NIM : 20.00039
hukum yang umurnya relatif masih muda .Hukum Acara Tata Usaha
Negara (HATUN) di Indonesia dikenal
dan mendapat arti penting dalam lalu lintas hukum dimulai dari
sejak diundangkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 pada
tanggal 29 Desember 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(disingkat UUPTUN No. 5 Tahun 1986. Walaupun demikian konsepsinya
sesungguhnya telah diisyaratkan sekitar tahun 1948, yaitu ketika
diberlakukannya Undang Undang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Susunan
dan Kekuasaan Badan Badan Kehakiman dan Kejaksaan.
Namun demikian dilihat dari segi bobotnya mata kuliah HATUN
(alasan kenapa menggunakan istilah HATUN, lihat penjelasan selanjutnya)
tidak kalah pentingnya dengan mata kuliah hukum acara lainnya,
umpamanya Hukum AcaraPerdata, Hukum Acara Pidana, Hukum Acara
Pidana Militer, Hukum Acara Peradilan Agama atau Hukum Acara Tata
Negara. Perdata, Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Pidana Militer,
Hukum Acara Peradilan Agama atau Hukum Acara Tata Negara.
1. Peradilan Umum
2. Peradilan Agama
3. Peradilan Militer
2. Kesatuan beracara
3
Wacipto, op cit, hlm. 88 – 92.
4
Ibid, hlm. V. 11 Victor Situmorang dan Soedibyo, Pokok Pokok Peradilan Tata Usaha Negara, Bina
Aksara, Cetakan Pertama, Jakarta, 1987, hlm. 4. 6, 8 dan 49. 12 Indroharto, Usaha Memahami Undang
Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara Buku 11 (Edisi Baru), Pustaka Sinar Harapan, Cetakan
Keempat, Jakarta, 1993, hlm. 34.
5
Rozali Abdullah, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Rajawali Pers, Cetakan Pertama, Jakarta, 1992,
hlm. 2
Pada masa penjajahan Belanda (Hindia Belanda) terakhir berlaku ketentuan
I.S. (Indiest Staatsregeling) di bumi Nusantara. Substansi ketentuan yang
mengatur mengenai Peradilan Tata Usaha Negara tercantum dalam pasal 134
ayat (1) dan pasal 138 ayat (1)6 sebagai berikut:
Pasal 134 ayat (1) IS menetapkan:
Alle twistgedingen of daaruit voortspruittende rechten, over
schuldvorderingen of andere burgerlijke rechten, behooren bij uitsluiting tot de
kennis van den rechtelijke macht”
Terjemahan: Semua perselisihan tentang hak milik atau hak hak lain yang
timbul karenanya, tagihan utang atau hak hak keperdataan lainnya, merupakan
perkara yang harus diselesaikan melalui kekuasaan kehakiman (pengadilan)
Pasal 138 ayat (1)7IS menetapkan:
“De zaken, welke witharen aard of krachtens algemeene verordeningen ter
beslissing staan van het administratief gezag, blijven daaraan onderwarpen’’.
Terjemahan: perkara perkara yang menurut sifatnya atau berdasarkan
peraturan peraturan umum termasuk dalam kewenangan pertimbangan kekuasaan
administrasi, tetap ada dalam kewenangannya
6 Engelbrecht, W.A., Kitab kitab Undang Undang, Undang Undang dan Peraturan Peraturan serta Undang Undang Dasar 1945 Republik
Indonesia, Importe Par P.T. Soeroengan, Djakarta, 1960, hlm. 211
7
Engelbrecht, op cit, hlm. 212
Sjachran Basah8 Pada hakikatnya suatu hukum acara itu adalah tergolong ke
dalam hukum formal (hukum ajektif). Hukum formal atau hukum ajektif tersebut
merupakan kelengkapan dari pada hukum materiil (hukum substantif). Hukum
materiil sesungguhnya merupakan hukum yang mengatur bagaimana suatu sikap
tindak/perbuatan harus diselenggarakan/dilaksanakan baik oleh penyelenggara
negara (Pusat dan Daerah) ataupun oleh warga negaranya. Untuk menegakkan
hukum materiil itu diperlukan hukum formal, sebab di dalam hukum formal-lah
aturan main tersebut bisa ditindaklanjuti. Dikaitkan dengan tugas badan peradilan,
maka fungsi hukum formal dan hukum materiil itu amat jelas. Peradilan tanpa
hukum materiil akan lumpuh, sebab tidak tahu apa yang akan dijelmakan/ diputus,
sebaliknya peradilan tanpa hukum formal akan liar, sebab tidak ada batas batas
yang jelas dalam melakukan wewenangnya.
