KEJAKSAAN AGUNG RI
SEJARAH
Sebelum Reformasi
Istilah Kejaksaan sebenarnya sudah ada sejak lama di Indonesia. Pada zaman
kerajaan Hindu-Jawa di Jawa Timur, yaitu pada masa Kerajaan Majapahit, istilah
dhyaksa, adhyaksa, dan dharmadhyaksa sudah mengacu pada posisi dan jabatan
tertentu di kerajaan. Istilah-istilah ini berasal dari bahasa kuno, yakni dari kata-kata
yang sama dalam Bahasa Sansekerta.
Kesimpulan ini didukung peneliti lainnya yakni H.H. Juynboll, yang mengatakan
bahwa adhyaksa adalah pengawas (opzichter) atau hakim tertinggi (oppenrrechter).
Krom dan Van Vollenhoven, juga seorang peneliti Belanda, bahkan menyebut
bahwa patih terkenal dari Majapahit yakni Gajah Mada, juga adalah seorang
adhyaksa.
Pada masa pendudukan Belanda, badan yang ada relevansinya dengan jaksa dan
Kejaksaan antara lain adalah Openbaar Ministerie. Lembaga ini yang menitahkan
pegawai-pegawainya berperan sebagai Magistraat dan Officier van Justitie di dalam
sidang Landraad (Pengadilan Negeri), Jurisdictie Geschillen (Pengadilan Justisi )
dan Hooggerechtshof (Mahkamah Agung ) dibawah perintah langsung dari Residen /
Asisten Residen.
Fungsi sebagai alat penguasa itu akan sangat kentara, khususnya dalam
menerapkan delik-delik yang berkaitan dengan hatzaai artikelen yang terdapat
dalam Wetboek van Strafrecht (WvS).
Begitu Indonesia merdeka, fungsi seperti itu tetap dipertahankan dalam Negara
Republik Indonesia. Hal itu ditegaskan dalam Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945,
yang diperjelas oleh Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 2 Tahun 1945. Isinya
mengamanatkan bahwa sebelum Negara R.I. membentuk badan-badan dan
peraturan negaranya sendiri sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Dasar, maka
segala badan dan peraturan yang ada masih langsung berlaku.
Karena itulah, secara yuridis formal, Kejaksaan R.I. telah ada sejak kemerdekaan
Indonesia diproklamasikan, yakni tanggal 17 Agustus 1945. Dua hari setelahnya,
yakni tanggal 19 Agustus 1945, dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) diputuskan kedudukan Kejaksaan dalam struktur Negara Republik
Indonesia, yakni dalam lingkungan Departemen Kehakiman.
Pada masa Orde Baru ada perkembangan baru yang menyangkut Kejaksaan RI
sesuai dengan perubahan dari Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1961 kepada
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1991, tentang Kejaksaan Republik Indonesia.
Perkembangan itu juga mencakup perubahan mendasar pada susunan organisasi
serta tata cara institusi Kejaksaan yang didasarkan pada adanya Keputusan
Presiden No. 55 tahun 1991 tertanggal 20 November 1991.
Masa Reformasi
Dalam Undang-Undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI, Pasal 2 ayat (1)
ditegaskan bahwa “Kejaksaan R.I. adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan
kekuasaan negara dalam bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan
undang-undang”. Kejaksaan sebagai pengendali proses perkara (Dominus Litis),
mempunyai kedudukan sentral dalam penegakan hukum, karena hanya institusi
Kejaksaan yang dapat menentukan apakah suatu kasus dapat diajukan ke
Pengadilan atau tidak berdasarkan alat bukti yang sah menurut Hukum Acara
Pidana. Disamping sebagai penyandang Dominus Litis, Kejaksaan juga merupakan
satu-satunya instansi pelaksana putusan pidana (executive ambtenaar). Karena
itulah, Undang-Undang Kejaksaan yang baru ini dipandang lebih kuat dalam
menetapkan kedudukan dan peran Kejaksaan RI sebagai lembaga negara
pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan.
UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I. juga telah mengatur tugas dan
wewenang Kejaksaan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 30, yaitu :
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana bersyarat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan bersyarat;
d. Melaksanakan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-
undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.
