Anda di halaman 1dari 27

BAB II

GAMBARAN UMUM

A. Sejarah

Sebelum Reformasi

Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia.


Pada zaman kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa
Kerajaan Majapahit, istilah dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah
mengacu pada posisi dan jabatan tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini
berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata yang sama dalam Bahasa
Sansekerta.

Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa


dhyaksa adalah pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di
saat Prabu Hayam Wuruk tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa
adalah hakim yang diberi tugas untuk menangani masalah peradilan dalam
sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin oleh seorang adhyaksa,
yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para dhyaksa tadi.
Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll,
yang mengatakan bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau
hakim tertinggi (oppenrrechter). Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang
peneliti Belanda, bahkan menyebut bahwa patih terkenal dari Majapahit
yakni Gajah Mada, juga adalah seorang adhyaksa.

Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya


dengan jaksa dan Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie.
Lembaga ini yang menitahkan pegawai-pegawainya berperan sebagai
Magistraat dan Officier van Justitie di dalam sidang Landraad (Pengadilan
Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi ) dan Hooggerechtshof
(Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen / Asisten
Residen.

Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung


sebagai perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan
Kejaksaan pada masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung
yakni antara lain:
a. Mempertahankan segala peraturan Negara
b. Melakukan penuntutan segala tindak pidana
c. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang

Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya


dalam menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen
yang terdapat dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara


resmi difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman
pendudukan tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh
Osamu Seirei No.3/1942, No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi
kejaksaan itu berada pada semua jenjang pengadilan, yakni sejak Saikoo
Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin (pengadilan tinggi) dan
Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara resmi digariskan
bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:

1. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran


2. Menuntut Perkara
3. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.
4. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.
Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan
dalam Negara Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II
Aturan Peralihan UUD 1945, yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya mengamanatkan bahwa sebelum Negara
R.I. membentuk badan-badan dan peraturan negaranya sendiri sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka segala badan dan
peraturan yang ada masih langsung berlaku.

Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak
kemerdekaan Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945.
Dua hari setelahnya, yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan
Kejaksaan dalam struktur Negara Republik Indonesia, yakni dalam
lingkungan Departemen Kehakiman.

Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan


dinamika secara terus menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan
sistem pemerintahan. Sejak awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan
Republik Indonesia telah mengalami 22 periode kepemimpinan Jaksa
Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia,
kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja Kejaksaan RI, juga
juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan


mendasar pertama berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah
mengesahkan Undang-Undang Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-Undang ini menegaskan
Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang bertugas sebagai
penuntut umum (pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen Kejaksaan
dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang
diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang
Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan
dalam struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor
16 tahun 1961 tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut


Kejaksaan RI sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15
Tahun 1961 kepada Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang
Kejaksaan Republik Indonesia. Perkembangan itu juga mencakup
perubahan mendasar pada susunan organisasi serta tata cara institusi
Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan Presiden No. 55 tahun
1991 tertanggal 20 November 1991.

Masa Reformasi

Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan


terhadap pemerintah Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada,
khususnya dalam penanganan Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah,
memasuki masa reformasi Undang-undang tentang Kejaksaan juga
mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak
pihak lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang
merdeka dan bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak
lainnya.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI,


Pasal 2 ayat (1) ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara dalam bidang
penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang”.
Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis), mempunyai
kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum
Acara Pidana. Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan
juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive
ambtenaar). Karena itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini
dipandang lebih kuat dalam menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan
RI sebagai lembaga negara pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan.

Mengacu pada UU tersebut, maka  pelaksanaan kekuasaan negara


yang diemban oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka.
Penegasan ini tertuang dalam Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004,
bahwa Kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara di bidang penuntutan secara merdeka. Artinya, bahwa
dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya terlepas dari
pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan
tugas profesionalnya.

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur


tugas dan wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30,
yaitu :

(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:


a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,
putusan pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
d. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa
khusus dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas
nama negara atau pemerintah

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut


menyelenggarakan kegiatan:

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;


b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengamanan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat
dan negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.

Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa


Kejaksaan dapat meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang
terdakwa di rumah sakit atau tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang
layak karena bersangkutan tidak mampu berdiri sendiri atau disebabkan
oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang lain, lingkungan atau dirinya
sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tersebut menetapkan
bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam undang-undang ini,
Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan undang-
undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan
badan penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi
lainnya. Kemudian Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat
memberikan pertimbangan dalam bidang hukum kepada instalasi
pemerintah lainnya.

Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan


hadirnya berbagai lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab.
Kehadiran lembaga-lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini
mestinya dipandang positif sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi
korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan hukum yang dilakukan terhadap
tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala. Hal itu tidak saja
dialami oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta badan-badan
lainnya. Kendala tersebut antara lain:

1. Modus operandi yang tergolong canggih


2. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-temannya
3. Objeknya rumit (compilicated), misalnya karena berkaitan dengan
berbagai peraturan
4. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan
5. Manajemen sumber daya manusia
6. Perbedaan persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak hukum
yang ada)
7. Sarana dan prasarana yang belum memadai
8. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan penculikan
serta pembakaran rumah penegak hukum

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan


pembentukan berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap
mendapat sorotan dari waktu ke waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-
Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama yaitu UU No. 31 Tahun 1971,
dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan UU No. 31 Tahun 1999.
Dalam UU ini diatur pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan juga
pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi
koruptor. Belakangan UU ini juga dipandang lemah dan menyebabkan
lolosnya para koruptor karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam UU
tersebut. Polemik tentang kewenangan jaksa dan polisi dalam melakukan
penyidikan kasus korupsi juga tidak bisa diselesaikan oleh UU ini.

Akhirnya, UU No. 30 Tahun 2002 dalam penjelasannya secara tegas


menyatakan bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang
dilakukan secara konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai
hambatan. Untuk itu, diperlukan metode penegakan hukum luar biasa
melalui pembentukan sebuah badan negara yang mempunyai kewenangan
luas, independen, serta bebas dari kekuasaan manapun dalam melakukan
pemberantasan korupsi, mengingat korupsi sudah dikategorikan
sebagai extraordinary crime .

Karena itu, UU No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan


pengadilan Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus tindak pidana korupsi. Sementara untuk
penuntutannya, diajukan oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil Ketua yang masing-
masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan, Penindakan,
Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.

Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan


penyidikan dan penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian
dan Kejaksaan RI. Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang
diambil adalah pejabat fungsional Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai
perubahan fundamental dalam hukum acara pidana, antara lain di bidang
penyidikan. 

B. Visi dan Misi


Adapun Visi Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi ialah Kejaksaan
yang memiliki Visi yang sejalan dengan Visi Presiden dan Wakil Presiden
Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategis
Kejaksaan Republik Indonesia Tahun 2020-2024 yaitu:
“KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA YANG ANDAL,
PROFESIONAL, INOVATIF DAN BERINTEGRITAS DALAM
PELAYANAN KEPADA PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN:
“INDONESIA MAJU YANG BERDAULAT, MANDIRI, DAN
BERKEPRIBADIAN BERLANDASKAN GOTONG-ROYONG”
Visi dalam Rencana Strategis Kejaksaan Republik Indonesia Tahun
2020-2024 tersebut mengandung makna bahwa:
- Andal: Kejaksaan Republik Indonesia sebagai salah satu lembaga penegak
Hukum di Indonesia, dalam melaksanakan Tugas dan Fungsi dapat
dipercaya.
- Profesional: Segenap aparatur Kejaksaan Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas didasarkan atas nilai luhur TRI KRAMA
ADHYAKSA serta kompetensi dan kapabilitas yang ditunjang dengan
pengetahuan dan wawasan yang luas serta pengalaman kerja yang
memadai dan berpegang teguh pada aturan serta kode etik profesi yang
berlaku.
- Inovatif: Aparatur Kejaksaan Republik Indonesia Berkomitmen untuk
melakukan pembaharuan dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi
sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih efektif dan efisien.
- Berintegritas: Aparatur Kejaksaan Republik Indonesia dalam
melaksanakan tugas dan fungsi berperilaku jujur, bertanggung jawab, serta
konsisten sehingga dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat.
Adapun misi Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi yaitu yang mana
Kejaksaan Republik Indonesia melaksanakan Misi Presiden dan Wakil
Presiden nomor 1, nomor 6, nomor 7 dan nomor 8, dengan uraian sebagai
berikut:
1. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur Kejaksaan
Republik Indonesia;
2. Meningkatkan Akuntabilitas Kejaksaan Republik Indonesia dan Integritas
Aparatur Kejaksaan Republik Indonesia;
3. Meningkatkan Peran Kejaksaan Republik Indonesia dalam Upaya
Pencegahan Tindak Pidana Korupsi;
4. Meningkatkan Optimalisasi Kinerja Aparatur Kejaksaan Republik
Indonesia dalam Penanganan Perkara Tindak Pidana;
5. Meningkatkan Upaya Penyelamatan dan Pemulihan Aset Negara;

C. Struktur Organisasi

Kepala
kejaksaan
Negeri

Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi Kepala Seksi


Kepala Seksi Kepala Seksi
Tindak Tindak Perdata dan Pengelola
Pembinaan Intelijen
Pidana Umum Pidana TUN Barang Bukti
Khusus dan Barang
Rampasan

D. Tugas, Fungsi dan Wewenang


1) Subbagian Pembinaan

Subbagian Pembinaan mempunyai tugas melakukan pembinaan atas

manajemen dan pembangunan prasarana dan pengelolaan

ketatausahaan kepegawaian kesejahteraan pegawai, keuangan,

perlengkapan organisasi dan tatalaksana, pengelolaan teknis atas milik

negara yang menjadi tanggung jawab,pengelolaan data dan statistik

kriminal serta penerapan dan pengembangan teknologi informasi,

pemberian dukungan pelayanan teknis dan adminstrasi bagi seluruh

satuan kerja di lingkungan Kejaksaan Negeri dalam rangka

memperlancar pelaksanaan tugas. Dalam melaksanakan tugas

Subbagian Pembinaan menyelenggarakan fungsi :


1. Melakukan koordinasi, integrasi dan sinkronisasi serta membina

kerjasama seluruh satuan kerja di lingkungan Kejaksaan Negeri

Sungaipenuh di Bidang Administrasi

2. Melakukan pembinaan organisasi dan tata laksana urusan

ketatausahaan dan mengelola keuangan, kepegawaian,

perlengkapan ketatausahaan dan milik negara yang menjadi

tanggung jawabnya;

3. Melakukan pembinaan dan peningkatan kemampuan, keterampilan

dan integritas kepribadian aparat Kejaksaan di daerah hukumnya;

4. Melaksanakan pengelolaan data dan statistik kriminal serta

penerapan dan pengembangan teknologi informasi di lingkungan

Kejaksaan Negeri Sungaipenuh

Mempunyai tugas :

1. Melakukan urusan ketatausahaan

2. Melakukan urusan pengelolaan data statistik kriminal serta

penerapan dan pengembangan tekhnologi informasi di lingkungan

Kejaksaan Negeri :

a. Pengumpulan data dalam rangka pembentukan dan

pengembangan serta pengelolaan basis data untuk

mendudukung tugas pokok dan fungsi Kejaksaan berbasis

pada Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan Republik

Indonesia (SIMKARI).
b. Pengolahan dan analisis data dengan memanfaatkan basis

data dalam rangka penyajian statistik kriminal Kejaksaan

Negeri.

c. Melaksanakan kegiatan perencanaan, analisis, pengadaan,

pemanfaatan dan pemeliharaan serta pengamanan perangkat

lunak, perangkat keras dan sistem jaringan komunikasi data

di Kejaksaan Negeri.

d. Koordinasi dan kerjasama baik didalam maupun diluar

lingkungan Kejaksaan Negeri dalam rangka pengelolaan

basis data, analisis data dan statistik kriminal serta

penerapan teknologi informasi.

e. Pemantauan dan evaluasi serta pelaporan terhadap kegiatan

pengelolaan basis data, perangkat lunak, perangkat keras

dan jaringan komunikasi data dilingkungan.

f. Melakukan urusan perpustakaan

2) Seksi Intelijen

Seksi Intelijen mempunyai tugas melakukan kegiatan intelijen

yustisial di bidang ideologi, politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya

dan pertahanan keamanan untuk mendukung kebijaksanaan penegakan

hukum dan keadilan baik preventif maupun represif melaksanakan dan

atau turut serta menyelenggarakan ketertiban dan ketenteraman umum

serta pengamanan pembangunan nasional dan hasilnya di daerah

hukum Kejaksaan Negeri yang bersangkutan.


Kejaksaan Agung Republik Indonesia di bidang Pelayanan

terutama di bidang pendidikan sejak Tahun 2015 membuat Program

Kegiatan Penyuluhan Hukum kepada tiap-tiap peserta didik mulai

Sekolah Menengah Pertama (SMP) sampai dengan Sekolah Menengah

Atas (SMA) di mana program itu bisa membangun karekter peserta

didik dan dinilai dapat membekali peserta didik soal kes adaran hukum

sejak dini, sehingga dewasa nanti dapat memben tengi dirinya dan

Keluarganya dari berbagai tindak kejahatan.

Jaksa Masuk Sekolah

Untuk memperkaya khasanah pengetahuan siswa terhadap

hukum dan perundang-undangan serta menciptakan generasi baru

tahan hukum, Kejaksaan Agung sejak 2015 lalu telah menyelenggara

kan program Jaksa Masuk Sekolah (JMS). Program ini ditujukan untuk

siswa SD, SMP, hingga SMA.

Tujuannya untuk memberikan arahan, pendidikan, pemahaman

tentang hukum kepada para peserta didik sejak usia dini serta untuk

memperkenalkan hukum pada siswa dan siswi sejak dini, mengenal

kan produk hukum seperti undang-undang serta mengenal lembaga

Kejaksaan dan tupoksinya yang di samping memiliki fungsi penega

kan hukum, Kejaksaan RI juga melakukan fungsi preventif yakni

mencegah terjadinya kejahatan dengan melakukan Penyuluhan hukum.

Jaksa Masuk Kampus


Program Jaksa Masuk Kampus merupakan salah satu tugas

pokok dan fungsi (tupoksi) Kejaksaan, yakni program pembinaan

masyarakat taat hukum (Propemastakum) seperti memberikan

sosialisasi, penyuluhan dan penerangan hukum, mulai ke setiap desa,

lembaga pendidikan, hingga kantor-kantor dan lembaga institusi non

hukum.

Program Jaksa Masuk Kampus yang dicetuskan adalah untuk

menekan pelanggaran hukum dari kalangan pelajar dan maha siswa

serta sebagai upaya edukasi kepada mahasiswa menge nai kesadaran

hukum. Berbagai upaya edukasi dan pemahaman pun terus dilakukan

agar para mahasiswa menjadi penerus bangsa dan bisa meng abdi ke

masyarakat. Oleh karena itu, tugas pokok dan posisi Jaksa memberi

pencera han tentang sadar hukum agar menjadi penerus bangsa yang

bermanfaat.

Jaksa Masuk Pesantren

Program JMP ini merupakan program pimpinan Kejaksaan yang

dicanangkan di seluruh wilayah IndonesiA. Program ini bertujuan

untuk mengenalkan produk hukum seperti undang-undang serta

mengenal keakraban lembaga kejaksaan dan tupoksinya di kalangan

santri dan santriwati.

Dalam program ini Kejaksaan RI melakukan sosialisasi tugas

pokok dan fungsi Kejaksaan RI serta kesadaran hukum kepada para

santri dan santriwa ti. Mendekatkan diri ke masyarakat, itulah yang


terus digalakkan Kejaksaan Negeri Kuantan Singingi melalui

terobosan program bertajuk Jaksa Masuk Pesantren.JMP dilaksanakan

untuk menggandeng jajaran pondok pesantren mulai dari pengasuh

pondok pesantren hingga ke santrinya untuk turut serta mewujud kan

keadilan hukum.

Menurut Pasal 601 Ayat (1) Seksi Intelijen adalah unsur pembantu

pimpinan, mempunyai tugas dan wewenang sebagai berikut :

a. Melakukan kegiatan intelijen penyelidikan, pengamanan

dan penggalangan untuk melakukan pencegahan tindak

pidana guna mendukung penegakan hukum baik preventif

maupun represif di bidang ideologi, politik, ekonomi,

keuangan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,

melaksanakan cegah tangkal terhadap orang-orang tertentu

dan/atau turut menyelenggarakan ketertiban dan

ketentraman umum dan penanggulangan tindak pidana serta

perdata dan tata usaha negara di daerah hukumnya;

b. Memberikan dukungan intelijen Kejaksaan bagi

keberhasilan tugas dan kewenangan Kejaksaan, melakukan

kerjasama dan koordinasi serta pemantapan kesadaran

hukum masyarakat di daerah hukumnya.

Menurut Pasal 602 Seksi Intelijen dipimpin oleh seorang Kepala

Seksi Intelijen yang bertanggung jawab kepada Kepala Kejaksaan


Negeri. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 601 ayat (1), Seksi Intelijen menyelenggarakan fungsi :

a) perumusan kebijakan teknis kegiatan dan operasi intelijen

Kejaksaan berupa pemberian bimbingan dan pembinaan dalam

bidang tugasnya;

b) melakukan koordinasi, perencanaan dan penyusunan kebijakan

pada seksi intelijen dengan didasarkan sinkronisasi pelaksanaan

kebijakan dengan seksi terkait;

c) perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan

operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan

dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan

hukum baik preventif maupun represif mengenai upaya

penyelamatan pemulihan keuangan negara yang meliputi sektor

keuangan dan kekayaan negara, pengadaan barang/jasa

pemerintah, pelayanan publik dan sektor lainnya, pemberian

dukungan terhadap bidang Perdata dan Tata Usaha Negara guna

penyelamatan dan pemulihan kekayaan negara, penegakan

wibawa pemerintah dan negara serta pemberian pelayanan

hukum kepada masyarakat yang meliputi penegakan hukum,

bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain

kepada negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan negara,

lembaga/instansi pemerintah pusat dan daerah, Badan Usaha

Milik Negara/Daerah;
d) perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan

operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan

dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan

hukum baik preventif maupun represif mengenai pemberian

dukungan terhadap proses pelaksanaan penanganan perkara,

pengawasan pelaksanaan putusan pidana bersyarat, pidana

pengawasan, pengawasan pelaksanaan keputusan lepas bersyarat

dan tindakan hukum lain dalam tindak pidana umum dan tindak

pidana khusus;

e) pelaksanaan supervisi serta pemberian dukungan terhadap

lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah serta

lembaga lainnya dalam rangka pelaksanaan sistem pengawasan

dan pengendalian internal/eksternal dalam upaya pencegahan dan

penanggulangan tindak pidana;

f) mendukung pelaksanaan program pencegahan dan

penanggulangan tindak pidana, maupun dalam rangka reformasi

sistem peradilan, melalui kerjasama dan koordinasi dengan

instansi penegak hukum baik di dalam maupun luar negeri,

sosialisasi pencegahan dan penanggulangan tindak pidana

kepada pejabat negara, penyelenggara negara, organisasi non

pemerintah serta elemen masyarakat lainnya;

g) perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan

operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan


dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan

hukum baik preventif maupun represif mengenai pemberian

dukungan berkaitan dengan tindak pidana umum yang diatur di

dalam dan di luar KUHP, pemberian dukungan kinerja

pelaksanaan tugas bidang pembinaan dan bidang pengawasan;

h) perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan dan

operasi intelijen Kejaksaan berupa penyelidikan, pengamanan

dan penggalangan untuk mendukung kebijakan penegakan

hukum baik preventif maupun represif mengenai cegah

tangkal,pengawasan media massa, barang cetakan, orang asing,

pengawasan aliran kepercayaan masyarakat dan keagamaan

meliputi aliran-aliran keagamaan, kepercayaan-kepercayaan

budaya, mistik-mistik keagamaan, mistik-mistik budaya,

perdukunan, pengobatan pertabiban secara kebatinan, peramalan

paranormal, akupuntur, shin-she, metafisika dan lain-lain yang

dapat membahayakan masyarakat dan negara, pencegahan dan

penyalahgunaan dan/atau penodaan agama, ideologi, politik,

sosial, budaya dan pertahanan dan keamanan, persatuan dan

kesatuan bangsa, pelanggaran hak asasi manusia, pencarian dan

penangkapan buron Kejaksaan; perencanaan, pelaksanaan dan

pengendalian teknis kegiatan dan operasi intelijen Kejaksaan

berupa penyelidikan, pengamanan dan penggalangan untuk

mendukung kebijakan penegakan hukum baik preventif maupun


represif dalam rangka menyelenggarakan persandian meliputi

penyelenggaraan telekomunikasi, pengamanan data dan

informasi, kontra penginderaan, pemantauan, penginderaan,

pengolahan dan analisa data, pengelolaan operasional Bank Data

Intelijen, pembinaan sumber daya teknologi intelijen,

pelaksanaan administrasi intelijen serta penyediaan produksi

intelijen;

i) perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian teknis kegiatan

penerangan dan penyuluhan hukum, peningkatan kesadaran

hukum masyarakat, hubungan media massa, hubungan kerjasama

antar lembaga negara, lembaga pemerintah dan non pemerintah,

pengelolaan Pos Pelayanan Hukum dan Penerimaan Pengaduan

Masyarakat, pengelolaan informasi dan dokumentasi untuk

mewujudkan pelayanan yang cepat, tepat dan sederhana sesuai

petunjuk teknis standar layanan informasi publik secara nasional

dalam rangka mendukung keberhasilan tugas, wewenang dan

fungsi serta pelaksanaan kegiatan Kejaksaan;

3) Seksi Tindak Pidana Umum

Seksi Tindak Pidana Umum mempunyai tugas melaksanakan

pengendalian dan atau melaksanakan penuntutan, pemeriksaan

tambahan, penuntutan, melaksanakan penetapan hakim dan putusan

pengadilan. Pengawasan terhadap keputusan lepas bersyarat dan

tindakan lainnya dalam perkara tindak pidana umum. Dalam


melaksanakan tugasnya. Seksi Tindak Pidana Umum

menyelenggarakan fungsi:

a) penyiapan perumusan kebijaksanaan teknis di bidang  tindak

pidana umum berupa pemberian bimbingan, pembinaan dan

pengamanan teknis ;

b) penyiapan rencana, pelaksanaan dan penyiapan bahan

pengendalian kegiatan prapenuntutan, pemeriksaan tambahan,

penuntutan dalam perkara tindak pidana terhadap keamanan

negara dan ketertiban umum, tindak pidana terhadap orang dan

harta benda serta tindak pidana umum lain yang diatur di luar

Kitab Undang-undang pidana;

c) penyiapkan bahan pengendalian dan atau pelaksanaan penetapan

hakim dan putusan pengadilan, melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan keputusan lepas bersyarat dan tindakan hukum lain

dalam perkara tindak pidana umum serta pengadministrasiannya ;

d) pembinaan kerjasama dan melakukan koordinasi dengan instansi

serta pemberian bimbingan serta petunjuk teknis dalam

penanganan perkara tindak pidana umum kepada penyidik;

e) penyiapan bahan saran, konsepsi tentang pendapat dan atau

pertimbangan hukum Jaksa Agung mengenai perkara tindak

pidana umum dan masalah hukum lainnya dalam kebijaksanaan

penegakan hukum;
f) peningkatan kemampuan, ketrampilan dan integritas kepribadian

aparat tindak pidana umum daerah hukum Kejaksaan Negeri yang

bersangkutan;

g) pengadministrasian dan pembuatan laporan di daerah hukum

Kejaksaan Negeri bersangkutan.

Seksi Tindak Pidana Umum terdiri dari :

a. Subseksi Prapenuntutan;

Subseksi Prapenuntutan mempunyai tugas melakukan urusan

pemberian bimbingan, pengendalian dan petunjuk mengenai

penerimaan pemberitahuan penyidikan, penghentian penyidikan,

hasil penyidikan serta penerimaan tanggung jawab atas tersangka

dan barang bukti atau sitaan, mengadministrasikan serta

mendokumentasikannya.

b. Subseksi Penuntutan;

Subseksi Penuntutan mempunyai tugas  melakukan urusan

penuntutan terhadap perkara tindak pidana umum hasil penyidikan

penyidik serta     pengadministrasian   dan  Pendokumentasian.

4) Seksi Tindak Pidana Khusus

Seksi Tindak Pidana Khusus mempunyai tugas melakukan

pengelolaan laporan dan pengaduan masyarakat, penyelidikan,

penyidikan, pelacakan aset dan pengelolaan barang bukti,

prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, praperadilan, penuntutan dan

persidangan, perlawanan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan hakim


dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap,

pengawasan terhadap pelaksanaan pemidanaan bersyarat, putusan

pidana pengawasan, keputusan lepas bersyarat, dan eksaminasi dalam

penanganan perkara tindak pidana khusus di wilayah hukum

Kejaksaan Negeri.

Dalam melaksanakan tugas, Seksi Tindak Pidana Khusus

menyelenggarakan fungsi:

a) penyiapan bahan penyusunan rencana dan program kerja;

b) pelaksanaan penegakan hukum di bidang tindak pidana khusus di

Kejaksaan Negeri;

c) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang

tindak pidana khusus di Kejaksaan Negeri;

d) pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga baik di

dalam negeri maupun di luar negeri di Kejaksaan Negeri; dan

e) pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan

di bidang tindak pidana khusus di Kejaksaan Negeri.

Seksi Bidang Tindak Pidana Khusus terdiri atas:

a) Subseksi Penyidikan;

b) Subseksi Penuntutan;

c) Subseksi Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksekusi.

Sub Seksi Penyidikan

Subseksi Penyidikan melakukan penyiapan bahan penyusunan

program dan rencana kerja, penyiapan bahan perumusan kebijakan


teknis dan administrasi, penyiapan pelaksanaan dan pengendalian,

pemberian bimbingan teknis, penyampaian pertimbangan, pendapat

dan saran, koordinasi dan kerja sama, pengelolaan data dan penyajian

informasi, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan dalam

rangka pengelolaan laporan dan pengaduan masyarakat, penyelidikan

dan penyidikan serta pelacakan aset dan pengelolaan barang bukti

perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang di

wilayah hukum Kejaksaan Negeri.

Sub Seksi Penuntutan

Subseksi Penuntutan mempunyai tugas melakukan penyiapan

bahan penyusunan program dan rencana kerja, penyiapan bahan

perumusan kebijakan teknis dan administrasi, penyiapan pelaksanaan

dan pengendalian, pemberian bimbingan teknis, penyampan

pertimbangan, pendapat dan saran, koordinasi dan kerja sama,

pengelolaan data dan penyapan informasi pemantauan dan evaluasi

serta penyusunan laporan pelaksanaan tindakan prapenuntutan,

pemeriksaan tambahan, praperadilan, penuntutan dan persidangan,

perlawanan, pelaksanaan penetapan hakim, upaya hukum biasa dalam

penanganan perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana

pencucian uang, tindak pidana perpajakan dan tindak pidana

pencucian uang, serta tindak pidana kepabeanan, cukai, dan tindak

pidana pencucian uang di wilayah hukum Kejaksaan Negeri.

Sub Seksi Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksekusi


Subseksi Upaya Hukum Luar Biasa dan Eksekusi mempunyai

tugas melakukan penyiapan bahan penyusunan program dan rencana

kerja, penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis dan administrasi,

penyiapan pelaksanaan dan pengendalian, pemberian bimbingan

teknis, penyampaian pertimbangan, pendapat dan saran, koordinasi

dan kerja sama, pengelolaan data dan penyajian informasi,

pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan pelaksanaan

putusan pengadilan yang telah mempunym kekuatan hukum tetap,

pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat, putusan pidana

pengawasan dan lepas bersyarat, upaya hukum luar biasa, permohonan

grasi, amnesti dan abolisi dalam penanganan perkara tindak pidana

korupsi dan tindak pidana pencucian uang, tindak pidana perpajakan

dan tindak pidana pencucian uang, serta tindak pidana kepabeanan,

cukai, dan tindak pidana pencucian uang di wilayah hukum Kejaksaan

Negeri.

5) Seksi Perdata dan TUN

Seksi Perdata dan TUN bertujuan untuk:

1. Menyelamatkan dan memulihkan kekayaan dan keuangan negara

2. Menegakkan kewibaan pemerintah dalam rangka menyelesaikan

permasalahan hukum di bidang perdata dan tata usaha negara

yang dihadapi negara atau pemerintah.

Tugas dan fungsi Seksi Perdata dan TUN:


1) Penegakan Hukum : Kegiatan Jaksa Pengacara Negara untuk

mengajukan gugatan atau permohonan kepada pengadilan di

bidang perdata sebagaimana di tetapkan oleh peraturan

perundang-undangan dalam rangka memelihara ketertiban

hukum, kepastian hukum dan melindungi kepentingan negara dan

pemerintah serta hak-hak keperdataan masyarakat.

2) Pemberian Jasa Hukum : Kegiatan pemberian jasa hukum kepada

masyarakat, orang perorangan atau badan hukum swasta, Instansi

Pemerintah, BUMN, BUMD, dan badan hukum lainnya yang

berupa bantuan hukum non litigasi, bantuan hukum litigasi,

pendapat hukum, pendampingan hukum, audit hukum dan

tindakan hukum lain.

6) Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan

Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan

mempunyai tugas melakukan pengelolaan barang bukti dan barang

rampasan yang berasal dari tindak pidana umum dan pidana khusus. 

Dalam melaksanakan tugas, Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan

Barang Rampasan menyelenggarakan fungsi:

a) penyiapan bahan penyusunan rencana dan program kerja;

b) analisis dan penyiapan pertimbangan hukum pengelolaan barang

bukti dan barang rampasan;

c) pengelolaan barang bukti dan barang rampasan meliputi

pencatatan, penelitian barang bukti, penyimpanan dan


pengklasifikasian barang bukti, penitipan, pemeliharaan,

pengamanan, penyediaan dan pengembalian barang bukti sebelum

dan setelah sidang serta penyelesaian barang rampasan;

d) penyiapan pelaksanaan koordinasi dan kerja sama dalam

pengelolaan barang buki dan barang rampasan;

e) pengelolaan dan penyajian data dan informasi; dan

f) pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan penyusunan laporan

pengelolaan barang bukti dan barang rampasan

Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan terdiri

atas:

a) Subseksi Barang Bukti; 

b) Subseksi Barang Rampasan.

Seksi Pengelolaan Barang Bukti dan Barang Rampasan terdiri

atas:

Subseksi Barang Bukti mempunyai tugas melakukan pencatatan

benda sitaan dan barang bukti pada register, buku register pembantu,

label dan kartu barang bukti, sistem manaJemen elektronik,

penyediaan data, penelitian barang bukti, penyimpanan dan

pengklasifikasian atau pengelompokan barang bukti, penitipan

pemeliharaan barang bukti, melakukan kontrol barang bukti secara

berkala, penyediaan dan pengembalian barang bukti sebelum dan

setelah sidang, serta laporan dan pengarsipan terkait pengelolaan benda


sitaan dan barang bukti tindak pidana umum dan tindak pidana khusus

pada tahap penyidikan, dan penuntutan.

Subseksi Barang Rampasan mempunyai tugas pencatatan barang

rampasan pada register, buku register pembantu, sistem manajemen

elektronik, penyediaan data, pencocokan dan pengiden tifikasian fisik

barang rampasan sesum dengan dokumen pendukung, menyiapkan

administrasi barang rampasan, mengklasifikasikan atau

mengelompokkan barang rampasan, menyediakan dokumen

pendukung atas fisik barang rampasan, perencanaan dan penyelesaian

barang rampasan, tindakan hukum dalam penyelesaian

barang rampasan serta laporan dan pengarsipan terkait pengelolaan

barang rampasan tindak pidana umum dan tindak pidana khusus pada

tahap eksekusi.

Anda mungkin juga menyukai