8
Sjachran Basah, Hukum Acara Pengadilan Dalam Lingkungan Peradilan Administrasi (HAPLA), Rajawali Pers,
Cetakan Pcrtama, Jakarta, 1989, hlm. 1.
9 Ibid, hlm. 34
Sedangkan Pasal 53 ayat (2) UU No. 9 Tahun 2004. 10
Dalam sengketa tata usaha negara, titik sengketanya juga menyangkut hak subjektif
berdasarkan hukum publik baik yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum
perdata. Namun demikian ruang lingkup sengketa tata usaha negara sebagaimana
yang dimaksud Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9 Tahun 2004
dan UU No. 51 Tahun 2009 adalah dalam arti sempit. Dikatakan dalam arti sempit,
oleh karena sengketa tata usaha negara tersebut hanya ditujukan atau terbatas
kepada:
a. OBJEK : ditujukan (pada prinsipnya) kepada perbuatan atau tindakan badan atau
pejabat tata usaha negara yang diwujudkan dalam bentuk penetapan/keputusan
yang dikeluarkan secara tertulis
b. SUBJEK : pihak pihak yang bersengketa adalah antara warga negara atau badan
hukum perdata lawan badan atau pejabat tata usaha negara.
c. ALASAN: Tindakan hukum badan atau pejabat tata usaha negara tersebut
dinilai: 1. Bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. 2. Salah menggunakan
wewenang. 3. Tidak mempertimbangkan semua kepentingan yang tersangkut atau
terkait.Sekarang dirubah dengan5
Putusan hakim adalah suatu pernyataan dari hakim sebagai pejabat negara
yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan di persidangan yang bertujuan
untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para
pihak.
1 . Kepentingan nilai, artinya kepentingan itu sendiri menunjukkan kepada nilai yang
harus dilindungi oleh hukum.
2. Kepentingan proses, artinya menyangkut apa yang hendak dicapai dengan
melakukan gugatan tersebut.
9
Sabino Cassese, New paths for administrative law: A manifesto, Oxford University Press and New York University School of Law. All rights
reserved, Volume 10, 2012, h. 609.
11.
Yuslim. Op. Cit, halaman 148.
12. Ujang Abdullah, SH. M.Si, H., Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara dalam Sistem Peradilan di Indonesia
(makalah/tulisan), hlm. 14. http://www.google.co.id/ search?q=kompetensi+PTUN%2C+artikel%2C+pdf&ie=utf-
8&oe=utf8&aq=t&rls=org.mozilla:enUS:official&client=firefox-a;www.ptun palembang.go.id/ upload.../KOMPE TENSI
%20PTUN.pdf, diakses tgl 18 Agustus 2012
11 H.Salmon, eksistensi Peradilan Tata Usaha Negara…………. Jurnal Sasi Vol. 16 No. 4 Bulan Oktober – Desember 2010.
12 Supandi, Modernisasi Peradilan Tata Usaha Negara di Era Revolusi 4.0 untuk Mendorong Kemajuan Peradaban Hukum Indonesia,
Disampaikan pada saat Pidato Pengukuhan Penerimaan Jabatan Guru Besar Prof. Supandi Universitas Diponegoro di Semarang, Jawa
Tengah pada hari Jumat tanggal 29 November 2019. H. 6-7