(2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, Kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara
atau pemerintah
Selain itu, Pasal 31 UU No. 16 Tahun 2004 menegaskan bahwa Kejaksaan dapat
meminta kepada hakim untuk menetapkan seorang terdakwa di rumah sakit atau
tempat perawatan jiwa, atau tempat lain yang layak karena bersangkutan tidak
mampu berdiri sendiri atau disebabkan oleh hal-hal yang dapat membahyakan orang
lain, lingkungan atau dirinya sendiri. Pasal 32 Undang-Undang No. 16 Tahun 2004
tersebut menetapkan bahwa di samping tugas dan wewenang tersebut dalam
undang-undang ini, Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain berdasarkan
undang-undang. Selanjutnya Pasal 33 mengatur bahwa dalam melaksanakan tugas
dan wewenangnya, Kejaksaan membina hubungan kerjasama dengan badan
penegak hukum dan keadilan serta badan negara atau instansi lainnya. Kemudian
Pasal 34 menetapkan bahwa Kejaksaan dapat memberikan pertimbangan dalam
bidang hukum kepada instalasi pemerintah lainnya.
Pada masa reformasi pula Kejaksaan mendapat bantuan dengan hadirnya berbagai
lembaga baru untuk berbagi peran dan tanggungjawab. Kehadiran lembaga-
lembaga baru dengan tanggungjawab yang spesifik ini mestinya dipandang positif
sebagai mitra Kejaksaan dalam memerangi korupsi. Sebelumnya, upaya penegakan
hukum yang dilakukan terhadap tindak pidana korupsi, sering mengalami kendala.
Hal itu tidak saja dialami oleh Kejaksaan, namun juga oleh Kepolisian RI serta
badan-badan lainnya. Kendala tersebut antara lain:
Dari ke empat bidang itu, bidang penindakan bertugas melakukan penyidikan dan
penuntutan. Tenaga penyidiknya diambil dari Kepolisian dan Kejaksaan RI.
Sementara khusus untuk penuntutan, tenaga yang diambil adalah pejabat fungsional
Kejaksaan. Hadirnya KPK menandai perubahan fundamental dalam hukum acara
pidana, antara lain di bidang penyidikan.
Pengertian Kejaksaan
Pedang
Senjata pedang melambangkan kebenaran, senjata untuk membasmi
kemungkaran/kebathilan dan kejahatan.
Timbangan
Timbangan adalah lambang keadilan, keadilan yang diperoleh melalui
keseimbangan antara suratan dan siratan rasa.
Merupakan Trapsila Adhyaksa yang menjadi landasan jiwa dan raihan cita-cita
setiap warga Adhyaksa dan mempunyai arti serta makna:
Satya : Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama
manusia.
Trikrama Adhyaksa :
SATYA :
Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga maupun kepada sesama manusia.
ADHI :
Kesempurnaan dalam bertugas dan berunsur utama pada rasa tanggung
jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa, keluarga dan sesama manusia.
WICAKSANA :
Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku, khususnya dalam penerapan
kekuasaan dan kewenangannya.
VISI MISI
Dengan Penjelasan :
Pasal 30 ayat (1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang :
a. melakukan penuntutan;
Ayat (2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan dengan kuasa khusus
dapat bertindak baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah.
Ayat (3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
Selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30,
Pasal 30A, dan Pasal 3OB Kejaksaan:
Sesuai amanat Undang Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas
Undang-Undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia,
Kejaksaan adalah Lembaga Pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara
dibidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-undang.
Kejaksaan dipimpin oleh Jaksa Agung yang memimpin, mengendalikan pelaksanaan
tugas, dan wewenang Kejaksaan. Secara kelembagaan, Kejaksaan menganut
prinsip satu dan tidak terpisahkan. Jaksa Agung sebagai pejabat negara, diangkat
dan diberhentikan oleh Presiden.
Dalam menjalankan tugasnya, Jaksa Agung dibantu oleh seorang Wakil Jaksa
Agung dan enam Jaksa Agung Muda yaitu Jaksa Agung Muda Pembinaan, Jaksa
Agung Muda Intelijen, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Jaksa Agung Muda
Tindak Pidana Khusus, Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara, dan
Jaksa Agung Muda Pengawasan, Jaksa Agung Muda Pidana Militer dan Kepala
Badan Diklat. Jaksa Agung dan Wakil Jaksa Agung merupakan satu kesatuan unsur
pimpinan. Jaksa Agung Muda adalah unsur pembantu pimpinan.
Pelaksanaan tugas dan wewenang serta fungsi Kejaksaan di daerah dilakukan oleh
Kejaksaan Tinggi sesuai undang-undang dan kebijakan yang ditetapkan Jaksa
Agung. Di Indonesia saat ini terdapat 33 Kejaksaan Tinggi yang berkedudukan di
Ibukota Propinsi dan Kejaksaan Negeri Tipe A berjumlah 93, Kejaksaan Negeri Tipe
B berjumlah 345 yang berkedudukan di kota dan Kabupaten serta 63 Cabang
Kejaksaan Negeri.
Wakil Jaksa Agung adalah seorang yang membantu Jaksa Agung dalam
menjalankan amanat Undang Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia. Wakil Jaksa Agung bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa
Agung. Yang dapat diangkat menjadi Wakil Jaksa Agung adalah Jaksa Agung Muda
atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan jabatan karier.
Pasal 23
1. Wakil Jaksa Agung diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Jaksa
Agung.
3. Wakil Jaksa Agung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dari Jaksa
Agung Muda atau yang dipersamakan dengan memperhatikan jenjang dan
jabatan karier sebagai Jaksa.
Pasal 7
(1) Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan yaitu unsur pembantu pimpinan dalam
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pembinaan,
bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(2) Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan dipimpin oleh Jaksa Agung Muda
Pembinaan.
Pasal 8
(1) Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang pembinaan.
(2) Lingkup bidang pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pembinaan atas perencanaan, pelaksanaan pembangunan sarana dan
prasarana, organisasi dan ketatalaksanaan, kepegawaian, keuangan,
pengelolaan kekayaan milik negara, pertimbangan hukum, penyusunan
peraturan perundang-undangan, kerja sama luar negeri, pelayanan dan
dukungan teknis lainnya.
Pasal 144
(1) Jaksa Agung Muda Bidang lntelijen adalah unsur pembantu pimpinan
dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan dalam bidang
intelijen, bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(2) Jaksa Agung Muda Bidang lntelijen dipimpin oleh Jaksa Agung Muda
Intelijen.
Pasal 145
(1) Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang intelijen
Kejaksaan.
(2) Lingkup bidang intelijen Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi kegiatan intelijen penyelidikan, pengamanan, dan penggalangan
untuk melakukan pencegahan tindak pidana untuk mendukung
penegakan hukum baik preventif maupun represif di bidang ideologi,
politik, ekonomi, keuangan, sosial budaya, pertahanan dan keamanan,
melaksanakan cegah tangkal terhadap orang tertentu dan/ atau turut
menyelenggarakan ketertiban dan ketenteraman umum.
(1) Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum adalah unsur pembantu
pimpinan dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan dalam
bidang tindak pidana umum, bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
(2) JaksaAgung Muda Bidang Tindak Pidana Umum dipimpin oleh Jaksa Agung
Muda Tindak Pidana Umum.
Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum mempunyai tugas dan wewenang
melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang tindak pidana umum.
Lingkup bidang tindak pidana umum sebagaimana dimaksud di atas meliputi
prapenuntutan, pemeriksaan tambahan, penuntutan, upaya hukum, pelaksanaan
penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, eksaminasi serta pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat,
pidana pengawasan, pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan lepas bersyarat
dan tindakan hukum lainnya.
Susunan Organisasi Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum terdiri atas:
f. Koordinator; dan
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) adalah unsur
pembantu pimpinan dalam melaksanakan sebagian tugas dan wewenang serta
fungsi kejaksaan di bidang yustisial mengenai tindak pidana khusus
Kanal ini memuat informasi tentang kegiatan internal serta perkembangan kegiatan
di dalam ruang lingkup JAM PIDSUS.
JAKSA AGUNG MUDA PERDATA DAN TATA USAHA NEGARA
Jaksa Agung Muda Perdata Tata Usaha Negara (JAM DATUN) adalah pembantu
Jaksa Agung dalam melaksanakan sebagian tugas dan wewenang serta fungsi
Kejaksaan di bidang yustisial perkara perdata dan tata usaha negara.
Kanal ini menyajikan informasi tentang perkembangan kegiatan serta dinamika lain
dalam ruang lingkup kewenangan dan tanggungjawab JAM DATUN.
Jaksa Agung Muda Pengawasan (JAM WAS) adalah pembantu Jaksa Agung
dalam melaksanakan sebagian tugas dan fungsi kejaksaan di bidang Pengawasan
Kanal ini menyajikan informasi seputar kegiatan serta dinamika lain di dalam ruang
lingkup tanggungjawab Jaksa Agung Muda Pengawasan.
Pasal 519A
1. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer adalah unsur pembantu pimpinan
dalam melaksanakan tugas dan wewenang Kejaksaan di bidang koordinasi
teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan penanganan perkara
koneksitas, bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
2. Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Militer dipimpin oleh Jaksa Agung Muda
Pidana Militer.
3. Tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
4. Lingkup bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan oleh oditurat dan
penanganan perkara koneksitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi penyidikan perkara koneksitas, penelitian hasil penyidikan,
pemeriksaan tambahan, pemberian pendapat hukum kepada perwira
penyerah perkara, penyerahan perkara, penutupan perkara, penghentian
penuntutan, penuntutan, perlawanan, upaya hukum, pelaksanaan penetapan
hakim dan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap, eksaminasi, pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat, dan
tindakan hukum lain di bidang koordinasi teknis penuntutan yang dilakukan
oleh oditurat dan penanganan perkara koneksitas.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang di atas, Jaksa Agung Muda Bidang
Pidana Militer menyelenggarakan fungsi:
Susunan Organisasi
b. Direktorat Penindakan;
c. Direktorat Penuntutan;
d. Direktorat Eksekusi, Upaya Hukum Luar Biasa, dan Eksaminasi; dan
Susunan Organisasi
Profil Pimpinan
PROFIL PPID
PEJABAT PENGELOLA INFORMASI DAN DOKUMENTASI
Tugas
PPID mempunyai tugas merencanakan dan mengorganisasikan, melaksanakan, mengawasi,
dan mengevaluasi pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pelayanan informasi publik di
lingkungan Kejaksaan RI.
Fungsi
Dasar Hukum
Mekanisme Memperoleh Informasi, berdasarkan Pasal 22, 35, 36 UU KIP, dapat dilakukan
melalui 2 cara, yaitu:
Tertulis
Tidak Tertulis
1. Pemohon Informasi berhak untuk meminta seluruh informasi yang berada di Badan
Publik kecuali (a) informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon
informasi dapat : Menghambat proses penegakan hukum; Mengganggu kepentingan
perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha
tidak sehat; Membahayakan pertahanan dan keamanan Negara; Mengungkapkan
kekayaan alam Indonesia; Merugikan ketahanan ekonomi nasional; Merugikan
kepentingan hubungan luar negeri; Mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat
pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat seseorang; Mengungkap rahasia
pribadi; memorandum atau surat¬-surat antar Badan Publik atau intra Badan Publik,
yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan Komisi Informasi atau
pengadilan; informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan Undang¬Undang,
(b) Badan Publik juga dapat tidak memberikan informasi yang belum dikuasai atau
tidak didokumentasikan.
2. Biaya yang dikenakan bagi permintaan atas salinan informasi berdasarkan Peraturan
Pimpinan Badan Publik adalah (diisi sesuai dengan Peraturan Pimpinan Badan Publik)
3. Pemohon Informasi berhak untuk mendapatkan Pemberitahuan Tertulis atas diterima
atau tidaknya permohonan informasi dalam jangka 10 (sepuluh) hari kerja sejak
diterimanya permohonan informasi oleh Badan Publik. Badan Publik dapat
memperpanjang waktu untuk memberi jawaban tertulis 1 x 7 hari kerja.
4. Apabila Pemohon Informasi tidak puas dengan keputusan Badan Publik (misal
menolak permintaan anda atau memberikan hanya sebagian yang diminta), maka
pemohon informasi dapat mengajukan kebaratan kepada atasan PPID dalam jangka
waktu 30 (tiga puluh) hari kerja sejak permohonan informasi ditolak. Atasan PPID
wajib memberikan tanggapan tertulis atas keberatan yang diajukan Pemohon
Informasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak keberatan tertulis yang
diajukan oleh Pemohon Informasi diterima.
5. Apabila Pemohon Informasi tidak puas dengan keputusan Atasan PPID, maka
pemohon informasi dapat mengajukan keberatan kepada Komisi Informasi dalam
jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggapan dari atasan PPID diterima
oleh Pemohon Informasi Publik.
Catatan :
1. Pengajuan keberatan dilakukan dengan cara mengisi formulir yang disediakan oleh
petugas atau membuat surat tertulis.
2. Keberatan karena alasan no.1 penolakan atas permohonan Informasi Publik
dengan alasan pengecualian/ informasi rahasia ditujukan kepada Wakil Jaksa
Agung dengan melalui PPID/petugas informasi di Kejaksaan Agung.
Kepada
Yth. Wakil Jaksa Agung RI
d/a Kepala Pusat Penerangan Hukum selaku PPID Kejaksaan Agung RI
Jalan Sultan Hassanuddin No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp. +62 21 722 1269
3. Keberatan karena alasan lainnya ditujukan kepada Atasan PPID KEJAKSAAN
AGUNG dimana permohonan diajukan melalui petugas:
Kejaksaan Agung ditujukan kepada Wakil Jaksa Agung:
Yth. Wakil Jaksa Agung RI
d/a Kepala Pusat Penerangan Hukum selaku PPID Kejaksaan Agung RI
Jalan Sultan Hassanuddin No. 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
Telp. +62 21 722 1269
Pemohon
Pemohon atau Pengguna Informasi Publik yang mengajukan Permohonan kepada Komisi
Informasi ( Pasal 1 (7) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik)
Termohon
Termohon adalah Badan Publik yang diwakili oleh Pimpinan Badan Publik, ATASAN PPID,
atau Pejabat yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengambil Keputusan dalam PSI
di Komisi Informasi (Pasal 1 (8) Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang
Prosedur Penyelesaian Sengketa Informasi Publik)
1. Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa setiap informasi publik bersifat
terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna Informasi Publik.
2. Pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa setiap pemohon Informasi Publik
berhak mengajukan gugatan ke Pengadilan (Komisi Informasi Pusat atau Daerah)
apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau kegagalan
sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.
3. Pasal 4 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik menyatakan bahwa :
1. Setiap Orang berhak memperoleh Informasi Publik sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang ini.
2. Setiap Orang berhak:
Melihat dan mengetahui Informasi Publik;
Menghadiri pertemuan publik yang terbuka untuk umum untuk
memperoleh Informasi Publik.
Mendapatkan salinan Informasi Publik melalui permohonan sesuai
dengan Undang-Undang ini; dan/atau
Menyebarluaskan Informasi Publik sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3. Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan Informasi
Publik disertai Alasan permintaan tersebut.
4. Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan gugatan ke pengadilan
apabila dalam memperoleh Informasi Publik mendapat hambatan atau
kegagalan sesuai denganketentuan Undang-Undang ini.
Pengajuan Keberatan
Pertama keberatan disampaikan kepada atasan badan publik, kedua atasan badan pubik
harus merespon atas keberatan dan memberikan informasi yang diminta selama 30 hari
kerja. Ketig jika selama 30 hari kerja tidak ada respon dari atasan badan publik maka
pemohon informasi bisa menggugat badan publik ke Komisi Informasi daerah (KID) tingkat
Provinsi atau ke Komisi Informasi Pusat (KIP) jika ditigkat provinsi belum terbentuk.
Pasal 36 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang
Keterbukaan Informasi Publik menyatakan bahwa keberatan diajukan oleh Pemohon
Informasi Publik dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja setelah
ditemukannya alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1).
Pengajuan Sengketa
Pertama pemohon informasi mengajukan sengketa ke Komisi informasi setalah 30 hari kerja
ketika atasa badan publik tidak merespon, kedua batas waktu pengajuan sengketa informasi
14 hari kerja setelah batas waktu 30 hari kerja setelah atasan badan publik tidak merespon
atas keberatan, ketiga 14 hari kerja sejak diterimanya permohonan informasi sengketa
informasi, sengketa informasi harus melakuka proses penyelesaian sengketa informasi,
keempat jika pengajuan sengketa melewati batas waktu 14 hari kerja maka komisi informasi
tidak wajib menerima permohonan sengketa informasi oleh pemohon.
Pasal 13 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur
Penyelesaian Sengketa Informasi Publik menyatakan : Permohonan diajukan selambat-
lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak:
1. Tanggapan tertulis atas keberatan dari atasan PPID diterima oleh Pemohon; atau
2. Berakhirnya jangka waktu 30 (tiga puluh) hari kerja untuk atasan PPID dalam
memberikan tanggapan tertulis.
Penyelesaian Sengketa
Pasal 5 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik menyatakan bahwa :
Pemohontidakpuasterhadaptanggapanataskeberatan yang diberikanolehatasan PPID; atau
Pemohontidakmendapatkantanggapanataskeberatan yang telahdiajukankepadaatasan PPID
dalamjangkawaktu 30 (tigapuluh) harikerjasejakkeberatanditerimaolehatasan PPID Terhadap
perkara ini, Pemohon telah mendapatkan jawaban atas permohonan informasi yang diajukan
namun Termohon tidak memberikan jawaban/tanggapan yang lengkap, dari 5 informasi
yang diajukan hanya 2 yang dijawab tanpa penjelasan dan untuk 3 informasi tidak
ditanggapi.
Kewajiban Pemohon
Menyampaikan identitas dan tidak menyalahgunakan informasi yang diminta.
Mediasi
Pasal 41 Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2013 tentang Prosedur Penyelesaian
Sengketa Informasi Publik: Jangka waktu mediasi adalah 14 (empat belas) hari kerja sejak
pertemuan mediasi pertama. Apabila diperlukan, atas dasar kesepakatan para pihak mediasi
dapat diperpanjang 1 (satu) kali dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja