Anda di halaman 1dari 41

SEJARAH HUKUM

ACARA PIDANA
Hukum Acara Pidana Reguler B

Get Started
Kelompok 4
Anggota Kelompok 4

Adam Rahmansyah (2106734966)


Adi Sutiyoso (2106716143)
Ahmad Farchan (2106735022)
Gina Alya Sabrina (2106735376)
Ismail Hafidzy Tawakal (2106734985)
Laurentius Joshua Satrio Adityo (2106734392)
Nadya Putri Safira (2106712145)
Raisa Nashwa Syafiqa (2106638154)
Raynanda Bintang Pradhana (2106734360)
Sabrina Marsya Aurellia (2106734045)
Sejarah Hukum Acara Pidana

Masa Kerajaan atau Pada Saat Setelah Setelah UU Darurat


Sebelum Masa Kolonial Zaman Kolonial Kemerdekaan Nomor 1 Tahun 1951

Setelah UU Rancangan Perubahan


Nomor 8 Tahun 1951 KUHAP

Next Page
Sebelum Masa Kolonial
Sejak zaman kerajaan, di Indonesia sudah ada badan pengadilan yang
berkedaulatan mutlak pada tangan raja. Berdasarkn prasasti pada candi
di zaman kerajaan kahuripan, Raja Airlangga memegang kewenangan
mengadili, misalnya untuk kejahatan pencurian, dihukum dengan
Pengaruh Kerajaan Hindu hukuman mati

Badan Peradilan:
1. Pradata (perkara yang menjadi urusan raja)
2. Padu (perkara yang tidak menjadi urusan raja)

Hukum Islam mencoba menerapkan apa yang telah


dilakukan oleh kerajaan hindu. Namun, dengan
memasukkan pengaruhnya ke dalam seluruh kehidupan Pengaruh Kerajaan Islam
masyarakat. Seperti, mengganti nama pengadilan pradata
menjadi Pengadilan Surambi (Kerajaan Mataram).
Saat Masa Kolonial

Dalam akta pendirian VOC di Indonesia, tertera hak dan kekuasaan VOC berupa memberikan kekuasaan
untuk mengangkat hakim-hakim yang menjadi cikal bakal kekuasaan hukum di wilayah yang diduduki
VOC oleh VOC. Pada tahun 1620, dibentuk suatu pengadilan yang dinamakan College van Schepenen, yang
bertugas mengurusi pemerintahan dan kepolisian dalam kota. Majelis ini mengadili perkara perdata dan
pidana untuk seluruh penduduk kota yang merdeka. Sedangkan untuk pegawai VOC dan serdadu VOC
diadili oleh Raad van Justitie.

Daendels menerapkan dualisme kewenangan mengadili, ia mengubah nama Raad vaan Justitie menjadi
Hoge Raad. Hoge Raad adalah badan peradilan untuk bangsa Eropa dan orang Jawa yang melakukan
kejahatan bersama dengan orang asing. Sedangkan Landraad untuk bumi putera. Daendels melakukan DAENDELS
perubahan-perubahan dengan tujuan membuat penduduk di pulau jawa dapat mencari keadilan,
namun pada kenyataannya Daendels juga banyak ikut campur dalam urusan pengadilan.

Raffles mengeluarkan maklumat yang menyatakan bahwa semua peradilan untuk bangsa eropa
berlaku juga untuk bangsa Indonesia yang tinggal di dalam lingkungan kekuasaan kehakiman kota-
RAFFLES kota (Batavia, Semarang, dan Surabaya). Susunan badan peradilan pada era raffles:

1. Division Court 3. Residen Court


2. Bupati Court 4. Court of Circuit
Saat Masa Kolonial

Saat kembali kepada belanda, ada beberapa perubahan dalam hukum acara pidana, seperti susunan
pengadilan yang berbeda antara bangsa indonesia yang tinggal di kota dan tinggal di desa melalui
Reglement acara pidana dan perdata. Belanda kembali menciptakan dualisme badan pengadilan dengan
membentuk kembali Raad van Justitie dan Hooggerechtschof (mengawasi urusan kehakiman berjalan
BELANDA
dengan baik, sebagai pengadilan kasasi dan banding atas putusan Raad van Justitie).

Tahun 1848 berlaku Reglement tentang susunan pengadilan dan kebijaksanaan kehakiman, yang
menentukan 6 macam pengadilan yang dibentuk oleh Commissarissen General.

Segera setelah Jepang menduduki Pulau Jawa, dikeluarkan balatentara jepang yang menyatakan segala
peraturan pemerintah Hindia-Belanda teteap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan
balatentara Jepang. Pada masa jepang, didirikan pengadilan sipil untuk mengadili perkara perdata dan
pidan dan juga pembentukan kejaksaan.
JEPANG
Pengadilan pada masa jepang:
1. Gun Hooin 4. Tihoo Hooin
2. Ken Hooin 5. Kootoo Hooin
3. Keizai Hooin 6. Saikoo Hooin
Setelah Indonesia merdeka, dibentuk lah tata peradilan di
daerah yang sudah dikuasai Indonesia. Pengadilan yang
sudah ada sebelumnya dibiarkan, hanya terdapat
penambahan wilayah.

Dibentuk pula Mahkamah Agung berdasarkan UU No. 7/1947


yang bertugas untuk melakukan pengawasan disiplin terhadap
pengadilan bawahan dan memutus sengketa kewenangan
mengadili.
Setelah
Kemerdekaan
UU No. 19/1948 mengatur tetntang Badan-Badan Pengadilan
dalam Daerah Republik Indonesia yang membentuk Pengadilan
Negerti, Pengadilan Tinggi, dan MA. (belum sempat disahkan
karna ada invasi belanda)

Invasi belanda mengakibatkan terbentukan RIS yang membawa


dampak bagi peradilan pada masing-masing negara bagian.
Setelah Undang-Undang Darurat Nomor
1 Tahun 1951
Setelah RIS dibubarkan, telah begitu banyak kebingungan terkait tata pemerintahan, termasuk badan
pengadilan. Maka, pemerintah membentuk Undang-Undang Darurat Nomor 1 Tahun 1951 (UU Darurat
1/1951) yang bertujuan sebagai pedoman baru mengenai pengadilan yang meliputi seluruh wilayah Indonesia.
UU Darurat 1/1951 menghapuskan badan pengadilan sebelumnya, dan mengembalikan tempat kedudukan
pengadilan tinggi yang sempat dipindahkan melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1947.

Melalui undang-undang ini, badan pengadilan sipil yang ada pada saat
itu di seluruh wilayah Indonesia meliputi:
Pengadilan Negeri
Berwenang mengadili perkara perdata dan pidana, kecuali perkara yang menjadi wewenang Mahkamah
Agung yang mengadili dalam tingkat pertama.

Pengadilan Tinggi
Memeriksa di tingkat kedua segala perkara perdata dan pidana sepanjang bisa dimintakan banding.

Mahkamah Agung
Melakukan pengawasan tertinggi atas peradilan di bawahnya.
Setelah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981

Sekilas mengenai HIR


- HIR memiliki sistem campuran atau "the mixed type"
- Dibentuk pada abad ke-19, di mana pada saat itu mixed type system adalah sistem yang sedang
berkembang dalam pemikiran terkait sistem peradilan pidana.
- HIR digantikan oleh KUHAP
- HIR bertujuan untuk mencapai ketertiban dan kepastian hukum tanpa memperhatikan
persoalan apakah sistem yang ada telah memberikan perlindungan terhadap harkat dan martabat
tersangka
- HIR dianggap telah memberikan andil terhadap penyalahgunaan wewenang dari aparat
penegak hukum, selain karena tidak mampu melaksanakan tugas dengan baik, namun secara
sistem juga tidak mampu mencapai tujuan dari suatu sistem peradilan pidana.

Sistem Peradilan Pidana pasca KUHAP


- KUHAP telah membawa sistem peradilan pidana ke arah yang lebih maju dengan meletakkan
dasar-dasar humanisme dalam norma-norma di dalamnya. Ketertiban dan kepastian hukum
tidak lagi menjadi tujuan utama, melainkan yang diutamakan dan yang menjadi masalah dasar
yaitu bagaimana mencapai tujuan dari sistem peradilan pidana itu sendiri.
Setelah Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1981

KUHAP mengedepankan keterpaduan antara komponen kepolisian, kejaksaan,


pengadilan dan lembaga pemasyarakatan untuk mencapai tujuan dari sistem peradilan
pidana. Keempat aparat tersebut dihubungkan dalam mekanisme kerja yang terintegrasi
dan memiliki hubungan erat satu sama lain, sehingga KUHAP disebut juga bermuatan
integrated criminal justice system.

Secara normatif, beberapa perubahan penting yang terdapat dalam KUHAP adalah
sebagai berikut:
1. Penghapusan pengakuan sebagai alat bukti
2. Memperkuat perlindungan hak-hak tersangka
3. Pembatasan jangka waktu penahanan
4. Diferensiasi fungsional
5. Lembaga Praperadilan
Rancangan Perubahan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana
KUHAP yang pada masanya dianggap mampu menjawab permasalahan yang ada
dalam sistem peradilan pidana, seiring berjalannya waktu selama kurang lebih 30 tahun
semakin menunjukkan kelemahan-kelemahan yang mendasar. Kelemahan ini sendiri
sebenarnya sudah diprediksi oleh beberapa pihak pada masa pembahasan KUHAP.
Dorongan untuk memperbaiki KUHAP dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah
satunya adalah fakta bahwa setelah KUHAP disahkan, Indonesia banyak mengesahkan
berbagai kovenan internasional yang berkaitan dengan hak asasi manusia terutama
dalam proses peradilan pidana, begitu pula dengan perkembangan global negara-negara
maju yang melakukan revisi terhadap aturan hukum acara pidananya.

Kritik terhadap KUHAP yang diundangkan sejak tabun 1981 adalah ketinggalan
zaman dan tidak sungguh-sungguh menempatkan hak asasi manusia sebagai dasar
pembentukannya. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal misalnya diskresi penyidik,
penuntut yang terlalu luas tanpa adanya hakim pengawas, kewenangan praperadilan
yang sangat terbatas (sebelum putusan Mahkamah Konstitusi), jangka waktu penahanan
yang sangat panjang. Hal ini terjadi karena pada zaman Orde Baru berkuasa ketika
KUHAP dibentuk, fokus pemerintah adalah stabilitas nasional yang paling utama baru
kemudian supremasi hukum.
Rancangan Perubahan Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana

Saat ini, rancangan KUHAP masih berubah-ubah dan berkali-kali gagal


diselesaikan pembahasannya di tingkat legislasi, namun beberapa muatan
dalam Rancangan KUHAP dianggap mampu menjawab beberapa
permasalahan penting yang muncul, di antaranya sebagai berikut:

1. Hakim pemeriksa pendahuluan sebagai pengganti lembaga praperadilan


2. Jangka waktu penahanan
3. Pola hubungan penyidik dan penuntut umum
4. Sistem penyelesaian perkara di luar pengadilan

Secara garis besar, rancangan KUHAP membawa sistem peradilan pidana


Indonesia ke arah yang lebih menempatkan hak asasi manusia sebagai fondasi
utamanya.
PENYELIDIKAN
DAN PENYIDIKAN
Hukum Acara Pidana Reguler B

Get Started
Kelompok 4
Pengertian Penyelidikan

Pasal 1 angka 5 UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana,


penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan
suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau
tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

Dua unsur penting yang harus dipahami dari tahap penyelidikan adalah, yang
pertama, penyelidikan bertujuan untuk mencari dan menemukan peristiwa yang
diduga sebagai tindak pidana dan kedua, penyelidikan berguna untuk menentukan
dapat atau tidaknya suatu peristiwa ditindaklanjuti ke tahap penyidikan. Untuk
mencapai tujuan dari penyelidikan, guna menentukan apakah suatu peristiwa diduga
sebagai tindak pidana atau tidak, penyelidikan berwenang melakukan serangkaian
tindakan berupa pengolahan tempat kejadian perkara, pengamatan, wawancara,
pembuntutan, penyamaran, pelacakan, penelitian dan analisis.
Pengertian
Penyidikan

Menurut Pasal 1 ayat (2) UU Nomor 8


Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana
Penyelidikan tidak dapat dipisahkan dari
penyidikan. Hal ini karena penyelidikan
merupakan salah satu bagian fungsi
"Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidikan yang mendahului tindakan-
penyidik dalam hal dan menurut cara yang tindakan berikutnya. Jadi, penyidikan
diatur dalam undang-undang ini untuk merupakan tindak lanjutan setelah proses
mencari serta mengumpulkan bukti yang penyelidikan yang dilakukan dengan cara
dengan bukti itu membuat terang tentang mencari serta mengumpulkan bukti yang
tindak pidana yang terjadi dan guna dapat membuat terang tentang tindak
menemukan tersangkanya." pidana yang diduga terjadi dan untuk
menemukan tersangkanya.
HAPID

Kewenangan Penyelidik,
Penyidik, Penyidik, Pembantu
dan Penyidik PNS
Kewenangan Penyelidik
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Nomor 8
Tahun 1981 KUHAP

1. Laporan dan Aduan


Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya
tindak pidana

2. Keterangan dan Bukti


Mencari keterangan dan barang bukti yang cukup agar kasus dapat
dilanjutkan ke tahap penyidikan

3. Pemberhentian
Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan serta
memeriksa tanda pengenal diri

4. Tindakan lain
Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab
Kewenangan Penyelidik Berdasarkan Perintah Penyidik
dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b UU Nomor 8 Tahun 1981
KUHAP

1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan, dan penahanan.

2. Pemeriksaan dan penyitaan surat

3. Pengambilan sidik jari dan pemotretan seseorang

4. Membawa dan menghadapkan seseorang kepada penyidik


HAPID

Kewenangan Penyelidik dan


Penyidik di luar Polri
PENYILIDIK DI LUAR POLRI

Komisi Pemberantas Korupsi


Badan Narkotika Nasional ("BNN")
("KPK")
Berwenang untuk melakukan

Penyelidikan terbatas pada tindak pidana


penyelidikan tindak pidana narkotika.
korupsi dengan kualifikasi tindak pidana

tersebut melibatkan aparat penegak


Tertera juga pada Pasal 71 UU Nomor

hukum, penyelenggara negara dan


35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
orang lain yang ada kaitannya.

Tertera juga pada Pasal 11 UU KPK.


PENYILIDIK DI LUAR POLRI

Apabila ada pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat, menurut Pengadilan HAM,
penyelidikan dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.

Dalam Pasal 18 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan


Hak Asasi Manusia, "Penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang
berat dilakukan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia."
PENYIDIK DI LUAR POLRI

1 2 3
KORUPSI NARKOTIKA PELANGGARAN

HAM BERAT
Tindak Pidana Korupsi
Tindak Pidana
Pelanggaran HAM Berat

dilakukan oleh Kejaksaan


dilakukan oleh Jaksa Agung,
Narkotika dilakukan
berbeda dengan KPK dan

dan KPK (UU Nomor 31

Tahun 1999)
oleh BNN BNN, Jaksa Agung juga

dapat menghapus wewenang

dari Polri sebagai penyidik


1 2 3
KPK BNN PELANGGARAN

HAM BERAT
Berwenang melakukan Berwenang dalam tahap Kewenangan Komnas HAM
penyelidikan dan penyidikan penyidikan yaitu melakukan pada dasarnya sama dengan
untuk tindakan seperti penyadapan, pembelian kewenangan seorang
menyadap dan merekam, terselubung dan penyerahan penyelidik dalam KUHAP.
melarang pergi keluar negeri,
di bawah pengawasan serta
memblokir rekening, meminta
data kekyaan, menghentikan memusnahkan narkotika dan
transaksi keuangan. prekursor narkotika.

KEWENANGAN PENYIDIK DI LUAR POLRI


HAPID

Koordinasi Penyidik Polri dengan


PPNS serta Penyidik Polri dengan
Penyidik di Luar Polri
Koordinasi Penyidik Polri
dengan PPNS

Pasal 7 ayat (2) KUHAP


"Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf b mempunyai
wewenang sesuai dengan undang-undang yang menjadi dasar hukumnya
masing-masing dan dalam pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi
dan pengawasan penyidik tersebut dalam pasal 6 ayat (1) huruf a"
Peran Penyidik Polri dalam Melakukan
Koordinasi dan Pengawasan dengan PPNS

1 Memberikan Petunjuk kepada PPNS

2 Melaporkan Penyidikan kepada Polri

Penyerahan Berkas ke Penuntut Umum


3
melalui Penyidik Polri

Memberitahukan Penghentian Penyelidikan


4
kepad penyidik Poldi dan Penuntut Umum
Koordinasi Penyidik Polri
dengan Penyidik Luar Polri

Koordinasi
Tercermin di antaranya melalui pemberitahuan tertulis dimulainya
penyidikan. Sebagai contoh, dalam menangani kasus korupsi, Polri dan
Kejaksaan selaku Penyidik wajib memberitahukan dimulaikan penyidikan
kepada KPK. Kedua, dalam kasus narkotika, BNN juga memberitahukan
kepada Polri dalam bentuk memberitahukan dimulainya penyidikan,
bergitupun sebaliknya,
Koordinasi Penyidik Polri
dengan Penyidik Luar Polri

Supervisi
Supervisi dapat dicerminkan melalui contoh kasus pemberantasan
tindak pidana korupsi. KPK berwenang untuk melakukan supervisi
dalam bentuk pengawasan serta penelitian atau penelaahan terhadap
instansi yang menjalankan tugas (termasuk Polri). Kewenangan
Supervisi KPK juga dapat diwujudkan melalui pengambil alihan
penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana korupsi yang
sedang dalam penyidikan Polri atau Kejaksaan.
HAPID

Proses Penyelidikan dan


Penyidikan
Proses Penyelidikan
LAPORAN A - OLEH POLISI
1) LAPORAN ATAU PENGADUAN
Laporan atau aduan disampaikan oleh seseorang
kepada pihak berwenang tentang adanya dugaan
tindak pidana yang telah, sedang, ataupun diduga
akan terjadi

Melaporkan suatu dugaan tindak pidana


merupakan hak setiap orang setelah mengetahui
adanya permufakatan jahat untuk melakukan
tindak pidana terhadap ketentraman dan LAPORAN B - OLEH POLISI
keamanan umum. ATAS LAPORAN DARI
MASYARAKAT
Laporan dari masyarakat biasa, dapat dibuat secara
tertulis maupun lisan dan laporan tersebut wajib
diterima baik oleh penyelidik atau penyidik
karena kewajibannya.
Proses Penyelidikan
2) MENCARI KETERANGAN DAN 3) LAPORAN HASIL PENYELIDIKAN
BARANG BUKTI
Berdasarkan Pasal 13 Perkap No.14/2012:
Kegiatan penyelidikan dilakukan dengan sebagaimana
dituliskan pada Pasal 12 Perkap No. 14/2012; - Pasukan penyelidik wajib membuat laporan hasil
penyelidikan kepada pejabat pemberi perintah
-Pengelolaan TKP - Laporan hasil penyelidikan disampaikan secara
-Pengamatan (observasi) lisan atau tertulis paling lambat 2x24 jam
-Wawancara (interview) - Apabila laporan atau aduan atas dugaan tindak
-Pembuntutan (surveillance) pidana ternyata diyakini oleh pejabat yang
-Penyamaran (under cover) berwenang, maka proses dilanjutkan ke tahap
-Pelacakan (tracking) penyidikan, yang ditandai dengan diterbitkannya
-Penelitian dan analisis dokumen dengan sasaran surat perintah penyidikan oleh pejabat yang
orang, benda atau tempat, peristiwa, dan kegiatan berwenang.
Proses Penyidikan
Terbitnya surat perintah penyidikan

Penunjukan penyidik yang bertugas


melakukan penyelidikan

Penyidik memberitahukan penyidikan kepada


penuntut umum dalam bentuk Surat
Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan
(SPDP)

Melakukan tindakan-tindakan untuk


mengumpulkan bukti-bukti guna membuat
tindakan-tindakan
terang suatu tindak pidana dan menemukan tersebut, meliputi:
tersangka tindak pidana
Tindakan-Tindakan Sesuai Kewenangan Penyidik dalam
Rangka Mengumpulkan Bukti-Bukti dan Menemukan
Tersangka

Membuat berita acara atas


1 Melakukan Pemeriksaan 4
segala tindakan penyidikan

Melakukan upaya paksa Melakukan gelar perkara


2 5 untuk tindakan-tindakan
yang diperlukan
tertentu

Menyerahkan berkas perkara,


3 Menetapkan tersangka 6 tersangka dan barang bukti
kepada penuntut umum

7 Menghentikan penyidikan
HAPID

Pemanggilan
Pemanggilan

Ketika melakukan pemeriksaan, penyidik mempunyai


wewenang untuk melakukan pemanggilan terhadap
tersangka yang diduga sebagai pelaku tindak pidana dan
saksi sebagai informasi peristiwa pidana.

Mengenai pemanggilan seseorang yang diduga sebagai


tersangka harus ada bukti permulaan yang menjadi
fondasi sebagai pelaku tindak pidana dan sesuai yang
tertera dalam Pasal 1 butir 14 KUHAP

Lalu, pemanggilan saksi juga perlu. Menurut Pasal 1


butir 26 seorang saksi adalah orang yang dapat memberi
keterangan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar,
lihat, alami, dan dapat menjelaskan apa yang ia alami.
Bentuk Pemanggilan
Panggilan Berbentuk "Surat" Panggilan
Pemanggilan yang sah sesuai dengan Pasal 112 bahwa
suatu surat panggilan harus mencakup alasan dan
dicantumkan secara tegas apakah dipanggil sebagai
tersangka atau saksi serta terdapat tanda tangan penyidik
sebagaimana yang tertera pada penjelasan Pasal 112 ayat
(1) KUHAP.

Pemanggilan Memperhatikan Tenggang


Waktu yang Wajar dan Layak
Terdapat dua alternatif bahwa pemanggilan harus
memperhatikan waktu yang wajar antara waktu
diterimanya panggilan dan hari panggilan harus
dipenuhi dan Pasal 227 ayat (1) bahwa tenggang waktu
suatu panggilan selambat-lambatnya diberikat tiga hari
sebelum tanggal hadir ditentukan
Tata Cara Pemanggilan
Ada beberapa ketentuan dalam Pasal 227 KUHAP untuk
melaksanakan pemanggilan:
1. Panggilan langsung dilakukan ditempat tinggal
orang yang dipanggil apabila alamat diketahui
2. Jika alamat tidak diketahui maka panggilan
dilakukan ditempat kediaman mereka yang terakhir
3. Panggilan pada kedua tempat tersebut dilakukan
sendiri tidak melalui perantara orang lain
4. Petugas yang menyampaikan panggilan, wajib
membuat catatan yang menerangkan bahwa
panggilan telah disampaikan dan diterima langsung
oleh yang dipanggil
5. Petugas dan orang yang dipanggil membubuhkan
tanggan dan tanda tangan, jikat tidak
menandatangani maka tugas harus mencatat
alasannya
Pemenuhan Pemanggilan

Setiap orang yang dipanggil wajib untuk memenuhi panggilan tidak


boleh dengan memperwakilkan orang lain. Kecuali, Pada Pasal 213
dalam pemeriksaan pelanggaran lalu lintas, terdakwa dapat menunjuk
seorang melalui surat kuasa untuk mewakilinya di persidangan.

Apabila pemanggilan tidak ditaati, pada panggilan pertama tidak ditaat


makan perlu panggilan kedua kalinya. Namun, jika tidak ditaati maka
penyidik akan mengeluarkan perintah kepada petugas untuk
membawanya ke hadapat pejabat yang memanggilnya.
HAPID

Kedudukan
Penasihat Hukum
Pada Penyidikan

Kedudukan
Pada saat proses penyidikan, penasihat hukum
Penasihat Hukum
dapat hadir untuk mengikuti jalannya
Pada Penyidikan pemeriksaan. Tetapi kalau penyidik tidak
memperbolehkan, penasihat hukum tidak dapat
Pasal 115 KUHAP
memaksakan kehendaknya untuk mengikuti
(1) Dalam hal penyidik sedang
melakukan pemeriksaan terhadap
jalannya pemeriksaan. Kedudukan dan kehadiran
tersangka penasihat hukum penasihat hukum dalam mengikuti pemeriksaan
dapat mengikuti jalannya pemeriksaan
dengan cara melihat serta mendengar
adalah bersifat "pasif". Sesuai dengan Pasal 115
pemeriksaan. ayat (1) KUHAP, yakni pada tingkat penyidikan,
(2) Dalam hal kejahatan terhadap
keamanan negara penasihat hukum penasihat hukum hanya sebagai penonton dan
dapat hadir dengan cara tidak diperbolehkan menyusun pembelaan atau
melihat tetapi tidak dapat mendengar
pemeriksaan terhadap tersangka melakukan pemberian nasihat.

Next Page
KESIMPULAN
Setelah melewati proses yang panjang mengenai sejarah Hukum Acara Pidana,
dapat disimpulkan bahwa masih banyak aturan-aturan serta ketentuan yang
harus dibahas lebih lanjut lagi. Saat ini, rancangan KUHAP masih berubah-
ubah dan berkali-kali gagal. Namun, Rancangan KUHAP membawa sistem
peradilan Indonesia ke arah yang lebih menempatkan hak asasi manusia sebagai
fondasi utamanya.

Penyelidikan dan penyidikan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.
Penyelidikan merupakan awal dari penyidikan untuk mengumpulkan bukti dan
dapat membuat terang suatu tindakan atau dugaan tindak pindana. Penyelidik
sendiri sebagaimana diatur dalam pasal 1 butir 4 KUHP bahwa penyelidik adalah
pejabat polisi Negara Republik Indonesia. Sedangkan penyidik, bisa dari Polri
maupun luar polri seperti KPK dan BNN.

Proses penyelidikan dan penyidikan pun dapat dibilang cukup panjang karna harus
melewati proses yang dilakukan secara hati-hati. Adapun yang disebut sebagai
Pemanggilan yang dilakukan saat pemeriksaan, untuk memanggil tersangka yang
diduga sebagai pelaku tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai