NIM : 1111150002
SEMESTER/KELAS : VI / A
MATA KULIAH : Praktek Tata Usaha Negara
DOSEN PENGAJAR : E. RAHMAT JAZULI,S,H.,M,H
HARI/TANGGAL : Rabu / 04 April 2018
Bagi Indonesia keinginan untuk memiliki Peradilan Tata Usaha Negara yang pada
mulanya disebut Peradilan Administrasi Negara kemudian berubah nama Peradilan
Tata Usaha Pemerintahan kemudian setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1986 istilah yang digunakan adalah Peradilan Tata Usaha Negara, sudah lama
dicita-citakan sejak zaman pemerintahan jajahan Belanda. Namun, keinginan itu
selalu kandas di tengah jalan karena berbagai alasan. Keinginan itu baru terwujud
pada penghujung Tahun 1986, yakni dengan diundangkannya UU Nomr 5 Tahun
1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, pada tanggal 29 Desember 1986.
Meskipun UU No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara berlaku pada
saat diundangkan , namun UU tersebut belum berlaku secara efektif karena
penerapan UU ini akan diatur lebih lanjut engan peraturan pemerintah selambat-
lambatnya 5 tahun sejak UU diundangkan ( pasal 145 UU No. 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara ). Karena itu hingga akhir tahun 1990, meskipun
lembaganya sudah terbentuk, namun belum bisa menyelesaikan perkata TUN yang
timbul. Bila ditelaah lebih lanjut, beberapa pasal dalam UU NO. 5 Tahun 1986
masih memerlukan peraturan pelaksanaan .Selain itu Peradilan TUN adalah sutu
lembaga baru yang masih memerlukan persiapan. Oleh karena itu pemerintah
diberikan waktu ancang-ancang untuk melakukan persiapan seperlunya , baik yang
menyangkut prasarana dan sarana maupun personalianya. Waktu yang diberikan oleh
UU No. 5 Tahun 1986 paling lambat 5 tahun.
Harus kita akui bahwa kelahiran UU tersebut adalah suat langkah maju dalam era
pembangunan hukum yang dicanangkan pemerintah dan juga menunjukkan adanya
itikad baik dari pemerintah, karena pihak pemerintahlah yang menjadi tergugat tetepi
pihak pemerintah jugalah yang mengajukan Rancangan UU tersebut ke Dewn
Perwakilan Rakyat. Keberadaan Peradilan TUN merukan salah satu jalur yudisial
dalam rangka pelaksanaan asas perlindungan hukum, di samping pengawasan jalur
Administratif yang berjalan sesuai dengan jalur yang ada dalam lingkungan
pemerintahan sendiri. Karena itu Peradilan TUN membrikan landasan pada badan
1
yudikatif untuk menilai tindakan eksekutif serta mengatur mengenai perlindungan
hokum kepada masyarakat.
Apabila kita telusuri Peradilan TUN telah menempuh perjalanan yang cukup panjang
dan berliku.Oleh karena itu, kita harus menelusuri dari zaman pra-kemerdekaan
hingga sesudah kemerdekaan.Pada zaman pemerintahan Belanda tidak dikenal
adanya Peradilan TUN sebagai suatu lembaga yang berdiri sendiri, yang diberi
kewenangan untuk memeriksa dan menyelesaikan sengketa di bidang Tata Usaha
Negara. Peradilan Administrasi Negara (TUN ) pada waktu itu dilakukan baik oleh
hakim administrasi Negara (TUN ), yaitu hakim khusus yang memeriksa perkara
administrasi Negara ( TUN ), maupun hakim perdata. Ketentuan yang digunakan
pada waktu itu adalah pasal 134 IS jo ( Indische Staatsregeling ) , pasal 2 RO (
Reglement op de Rechter Iijke Organisatie en het beleid der justitie in Indonesia ) .
Inti dari pasal 134 ayat (1) IS jo da pasal 2 RO adalah bahwa peradilan hanya
dilakukan oleh kekuasaan kehakiman semata. Selain itu, ada pul pasal yang
menyinggung masalah itu, yakni pasal 138 ayat (1) IS dan pasal 2 ayat 2 RO . Inti
dari kedua psal tersebut adalah bahwa perkara-perkara yang menurut sifatnya atau
berdasarkan UU termasuk dalam wewenang pertimbangan kekuasaan administrasi,
tetap ada dalam kewenangannya. Apabila kita telaah lebih lanjut kedua pasal tersebut
sebenarnya belum menunjukkan keberadaan Peradilan TUN . Pasal ini sekedar
menunjukkan penyelesaiaan sengketa administrasi Negara ( TUN ) yang dilakukan
oleh pihak administrasi Negara di Indonesia. Pasal 2 Ro bukanlah dasar hokum atau
yang menentukan batas-batas kewenangan Peradilan administrasi Negara di
Indonesia, tetapi hanya menentukan bahwa sengketa-sengketa yang telah ditetapkan
termasuk dalam kewenangan hakim tertentu, akan tetap menjadi kewenangan
mereka. Pasal tersebut juga tidak memberikan pengertian Peradilan Tata Usaha
Negara.Namun kedua pasal itu bisa dikatakan merupakan konsep dasar atau cikal
bakal dari Peradilan Tata Usaha Negara di Indonesia.
Pada Tahun 1942, pemerintah Hindia Belanda menyerah tanpa syarat kepada
Jepang.Dengan jatuhnya pemerintah Belanda maka berakhirlah riwayat pemerintah
Hindia Belanda dan mulailah zaman pemerintahan Jepang dengan menerapkan
pemerintahan militernya.Pada masa pendudukan Jepang ini, pemerintahan militer
yang lebih sibuk berperang, tidak begitu banyak menaruh perhatian terhadap
kelengkapan perangkat kenegaraan.Namun, untuk menjaga kelangsungan roda
pemerintahan, diundangkanlah UU Nomor 1 tanggal 7 Maret 1942. Pasal 3 dari UU
ini, yang merupakan aturan peralihan yakni :
2
Dengan perkataan lain, selama pendudukan Jepang masih tetap digunakan system IS
dan RO, yakni system banding administratif (administratief beroep). Setelah itu, pada
tanggal 17 Agustus 1945 diproklamasikanlah kemerdekaan Negara RepubLik
Indonesia.Untuk kali pertama diberlakukan UUD 1945 dari tanggal 18 Agustus 1945
– 27 Desember 1949.Kemudian dari tanggal 27 Desember 1949 – 17 Agustus 1950
diberlakukanlah Konstitusi Indonesia Serikat.Selanjutnya sejak tanggal 17 Agustus
1950 – 5 Juli 1959 diberlakukanlah UUD Sementara tahun 1950. Dan terkhir sejak
tanggal 5 Juli 1959 dengan Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 berlakulah kembali
UUD 1945.
Apabila kita telusuri, pada kurun waktu di atas, yakni sejak Indonesia merdeka
hingga penghujung tahun 1986 , Indonesia belum mempunyai suatu lembaga
Peradilan Administrasi Negara (TUN) yang berdiri sendiri. Memang dalam praktek
telah banyak perkara administrasi Negara (TUN) yang dapat diselesaikan .Namun
dalam penyelesaiannya bukan dilakukan oleh lembaga Peradilan TUN, melainkan
diselesaikan oleh berbagai macam badan yang masing-masing mempunyai batas
kompetensi tertentu dengan prosedur pemeriksaan yang berbeda pula. Dalam
praktek, kita mengetahui adanya 3 lembaga yang melakukan fungsi seperti lembaga
Peradilan TUN yaitu Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), Peradilan Pegawai Negeri,
dan Peradilan Bea Cukai. Tetapi yang betul-betul menjalankan hanya MPP saja dan
yang lainnya tidak pernah berfungsi . Satu-satunya lembaga yang dianggap sebagai
Peradilan TUN adalah Majelis Pertimbangan Pajak (MPP), Majelis ini merupakan
hakim yang mandiri, yang mengadili antara sengketa yang memungut pajak
(pemerintah) dengan pembayar pajak (rakyat) . Dalam hal ini kedua pihak
mempunyai kedudukan yang sederajat dan hak yang sama.
Apabila kita telusuri dokumen yang berkenaan dengan masalah Peradilan Tata Usaha
Negara, maka upaya kearah perwujudan Peradilan TUN memang sudah sejak lama
dirintis . Untuk kali pertam pada tahun 1946 Wirjono Prodjodikoro membuat
Rancangan Undang Unang tentang Acara Perkara Dalam Soal Tata Usaha
Pemerintahan. Di samping itu masih ada usaha lain yang mendukung perwujudan
Peradilan TUN. Misalnya kegiatan-kegiatan yang berupa penelitian , symposium ,
seminar , penyusunan RUU , dan sebagainya. Perintah untuk mewujudkan Peradilan
TUN untuk kali pertama dituangkan dalam Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960.
Kemudian perintah itu ditegaskan kembali dalam UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang dituangkan dalam pasal 10
ayat (1) jo. Pasal 12.Selanjutnya perintah ini diperkuat dalam Ketetapan MPR Nomor
IV/MPR/1978, yang menyatakan “Mengusahakan terwujudnya Peradilan TUN”. Di
samping itu, Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraannya di depan Sidang Dewan
Perwakilan Rakyat tanggal 16 Agustus 1978 menegaskan bahwa : “akan diusahakan
terbentuknya pengadilan administrasi, yang dapat menampung dan menyelesaikan
3
perkara-perkara yang berhubungan dengan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat
atau aparatur Negara, maupun untuk memberikan kepastian hukum untuk setiap
pegawai negeri”.
Akhirnya pada tanggal 20 Desmber 1986, DPR secra aklamasi menerima Rancangan
Undang Undang tentang Peradilan TUN menjadi UU. UU tersebut adalah UU No. 5
Tahun 1986 tentang Peradilan TUN yang diundangkan pada tanggal 29 Desember
1986 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986 Nomor 77, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3344. Dengan demikian terwujudlah
sudah badan atau wadah tunggal yang bebas dari pengaruh dan tekanan siapapun,
yang diserahi tugas dan kewenangan untuk memeriksa , memutus , dan
menyelesaikan sengketa TUN. Setelah itu melalui Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 1991 dinyatakan bahwa Pengadilan Tata Usaha Negara dan UU No. 5 Tahun
1986 mulai berlaku. Kemudian pada tanggal 29 Maret 2004 disahkan UU No. 9
Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
4
Keputusan Tata Usaha Negara (beschikking), menurut Pasal 1 angka 3 Undang-
undang Nomor 5 Tahun 1986, didefinisikan sebagai berikut:
“Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum Tata Usaha
Negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat
konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau
badan hukum perdata.”
SURAT KEPUTUSAN
KETUA PENGADILAN TATA USAHA NEGARA MEDAN
No.11/PL.120/I.12.3/ 6/2012
TENTANG
PENGOSONGAN RUMAH DINAS OLEH PENSIUNAN
5
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
Pertama : Surat Keputusan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Medan
tentang Susunan Tim Pengelola Website Pengadilan Tata Usaha
Ditetapkan di : M e d a n
T a n g g a l : 12 Februari 2015
PENGADILAN TATA USAHA NEGARA MEDAN
KETUA
TTD
5. Apa yang dimaksud dengan surat gugatan dan unsur – unsur surat gugatan ?
(surat gugatan ) = Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 jo. Pasal
53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004:
“bahwa Seseorang atau badan hukum perdata yang merasa kepentingannya
dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara dapat mengajukan gugatan
tertulis kepada Pengadilan yang berwenang berisi tuntutan agar Keputusan Tata
Usaha Negara yang disengketakan itu dinyatakan batal atau tidak sah, dengan atau
tanpa disertai tuntutan gati rugi dan/atau rehabilitas”
6
1) Berisi tuntutan terhadap Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara untuk
menyatakan batal atau tidak sah suatu KTUN ataupun menuntut untuk
diterbitkan suatu KTUN.
2) Diajukan ke Pengadilan Tata Usaha Negara melalui Kepaniteraan perkara
3) Tujuan diajukannya gugatan untuk mendapatkan putusan.
7
Kepada Yth
Bapak Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara Padang
Jalan Diponegoro No.8 Padang, 25117
Di Padang
Dengan hormat,
Kami yang bernama dibawah ini:
Selanjutnya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 1 Juli 2012 memberi kuasa kepada :
Berkantor pada Kantor Hukum BOY YENDRA TAMIN, SH.MH & Rekan beralamat di Jalan
Kota Harapan dan karenanya bertindak untuk dan atas nama Para Penggugat,
8
SERANG, .…….
201…..
JAWABAN DALAM PERKARA
No. …../G./20…../PTUN-MKS
Antara :
Lawan
Dengan hormat,
Untuk dan atas nama Tergugat dengan ini menyampaikan jawaban sebagai
berikut :
I. DALAM EKSEPSI :
1. Penggugat tidak mempunyai kepentingan Untuk Menggugat
2. Gugatan Penggugat diajukan telah Lewat Waktu/Daluwarsa.
3. dst………
DALAM EKSEPSI
1. Menerima Eksepsi Tergugat ;
9
2. Menyatakan bahwa gugatan Penggugat ……….. ;
Hormat Kami,
Kuasa Hukum Tergugat
(……………………..)
10