Anda di halaman 1dari 13

UJIAN TENGAH SEMESTER

Diajukan Guna Memenuhi Ujian Tengah Semester (UTS)


Mata Kuliah Hukum Acara Tata Usaha Negara
Dosen Pengampu:
Dr. H. Tatang Astarudin, S.Ag,.SH.,M.Si
Bubun Bunyamin, SH.MH

Disusun Oleh :
INDRA SAPUTRA
1213050080
Ilmu Hukum 4 B

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
1. Coba anda jelaskan sejarah perkembangan HAPTUN di Indonesia sejak zaman
kemerdekaan samapi dengan saat ini !

1. Masa Penjajahan Belanda (Hindia Belanda)


Pada masa penjajahan Belanda (Hindia Belanda) terakhir berlaku ketentuan I.S. (Indie
st Staatsregeling) di bumi Nusantara.Substansi ketentuan yang mengatur mengenai Pe
radilan TataUsaha Negara tercantum dalam pasal 134 ayat (1) dan pasal 138 ayat (1)
Dari segi sejarahnya, kalau kita perhatikan praktek PeradilanTata Usaha Negara (PTU
N), maka sistem peradilan yang berlaku di Indonesia dapat digolongkan/dibagi dalam
2 sistem, yaitu1:
1) Sistem Administratief Beroef (S.A.B.)
Inti dari pelaksanaan sistem administratief beroef adalah bahwa: yang berwenang me
meriksa dan memutuskan sengketa tata usaha negara adalah instansi administrasi yang
secara hierarkhis lebih tinggi atau instansi lain diluar instansi administrasi yang telah
memberikan keputusan pertama. Sedangkan sifat pemeriksaan pada sistem administra
tief beroef (S.A.B) adalah:
a. rechtmatigeheid (sesuai dengan hukum).
b. doelmatigeheid (sesuai dengan tujuan/manfaat/dayaguna).
c. dapat merubah atau mengganti keputusan lama menjadi keputusan baru.
d. yang memeriksa sengketa adalah pejabat administrasi.
2) Sistem Administratief Rechtspraak (S.A.R)
Dalam sistem administratief rachtspraak, sengketa tata usaha negara hanya diserahkan
kepada lembaga peradilan tidak dilakukan/diserahkan kepada lembaga/instansi admini
strasi lain. Sedangkan sifat pemeriksaannya adalahsebagai berikut:
a. yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara adalah h
akim.
b. mementingkan segi rechtsmatig saja.
c. memutuskan dan memberi hukuman denda (uang).

2. Masa Undang-Undang Dasar 1945 (Proklamasi 17-08-1945 s.d. 27-12-1949)


Secara konsepsional idea atau usaha usaha ke arah terbentuknya lembaga peradilan ya
ng akan menangani sengketa tata usaha negara, sesungguhnya telah dimulai sejak ban
gsa Indonesia menyatakan kemerdekaannya, yaitu sekitar tahun 1948, dimana Prof Wi
rjono Prodjodikoro, SH., telah memprakarsai rancangan undang-undang peradilan yan
g menyangkut/yang akan menyelesaikan sengketa tata usaha negara/administrasi nega
ra.
Prakarsa Prof Wirjono Prodjodikoro, SH. tersebut membuahkan hasil. Hal ini terlihat
dari diundangkannya Undang Undang Nomor 19 Tahun 1948 yang berjudul: Susunan

1
Pembagian tersebut adalah pendapat Donner yang dapat diketahui dalam buku Rochmat Soemitro, Peradilan
Administrasi Dalam hukum Pajak Di Indonesia. PT. Eresco, Cetakan ke-V, Bandung, 1991, hlm. 14 dst.
dan Kekuasaan Badan Badan Kehakiman dan Kejaksaan. Undang-Undang ini adalah
amanat dari pasal 24 Undang Undang Dasar 1945.
Eksistensi lembaga Peradilan Tata Usaha Negara dalam Undang-Undang Nomor 19 T
ahun 1948 terlihat pada pasal 6 ayat (1) yang menegaskan tentang adanya 3 (tiga) ling
kungan peradilan dalam negara Republik Indonesia, yaitu :
1. Peradilan Umum.
2. Peradilan Tata Usaha Negara, dan
3. Peradilan Ketentaraan.
Walaupun Undang Undang Nomor 19 Tahun 1948 telah menegaskan mengenai eksist
ensi dan nama lembaga yang mengemban tugas melaksanakan kekuasaan kehakiman
dalam menyelesaikan sengketa tata usaha negara, namun hukum acara tata usaha nega
ra-nya itu sendiri (HATUN) belum pernah dibuat secara tersendiri. Dan oleh karena it
u pula Undang Undang Nomor 19 Tahun 1948 tersebut secara hukum belum mempun
yai kekuatan berlaku sampai dengan berakhimya periodesasi Undang Undang Dasar P
roklamasi pada tanggal 27-12-1949 untuk seluruh wilayah Indonesia.
3. Masa Konstitusi RIS (27-12-1949 s.d. 17-08-1950)
Pada masa berlakunya konstitusi RIS Tahun 1949 belum pernah dihasilkan ketentuan
ketentuan yang mengatur tentang kekuasan kehakiman, apalagi tentang Peradilan Tata
Usaha Negara (PTUN) beserta hukum acaranya. Hal ini disebabkan perkembangan po
litik dan hukum di negara Indonesia selama kurun waktu tersebut belum memungkink
an untuk menggarap bidang kekuasaan kehakiman termasuk peradilan tata usaha nega
ra beserta hukum acaranya.
Adapun landasan hukum untuk memeriksa dan memutuskan sengketa tata usaha negar
a dapat dilihat pada pasal 161 Konstitusi RIS yang berbunyi sebagai berikut:
“Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada pe
ngadilan yang mengadili perkara perdata atau kepada alat alat perlengkapan lain, tetap
i jika demikian seboleh bolehnya dengan jaminan yang serupa tentang keadilan dan ke
benaran”
4. Masa UUDS Tahun 1950 (17-08-1950 s.d. 05-07-1959)
Cita cita untuk mewujudkan Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) beserta hukum aca
ranya dibawah Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950 sesungguhnya sama de
ngan keadaan masa berlakunya Konstitusi RIS. Hanya saja landasan hukum penyelesa
ian sengketa tata usaha negara tersebut tertuang dalam pasal 108 Undang Undang Das
ar Sementara Tahun 1950 yang berbunyi sebagai berikut:
“Pemutusan tentang sengketa yang mengenai hukum tata usaha diserahkan kepada pe
ngadilan yang mengadili perkara perdata atau kepada alat alat perlengkapan lain, tetap
i jika demikian seboleh bolehnya dengan jaminan yang serupa tentang keadilan dan ke
benaran”.
5. Masa Berlakunya UUD 1945 periode Orde Lama (05-07-1959 s.d. 11-0
3-1966)
Setelah terbentuknya lembaga MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEME
NTARA REPUBLIK INDONESIA (MPRS) melalui Penetapan Presiden Nomor 2 Ta
hun 1959 dan berbagai Perpres sebagai tindak lanjut dari amanat Dekrit Presiden tang
gal 5 Juli 1959, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara telah menetapkan
Ketetapan MPRS No. II/MPRS/1960, dimana salah satu butir dari ketetapannya berbu
nyi: perlu diadakan peradilan administrasi. Untuk maksud tersebut dibuatlah rancanga
n undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara tahun 1960.
Menindaklanjuti apa yang merupakan keinginan Lembaga MPRS dimaksud, kemudia
n lahirlah Undang Undang Nomor 19 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Poko
k Kekuasaan Kehakiman menggantikan UU. No. 19/1948 yang berlaku sebelumnya.
Lembaga Pembinaan
Hukum Nasional (LPHN) telah berupaya merumuskan rancangan Peradilan Tata Usah
a Negara pada tanggal 10 Januari 1966. Namun rancangan dimaksud belum sempat di
majukan oleh Pemerintah ke DPR GR pada waktu itu berhubung karena kondisi politi
k yang tidak memungkinkan.2
6. Masa Berlakunya UUD 1945 periode Orde Baru (11 Maret 1966 - 1998)
Masa berlakunya Undang-Undang Dasar 1945 tanggal 11 Maret 1966 adalah masa un
tuk kembali kepada Undang-Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen.
Landasan kekuasaan kehakiman dalam Undang-Undang Dasar 1945 adalah pasal 24 y
ang menetapkan:
ayat (1) Kekuasan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan la
in lain badan kehakiman menurut undang-undang.
ayat (2) Susunan dan kekuasaan badan badan kehakiman itu diatur dengan und
ang undang.
Dalam rangka mewujudkan cita cita yang tertuang dalam pasa 24 Undang-Undang Da
sar 1945 tersebut, lalu disahkanlah Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1964. Berdasar
kan Undang Undang Nomor 19 Tahun 1964 tersebut, kemudian dirumuskan rancanga
n undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara untuk yang kedua kalinya yan
g diprakarsai oleh Lembaga Pembinaan Hukum Nasional tahun 1966.
Keinginan untuk mewujudkan Peradilan Tata Usaha Negara beserta hukum acaranya
dipertegas lagi dalam pidato kenegaraan Presiden Republik Indone-sia (Soeharto) dih
adapan sidang pleno Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tanggal 16 Agustus 1978 antar
a lain dikatakan bahwa, salah satu mekanisme untuk meratakan keadilan adalah denga
n cara segera dibentuknya Peradilan Tata Usaha Negara. Penegasan Presiden tersebut

2
Lopa, B. dan Hamzah, A., Mengenal Peradilan Tata Usaha Negara, Sinar Grafika. Cetakan Kedua (ditambah), Ja
karta. 1993. hlm. 28 29.
telah diperkuat pula oleh Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Nomor I
V Tahun 1978.
Tahun 1986 Pemerintah menyampaikan kembali rancangan undang undang tentang P
eradilan Tata Usaha Negara tersebut kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republ
ik Indonesia periode sidang 1982 1987. Pada tanggal 20 Desember 1986, Dewan Perw
akilan Rakyat Republik Indone-sia menyetujui rancangan undang undang tentang Per
adilan Tata Usaha Negara tersebut menjadi undang undang, dan disahkan oleh Preside
n Republik Indone-sia pada tanggal 29 Descmber 1986 dengan sebutan UNDANG U
NDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEG
ARA ATAU UNDANG UNDANG PERADILAN ADMINISTRASI NEGARA.
Dengan disahkannya Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tersebut, maka lahir pula
pengetahuan hukum yang baru yang disebut dengan istilah HUKUM ACARA TATA
USAHA NEGARA (HATUN) atau HUKUM ACARA ADMNISTRASI NEGARA
(HAAN) atau HUKUM ACARA PERADILAN TATA USAHA NEGARA (HAPTU
N).
7. Era Reformasi (1998 – sekarang)
Dalam era reformasi sejak lengsernya Presiden Soeharto pada tanggal 24 Mei 1998 sa
mpai sekarang ini belum nampak perbaikan atau penyempurnaan UUPTUN Nomor 5
Tahun 1986 dan nampaknya undang undang tersebut tetap berjalan walaupun disana s
ini masih terdapat kelemahan atau kesenjangan.
Telah ada usaha-usaha perbaikan atau penyempurnaan Undang-Undang Nomor 5 Tah
un 1986 yang dilakukan pada tahun 2004 dan 2009, yaitu dengan disahkannya Undan
g-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas UU No. 5 Tahun 1986 tentan
g PTUN dan Undang-Undang Nomor 51 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas U
U No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN.3
2. Coba anda jelaskan dasar hukum Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AAUPB) kaitannya dengan peran pejabat tata usaha negara dalam membuat
keputusan tata usaha negara !

Pasal 10 UU TUN No. 30 Tahun 2014 menjelaskan ruang lingkup penerapan AUPB
yang berlaku dalam penyelenggaraan negara. Prinsip-prinsip umum tata kelola
perusahaan yang baik meliputi prinsip-prinsip berikut:
1. Kepastian hukum. Asas kepastian hukum adalah asas kepastian hukum yang
mengutamakan pembenaran, kecukupan, keawetan, dan keadilan ketentuan peraturan
perundang-undangan dalam setiap kebijakan tata usaha negara.
2. kebijaksanaan Asas kepatutan berarti bahwa kemaslahatan harus dipertimbangkan
secara seimbang:
(1) kepentingan satu orang dengan kepentingan orang lain; (2) kepentingan individu
dalam hubungannya dengan masyarakat, (3) kepentingan masyarakat penghuni dan
3
SH. MH. Prof. Dr. Drs. H. Marshaal NG. SH. MH. Dr. Hj. Sri Suatmiati, SH. M.Hum. Angga Saputra, Hukum Acar
a Tata Usaha Negara Indonesia, 2nd ed. (Palembang: Tunas Gemilang, 2018).
masyarakat asing; (4) kepentingan satu kelompok masyarakat dan kepentingan
kelompok masyarakat lainnya; (5) kepentingan pengurus dengan anggota masyarakat;
(6) kepentingan generasi sekarang dan kepentingan generasi mendatang; (7) manfaat
bagi manusia dan ekosistemnya; (8) kepentingan laki-laki dan perempuan.
3. Ketidakberpihakan. Asas ketidakberpihakan adalah asas yang mewajibkan badan
dan/atau pejabat pemerintah untuk membuat dan/atau melaksanakan keputusan dan/atau
tindakan dengan mempertimbangkan kepentingan semua pihak secara utuh dan tanpa
diskriminasi
4. Perhatian. Asas ketelitian adalah asas bahwa keputusan dan/atau tindakan harus
didasarkan pada kelengkapan informasi dan dokumen yang membuktikan sah tidaknya
keputusan dan/atau pelaksanaan keputusan dan/atau tindakan tersebut, sehingga
keputusan/tindakan yang bersangkutan disusun dengan seksama sebelum penetapan
dan/atau pelaksanaan keputusan dan/atau tindakan.
5. Jangan menyalahgunakan kekuasaan. Asas tidak menyalahgunakan wewenang adalah
asas yang mewajibkan setiap instansi dan/atau pejabat pemerintah untuk tidak
menggunakan, melampaui, atau menyalahgunakan wewenangnya untuk keuntungan
pribadi atau untuk kepentingan lain sesuai dengan tujuan pemberian wewenang tersebut,
dan / atau tidak membingungkan pihak berwenang.
6. Transparansi. Asas keterbukaan adalah asas yang dirancang untuk memberikan
informasi yang akurat, jujur, dan tidak diskriminatif kepada masyarakat dalam
penyelenggaraan pemerintahan, dengan menghormati perlindungan hak asasi manusia
individu dan kelompok serta rahasia negara.
7. kepentingan umum. Asas kepentingan umum adalah asas yang mengutamakan
kebaikan dan kepentingan bersama secara ambisius, adaptif, selektif dan tidak
diskriminatif.
8. Pelayanan yang baik. Asas pelayanan yang baik dimaksudkan sebagai asas yang
memberikan pelayanan tepat waktu, prosedur yang jelas dan biaya yang sesuai dengan
standar pelayanan dan peraturan UU.

Penerapan asas-asas umum pemerintahan yang baik dalam pelaksanaan pelayanan p


ublik dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat selain daripada yang dise
butkan dalam pasal 10 UndangUndang Nomor 30 Tahun 30014 tentang Administrasi
Pemerintahan menguraikan ruang lingkup AUPB yang berlaku dalam administrasi p
emerintahan, antara lain :4
1. Asas Keseimbangan. Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukum
an jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki p
ula adanya kualifikasi yang jela mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggara
n atau kealpaan yang dilakukan oleh seseorang sehingga memudahkan penerapan
nya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan serta s
ejalan dengan kepastian hukum.
2. Prinsip tidak membingungkan otoritas. Pegawai Negeri Sipil memiliki kewenanga
n yang diatur dalam undang-undang dan peraturan menurut substansi, ruang dan wak
tu. Area lisensi ini tidak boleh digunakan lebih dari yang ditentukan dalam peraturan
4
HR, Ridwan, HUKUM ADMINISTRASI NEGARA (PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2014)
yang berlaku.
3. Asas keadilan dan kejujuran. Prinsip keadilan ini mensyaratkan tindakan yang pro
porsional, adil, seimbang dan sesuai dengan hak setiap orang. Sedangkan asas keadil
an menekankan bahwa dalam segala kegiatan pemerintahan atau penyelenggaraan ne
gara diperhatikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat, baik itu agama, moralit
as, adat istiadat dll.

AAUPB dapat digunakan sebagai dasar atau pedoman bagi pejabat pemerintah dala
m menjalankan tugasnya dan sebagai alat uji bagi lembaga peradilan untuk menilai ti
ndakan pemerintah ketika pihak lain mengajukan gugatan yang dianggap merugikan
dirinya. Dengan kata lain, AAUPB secara teoritis sangat penting dalam mewujudkan
pemerintahan yang bersih, berwibawa, dan berkualitas baik di pusat maupun di daera
h. Secara hukum, pemerintahan seperti itu tercermin dalam produk hukum yang dibe
rlakukannya,seperti dalam wujud perizinan daerah yang berwawasan lingkungan hid
up.5

3. Coba anda jelaskan persamaan dan perbedaan antara Hukum Acara Peradilan
Tata Usaha Negara dengan Hukum Acara Perdata, buat dalam bentuk tabel;

PERBANDINGAN Hukum Acara HUKUM ACARA PERSAMAAN


Peradilan Tata Usaha PERDATA
Negara
Lingkup Mengatur prosedur Mengatur prosedur Kedua jenis Hukum
dalam penyelesaian dalam penyelesaian Acara mengatur
sengketa antara warga sengketa antara prosedur dalam
negara dengan subjek hukum yang penyelesaian
pemerintah atau setara, seperti antara sengketa melalui
lembaga negara perseorangan atau jalur pengadilan.
lainnya. badan hukum.
Objek Sengketa Keputusan atau Perbuatan melawan Kedua jenis Hukum
tindakan administrasi hukum atau Acara memberikan
pemerintah yang perjanjian yang hak bagi pihak yang
merugikan hak atau merugikan hak atau merasa dirugikan
kepentingan warga kepentingan pihak untuk mengajukan
negara. yang mengajukan gugatan atau
gugatan. tuntutan.
Gugatan Pengajuan gugatan Pengajuan gugatan
dilakukan secara dilakukan secara Kedua jenis Hukum
tertulis melalui tertulis melalui surat Acara membutuhkan
permohonan atau gugatan. bukti yang kuat
banding. untuk dapat menang

5
Muhammad Azhar, „Relevansi Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik Dalam‟, Relevansi Asas-Asas Umum
Pemerintahan Yang Baik Dalam Sistem Penyelenggaraan Administrasi Negara, 8.5 (2015), 274–87
Upaya Hukum Tidak semua sengketa Tidak terdapat upaya pada kasus yang
dapat diajukan ke hukum yang harus dibawa ke
pengadilan, terdapat ditempuh sebelum pengadilan.
upaya hukum yang mengajukan gugatan.
harus ditempuh Putusan pengadilan
sebelum mengajukan dalam kedua jenis
gugatan. Hukum Acara
Tuntutan Tuntutan yang diajukan Tuntutan yang bersifat final dan
berupa pembatalan, diajukan berupa mengikat pihak yang
pengurangan, atau pembayaran ganti bersengketa, kecuali
perubahan keputusan rugi atau perintah jika terdapat upaya
atau tindakan melakukan suatu hukum yang
administrasi perbuatan atau diajukan.
pemerintah yang tindakan.
merugikan hak atau
kepentingan warga
negara.
Putusan Putusan pengadilan Putusan pengadilan
bersifat final dan bersifat final dan
mengikat pihak yang mengikat pihak yang
bersengketa. bersengketa, kecuali
jika terdapat upaya
hukum yang
diajukan.

