

2. Notaris hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang merupakan

kewenangannya yang diatur di dalam UUJN. Atas kelalaian yang terjadi,

Notaris X yang merupakan rekan kerja dari PT. Bank Mandiri (Persero)

Tbk. Cabang Padang harus tetap bertanggung jawab atas pekerjaan yang

dilakukannya yang merupakan penjelasan dan janji yang dituangkan ke

dalam Cover Note tersebut yang mana salah satunya untuk dapat

mengerjakan segala proses dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan tetapi

127
dalam kenyataannya sudah melebihi waktu yang diperjanjikan. Dalam

mengerjakan pekerjaan apa pun, Notaris harus memakai prinsip kehati-

hatian. Baik dalam membuat akta, mengenal pihak, dan juga kebenaran

dokumen yang diberikan para pihak terkait. Notaris harus lebih teliti

dalam memastikan atas suatu objek agunan dalam pemberian kredit oleh

bank tidak dalam sengketa maupun pemblokiran.

3. Seharusnya Notaris X tersebut tidak melaksanakan pemasangan hak

tanggungan dengan cara membuatkan APHT seperti yang dituliskannya

di dalam Cover Note terkait tetapi dalam kenyataannya balik nama belum

selesai prosesnya dan hak tanggungan belum dipasangkan dan juga tidak

jelas akan dibalik namakan kepada Tuan A atau Nyonya B dan/atau

keduanya, yang memiliki arti belum ada kejelasan kepada siapa akan

dibaliknama dan siapa pihak yang terikat dalam pengikatan hak

tanggungan. Tetapi proses pemberian kredit tetap dilaksanakan. Selain

itu, Notaris juga harus rutin untuk monitoring hal-hal yang menyangkut

dengan pekerjaannya, yang mana merupakan kewajibannya untuk

menuntaskan pekerjaannya tersebut walau pun pekerjaannya

diperpanjang tangangkan kepada Notaris rekan kerjanya.

128

Anda mungkin juga menyukai