Abstract
Regarding the position of the Tax Court in the judicial system in Indonesia there is fundamental
difference between Law No. 14 of 2012 and other legislation (Law on Judicial Power, Law on State
Administrative Court and Law on State Administrative Court). Under Law No. 14 of 2012, it implies that
status of the Tax Court beyond the four court as stipulated in the Law on Justice Power. While the
statutory, the law on judicial Power, the law of the State Administrative Court and the Law on General
Provisions and Tax Procedures, the position of the Tax Court as a Special Court in the State
Administrative Court. Juridical controversy will certainly be legal uncertainty about the position of the Tax
Court. This will be examined in this paper.
Abstrak
Mengenai posisi Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan di Indonesia ada perbedaan mendasar
antara Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2012 dan peraturan perundang-undangan lainnya (UU
Kekuasaan Kehakiman, UU tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan UU Peradilan Tata Usaha
Negara). Berdasarkan UU No 14 tahun 2012, status Pengadilan Pajak berada di luar 4 (empat)
lingkungan peradilan sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Kekuasaan Kehakiman.
Sementara, Undang-Undang tentang Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Tata Usaha Negara dan
Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, posisi Pengadilan Pajak sebagai
Pengadilan Khusus di Pengadilan Tata Usaha Negara. Kontroversi yuridis ini pasti akan mengakibatkan
ketidakpastian hukum tentang posisi Pengadilan Pajak. Hal inilah yang akan dibahas dalam makalah
ini.
1 Roscoe Pound, 1957, The Development of Constitutional Guarantees of Liberty, Yale University Press, New Haven London, sebagaimana dikutip dalam Philipus
M Hajon, 1985, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Indonesia, Surabaya, Bina Ilmu, hlm 82.
2 Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, 1983, Asas-asas Hukum Tata Negara, Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm.112.
40
Budi Ispriyarso, Analisis Yuridis Terhadap Kedudukan Pengadilan Pajak
of Law.3 Julius Stahl merumuskan unsur-unsur mestinya. Menurut Satjipto Rahardjo, penegakan
Rechsstaat dalam arti klasik, yaitu : adanya jaminan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan
atas hak-hak asasi manusia; adanya pemisahan keinginan-keinginan hukum menjadi kenyataan.
kekuasaan; pemerintahan harus berdasarkan Keinginan-keinginan hukum dalam hal ini tidak lain
peraturan-peraturan hukum; adanya peradilan adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-
administrasi.4 Unsur-unsur the Rule Of law menurut undang yang dirumuskan dalam peraturan
AV Dicey adalah : supremasi aturan-aturan hukum perundang-undangan.9
(supremacy of law); kedudukan yang sama dalam Salah satu agenda reformasi dalam kehidupan
menghadapi hukum (equality before the law); berbangsa dan bernegara adalah penegakan
terjaminya hak-hak asasi manusia.5 hukum secara konsekuen. Disadari banyak pihak
Beberapa pendapat mengenai negara hukum bahwa krisis multidimensi yang berkepanjangan
antara lain dikemukakan oleh Mochtar yang terjadi di Indonesia antara lain disebabkan
kusumaatmaja yang memberikan pengertian oleh gagalnya untuk menjadikan hukum sebagai
negara hukum sebagai berikut : “........negara panglima. Hukum yang diharapkan dapat menjadi
berdasarkan hukum, dimana kekuasaan tunduk formula untuk menyembuhkan “penyakit bangsa”
pada hukum dan semua orang, sama dihadapan yang mengakibatkan krisis berkepanjangan
hukum” 6 Sementara itu Hamid S.Attamimi ternyata penerapannya masih belum seperti yang
mengartikan negara hukum sebagai : “ ...... negara diharapkan. Hal tersebut ditengarai disebabkan
yang menempatkan hukum sebagai dasar antara lain karena penegakan hukum belum berhasil
kekuasaan negara dalam penyelenggara secara memuaskan.10
kekuasaan negara tersebut dalam segala Lemahnya penegakan hukum terlihat dari
bentuknya dilakukan dibawah kekuasaan hukum”7 masyarakat yang tidak menghormati hukum,
Sedangkan Saudargo Gautama, memberikan demikian pula kewibawaan aparat penegak hukum
pengertian negara hukum sebagai berikut :8 yang semakin merosot sehingga hukum sudah tidak
“........suatu negara, dimana perseorangan dapat memberi rasa aman dan tenteram.11 Masalah
mempunyai hak terhadap negara, dimana hak-hak yang sering tampak adalah pola-pola perilaku yang
asasi manusia diakui oleh undang-undang, dimana dihasilkan oleh hukum tidak selalu cocok dengan
untuk merealisasi perlindungan hak-hak ini, pola-pola perilaku yang dijalankan oleh pelaku-
kekuasaan negara dipisah-pisahkan hingga badan pelaku hukum dalam proses penegakan hukum.
penyelenggara negara, badan pembuat undang- Dengan kata lain,hukum merupakan rumusan hitam
undang dan badan peradilan yang bebas putih yang tertulis dalam peraturan hukum tidak
kedudukannya, untuk dapat memberi perlindungan selalu cocok dengan kenyataan empiris atau terjadi
semestinya kepada setiap orang yang merasa hak- perbedaan antara law in books dan law in action.12
haknya dirugikan, walaupun andaikata ini terjadi Berkaitan dengan penegakan hukum tersebut,
oleh alat negara sendiri.” lembaga-lembaga penegak hukum merupakan hal
Di dalam sebuah negara hukum, penegakan yang sangat penting. Penegakan hukum di suatu
hukum merupakan hal yang sangat penting. Istilah negara membutuhkan lembaga-lembaga penegak
penegakan hukum yang seringkali digunakan untuk hukum. Dalam sejarahnya selalu ada pihak-pihak
menterjemahkan istilah “Law Enforcement” baik penyelenggara negara maupun rakyat yang
merupakan serangkaian upaya, proses, dan aktifitas melanggar ketentuan hukum yang berlaku, oleh
untuk menjadikan hukum berlaku sebagaimana karena itu diperlukan suatu lembaga yang akan
3 Miriam Budiarjo, 1983, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta, Gramedia, hlm. 53.
4 Abu Daud Busroh dan Abu Bakar Busro, Op.cit.,hlm.112.
5 Miriam Budiarjo, op.cit., hlm. 58.
6 Mochtar Kusumaatmadja, 1995, Pemantapan Cita Hukum dan Asas-asas Hukum Nasional di masa kini dan Masa Yang Akan Datang, Makalah, Jakarta, hlm.1
7 A.Hamid S.Attamimi, Teori Perundang-undangan Indonesia, Pidato pengukuhan jabatan Guru Besar
Tetap pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Jakarta tgl 25 April 1992, hlm.8
8 Sudargo Gautama, 1983, Pengertian Tentang Negara Hukum, Bandung, Alumni, hlm.21.
9 Satjipto Rahardjo, 1984, Masalah Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Bandung, Sinar Baru, hlm.24
10 Y. Sri Pudyatmoko, 2007, Penegakan dan Perlindungan Hukum di bidang Pajak, Jakarta, Salemba Empat, 2007, hlm. v.
11 Esmi Warassih Pudjirahayu, Pemberdayaan Masyarakat Dalam Mewujudkan tujuan Hukum dan Persoalan Keadilan, Pidato Pengukuhan Guru Besar FH Undip,
14 April.
12 Loc.cit.
41
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
42
Budi Ispriyarso, Analisis Yuridis Terhadap Kedudukan Pengadilan Pajak
13 Galang Asmara, 2006, Peradilan Pajak dan Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam Hukum Pajak Di Indonesia, Yogyakarta, LaksBang PRESSindo, hlm.93.
43
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
peradilan umum, lingkungan peradilan agama, proses penyelenggaraan peradilan. Hal ini
lingkungan peradilan militer, lingkungan merupakan penegasan Penjelasan UUD 1945
peradilan tata usaha negara dan sebuah yangsecara umum menyebutkan “terlepas dari
Mahkamah Konstitusi. pengaruh kekuasaan pemerintah”. Kekuasaan
(3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan pemerintah tidak semata-mata kekuasaan
dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam eksekutif tetapi juga meliputi kekuasaan lainnya
undang-undang. seperti kekuasaan MPR, DPR, BPK dan
Di samping diatur dalam UUD NRI 1945, kekuasaan ekstra yudisial lainnya;
Kekuasaan Kehakiman yang merupakan kekuasan c. Kebebasan yang terkait dengan upaya
di bidang yudikatif diatur lebih lanjut dalam Undang- mewujudkan negara berdasarkan atas hukum
Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan (de rechsstaat). Dalam hal ini, kekuasaan
Kehakiman yang dalam perkembangannya diubah kehakimandimungkinkan untuk melakukan
dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009. pengawasan yudisial (rechsterlijke control )
Dalam Pasal 1 angka (1) Undang –Undang terhadap tindakan penyelenggara negara atau
Nomor 48 Tahun 2009 dijelaskan bahwa: penyelenggara pemerintah lainnya;
“Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara
yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan Disamping itu masih ada kebebasan lainnya
guna menegakkan hukum dan keadilan yakni kebebasan untuk membuat kebijaksanaan
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar dengan tujuan agar fungsi yudisial itu dapat berjalan
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 demi lancar sehingga mencapai hasil guna yang optimal.
terselenggaranya Negara Hukum Republik Kekuasaan kehakiman antara lain dilakukan
Indonesia.” oleh lembaga- lembaga peradilan. Pengadilan Pajak
Berdasarkan ketentuan tersebut, kekuasaan merupakan salah satu dari beberapa lembaga
kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka. peradilan yang ada di Indonesia. Berkaitan dengan
Pengertian “merdeka” adalah bebas hal ini, maka dalam rangka melakukan pengkajian
pengaruh/campur tangan kekuasaan lain untuk terhadap Keddukan Pengadilan Pajak dalam
menjalankan fungsi peradilan. Kekuasaan sistem peradilan di Indonesia, harus dipahami
kehakiman yang merdeka ini juga memiliki terlebih dahulu tentang sistem peradilan di
pengertian kekuasaan ini tidak boleh mencampuri Indonesia.
kekuasaan negara lainnya dalam menjalankan Sistem peradilan dapat dimaknai sebagai
fungsinya. kumpulan dari bagian-bagian peradilan (sub sistem)
Asas kebebasan kekuasaan kehakiman dalam yang membentuk suatu sistem penyelenggaran
Undang-Undang tentang Pokok-pokok Kekuasaan peradilan.16 Sistem peradilan di suatu negara
Kehakiman, meliputi :14 dipengaruhi oleh sistem yang dianut oleh negara
a. Bebas dari campurtangan kekuasaan negara tersebut.
lainnya; Sistem Peradilan Indonesia dapat diartikan
b. Bebas dari paksaan, direktive atau rekomendasi sebagai “suatu susunan yang teratur dan saling
dari pihak ekstra yudisial, kecuali dalam hal-hal berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan
yang diijinkan oleh undang-undang; pemeriksaan dan pemutusan perkara yang
Dalam konteks ini, dapat dikemukakan 3 dimensi dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang
kebebasan kekuasaan kehakiman, yakni :15 berada di lingkungan peradilan umum, peradilan
a. Kebebasan menjalankan fungsi peradilan (fungsi agama, peradilan militer, maupun peradilan tata
yudisial) yang meliputi kebebasan dalam usaha negara, yang didasari oleh pandangan, teori,
memeriksa, mengadili dan memutus perkara; dan asas-asas di bidang peradilan yang berlaku di
b. Kebebasan yang mengandung makna larangan Indonesia”.17
bagi kekuasaan ekstra yudisial mencampuri Sistem peradilan yang ada di Indonesia
14 I Gusti Ketut Ariawan, “Penerobosan Terhadap Batas-batas Kebebasan Kekuasan Kehakiman”, Masalah-masalah Hukum, Jilid 39 No.4, Desember 2010,
Fakultas Hukum Universitas Diponegoro Semarang, hlm.318.
15 Ibid.,hlm 318-319
16 Pujiono,Op.cit., hlm.44.
17 Loc.cit.
44
Budi Ispriyarso, Analisis Yuridis Terhadap Kedudukan Pengadilan Pajak
45
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
Perpajakan adalah orang pribadi atau badan, nampak bahwa sengketa pajak adalah termasuk
meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan sengketa Tata Usaha Negara. Jadi melihat tolok
pemungut pajak, yang mempunyai hak dan ukur subyek dan obyek tersebut, jika dikaitkan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 maka
peraturan perundang-undangan perpajakan. nampak bahwa sengketa pajak termasuk
Sedangkan pejabat yang berwenang adalah sengketa Tata Usaha Negara.20
Direktur Jenderal Pajak, Direktur bea dan Cukai, Hal senada juga disampaikan oleh Sutan Remy
Gubernur, bupati/walikota atau pejabat yang Sjahdeini yang menyatakan bahwa Pengadilan
ditunjuk untuk melakukan peraturan perundang- Pajak harus berada dalam lingkungan Peradilan
undangan perpajakan. Tata Usaha Negara. Hal ini didasarkan alasan
Dengan demikian tolok ukur subyek atau pihak bahwa pengertian “Sengketa Pajak” sebagaimana
yang bersengketa dalam sengketa pajak adalah dimaksud dalam Pasal 1 angka 5 Undang-Undang
antara rakyat (wajib pajak) dengan pemerintah. Pengadilan Pajak termasuk materi tata usaha
Menurut Syachran Basah manakala sengketa itu negara.21
terjadi antara rakyat di satu pihak dengan Ketua Muda Mahkamah Agung Urusan
pemerintah di lain pihak maka hal tersebut Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara Pulus
merupakan salah satu ciri dari Sengketa Tata Effendi Lotulung mengatakan, hakikat dari suatu
Usaha Negara. badan Pengadilan Pajak bisa dilihat dari tiga
2) Tolok Ukur Obyek dimensi. Pertama, azas perlindungan hukum. Di
Obyek dalam Sengketa Pajak berdasarkan Negara mana pun pemutus terakhir dalam sengketa
ketentuan Pasal 1 butir 5 UU Nomor 14 Tahun pajak selalu dilakukan oleh badan yang independen.
2002 adalah Keputusan. Sedangkan yang Ini merupakan suatu ciri dari negara hukum yang
dimaksud “Keputusan” menurut Pasal 1 butir 4 membuka kesempatan untuk memecah sengketa-
UU Nomor 14 Tahun 2002 adalah suatu sengketa pajak, katanya. Namun di Indonesia hal
penetapan tertulis di bidang perpajakan yang semacam ini masih dipertanyakan. Sebab
dilakukan pejabat yang berwenang berdasarkan Pengadilan pajak di Indonesia masih berdiri di atas
peraturan perundang-undangan perpajakan dan dua kaki. Satu kaki berpijak di Departemen
dalam rangka pelaksanaan Undang-undang Keuangan, satu lagi berpijak di Mahkamah Agung.
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Keberadaan Pengadilan Pajak yang berada di dua
Jika dibandingkan dengan Pasal 1 angka 3 kaki itu berasal dari riwayat UU Pengadilan Pajak itu
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 198619 tentang sendiri. Namun, perkembangan hukum sudah
Peradilan Tata Usaha negara, maka obyek berkembang. Pada tahun 2004-2009 semua
sengketa pajak termasuk Keputusan Tata Usaha peradilan harus berpuncak kepada Mahkamah
Negara. Agung. Jadi semestinya UU Pengadilan Pajak ini
Pengertian Keputusan tata usaha negara harus di revisi atau disesuaikan sehingga tidak
menurut Pasal 1 angka 3 UU No. 5 Tahun 1986 : menimbulkan kebingungan. Masalahnya, UU
“ialah Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan Pengadilan Pajak yang lama ini masih eksis. Dalam
oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan No.
berisi tindakan hukum tata usaha negara yang 28 Tahun 2007 di Pasal 27 disebutkan, Putusan
berdasarkan peraturan perundang-undangan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan
yang berlaku yang bersifat konkret, individual, khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara.
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Di sini berarti jelas, di mana sebenarnya posisi
Seseorang atau Badan Hukum Perdata.” Pengadilan Pajak. Jadi, yang seharusnya diubah
adalah dinamika di DPR ketika membuat sebuah
Kemudian dikaitkan dengan Pasal 1 angka 2, Undang-Undang. Perubahan dinamika itu
angka 3 dan angka 4 UU Nomor 5 tahun 1986 maka diperlukan agar Undang-Undang yang satu dengan
19 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 dalam perkembangannya diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004.
20 Ibid., hlm.101
21 Sutan Remi Sjahdeini,” Eksistensi Pengadilan Pajak”, Seminar Sehari Perpajakan, Jakarta, 12 Mei 2009.
46
Budi Ispriyarso, Analisis Yuridis Terhadap Kedudukan Pengadilan Pajak
yang lain tidak saling bertabrakan dalam Kehakiman, UU Peradilan Tata Usaha Negara
pelaksanaannya.22 dan UU ketentuan Umum dan Tatacara
Achmad Dimiyati N (salah seorang wakil ketua Perpajakan.
Badan legislatif Dewan Perwakilan Rakyat Republik 2. Kedudukan Pengadilan Pajak sebagai
Indonesia Periode2009-2014) menyatakan bahwa Pengadilan khusus di lingkungan Peradilan
posisi pengadilan pajak memang sebaiknya Tata Usaha Negara, dari aspek yuridis
dibawah salah satu lingkungan peradilan yaitu merupakan hal yang tepat karena akan lebih
dibawah lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. menciptakan kepastian hukum
Revisi terhadap Undang-Undang Nomor 14 Tahun (menghilangkan kontroversi yuridis antara UU
2002 tentang Pengadilan Pajak sudah lama Nomor 14 tahun 2002 dengan UU lainnya). Hal
direncanakan namun belum juga terlaksana. Namun ini ditindaklanjuti dengan merevisi ketentuan
demikian dalam perkembangannya Rencana UU Nomor 14 tahun 2002.
Undang-Undang tentang Perubahan atas UU
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak Berdasarkan simpulan diatas, penulis memberikan
telah masuk dalam daftar urutan dan prioritas RUU saran-saran sebagai berikut :
dalam Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 1. Perlu segera dilakukan revisi terhadap UU
tahun 2010-2014 yaitu terdapat dalam nomor 107.23 Nomor 14 Tahun 2002 agar terjadi sinkronisasi
Berdasarkan aspek kepastian hukum, dengan peraturan perundang-undangan
dimasukannya Pengadilan Pajak sebagai lainnya;
Pengadilan Khusus di lingkungan Peradilan Tata 2. Perlu segera disusun model penyelesaian
Usaha Negara akan lebih menciptakan kepastian sengketa pajak setelah Pengadilan Pajak
hukum dikarenakan terdapat sinkronisasi ketentuan menjadi Pengadilan Khusus di lingkungan
mengenai kedudukan Pengadilan Pajak antara UU Peradilan Tata Usaha Negara. Dalam hal ini
Nomor 14 Tahun 2002 dengan undang-undang harus dipertimbangkan dari aspek keadilan,
lainnya ( UU Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan kepastian hukum dan kemanfaatan.
Tata Usaha Negara, dan UU Ketentuan Umum dan
Tata Cara Perpajakan ). Namun demikian disamping DAFTAR PUSTAKA
aspek kepastian hukumnya, maka harus
diperhatikan pula aspek keadilannya. Oleh karena Ariawan, I Gusti Ketut, “Penerobosan Terhadap
itu perlu disusun model Pengadilan Pajak setelah Batas-batas Kebebasan Kekuasan
menjadi Pengadilan khusus di lingkungan Peradilan Kehakiman”, Masalah-masalah Hukum,
Tata Usaha Negara. Jilid 39 No.4, Dsember 2010, Fakultas
Hukum Universitas Diponegoro Semarang
C. Simpulan Asmara, Galang Asmara, 2006, Peradilan Pajak dan
1. Kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem Lembaga Penyanderaan (Gijzeling) Dalam
peradilan di Indonesia tidak diatur secara tegas Hukum Pajak Di Indonesia, Yogyakarta :
dalam UU Nomor 14 Tahun 2002. Apabila dikaji LaksBang PRESSindo.
ketentuan-ketentuan pasal yang terdapat di Attamimi, A.Hamid S., Teori Perundang-undangan
dalam UU nomor 14 tahun 2002, dapat Indonesia”, Pidato Pengukuhan Jabatan
disimpulkan bahwa kedudukan Pengadilan Guru Besar Tetap pada Fakultas Hukum
Pajak berada di luar 4 (empat) lingkungan Universitas Indonesia di Jakarta tgl 25 April
peradilan sebagaimana tercantum dalam 1992
Undang-undang Kekuasaan Kehakiman. Budiarjo, Miriam, 1983, Dasar-dasar Ilmu Politik,
Dalam hal ini terjadi kontroversi yuridis (baik Jakarta: Gramedia.
secara vertikal maupun secara horisontal Busroh, Abu Daud dan Abu Bakar Busro, 1983,
dengan peraturan perundang-undangan Asas-asas Hukum Tata Negara, Jakarta:
lainnya), antara lain dengan UU Kekuasaan Ghalia Indonesia.
22 http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol22014/posisi-pengadilan-pajak-masih- menjadi-polemik
23 Wawancara dengan Achmad Dimyati N (salah seorang Wakil Ketua Baleg DPR RI, tgl 12 September 2011).
47
MMH, Jilid 43 No. 1 Januari 2014
48