4. Buatkan Contoh suarat keputusan Tata Usaha Negara yang dikeluarkan oleh
Pejabat Tata Usaha Negara !
SURAT KEPUTUSAN

KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG


Nomor : W1.TUN2/002/HK.00.1/II/2023

TENTANG
BIAYA PERKARA
PADA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG
KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA BANDUNG
MENIMBANG : a. Bahwa pengadilan wajib memberikan akses kepada masyarakat
untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan putusan dan
biaya perkara dalam proses persidangan ;
b. Bahwa untuk penyelesaian perkara tata usaha negara biaya kepaniter
aan dan biaya proses penyelesaian perkara dibebankan kepada pihak
atau para pihak yang berperkara, oleh karena itu peradilan tata usaha
negara dapat menarik biaya perkara ;
c. Bahwa biaya pengiriman surat panggilan kepada para pihak perlu m
enyesuaikan besarnya kenaikan biaya pos/jasa titipan kilat/ transport
asi ;
d. Bahwa terkait dengan penyesuaian biaya pos/jasa titipan kilat/ transp
ortasi, maka Keputusan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Bandung Nomor : W1.TUN2/001/HK.00.5/I/2022 tanggal 03 Maret
2022 perlu ditinjau kembali ;

MENGINGAT : 1. Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan


Kehakiman ;
2. Pasal 81 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang Mahka
mah Agung ;
3. Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua
atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata
Usaha Negara, Pasal 144 A ;
4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2008 te
ntang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak y
ang berlaku pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang be
rada di bawahnya ;
5. Peraturan …
5. Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 07/PMK.05/2008 tentang Per
ubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 45/PMK.0
5/2007 tentang Perjalanan Dinas Jabatan Dalam Negeri bagi Pejabat
Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap ;
6. Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2
009 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara dan Pengelolaannya
pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yang berada di bawah
nya ;
7. Surat Edaran Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Ta
hun 2008 tentang Pemungutan Biaya Perkara ;
8. Surat Keputusan Panitera Mahkamah Agung Republik Indonesia No
mor : 15.4/SK/PAN/IX/2009 tanggal 01 September 2009 tentang Pet
unjuk Pelaksanaan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2009 tentang Biaya Proses Penyelesaian Perkara da
n Pengelolaannya pada Mahkamah Agung dan Badan Peradilan yan
g berada di bawahnya ;

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
PERTAMA : Mencabut Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara
Palembang Nomor : W1.TUN2/001/HK.00.5/I/2022 tanggal 03
Maret 2022 ;
KEDUA : Menetapkan kembali Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tata Usaha
Negara Bandung tentang Panjar Biaya Perkara di Pengadilan Tata
Usaha Negara Bandung yang meliputi biaya kepaniteraan dan biaya
proses penyelesaian perkara sebagaimana tercantum dalam lampiran
Surat Keputusan ini ;
KETIGA : Surat Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
catatan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan akan
diadakan perbaikan seperlunya.

Ditetapkan di : Bandung ;
Pada tanggal : 25 April 2023 ;
PENGADILAN TATA USAHA
NEGARA BANDUNG
KETUA,

Ttd
Indra Saputra S.H., M.H
5. Coba anda jelaskan sumber huku formil HAPTUN !
Menurut Moh. Kusnardi SH (1980:42) pandangan seorang ahli hukum mengenai sumber
hukum dapat dibagi dalam arti formal dan materiil.
Sumber hukum dalam arti formal adalah sumber hukum yang dikenal dari bentuknya. Kar
ena bentuknya itu menyebabkan hukum berlaku umum, diketahui dan ditaati6. Di sinilah s
uatu kaidah memperoleh kualifikasi sebagai kaidah hukum dan oleh yang berwenang ia m
erupakan petunjuk hidup yang harus diberi perlindungan. Selanjutnya untuk menetapkan
suatu kaidah hukum itu diperlukan suatu badan yang berwenang. Kewenangan dari badan
tersebut diperolehnya dari kewenangan badan yang lebih tinggi, sehingga mengenal sumb
er hukum dalam arti formil itu sebenarnya merupakan suatu penyelidikan yang bertahap p
ada tingkatan badan mana suatu kaidah hukum itu dibuat.
Maka diantara sumber nya ada :

