Anda di halaman 1dari 33

PENGETAHUAN UMUM TENTANG

KEJAKSAAN AGUNG RI
SEJARAH

Sebelum Reformasi

Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman
kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah
dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan
tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata
yang sama dalam Bahasa Sansekerta.

Seorang peneliti Belanda, W.F. Stutterheim mengatakan bahwa dhyaksa adalah


pejabat negara di zaman Kerajaan Majapahit, tepatnya di saat Prabu Hayam Wuruk
tengah berkuasa (1350-1389 M). Dhyaksa adalah hakim yang diberi tugas untuk
menangani masalah peradilan dalam sidang pengadilan. Para dhyaksa ini dipimpin
oleh seorang adhyaksa, yakni hakim tertinggi yang memimpin dan mengawasi para
dhyaksa tadi.

Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan
bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter).
Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan menyebut
bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang
adhyaksa.

Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan
Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan
pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam
sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi )
dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen /
Asisten Residen.

Hanya saja, pada prakteknya, fungsi tersebut lebih cenderung sebagai


perpanjangan tangan Belanda belaka. Dengan kata lain, jaksa dan Kejaksaan pada
masa penjajahan belanda mengemban misi terselubung yakni antara lain:

a. Mempertahankan segala peraturan Negara


b. Melakukan penuntutan segala tindak pidana
c. Melaksanakan putusan pengadilan pidana yang berwenang

Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam
menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat
dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).

Peranan Kejaksaan sebagai satu-satunya lembaga penuntut secara resmi


difungsikan pertama kali oleh Undang-Undang pemerintah zaman pendudukan
tentara Jepang No. 1/1942, yang kemudian diganti oleh Osamu Seirei No.3/1942,
No.2/1944 dan No.49/1944. Eksistensi kejaksaan itu berada pada semua jenjang
pengadilan, yakni sejak Saikoo Hoooin (pengadilan agung), Koootooo Hooin
(pengadilan tinggi) dan Tihooo Hooin (pengadilan negeri). Pada masa itu, secara
resmi digariskan bahwa Kejaksaan memiliki kekuasaan untuk:
1. Mencari (menyidik) kejahatan dan pelanggaran
2. Menuntut Perkara
3. Menjalankan putusan pengadilan dalam perkara kriminal.
4. Mengurus pekerjaan lain yang wajib dilakukan menurut hukum.

Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara
Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya
mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan
peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka
segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.

Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya,
yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik
Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.

Kejaksaan RI terus mengalami berbagai perkembangan dan dinamika secara terus


menerus sesuai dengan kurun waktu dan perubahan sistem pemerintahan. Sejak
awal eksistensinya, hingga kini Kejaksaan Republik Indonesia telah mengalami 22
periode kepemimpinan Jaksa Agung. Seiring dengan perjalanan sejarah
ketatanegaraan Indonesia, kedudukan pimpinan, organisasi, serta tata cara kerja
Kejaksaan RI, juga juga mengalami berbagai perubahan yang disesuaikan dengan
situasi dan kondisi masyarakat, serta bentuk negara dan sistem pemerintahan.

Menyangkut Undang-Undang tentang Kejaksaan, perubahan mendasar pertama


berawal tanggal 30 Juni 1961, saat pemerintah mengesahkan Undang-Undang
Nomor 15 tahun 1961 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kejaksaan RI. Undang-
Undang ini menegaskan Kejaksaan sebagai alat negara penegak hukum yang
bertugas sebagai penuntut umum (pasal 1), penyelenggaraan tugas departemen
Kejaksaan dilakukan Menteri / Jaksa Agung (Pasal 5) dan susunan organisasi yang
diatur oleh Keputusan Presiden. Terkait kedudukan, tugas dan wewenang
Kejaksaan dalam rangka sebagai alat revolusi dan penempatan kejaksaan dalam
struktur organisasi departemen, disahkan Undang-Undang Nomor 16 tahun 1961
tentang Pembentukan Kejaksaan Tinggi.

Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI
sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Perkembangan itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi
serta tata cara institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan
Presiden No. 55 tahun 1991 tertanggal 20 November 1991.

Masa Reformasi

Masa Reformasi hadir ditengah gencarnya berbagai sorotan terhadap pemerintah


Indonesia serta lembaga penegak hukum yang ada, khususnya dalam penanganan
Tindak Pidana Korupsi. Karena itulah, memasuki masa reformasi Undang-undang
tentang Kejaksaan juga mengalami perubahan, yakni dengan diundangkannya
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 untuk menggantikan Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1991. Kehadiran undang-undang ini disambut gembira banyak pihak
lantaran dianggap sebagai peneguhan eksistensi Kejaksaan yang merdeka dan
bebas dari pengaruh kekuasaan pemerintah, maupun pihak lainnya.

Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1)
ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
undang-undang”. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara
Pidana. Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan
satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena
itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam
menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.

Mengacu pada UU tersebut, maka pelaksanaan kekuasaan negara yang diemban


oleh Kejaksaan, harus dilaksanakan secara merdeka. Penegasan ini tertuang dalam
Pasal 2 ayat (2) UU No. 16 Tahun 2004, bahwa Kejaksaan adalah lembaga
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara
merdeka. Artinya, bahwa dalam melaksanakan fungsi, tugas dan wewenangnya
terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah dan pengaruh kekuasaan lainnya.
Ketentuan ini bertujuan melindungi profesi jaksa dalam melaksanakan tugas
profesionalnya.

UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan
wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :

(1) Di bidang pidana, Kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang:

a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
d. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.

(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara
atau pemerintah

(3) Dalam bidang ketertiban dan ketentraman umum, Kejaksaan turut


menyelenggarakan kegiatan:

a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;


b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengamanan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan
negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
f. Penelitian dan pengembangan hukum statistik kriminal.

Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat
meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau
tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak
mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang
lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam
undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan
undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan
penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian
Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam
bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya.

Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya berbagai
lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran lembaga-
lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini mestinya dipandang positif
sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan
hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala.
Hal itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta
badan-badan lainnya. Kendala tersebut antara lain:

1. Modus operandi yang tergolong canggih


2. Pelaku mendapat perlindungan dari korps, atasan, atau teman-temannya
3. Objeknya rumit (compilicated), misalnya karena berkaitan dengan berbagai
peraturan
4. Sulitnya menghimpun berbagai bukti permulaan
5. Manajemen sumber daya manusia
6. Perbedaan persepsi dan interprestasi (di kalangan lembaga penegak hukum yang
ada)
7. Sarana dan prasarana yang belum memadai
8. Teror psikis dan fisik, ancaman, pemberitaan negatif, bahkan penculikan serta
pembakaran rumah penegak hukum

Upaya pemberantasan korupsi sudah dilakukan sejak dulu dengan pembentukan


berbagai lembaga. Kendati begitu, pemerintah tetap mendapat sorotan dari waktu ke
waktu sejak rezim Orde Lama. Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang lama
yaitu UU No. 31 Tahun 1971, dianggap kurang bergigi sehingga diganti dengan UU
No. 31 Tahun 1999. Dalam UU ini diatur pembuktian terbalik bagi pelaku korupsi dan
juga pemberlakuan sanksi yang lebih berat, bahkan hukuman mati bagi koruptor.
Belakangan UU ini juga dipandang lemah dan menyebabkan lolosnya para koruptor
karena tidak adanya Aturan Peralihan dalam UU tersebut. Polemik tentang
kewenangan jaksa dan polisi dalam melakukan penyidikan kasus korupsi juga tidak
bisa diselesaikan oleh UU ini.
Akhirnya, UU No. 30 Tahun 2002 dalam penjelasannya secara tegas menyatakan
bahwa penegakan hukum dan pemberantasan korupsi yang dilakukan secara
konvensional selama ini terbukti mengalami berbagai hambatan. Untuk itu,
diperlukan metode penegakan hukum luar biasa melalui pembentukan sebuah
badan negara yang mempunyai kewenangan luas, independen, serta bebas dari
kekuasaan manapun dalam melakukan pemberantasan korupsi, mengingat korupsi
sudah dikategorikan sebagai extraordinary crime .

Karena itu, UU No. 30 Tahun 2002 mengamanatkan pembentukan pengadilan


Tindak Pidana Korupsi yang bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus
tindak pidana korupsi. Sementara untuk penuntutannya, diajukan oleh Komisi
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) yang terdiri dari Ketua dan 4 Wakil
Ketua yang masing-masing membawahi empat bidang, yakni Pencegahan,
Penindakan, Informasi dan Data, Pengawasan internal dan Pengaduan masyarakat.

Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan penyidikan dan
penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan RI.
Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang diambil adalah pejabat fungsional
Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai perubahan fundamental dalam hukum acara
pidana, antara lain di bidang penyidikan.

Pengertian Kejaksaan

Kejaksaan R.I. adalah lembaga negara yang melaksanakan kekuasaan negara,


khususnya di bidang penuntutan. Sebagai badan yang berwenang dalam penegakan
hukum dan keadilan, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang dipilih oleh dan
bertanggung jawab kepada Presiden. Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi, dan
Kejaksaan Negeri merupakan kekuasaan negara khususnya dibidang penuntutan,
dimana semuanya merupakan satu kesatuan yang utuh yang tidak dapat dipisahkan.

Mengacu pada Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021


perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik
Indonesia, Kejaksaan sebagai salah satu lembaga penegak hukum dituntut untuk
lebih berperan dalam menegakkan supremasi hukum, perlindungan kepentingan
umum, penegakan hak asasi manusia, serta pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme (KKN). Didalam UU Kejaksaan yang baru ini, Kejaksaan ri sebagai
lembaga pemerintahan yang fungsinya berkaitan dengan kekuaasaan kehakiman
yang melaksanakan kekuasaan Negara dibidang penuntutan serta kewenangan lain
berdasarkan UU secara merdeka, terlepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah
dan pengaruh kekuasaan lainnya. (Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2021)

Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa


Agung yang membawahi 7 (tujuh) Jaksa Agung Muda, 1 (satu) Kepala Badan Diklat
Kejaksaan RI serta 33 Kepala Kejaksaan Tinggi pada tiap provinsi. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 perubahan atas Undang-Undang Nomor
16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia berada pada posisi sentral
dengan peran strategis dalam pemantapan ketahanan bangsa. Karena Kejaksaan
berada di poros dan menjadi filter antara proses penyidikan dan proses pemeriksaan
di persidangan serta juga sebagai pelaksana penetapan dan keputusan pengadilan.
Sehingga, Lembaga Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
karena hanya institusi Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat
diajukan ke Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum
Acara Pidana.

Perlu ditambahkan, Kejaksaan juga merupakan satu-satunya instansi pelaksana


putusan pidana (executive ambtenaar). Selain berperan dalam perkara pidana,
Kejaksaan juga memiliki peran lain dalam Hukum Perdata dan Tata Usaha Negara,
yaitu dapat mewakili Pemerintah dalam Perkara Perdata dan Tata Usaha Negara
sebagai Jaksa Pengacara Negara. Jaksa sebagai pelaksana kewenangan tersebut
diberi wewenang sebagai Penuntut Umum serta melaksanakan putusan pengadilan,
dan wewenang lain berdasarkan Undang-Undang.

LOGO KEJAKSAAN RI DAN ARTINYA

Bintang bersudut tiga


Bintang adalah salah satu benda alam ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang tinggi
letaknya dan memancarkan cahaya abadi. Sedangkan jumlah tiga buah merupakan
pantulan dari Trapsila Adhyaksa sebagai landasan kejiwaan warga Adhyaksa yang
harus dihayati dan diamalkan.

Pedang
Senjata pedang melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi
kemungkaran/kebathilan dan kejahatan.

Timbangan
Timbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui
keseimbangan antara suratan dan siratan rasa.

Padi dan Kapas

Padi dan kapas melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang menjadi


dambaan masyarakat.

Seloka ”Satya Adhi Wicaksana”

Merupakan Trapsila Adhyaksa yang menjadi landasan jiwa dan raihan cita-cita
setiap warga Adhyaksa dan mempunyai arti serta makna:

 Satya : Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama
manusia.

 Adhi : kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama,


bertanggungjawab baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, terhadap keluarga
dan terhadap sesama manusia.
 Wicaksana : Bijaksana dalam tutur-kata dan tingkah laku, khususnya dalam
penerapan kekuasaan dan kewenangannya.

Makna tata warna

 Warna kuning diartikan luhur, keluhuran makna yang dikandung dalam


gambar/lukisan, keluhuran yang dijadikan cita-cita.
 Warna hijau diberi arti tekun, ketekunan yang menjadi landasan
pengejaran/pengraihan cita-cita.
DOKTRIN KEJAKSAAN

Trikrama Adhyaksa :

Satya Adhi Wicaksana

 SATYA :

Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia.

 ADHI :
Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pada rasa tanggung
jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia.

 WICAKSANA :
 Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan
kekuasaan dan kewenangannya.

VISI MISI

Visi Kejaksaan R.I :

"Menjadi Lembaga Penegak Hukum yang Professional, Proporsional dan


Akuntabel"

Dengan Penjelasan :

1. Lembaga Penegak Hukum: Kejaksaan RI sebagai salah satu lembaga


penegak hukum di Indonesia yang mempunyai tugas dan fungsi sebagai
penyidik pada tindak pidana tertentu, penuntut umum, pelaksana penetapan
hakim, pelaksana putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap, melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, pidana pengawasan dan lepas bersyarat, bertindak sebagai
Pengacara Negara serta turut membina ketertiban dan ketentraman umum
melalui upaya antara lain : meningkatkan kesadaran hukum masyarakat,
Pengamanan kebijakan penegakan hukum dan Pengawasan Aliran
Kepercayaan dan penyalahgunaan penodaan agama
2. Profesional: Segenap aparatur Kejaksaan RI dalam melaksanakan tugas
didasrkan atas nilai luhur TRI KRAMA ADHYAKSA serta kompetensi dan
kapabilitas yang ditunjang dengan pengetahuan dan wawasan yang luas
serta pengalaman kerja yang memadai dan berpegang teguh pada aturan
serta kode etik profesi yang berlaku
3. Proporsional: Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya Kejaksaan selalu
memakai semboyan yakni menyeimbangkan yang tersurat dan tersirat
dengan penuh tanggungjawab, taat azas, efektif dan efisien serta
penghargaan terhadap hak-hak publik
4. Akuntabel: Bahwa kinerja Kejaksaan Republik Indonesia dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Misi Kejaksaan R.I :

1. Meningkatkan Peran Kejaksaan Republik Indonesia Dalam Program


Pencegahan Tindak Pidana
2. Meningkatkan Professionalisme Jaksa Dalam Penanganan Perkara Tindak
Pidana
3. Meningkatkan Peran Jaksa Pengacara Negara Dalam Penyelesaian Masalah
Perdata dan Tata Usaha Negara
4. Mewujudkan Upaya Penegakan Hukum Memenuhi Rasa Keadilan
Masyarakat
5. Mempercepat Pelaksanaan Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Kejaksaan
Republik Indonesia yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme

TUGAS DAN WEWENANG

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 Tentang


Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Ke.Iaksaan
Republik INDONESI, Bagian Pertama pada BAB III TUGAS DAN WEWENANG yang
telah diubah sehingga berbunyi “Diantara Pasal 30 dan Pasal 31 disisipkan 3
(tiga) pasal, yakni Pasal 30A, Pasal 30B, dan Pasal 3OC”.

Pasal 30 ayat (1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :

a. melakukan penuntutan;

b. melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah


memperoleh kekuatan hukum tetap;

c. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat,


putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;

d. melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-


undang; e. melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat
melakukan pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik.

Ayat (2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah.

Ayat (3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;

b. pengamanan kebijakan penegakan hukum;

c. pengawasan peredaran barang cetakan;

d. pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan masyarakat dan


negara;

e. pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;

f. penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal.

Pasal 3OA berbunyi:

Dalam pemulihan aset, Kejaksaan berwenang melakukan kegiatan penelusuran,


perampasan, dan pengembalian aset perolehan tindak pidana dan aset lainnya
kepada negara, korban, atau yang berhak.

Pasal 30B berbunyi :

Dalam bidang intelijen penegakan hukum, Kejaksaan berwenang:

a. menyelenggarakan fungsi penyelidikan, pengamarlan, dan


penggalangan untuk kepentingan penegakan hukum;

b. menciptakan kondisi yang mendukung dan mengamankan


pelaksanaan pembangunan;

c. melakukan kerja sarna intelijen penegakan hukum dengan lembaga


intelijen dan/atau penyelenggara intelijen negara lainnya, di dalam
maupun di luar negeri;

d. melaksanakan pencegahan korupsi, kolusi, nepotisme;

e. melaksanakan pengawasan multimedia.

