Anda di halaman 1dari 2

Sejarah berdirinya Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Indonesia dan

undang-undang yang mengaturnya.

Pada awalnya konstitusi Indonesia (UUD 1945) tidak mengenal eksistensi Peradilan
Tata Usaha Negara (PTUN) karena istilah ini secara formal itu diperkenalkan oleh UU No.
19 tahun 1948 tentang susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman daan kejaksaan,
PTUN diatur dalam Bab III tentang “Peradilan Tata Usaha Pemerintah” yang terdiri dalam
dua pasal yaitu pasal 66 dan juga pasal 67 undang-undang tersebut.

Dalam upaya pembentukan PTUN di Indonesia, pemerintah sudah melakukan


berbagai upaya untuk mempelajari sumber utama dari rezim administratif yaitu Prancis, dan
juga mempelajari sistem peradilan administrasi di Belanda. St. Munadjat Danusaputro selaku
asisten khusus Menteri Kehakiman Bidang Hukum Lingkungan-Lingkungan Internasional
pada bulan Oktober 1975 ditugaskan oleh Menteri Kehakiman RI untuk meninjau Conseil
d’Etat selama dua minggu. Akan tetapi setelah dipelajari, ternyata sistem PTUN di Prancis itu
dijalankan oleh badan eksekutif bukan yudikatif, dimana secara struktur organisasi sistem
PTUN di Prancis tersebut tidak dapat di terapkan di Indonesia karena dalam Pasal 24 UUD
1945 jo. Undang-Undang No. 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman pada Pasal 10 ayat (1) dan ayat (2) mengamanatkan bahwa PTUN berada dalam
kekuasaan kehakiman di bawah mahkamah Agung.

Maka dari itu sistem peradilan tata usaha negara Prancis tidak bisa diterapkan di
Indonesia, maka pemerintah Indonesia merasa cocok dengan sistem peradilan tata usaha
negara seperti yang di terapkan di Belanda, karena di Belanda tidak ada lembaga PTUN yang
mandiri terpisah dari peradilan umum seperti yang ada di Prancis.

Secara historis peradilan tata usaha negara (PTUN) Indonesia itu sepenuhnya
menjiplak peradilan tata usaha negara yang ada di Belanda sebagaimana diatur dalam “Wet
AROB” yang berlaku pada saat itu walaupun setelah beberapa tahun kemudian peradilan wet
AROB dibubarkan.

Di Prancis ataupun di Belanda puncak dari sistem peradilan tata usaha negara bukan
kepada Mahkamah Agung, akan tetapi kepada dewan negara (Eksekutif) atau setidaknya ke
lembaga yang dikhususkan untuk itu jadi prinsip rechtsstaat yang berkarakter administraif
sangat menonjol. Di Indonesia PTUN berpuncak ke Mahkamah Agung sebagai lembaga
yudisial jadi masih kental nuansa rule of law yang berkarakteristik yudisial.1

Dalam merealisasikan Peradilan Tata Usaha Negara pertama kali ditetapkan


ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1978 tentang garis-garis besar haluan negara. Akan tetapi
harapan tersebut gagal, selanjutnya untuk merealisasikan kehadiran peradilan tata usaha
negara tersebut maka ditetapkan lagi ketetapan MPR Nomor II/MPR/1982 tentang garis-garis
besar haluan negara. Akan tetapi seiring dengan itu tepatnya pada tanggal 16 april 1986
pemerintah melalui surat presiden Nomor R.04/PU/IV/1986 mengajukan kembali RUU
peradilan administrasi ke DPR, rancangan tersebut adalah penyempurna dari RUU peradilan
administrasi 1982. Yang pada akhirnya di tanggal 20 desember 1986,di setujui oleh DPR.

Pada tanggal 29 desember 1986 di undangkannya didalam lembaran negara no 77 dan


tambahan lembaran negara no 3344 dengan nama undang-undang no 5 tahun 1986 tentang
peradilan tata usaha negara. Kemudian setelah itu melalui peraturan pemerintah nomor 7
tahun 1991 dinyatakan bahwa pengadilan tata usaha negara dan undang-undang no 5 tahun
1986 mulai di berlakukan. Pada tanggal 29 maret 2004 di sahkan undang-undang nomor 9
tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata
usaha negara (PTUN) 2

1
Dani, Umar. (2018). MEMAHAMI KEDUDUKAN PENGADILAN TATA USAHA NEGARA DI INDONESIA: SISTEM UNITY OF
JURISDICTION ATAU DUALITY OF JURISDICTION? SEBUAH STUDI TENTANG STRUKTUR DAN
KARAKTERISTIKNYA/UNDERSTANDING ADMINISTRATIVE COURT IN INDONESIA: UNITY OF JURISDICTION OR
DUALITY OF JURISDICTION SYSTEM? A STUDY OF HIERARCHY AND CHARACTERISTIC. Jurnal Hukum dan Peradilan, 7(3),
hal 414-416

2
Neno, V. Y., & Sh, M. H. (2018). Implikasi Pembatasan Kompetensi Absolut Peradilan Tata Usaha Negara. Pt Citra Aditya Bakti.hal 36-
37

Anda mungkin juga menyukai