1).UNDANG-UNDANG
Mengenai Undang-undang sebagai hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Neg
ara) tertulis berbeda dengan Hukum Pidana dan Hukum Perdata, di mana Hukum Pidana
dan Hukum Perdata sudah mempunyai suatu kodifikasi, sedangkan Hukum Tata Usaha N
egara (Hukum Administrasi Negara) sampai sekarang belum mempunyai suatu kodifikasi,

6
Wicipto Setiadi,Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara: Suatu Perbandingan (Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada, 2001), hlm. 16-17
sehingga Hukum Tata Usaha Negara tersebut tersebar dalam berbagai ragam peraturan pe
rundang-undangan.
Menurut Donner kesulitan untuk membuat kodifikasi hukum Tata Usaha Negara (Hukum
Administrasi Negara) tersebut disebabkan oleh7:
1).UNDANG-UNDANG (HAN tertulis)
Undang-Undang (HAN yang tertulis)
Mengenai Undang-undang sebagai hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Neg
ara) tertulis berbeda dengan Hukum Pidana dan Hukum Perdata, di mana Hukum Pidana
dan Hukum Perdata sudah mempunyai suatu kodifikasi, sedangkan Hukum Tata Usaha N
egara (Hukum Administrasi Negara) sampai sekarang belum mempunyai suatu kodifikasi,
sehingga Hukum Tata Usaha Negara tersebut tersebar dalam berbagai ragam peraturan pe
rundang-undangan.
Menurut Donner kesulitan untuk membuat kodifikasi hukum Tata Usaha Negara (Hukum
Administrasi Negara) tersebut disebabkan oleh:
-- Peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara berubah lebih
cepat dan Bering secara mendadak, sedangkan peraturan hukum Privat dan Hukum Pidan
a hanya berubah secara berangsur-angsur saja.
--Pembuatan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara tidak berada dalam satu ta
ngan. Hampir semua Departemen dan semua pemerintah daerah swatantra membuat juga
peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara sehingga lapangan Hukum Administrasi
Negara sangat beraneka warna dan tidak bersistem (E. Utrecht, 1964-75).dibuat oleh Presi
den dengan persetujuan DPR. Jadi, di samping sebagai executive power, Presiden bersam
a-sama dengan DPR menjalankan legislative power dalam negara. Meskipun demikian pe
rlu diketahui, bahwa tidak setiap produk yang merupakan hasil karya Presiden dengan per
setujuan DPR harus selalu diwujudkan dalam bentuk undang-undang, sebab sebenarnya d
engan selain harus dibentuk oleh pembuat undang-undang (Presiden dengan persetujuan
DPR), pembuat undang-undang harus melalui prosedur yang tertentu, di samping harus p
ula diundangkan sebagaimana mestinya. Misalnya dalam menyatakan perang, membuat p
erdamaian dan perjanjian dengan negara lain, meskipun dilakukan oleh Presiden dengan p
ersetujuan DPR, akan tetapi UUD 1945 tidak mengharuskan bahwa hal tersebut diwujudk
an dalam bentuk undang-undang Pasal 11 UUD 1945 sebelum amandemen terdapat 1 aya
t yang berbunyi: Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, membuat perdam
aian dan perjanjian dengan negara lain.8

2).PRAKTIK HUKUM ADMINISTRASI NEGARA

7
Jimly Asshiddiqie,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 151

8
rfan Fachruddin,Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah (Bandung: PT. Alumni, 20
04), hlm. 220
Praktik administrasi negara (HAN yang merupakan hukum kebiasaan)
Tugas dari alat administrasi negara adalah melaksanakan apa yang menjadi tujuan dari un
dang-undang. Dalam melaksanakan fungsinya ini maka alat administrasi memprodusir ke
putusan-keputusan guna menyelesaikan suatu masalah konkret yang terjadi berdasarkan p
eraturan hukum yang abstrak sifatnya. Dalam memprodusir keputusan-keputusan inilah ti
mbul praktik administrasi negara yang membentuk hukum sumber hukum formil, sering t
erjadi praktik administrasi negara ini berdiri sendiri (zelfstandig) di samping undang-unda
ng sebagai sumber hukum, bahkan tidak jarang praktik administrasi negara ini dapat men
gesampingkan perundangan yang telah ada. Atau mungkin terjadi ada peraturan perundan
gannya sebagai peraturan dasar yang abstrak, akan tetapi peraturan perundangan ini sudah
tidak sesuai lagi dengan situasi dan kondisi pada waktu itu, sehingga langkah yang diambi
l oleh alat administrasi sama sekali tidak berdasarkan peraturan perundangan tersebut bah
kan mungkin bertentangan sama sekali dengan peraturan dasar.
3).YURISFRUDENSI
Jurisprudensi
Jurisprudensi adalah keputusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Kep
utusan hakim ini pun merupakan sumber hukum yang faktual, oleh karena mengikat para
pihak yang bersengketa. Dengan adanya keputusan hakim tersebut dapat menimbulkan hu
kum positif pada mereka yang bersangkutan, yakni timbulnya, berubahnya atau hapusnya
hak dan kewajiban baru bagi masing-masing pihak. Sudah barang tentu yang dapat memb
entuk HAN adalah keputusan hakim administrasi ataupun hakim umum yang memutus da
lam perkara administrasi negara.9
4).TANGGAPAN AHLI HUKUM TATA NEGARA
Anggapan Para Ahli Hukum Administrasi Negara
Anggapan atau pendapat para ahli Hukum Administrasi Negara dapat merupakan sumber
faktual dari HAN. Hal in] karena anggapan tersebut dapat melahirkan teori-teori barn dala
m I-IAN itu sendiri; teori mana merupakan sebab timbulnya kaidah HAN. Sebagai misal
dengan adanya teori functionaire de fait, maka dapatlah dianggap sah ketetapan-ketetapan
yang diprodusir oleh seorang alat administrasi negara yang sebenarnya secara yuridis for
mil kewenangannya guna memprodusir ketetapan-ketetapan tersebut adalah tidak sah.
Meskipun anggapan para ahli HAN ini dapat merupakan sumber faktual dari HAN, akan t
etapi berlainan dengan peraturan perundangan ataupun yurisprudensi. Suatu peraturan per
undangan apabila sudah diundangkan langsung mengikat terhadap alat administrasi maup
un warga negara. Begitu pula keputusan hakim (yurisprudensi) setelah mempunyai kekuat
an tetap mengikat terhadap pihak-pihak yang bersangkutan. Sedangkan suatu anggapan at
aupun pendapat untuk menjadi sumber HAN, memerlukan proses yang cukup lama.

9
Ridwan HR, 2009, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi , Yogyakarta, FH UII Press, hl
m.146
DAFTAR PUSTAKA
Jimly Asshiddiqie,Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia (Jakarta: Konstitusi Press,
2005), hlm. 151

Wicipto Setiadi, Hukum Acara Pengadilan Tata Usaha Negara: Suatu Perbandingan
(Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 16-17

Irfan Fachruddin, Pengawasan Peradilan Administrasi terhadap Tindakan Pemerintah


(Bandung: PT. Alumni, 2004), hlm. 220.

Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia


(Jakarta: Konstitusi Press, 2005), hlm. 151

Ridwan HR, 2009, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi
, Yogyakarta, FH UII Press, hlm.146

Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan
Hukum Administrasi,Alumni, BandungIndroharto, 1993,Usaha Memahami Undang-undang
tentang Peradilan Tata Usaha Negara(Buku II)Sinar Harapan, Jakarta.________, 1988,

Siti Soetami, A, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara PT Refika
Aditama, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai