PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena berkat anugerahNya dan rahmatNya kita masih bisa
bertemu dalam materi kuliah Hukum Peradilan Tata Usaha Negera yang bekaitan dengan
Sejarah, Tujuan, Dasar dan Asas-asaas Peradilan Tata Usaha Negara, sebagaimana yang diatur
dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986, Undang-undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang
perubahan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2009 tentang Perubahan kedua atas Undang-undang Nomor 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
TUJUAN PERKULIAHAN
Menjelaskan tentang sejarah lahirnya UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara;
Menjelaskan Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN);
Menjelaskan Dasar-dasar Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN);
Menjelaskan Asas-asas Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN);
Mengajak mahasiswa untuk aktif menyimpulkan tentang sejarah, tujuan, dasar dan asas-
asas Peradilan Tata Usaha Negara (PERATUN);
Mengajak mahasiswa aktif dalam tanyak jawab;
Pro test.
DISKRIPSI MATERI
Cita-cita terbentukya undang-undang peradilan tata usaha Negara adalah dimulai sejak
lahirnya UUD 1945, hal ini dapat diketahui dari ketentuan Pasal 24 menyatakan bahwa
kekuasaan kehakiman dilakukan oleh suatu mahkamah agung dan lain-lain badan
kehakiman menurut undang-undang. susunan dan badan kehakiman diatur dengan
undang-undang.
PERIODE BERLAKUNYA UUD 1945(1945 s/d 1949)
Rencana pembentukan Peradilan tat usaha Negara sejak lahirya UUD 1945. Diwujudkan
dengan dikeluarkannya undang-undang nomor 19 tahun 1948. Tentang susun dan badan
badan kehakiman dan kejaksaan. Undang-undang ini dapat mengatur secara sepesifik
mengenai pengadilan tata usaha Negara, namun hanya dua pasal yang mengatur yang
mengenai peradilan administrasi, yaitu;
Pasal 66 berbunyi :
Jika dengan undang-undang atau berdasarkan atas undang –undang tidak ditetapkan
badan –badan kehakiman lain untuk memeriksa dan memutuskan perkara-perkara dalam
soal tata usaha pemerintahan,maka pengadilan tinggi dan tingkat pertama dan mahkamah
agung tingkat kedua memeriksa dan memutuskan perkara itu.
Pasal 67 berbunyi :
Badan-badan kehakiman dalam urusan tata pemerintahan yang dimaksud dalam pasal
66. Berada dalam pengawasan mahkamah agung. Dari bunyi ketentuan tersebut dapat
diketahui bahwa tidak menyebut sebagai peradilan tata usaha Negara. Akan tetapi sebagai
peradilan tata pemerintahan dan dalam operasionalnya pengadilan tinggi sebagai
pengadilan tingkat pertama dan mahkamah agung sebagai pengadilan tingkat ke dua.
Dalam konstitusi RIS yang mengatur peraturan tata usaha belum juga di atur secara pesifik
perkara yag mengadili diserahkan kepada pengadilan perdata atau alat –alat kelengkapan lain :
Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada pengadilan
yang mengadili perkara perdata ataupun kepada alat kelengkapan lain tetapi jika demikian
seboleh – bolehya dengan jaminan yang serupa dengan tentang keadilan dan kebenaran,
Dengan undang –undang federal dapat di atur cara memutus sengketa yang mengenai hukum tat
usaha dan yang bersangkutan dengan peraturan-peraturan yang diadakan dengan atau atas kuasa
konstitusi ini atau yang diadakan dengan undang- undang federal, sedangkan peraturan itu tidak
langsung mengenai semata mata alat-alat kelengkapan dan penghuni satu daerah bagian saja,
termasuk badan-badan hukum publik yang di bentuk atau diakui dengan atau atas kuasa undang
undang bagian daerah itu.
Periode UUDS( 17 Agustus 1950 s/d 5 juli 1959)
Dalam periode UUDS ini hanya satu pasal yang mengatur hukum tata usaha, yaitu: pemutusan
tentang sengketa yang mengenai hukum tata usah diserahkan kepada pengadilan yang
menggadili perkara perdata tatau pun kepada alat-alat kelengkapan lain,tetapi jika demikian
seboleh bolehya dengan jaminan yang serupa tentang keadilan dan kebenaran.
Rencana pembentukan pradilan tata usaha Negara hingga periode ini masih mengalami
perdebatan yang cukup panjang dan baru dapat diwujudkan melalui undang undang no. 5 thn
1986. Tentang peradilan tata usaha Negara, LNR. No. 77 tanggal 29 desember 1986. Undang
undang ini berlaku efektip penerapanya lima tahun kemudian dengan peraturan pemerintah no. 7
tahun 1991 tentang penerapan UU no.5 tajun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara, tanggal
14 januari 1991.
Uapaya pembentukan peradilan tata usaha Negara dalam periode kini telah dilakukan melalui
upaya adanya ketetapan majelis permusyawaratan sementara (MPRS) nomor : II/MPRS/1960
yang menetapkan agar segera dibentuk peradilan administrasi. TAP MPRS tersebut selanjutya
ditinjak lanjuti dengan undag undang No.19 tahun 1964 tentang ketentuan ketuntuan pokok
kekuasaan kehakiman.
Selanjutya, lintong O. siahaan dalam sachran basah secara kronologis menjelaskan bahwa
telah dilakukan berbagai upaya, baik dalam bentuk perundang-undangan, perencanaan (GBHN
dan repelita),simposium, lokakarya,pidato, kenegaraan peresiden, dan sebagainya diuraikan
sebagai berikut:
a. Undang undang no.14 tahun 1970, tentang ”ketentuan pokok kekuasaan kehakiman.”
Sebagai pelaksana lebih lanjut dari pasal 10 ayat (1) sub (D). sebagai pepaksana
lebihh lanjut dari pasal 10 ayat (1) Sub(D), tersebut,telah dibentuk PTUN berdasarkan
UU no. 5 tahun 1986, LN.No.77 tahun 1986.
b. Repelita II bab 27 tentang” hukum.” Khusus mengeni langkah langkah kegiatan atau
saran saran dalam bidang perencanaan hukum dan perundang undangan menentukan:
“selanjutnya diusahakan pembentukan peradilan administrasi dalam rangka
terselenggaranya ketertiban dan kepastian hukum di bidang administrasi
pemerintahan.”
c. Laporan seminar hukum nasional ke-III tahun 1974 disurabaya, yang menyimpulkan
bahwa agar semua peradilan semu (kuasi peradilan) dihapus dan tugas tugasnya
diserahkan kepada peradilan umum, dan agar jangan dibentuk lembaga lembaga
peradilan lain diluar undang-undang No. 14 tahun 1970.
d. Simposium peradilan TUN yang diselenggarakan oleh BPHN di Jakarta pada tanggal
5 s/d 7 pebruari 1976, yang berjuang menampung inti/ pokok pokok permasalahan
pembentukan PTUN.
e. Laporan penelitian tentang peradilan administrasi Negara (1976) tentang
kompetensi/wewenang peradilan administarsi Negara (1977) sturuktur organisasi
badan peradilan indonesia (1977) susunan, kekuasaan, dan hukum acara TUN
(1978/1979).
g. Ketetapan MPR No. IV/MPR/1978 tentang tanda kutif garis-garis besar haluan
Negara” pada “ pola umum pelita ke 3” dibagian “politik, aparatur bidang “ hukum”
sub (D) dinyatakan bahwa: “mengusahakan terwujudnya peradilan tata usaha
Negara.”
h. Seminar hukum nasional ke-IV tahun 1979 di Jakarta khususya mengenai masalah
pembentukan pengadilan tata usaha Negara, terdapat dua pendapat yag berbeda.
i. Berkaitan dengan TAP MPR no. IV/MPR /1978 dalam repelita III 1979/1980-
1983/1984( khususya dalam bab 23 tentang”hukum” menentukan antara lain:
“selanjutnya dalam rangka pembinaan peradilan ini akan diusahakan terwujudnya
peradilan tata usaha Negara(administasi), yaitu sebagai peradilan yang dapat
menyelesaikan perkara yang berhubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh
pejabat/petugas aparatur Negara.dengan demikian dapat lebih menjamin adanya
ketertiban , ketentraman dan kepastian hukum dalam menyelenggarakan pemerntahan
yang bersih, berkemampuan dan berwibawa,serta penuh dedikasi dan disiplin bekerja.
m. Pelantikan 6 (enam) ketua muda Mahmamah Agung RI, termasuk ketua bidang
PTUN, oleh Ketua Mahkamah Agung, pada tanggal 27 maret 1982.
Demikian kronologis perdebatan mengenai terbentuknya undang undang peradilan tata usaha
Negara sehingga sampai saat ini undang undang tersebut memiliki dua nama, peradilan tata
usaha Negara dan peradilan adminstrasi Negara,
Apabila dilihat dari judul nama undang undang No.5 tahun 1986 menyebutnya dengan undang-
undang peradilan Tata Usaha Negara, namun apabila dilihat ketentuan pasal 144 menyebutnya
dengan nama Peradilan Administrasi Negara.
Adanya dua nama tersebut dikarnakan pada waktu pembuatan undang undang di DPR dan
pemerintah tidak terdapat kesepakatan dalam pemberian nama UU No. 5 tahun 1986.
Usulan pihak pemerintah,menggunakan nama peradilan tata usaha Negara, sedangkan usulan
dari fraksi karya pembangunan (FKP) dan dari para akademisi (Universitas padjajaran,Gajah
Mada,Hasanuddin) menggunakan nama pradilan administrasi Negara.
Tujuan dibentuknya UU No.5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara yaitu
untuk mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang badan atau pejabat tata usaha
Negara.
Di dalam melakukan tindakan hukm publik badan/pejabat tata usaha Negara mempunya
peranan sebagai pelaku hukum publik yang menjalankan kekuasaan hukum publik yang
di jelmakan dalam kualitas penguasa (authoritises) seperti halnya badan-badan tata
usaha negara dan berbagai jabatan yang diserahi wewenang penggunaan
kekuasaanpublik, Wujud dari pelaksanaan urusan pemerintah dapat berupa
tindakanhukum yang berkaitan dengan tindakan material dan berbagai tindakan hukum
yang berupa keputusan hukum tata Negara. PTUN menjalankan peranan yang sangat
penting dalam melakukan fungsi control terhadap tindakan badan atau pejabat
adminidtrasi agar tidak bertindak melampaui kewenangan yang dimilikinya.
kedua, tolak ukurnya yaitu hukum agar mengatur dan membatasi kekuasaan dan
tindakan pemerintah dalam bentuk hukum material maupun hukum
formal(rechtmatiggheid).
Ketiga,adanya pencocokan antara perbuatan dan tolak ukur yang telah di tetapkan,
Keempat, adalah jika terjadi tanda-tanda akan terjadi penyimpangan terhadap tolok ukur
tersebut dilakukan tindakan pencegahan,
kelima, apabila dalam pencocokan menujukan telah terjadi penyimpangan dari tolok
ukur, kemudian diadakan koreksi melalui tindakan pembatalan, pemulihan terhadap
akibat yang di timbulkan dan mendisiplinkan pelaku kekeliruan.
Dalam konteks pembatasan kekuasaan pemerintah (Negara) dengan tujuan untuk memberikan
pelindungan terhadap hak-hak individu seperti dikemukakan diatas, berlaku suatu perinsip dalam
peraktik penyelenggaraan Negara dalam perspektif asas Negara hukum modern( Negara hukum
kesejahteraan), yaitu bahwa tidak ada kekuasaan Negara yang boleh dibiarkan bebas tanpa
pembatasan dan pengawasan.
Mengingat begitu dominannya peran Negara dalam konsep wipare state, maka setiap kali perlu
ada control terhadap tindakan hukum aparatur Negara agar tidak menjauhkan dari usaha-usaha
meujudkan kesejahteraan masyrakat.
Pada asasnya,setiap bentuk campur tangan pemerintah dalam pergaulan social harus
berpedoman pada peraturan perundangan sesuai dengan tuntutan asas legalitas sebagai
konsekwensi dari asas Negara hukum akan tetapi,kelemahan asas legalitas yang sangat
mengutamakan kepastian hukum mengakibatkan asas ini cenderung membuat pemerintah
menjadi lambat dalam bertindak.dalam hal tertentu ketika situasi dan kondisi mengharuskan
pemerintah bertindak demi menghindari kerugian yang lebih besar yang secara logis
diperkirakan terjadi,pemerintah memiliki kewenangan dan keleluasaan untuk bertindak atas
inisiatif sendiri, meskipun harus menyimpang atau mengabaikan undang-undang. Oleh karena
itu, badan atau pejabat tata usaha Negara dalam melalukan tindakan administrasi Negara
diberikan kebebasan tanpa harus terikat oleh adanya peraturan perundang –undanngan yang
disebut dengan diskresi atau freies ermessen sepanjang tidak menimbulkan penyalahgunaan
kewenangan sehingga merugikan rakyat. Tentu saja dalam persepektif Negara hukum pejabat
tata usaha Negara dalam mengambil tindakan itu selalu ada batasan dan alasannya.
Jika ada pengakuan bahwa kekuasaan penguasa bersumber dari hukum, berarti
penguasaan penguasa bukan merupakan kekuasaan yang bersipat mutlak(absolut) atau
tanpa batas, melainkan kekuasaan yang dibatasi oleh hukum. Konsekwensi atas
pegakuan yang demikian mengandung arti bahwa penngasa tidak dapat bertindak
sewenang wenang. Dipihak lain, pembatasan kekuasaan penguasa oleh hukum
berdampak positif terhadap hak-hak rakyat atau warga Negara, sebab jika kekuasaan
penguasa dibatasi oleh hukum, penguasa dengan sendirinya tidak dapat bertindak
sewenang- wenang sehingga pengakuan dan perlindungan hak-hak rakyat akan dapat
diujudkan.
Intinya, tata pemerintahan(tata kelola) yang baik sebagai konsep dari good
gopernance. Dan apabila dihubungkan dengan kepentingan rakyat bayak, maka
tujuan good gopernance itu yakni : pertaman , untuk meujudkan berbagai kepastian,
kemudahan dan “keberhasilan” (transparansi serta akuntabilitasi) dalam pelayanan
public dan kedua, untuk memberikan prelindugan kepada rakyat dari tindakan
sewenang-wenang dari pemerintah.
Eksistensi peradilan tata usaha Negara merupakan sarat mutlak dalam konsep
Negara hukum(rechtsstaat), karna menjadi indikator kualitas demokrasi dalam
pembagian kekuasaan Negara(machtsfeerdeling). Tidak perlu di tolak pendapat yang
menyatakan bahwa hehadiran peradilan tata usaha Negara di Indonesia di pengaruhi
oleh konsep konseil de`etat prancis dan administraieve rechtspraak nederlan, yang
dinegaranya juga dipengaruhi oleh kultur budaya dan sejarah hukum Negara asalnya.
Namun juga tidak perlu di munculkan superioritas kehasan peradilan tata usaha desa.
Negara republik Indonesia adalah Negara hukum, sehingga oleh karna itu segala
tindakan yang dilakukan oleh seseorang maupun badan atau pejabat tata usaha
Negara di Indonesia harus berdasarkan hukum, dalam Negara hukum, hubungan
penguasa dengan rakyat tidak didasarkan atas dasar kekuasaan, tetapi hubungan
yang sederajat atau setara yang diatur oleh atau berdasarkan hukum. rakyat bukan
hamba dan raja bukan tuan sehingga rakyat dapat meminta pertanggung jawaban
secara yuridis dari penguasa jika penguasa melakukan kesalahan dan menjalankan
kekuasaanya. Dalam rangka menyeimbangkan pengaturan kepentingan individu,
kelompok,sering dijumpai adanya perselisihan antara individu dan individu, maupun
individu dan kelompok, atau sebaliknya dan tidak jarang juga dijumpai perselisihan
tersebut terjadi antara kelompk atau individu dengan badan atau pejabat tata usaha
Negara.
Dalam amandemen undang-undang dasar 1945 pasal 1 ayat (3) berbunyi bahwa
Negara Indonesia adalah Negara hukum, dan selanjutnya dipertegas dalam pasal 1
angka 1 undang-undang No. 48 tahun 2009 tentang kekuaaan kehakiman bahwa
kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan
pancasila dan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun 1945, demi
terselenggaranya Negara hukum republic Indonesia.
Sebelum berlaku undang-undang No.48 tahun 2009 undang undang tentang
kekuasaan kehakiman dimaksudkan untuk mengadili adanya benturan kepentingan
antara individu ,kelompok,dan badan atau pejabat tata usaha Negara. dalam
ketentuan pasal 10 undang-undang No. 14 tahun 1970 tersebut peradilan tidak saja
peradilan tata usaha Negara, akan tetapi badan badan peradilan lain.
Pada tanggal 29 maret 2004, di undangkan undang-undang No. 9 tahun 2004 tentang
perubahan atas undang-undang No.5 tahun 1986, tentang peradilan tata usaha
Negara. Perubahan itu dimaksudkan untuk menyesuaikan dengan undang-undang
No. 4 tahun2004 tentang kekuasaan kehakiman, sebagai lanjutan dari repormasi
kekuasaan kehakiman yaitu undang-undang No.35 tahun 1999 yang merevisi UU No
14 tahun 1970 tentang pokok-pokok kejuasaan kehakiman.
Undang-undang No 4 tahun 2004 tentang kekuasaan kehakiman ternyata tidak sesuai
lagi dengan perkembangan kebutuhan hukum dan ketatanegaraan menurut UUD
Negara republik Indonesia tahun 1945, maka Undang –undang kekuasaan
kehakiman tersebut telah diganti dengan UU No 48 tahun 2009, tentang kekuasaan
kehakiman. Meskipun undang –undang No 4 tahun 2004 (lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2004 NO 8, TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA Republik
Indonesian No 4358 ) telah di cabut dan dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan
undang-undang No 48 tahun 2009, namun ketentuan ketentuan pelaksanaanya
sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan ini dinyatakan tetap berlaku. Hal ini
di jelaskan dalam pasal 63 undang-udang No 48 tahun 2009 tentang kekuasaan
kehakiman, menegaskan bahwa pada saat undang undang ini berlaku semua
ketentuan yang merupakan peraturan pelaksanaan yang berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan
unang –undang ini.
Undang undang No.5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara yang sudah
dilakikan dua kali perubahan yaitu undang-undang No 9 tahun 2004 tentang
perubahan atas undang undang No. 5 tahun 1986.tentang peradilan tata usaha
Negara dan undang-undang No. 51 tahun 2009 tentan perubahan ke dua atas
undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara, memuat
peraturan tentang kedudukan, sususnan, kekuasaan, serta hukum acara yang
berlaku di peradilan tata usaha Negara. Undang-undang ini dapat disebut sebagai
suatu hukum acara dalam arti luas, karna undang undang ini tidak saja mengatur
tentang cara-cara berperkara dipengadilan tata usaha Negara, tetapi sekaligus
juga mengatur tentang kedudukan, susunan, dan kekuasaan dari peradilan tata
usaha Negara.
Undang – undang yang mengatur hukum acara peradilan tata usaha Negara
yang berlaku untuk pengadilan TUN dan pengadilan tinggi TUN yaitu:
a. Undang-undang No. 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara.
b. Undng-undang No.9 tahun 2004 tentang perubahan undang-undang No 5
tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara.
c. Undang-undang No 5 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang-
undang No 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara,
Adapun undang-undang yang mengatur hukum acara bagi kasasi bagi dan
peninjauan kembali yaitu:
Dalam ukum acara peradilan tata usaha Negara dikenal beberapa asas yang menjadi
landasan normatif operasional hukum, yaitu sebagai berikut:
Sekalipin prinsip beracara dengan surat atau tulisan tetap ada, namun tidak
menutup kemungkinan pemeriksaan dilakikan dengan lisan, yakni pada
kesempatan menerangkan kedudukan masing-masing pihak, pada saat ini kedua
pelah pihak dapat menjelaskanya dengan lisan, misalnya pada saat pemeriksaan
persiapan, mengajukan, bukti dan lain-lain. Bagi mereka yang tidak pandai
membaca atau menulis, dapat mengutarakan kehendakyan kepada panitera
pengadilan, selanjutnya panitera berkewajiban membantu merumuskan gugatan
dalam bentuk tulisan,
Setelah fase tekhnis administrative diselesaikan oleh panitera, gugatan ditanda
tangani oleh penggugat atau kuasanya atau dibubuhi cap jempol bagi mereka
yang tidak bisa tulis dan baca.
11. Asas kemungkinan diadili oleh pengadilan yang dekat dengan kediaman
penggugat.
Dalam hal tertentu sesuai dengan sipat sengketa TUN yang bersangkutan, yang
diatur dengan peraturan pemerintah, gugatan sengketa TUN Dapat diajukan ke
pengadilan yang berwenang yang daerah hukumnyameliputi tempat kediaman
penggugat (pasal 54 ayat 4)
Pada angka romawi V surat edaran mahkamah agung No 2 tahun 1991 tentang
petunjuk pelaksanaa beberapa ketentuan dalam undang-undang No 5 tahun 1986
tentang peradilan tata usaha Negara memberikan petunjuknya bahwa
kemungkinan adanya perdamaian hanya dapat terjadi diluar persidangan.
Sebagai konsekwensi perdamaian tersebut, penggugat mencabut gugatannya
secara resmi dalam sidang terbuka untuk umum dengan menyebutkan alasan
pencabutanya. Apabila pencabutan gugatan dimaksud dikabulkan, maka hakim
atau ketua mejelis memerintahkan agar panitera mencoret gugatan tersbut dari
register perkara. Perintah pencoretan tersebut diucapkan dalam persidangan yang
terbuka untuk umum.
RANGKUMAN
Beracara di pengailan tata usaha Negara dengan beracara di pengadilan umum pada
beberapa hal yang berbeda namun secara substansial dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
e-learning