Pasal 30C berbunyi :

Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Pasal 30A, dan Pasal 3OB Kejaksaan:

a. menyelenggarakan kegiatan statistik kriminal dan kesehatan yustisial


Kej aksaan ;
b. turut serta dan aktif dalam pencarian kebenaran atas perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan konflik sosial tertentu
demi terwujudnya keadilan;

c. turut serta dan aktif dalam penanganan perkara pidana yang


melibatkan saksi dan korban serta proses rehabilitasi, restitusi, dan
kompensasinya;

d. melakukan mediasi penal, melakukan sita eksekusi untuk pembayaran


pidana denda dan pidana pengganti serta restitusi;

e. dapat memberikan keterangan sebagai bahan informasi dan verifikasi


tentang ada atau tidaloeya dugaan pelanggaran hukum yang sedang
atau telah diproses dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan
publik atas permintaan instansi yang berwenang;

f. menjalankan fungsi dan kewenangannya di bidang keperdataan


dan/atau bidang publik lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-
Undang;

g. melakukan sita eksekusi untuk pembayaran pidana denda dan uang


pengganti;

h. mengajukan peninjauan kembali;

i. melakukan penyadapan berdasarkan Undang-Undang khusus yang


mengatur mengenai penyadapan dan menyelenggarakan pusat
pemantauan di bidang tindak pidana.
STRUKTUR ORGANISASI KEJAKSAAN RI
JAKSA AGUNG RI

Sesuai amanat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Kejaksaan adalah Lembaga Pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara
dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan
tugas, dan wewenang Kejaksaan. Secara kelembagaan, Kejaksaan menganut
prinsip satu dan tidak terpisahkan. Jaksa Agung sebagai pejabat negara, diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden.

Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa
Agung dan enam Jaksa Agung Muda yaitu Jaksa Agung Muda Pembinaan, Jaksa
Agung Muda Intelijen, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Khusus, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, dan
Jaksa Agung Muda Pengawasan, Jaksa Agung Muda Pidana Militer dan Kepala
Badan Diklat. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur
pimpinan. Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.

Pelaksanaan tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan di daerah dilakukan oleh
Kejaksaan Tinggi sesuai undang-undang dan kebijakan yang ditetapkan Jaksa
Agung. Di Indonesia saat ini terdapat 33 Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di
Ibukota Propinsi dan Kejaksaan Negeri Tipe A berjumlah 93, Kejaksaan Negeri Tipe
B berjumlah 345 yang berkedudukan di kota dan Kabupaten serta 63 Cabang
Kejaksaan Negeri.

Berdasarkan Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik


Indonesia, tugas dan wewenang Jaksa Agung meliputi :

1. Menetapkan serta mengendalikan kebijakan penegakan hukum dan keadilan


dalam ruang lingkup tugas dan wewenang kejaksaan.
2. Mengefektifkan proses penegakan hukum yang diberikan oleh undang-
undang,
3. mengesampingkan perkara demi kepentingan umum.
4. mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada Mahkamah Agung
dalam lingkup peradilan umum, peradilan tata usaha negara, peradilan
agarna, dan peradilan militer;
5. dapat mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada Mahkamah Agung
dalam pemeriksaan kasasi dalam lingkup peradilan umum, peradilan tata
usaha negara, peradilan agama, dan peradilan militer;
6. mencegah atau menangkal orang tertentu untuk masuk atau keluar wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia karena keterlibatannya dalam perkara
pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan ;
7. mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan,
dan Penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang
tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer;
8. sebagai penyidik dan Penuntut Umum dan pelaksana putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap perkara tindak pidana
pelanggaran hak asasi manusia yang berat;
9. mendelegasikan sebagian kewenangan Penuntutan kepada Oditur Jenderal
untuk melakukan Penuntutan
10. mendelegaslkan sebagian kewenangan Penuntutan kepada Penuntut Umum
untuk melakukan Penuntutan; dan
11. menangani tindak pidana yang menyebabkan kerugian perekonomian negara
dan dapat menggunakan denda damai dalam tindak pidana ekonomi
berdasarkan peraturan perundang-undangan

WAKIL JAKSA AGUNG RI

Wakil Jaksa Agung adalah seorang yang membantu Jaksa Agung dalam
menjalankan amanat Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia. Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa
Agung. Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda
atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier.

Pasal 23

1. Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa
Agung.

2. Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

3. Wakil Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dari Jaksa
Agung Muda atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan
jabatan karier sebagai Jaksa.

JAKSA AGUNG MUDA PEMBINAAN

JAKSA AGUNG MUDA PEMBINAAN

(Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor:Per-006/A/JA/07/2017 tentang


Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia)

Kedudukan, Tugas dan Wewenang serta Fungsi

Pasal 7

(1) Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan yaitu unsur pembantu pimpinan dalam
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pembinaan,
bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

(2) Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan dipimpin oleh Jaksa Agung Muda
Pembinaan.

Pasal 8
(1) Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pembinaan.

(2) Lingkup bidang pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pembinaan atas perencanaan, pelaksanaan pembangunan sarana dan
prasarana, organisasi dan ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan,
pengelolaan kekayaan milik negara, pertimbangan hukum, penyusunan
peraturan perundang-undangan, kerja sama luar negeri, pelayanan dan
dukungan teknis lainnya.

JAKSA AGUNG MUDA INTELIJEN

KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG SERTA FUNGSI

Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor : PER-006/A/JA/07/2017


Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kejaksaan Republik Indonesia

 Pasal 144
(1) Jaksa Agung Muda Bidang lntelijen adalah unsur pembantu pimpinan
dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan dalam bidang
intelijen, bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(2) Jaksa Agung Muda Bidang lntelijen dipimpin oleh Jaksa Agung Muda
Intelijen.
 Pasal 145
(1) Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang intelijen
Kejaksaan.
(2) Lingkup bidang intelijen Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan intelijen penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan
untuk melakukan pencegahan tindak pidana untuk mendukung
penegakan hukum baik preventif maupun represif di bidang ideologi,
politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,
melaksanakan cegah tangkal terhadap orang tertentu dan/ atau turut
menyelenggarakan ketertiban dan ketenteraman umum.

JAM TINDAK PIDANA UMUM

Kedudukan, Tugas dan Wewenang serta Fungsi

(1) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum adalah unsur pembantu
pimpinan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan dalam
bidang tindak pidana umum, bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

(2) JaksaAgung Muda Bidang Tindak Pidana Umum dipimpin oleh Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum.

Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang tindak pidana umum.
Lingkup bidang tindak pidana umum sebagaimana dimaksud di atas meliputi
prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, upaya hukum, pelaksanaan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, eksaminasi serta pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat,
pidana pengawasan, pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat
dan tindakan hukum lainnya.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud di atas, Jaksa


Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang tindak pidana umum;

b. pelaksanaan penegakan hukum di bidang tindak pidana umum;

c. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang tindak


pidana umum;

d. pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga baik di


dalam negeri maupun di luar negeri;

e. pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di


bidang tindak pidana umum; dan

f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Jaksa Agung.

Susunan Organisasi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum terdiri atas:

a. Sekretariat Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum;

b. Direktorat Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda;

c. Direktorat Tindak Pidana Terhadap Keamanan Negara, Ketertiban Umumdan


Tindak Pidana Umum Lainnya;

d. Direktorat Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya;

e. Direktorat Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara;

f. Koordinator; dan

g. Kelompok Jabatan Fungsional.

JAKSA AGUNG MUDA TINDAK PIDANA KHUSUS

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) adalah unsur
pembantu pimpinan dalam melaksanakan sebagian tugas dan wewenang serta
fungsi kejaksaan di bidang yustisial mengenai tindak pidana khusus

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, JAM PIDSUS dibantu oleh:

1. Sekretariat Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus;


2. Direktorat Penyidikan
3. Direktorat Penuntutan
4. Direktorat Upaya Hukum , Eksekusi dan Eksaminasi;
5. Tenaga Pengakaji Tindak Pidana Khusus;

Kanal ini memuat informasi tentang kegiatan internal serta perkembangan kegiatan
di dalam ruang lingkup JAM PIDSUS.
JAKSA AGUNG MUDA PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA

Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (JAM DATUN) adalah pembantu
Jaksa Agung dalam melaksanakan sebagian tugas dan wewenang serta fungsi
Kejaksaan di bidang yustisial perkara perdata dan tata usaha negara.

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, JAM DATUN dibantu oleh:

1. Sekretariat Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha negara.;


2. Direktorat Perdata;
3. Direktorat Tata Usaha Negara;
4. Direktorat Pemulihan dan Perlindungan Hak;
5. Tenaga Pengkaji Perdata dan Tata Usaha Negara;
6. Kelompok Jabatan Fungsional.

Kanal ini menyajikan informasi tentang perkembangan kegiatan serta dinamika lain
dalam ruang lingkup kewenangan dan tanggungjawab JAM DATUN.

JAKSA AGUNG MUDA PENGAWASAN

Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM WAS) adalah pembantu Jaksa Agung
dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi kejaksaan di bidang Pengawasan

Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, JAM WAS dibantu oleh

1. Sekretaris Jaksa Agung Muda Pengawasan;


2. Inspektur Kepegawaian dan Tugas Umum;
3. Inspektur Keuangan, Perlengkapan dan Proyek Pembangunan;
4. Inspektur Intelijen;
5. Inspektur Tindak Pidana Umum;
6. Inspektur Tindak Pidana Khusus, Perdata dan Tata Usaha Negara.

Kanal ini menyajikan informasi seputar kegiatan serta dinamika lain di dalam ruang
lingkup tanggungjawab Jaksa Agung Muda Pengawasan.

JAKSA AGUNG MUDA BIDANG PIDANA MILITER JAMPIDMIL

Kedudukan, Tugas, dan Wewenang serta Fungsi

Pasal 519A

1. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer adalah unsur pembantu pimpinan
dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang koordinasi
teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara
koneksitas, bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.

2. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer dipimpin oleh Jaksa Agung Muda
Pidana Militer.
3. Tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Lingkup bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan
penanganan perkara koneksitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penyidikan perkara koneksitas, penelitian hasil penyidikan,
pemeriksaan tambahan, pemberian pendapat hukum kepada perwira
penyerah perkara, penyerahan perkara, penutupan perkara, penghentian
penuntutan, penuntutan, perlawanan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan
hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, eksaminasi, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, dan
tindakan hukum lain di bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan
oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang di atas, Jaksa Agung Muda Bidang
Pidana Militer menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan kebijakan di bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan


oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas;

b. pelaksanaan koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan


penegakan hukum dalam penanganan perkara koneksitas;

c. penanganan perkara koneksitas;

d. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang teknis


penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penegakan hukum dalam
penanganan perkara koneksitas;

e. pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga baik di dalam


negeri maupun di luar negeri di bidang koordinasi teknis penuntutan yang
dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas serta
peningkatan kualitas sumber daya manusia;

f. pemantauan, analisis, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan tugas koordinasi


teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara
koneksitas; dan

g. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Jaksa Agung.

Susunan Organisasi

Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer terdiri atas:

a. Sekretariat Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer;

b. Direktorat Penindakan;

c. Direktorat Penuntutan;
d. Direktorat Eksekusi, Upaya Hukum Luar Biasa, dan Eksaminasi; dan

e. Kelompok Jabatan Fungsional.

BADAN DIKLAT KEJAKSAAN RI

Kedudukan, Tugas dan Wewenang serta Fungsi

1. Badan Pendidikan dan Pelatihan adalah unsur penunjang tugas dan


wewenang Kejaksaan di bidang pendidikan dan pelatihan yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
2. Badan Pendidikan dan Pelatihan dipimpin oleh Kepala Badan Pendidikan dan
Pelatihan.
3. Badan Pendidikan dan Pelatihan mempunyai tugas dan wewenang
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud di atas, Badan


Pendidikan dan Pelatihan menyelenggarakan fungsi:

a. perencanaan dan perumusan kebijakan di bidang pendidikan dan pelatihan;


b. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan;
c. koordinasi dan sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan;
d. pelaksanaan hubungan kerja dengan instansi atau lembaga baik di dalam
negeri maupun di luar negeri dalam bidang pendidikan dan pelatihan;
e. pemantauan, analisis, evaluasi dan pelaporan pelaksanaan kegiatan di
bidang pendidikan dan pelatihan; dan
f. pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Jaksa Agung.

Susunan Organisasi

Badan Pendidikan dan Pelatihan terdiri atas:

a. Sekretariat Badan Pendidikan dan Pelatihan;


b. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Manajemen dan Kepemimpinan; dan
c. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Teknis Fungsional.

Profil Pimpinan
PROFIL PPID
PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI

Latar Belakang dibentuknya PPID


Bahwa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik bertujuan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan
bertanggung jawab, melalui penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi,
dan supremasi hukum serta melibatkan partisipasi masyarakat dalam setiap proses
kebijakan publik. Proses keterlibatan masyarakat perlu diakomodasikan dengan cara
mempermudah jaminan akses informasi publik berdasarkan pedoman pengelolaan
informasi publik dan dokumentasi. Pengelolaan informasi publik dan dokumentasi
diharapkan dapat mendukung pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan
dengan tetap menjaga prinsip kehatihatian dalam kelangsungan organisasi
Kejaksaan RI. Penerapan prinsip-prinsip good gouemance ini pada dasarnya sangat
tergantung pada kesiapan masing-masing satuan kerja di lingkungan Kejaksaan RI
dalam mengelola informasi publik dan dokumentasi bagi masyarakat. Untuk itu,
sebagai upaya menciptakan dan menjamin kelancaran dalam pelayanan informasi
publik dan dokumentasi, maka disusun pedoman pengelolaan informasi publik dan
dokumentasi di lingkungan Kejaksaan RI.

Visi dan Misi PPID


Visi
Pedoman Pengelolaan Informasi Publik dan Dokumentasi di Lingkungan Kejaksaan RI
dimaksudkan sebagai acuan bagi setiap satuan kerja dalam penyediaan, pengumpulan,
pendokumentasian, dan pelayanan informasi publik, serta penetapan Pejabat Pengelola
Informasi dan Dokumentasi.
Misi
Pedoman Pengelolaan Informasi Publik dan Dokumentasi di lingkungan Kejaksaan RI
bertujuan untuk dapat dijadikan pedoman bagi semua pihak yang berhubungan dengan
informasi publik dan dokumentasi di lingkungan Kejaksaan RI.

Tugas
PPID mempunyai tugas merencanakan dan mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi,
dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pelayanan informasi publik di
lingkungan Kejaksaan RI.

Fungsi

1. Penghimpunan informasi publik dari seluruh unit kerja;


2. Penataan dan penyimpanan informasi publik yang diperoleh;
3. Penyeleksian dan pengujian informasi publik yang termasuk dalam kategori
dikecualikan dari informasi yang terbuka untuk publik; dan
4. Penyelesaian sengketa pelayanan informasi.

Dasar Hukum

1. Pasal 28 F Undang-Undang Dasar 1945


"Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk
mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari,
memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan
menggunakan segala jenis saluran yang tersedia."
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008
Tentang Keterbukaan Informasi Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun
2008 Nomor 61, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4846);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik (Lembaran Negara
Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5038);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik,
5. Peraturan Komisi Informasi Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Standar
Layanan Informasi Publik,
6. Peraturan Jaksa Agung No. PER-32/A/JA/08/2010 tentang Pelayanan Informasi Publik
di Kejaksaan Republik Indonesia.
o Lampiran 1 (Daftar Informasi Publik)
o Lampiran 2 (Formulir Permohonan Informasi Publik)
o Lampiran 3 (Format Register Permohonan Informasi Publik)
o Lampiran 4 (Pemberitahuan Tertulis)
o Lampiran 5 (Formulir Penolakan Permohonan Informasi Publik)
o Lampiran 6 (Maklumat Pelayanan Informasi)
o Lampiran 7 (Formulir Keberatan)
o Lampiran 8 (Format Buku Register Keberatan)
TATA CARA PERMOHONAN INFORMASI PUBLIK

Mekanisme Memperoleh Informasi, berdasarkan Pasal 22, 35, 36 UU KIP, dapat dilakukan
melalui 2 cara, yaitu:

Tertulis

 Pemohon mengisi formulir permohonan yang disediakan oleh petugas atau


membuat surat permohonan sesuai dengan ketentuan.
 Membayar biaya salinan dan/atau biaya pengiriman sesuai dengan standar biaya
perolehan informasi publik

Tidak Tertulis

 Menyampaikan identitas lengkap pemohon kepada petugas termasuk nomor kontak


yang dapat dihubungi
 Menyampaikan rincian informasi yang dibutuhkan
 Menyampaikan tujuan penggunaan informasi yang dibutuhkan
 Menyampaikan cara memperoleh informasi (melihat, membaca, mendengar,
mencatat, atau meminta salinan dokumen)
 Menyampaikan cara mendapatkan salinan informasi (mengambil langsung, surat
tercatat (pos/kurir), faksimili, email) Peraturan Jaksa Agung Republik Indonesia
tentang Pelayanan Informasi Publik di Kejaksaan Republik Indonesia
 Membayar biaya salinan dan/atau biaya pengiriman sesuai dengan standar biaya
perolehan Informasi Publik

Hak-hak Pemohon Informasi


Berdasarkan Undang-undang Keterbukaan Informasi Publik No. 14/2008

1. Pemohon Informasi berhak untuk meminta seluruh informasi yang berada di Badan
Publik kecuali (a) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon
informasi dapat : Menghambat proses penegakan hukum; Mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha
tidak sehat; Membahayakan pertahanan dan keamanan Negara; Mengungkapkan
kekayaan alam Indonesia; Merugikan ketahanan ekonomi nasional; Merugikan
kepentingan hubungan luar negeri; Mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat
pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; Mengungkap rahasia
pribadi; memorandum atau surat¬-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik,
yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau
pengadilan; informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang¬Undang,
(b) Badan Publik juga dapat tidak memberikan informasi yang belum dikuasai atau
tidak didokumentasikan.
2. Biaya yang dikenakan bagi permintaan atas salinan informasi berdasarkan Peraturan
Pimpinan Badan Publik adalah (diisi sesuai dengan Peraturan Pimpinan Badan Publik)
3. Pemohon Informasi berhak untuk mendapatkan Pemberitahuan Tertulis atas diterima
atau tidaknya permohonan informasi dalam jangka 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diterimanya permohonan informasi oleh Badan Publik. Badan Publik dapat
memperpanjang waktu untuk memberi jawaban tertulis 1 x 7 hari kerja.

PASTIKAN ANDA MENDAPATKAN TANDA TERIMA PERMINTAAN INFORMASI


BERUPA NOMOR PENDAFTARAN KE PETUGAS INFORMASI/PPID.
Bila tanda terima tidak diberikan tanyakan kepada petugas informasi alasannya,
mungkin permintaan informasi anda kurang lengkap.

4. Apabila Pemohon Informasi tidak puas dengan keputusan Badan Publik (misal
menolak permintaan anda atau memberikan hanya sebagian yang diminta), maka
pemohon informasi dapat mengajukan kebaratan kepada atasan PPID dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan informasi ditolak. Atasan PPID
wajib memberikan tanggapan tertulis atas keberatan yang diajukan Pemohon
Informasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keberatan tertulis yang
diajukan oleh Pemohon Informasi diterima.
5. Apabila Pemohon Informasi tidak puas dengan keputusan Atasan PPID, maka
pemohon informasi dapat mengajukan keberatan kepada Komisi Informasi dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggapan dari atasan PPID diterima
oleh Pemohon Informasi Publik.

TATA CARA MENGAJUKAN KEBERATAN

Alasan pengajuan keberatan

1. penolakan atas permohonan Informasi Publik dengan alasan pengecualian/ informasi


rahasia
2. tidak disediakannya informasi berkala
3. tidak ditanggapinya permohonan Informasi Publik
4. permohonan Informasi Publik ditanggapi tidak sebagaimana yang diminta
5. tidak dipenuhinya permohonan Informasi Publik
6. pengenaan biaya yang tidak wajar
7. penyampaian Informasi Publik yang melebihi waktu yang diatur

Catatan :

1. Pengajuan keberatan dilakukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan oleh
petugas atau membuat surat tertulis.
2. Keberatan karena alasan no.1 penolakan atas permohonan Informasi Publik
dengan alasan pengecualian/ informasi rahasia ditujukan kepada Wakil Jaksa
Agung dengan melalui PPID/petugas informasi di Kejaksaan Agung.
Kepada
Yth. Wakil Jaksa Agung RI
d/a Kepala Pusat Penerangan Hukum selaku PPID Kejaksaan Agung RI
Jalan Sultan Hassanuddin No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp. +62 21 722 1269
3. Keberatan karena alasan lainnya ditujukan kepada Atasan PPID KEJAKSAAN
AGUNG dimana permohonan diajukan melalui petugas:
Kejaksaan Agung ditujukan kepada Wakil Jaksa Agung:
Yth. Wakil Jaksa Agung RI
d/a Kepala Pusat Penerangan Hukum selaku PPID Kejaksaan Agung RI
Jalan Sultan Hassanuddin No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp. +62 21 722 1269

Kejaksaan Tinggi ditujukan kepada Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi


Kepada
Yth. Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi ….
d/a Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi…..selaku PPID Kejaksaan Tinggi….
Jalan ….(lengkapi)
Telp. ….(lengkapi)

Kejaksaan Negeri ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Negeri:


Kepada
Yth. Kepala Kejaksaan Negeri….
d/a Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri…..selaku PPID Kejaksaan Negeri….
Jalan ….(lengkapi)
Telp. ….(lengkapi)

e) Surat keberatan memuat informasi tentang: i. nomor pendaftaran permohonan Informasi


Publik; ii. tujuan penggunaan Informasi Publik; iii. identitas lengkap Pemohon Informasi
Publik yang mengajukan keberatan atau kuasanya; iv. alasan pengajuan keberatan; v. kasus
posisi permohonan Informasi Publik; vi. tuntutan keberatan yang dimohonkan; vii.nama dan
tanda tangan Pemohon atau kuasanya

Tata Cara Pengelolaan keberatan

1. Petugas yang menerima formulir permohonan keberatan atau surat permohonan


keberatan memberikan tanda terima berupa formulir keberatan (asli).
2. Dalam hal permohonan diajukan melalui surat, petugas menuangkan dalam formulir
dan memberikan formulir (asli) sebagai tanda terima yang diberikan selambat-
lambatnya bersamaan dengan pengiriman surat tanggapan atas keberatan.
3. Petugas menyimpan salinan tanda terima sebagaimana dimaksud pada huruf (a) dan
huruf (b) sebagai berkas kelengkapan register keberatan.
4. Petugas meregister keberatan pada saat permohonan diterima dan memberikan
berkas kelengkapan register keberatan (formulir dan/atau surat keberatan) kepada
PPID pada hari diterimanya keberatan.
5. PPID meneruskan berkas kelengkapan register keberatan (formulir dan/atau surat
keberatan) kepada Atasan PPID yang berwenang pada hari diterimanya keberatan.
6. Atasan PPID yang bersangkutan menjawab keberatan yang telah diajukan selambat-
lambatnya 30 (tigapuluh) hari kerja sejak keberatan diterima oleh petugas
7. Jangka waktu pelaksanaan keputusan Atasan PPID dihitung termasuk (tidak melebihi)
30 (tigapuluh) hari kerja sebagaimana pada huruf (f)

TATA CARA PENYELESAIAN SENGKETA PUBLIK

Sengketa Informasi Publik


Sengketa yang terjadi antara Badan Publik dengan Pemohon Informasi Publik dan atau
Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan atau menggunakan
Informasi Publik berdasarkan peraturan Perundang-undangan (Ketentuan Umum Pasal 1 (3)
Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian Sengketa
Informasi Publik)

Pemohon
Pemohon atau Pengguna Informasi Publik yang mengajukan Permohonan kepada Komisi
Informasi ( Pasal 1 (7) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik)

Termohon
Termohon adalah Badan Publik yang diwakili oleh Pimpinan Badan Publik, ATASAN PPID,
atau Pejabat yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengambil Keputusan dalam PSI
di Komisi Informasi (Pasal 1 (8) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik)

Prosedur Pengajuan Sidang Sengketa Informasi Publik :


Pertama pemohon informasi mengajukan permohonan informasi kepada badan publik,
kedua badan publik wajib merespon dan memberikan informasi yang diminta oleh pemohon
informasi (kecuali informasi yang dikecualikan), ketiga badan publik memiliki waktu selama
10 hari kerja untuk merespon dan memberika informasi yang diminta oleh pemohon
informas, keempat jika dalam 10 hari kerja badan publik tidak merespon dan memberikan
informasi yang diminta pemohon bisa mengajukan keberatan kepada atasan badan publik.

1. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa setiap informasi publik bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna Informasi Publik.
2. Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa setiap pemohon Informasi Publik
berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan (Komisi Informasi Pusat atau Daerah)
apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
3. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik menyatakan bahwa :
1. Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
2. Setiap Orang berhak:
 Melihat dan mengetahui Informasi Publik;
 Menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk
memperoleh Informasi Publik.
 Mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai
dengan Undang-Undang ini; dan/atau
 Menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi
Publik disertai Alasan permintaan tersebut.
4. Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan
apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau
kegagalan sesuai denganketentuan Undang-Undang ini.

Jangka Waktu Permohonan Informasi


Permohonan informasi berhak mendapatkan pemberitahuan tertulis tentang diterima atau
tidaknya permohonan informasi dalam jangka waktu 10 hari kerja sejak diterimanya
permohonan informasi oleh Badan Publik. Badan Publik dapat memperpanjang waktu untuk
memberi jawaban tertulis 1×7 hari kerja dalam hal informasi yang diminta belum
dikuasai/didokumentasikan/belum dapat diputuskan apakah informasi yang diminta
termasuk informasi yang dikecualikan atau tidak. Jadi 10 hari kerja ditambah 7 hari kerja.

Pengajuan Keberatan
Pertama keberatan disampaikan kepada atasan badan publik, kedua atasan badan pubik
harus merespon atas keberatan dan memberikan informasi yang diminta selama 30 hari
kerja. Ketig jika selama 30 hari kerja tidak ada respon dari atasan badan publik maka
pemohon informasi bisa menggugat badan publik ke Komisi Informasi daerah (KID) tingkat
Provinsi atau ke Komisi Informasi Pusat (KIP) jika ditigkat provinsi belum terbentuk.

 Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa keberatan diajukan oleh Pemohon
Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).

Pengajuan Sengketa
Pertama pemohon informasi mengajukan sengketa ke Komisi informasi setalah 30 hari kerja
ketika atasa badan publik tidak merespon, kedua batas waktu pengajuan sengketa informasi
14 hari kerja setelah batas waktu 30 hari kerja setelah atasan badan publik tidak merespon
atas keberatan, ketiga 14 hari kerja sejak diterimanya permohonan informasi sengketa
informasi, sengketa informasi harus melakuka proses penyelesaian sengketa informasi,
keempat jika pengajuan sengketa melewati batas waktu 14 hari kerja maka komisi informasi
tidak wajib menerima permohonan sengketa informasi oleh pemohon.
Pasal 13 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik menyatakan : Permohonan diajukan selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak:

1. Tanggapan tertulis atas keberatan dari atasan PPID diterima oleh Pemohon; atau
2. Berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk atasan PPID dalam
memberikan tanggapan tertulis.

Penyelesaian Sengketa
Pasal 5 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik menyatakan bahwa :
Pemohontidakpuasterhadaptanggapanataskeberatan yang diberikanolehatasan PPID; atau
Pemohontidakmendapatkantanggapanataskeberatan yang telahdiajukankepadaatasan PPID
dalamjangkawaktu 30 (tigapuluh) harikerjasejakkeberatanditerimaolehatasan PPID Terhadap
perkara ini, Pemohon telah mendapatkan jawaban atas permohonan informasi yang diajukan
namun Termohon tidak memberikan jawaban/tanggapan yang lengkap, dari 5 informasi
yang diajukan hanya 2 yang dijawab tanpa penjelasan dan untuk 3 informasi tidak
ditanggapi.

Kewajiban Pemohon
Menyampaikan identitas dan tidak menyalahgunakan informasi yang diminta.

Kewajiban Badan Publik


Menerima permohonan informasi dan pengajuan keberatan atas pelayanan informasi.
Memberikan tanda terima permohonan dan keberatan atas pelayanan informasi. Merespon
permintaan informasi yang disampaikan oleh pemohon informasi Memberikan informasi
yang diminta (kecuali informasi yang dikecualikan)

Mediasi
Pasal 41 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik: Jangka waktu mediasi adalah 14 (empat belas) hari kerja sejak
pertemuan mediasi pertama. Apabila diperlukan, atas dasar kesepakatan para pihak mediasi
dapat diperpanjang 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja

Anda mungkin juga menyukai