Anda di halaman 1dari 10

JUDICIAL REVIEW DI MAHKAMAH AGUNG DALAM

KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SERIKAT (RIS)


TAHUN 1949
M. Septian Hadiwinata1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Email: septian.hadiwinata20@mhs.uin.jkt.ac.id

ABSTRAK
Kewenangan judicial review sebenarnya dimiliki oleh lembaga pradilan untuk menguji
konstitusionalitas suatu undang-undang maupun peraturan pemerintah dan
kewenangan ini di indonesia dilakukan lembaga Mahkamah Kontitusi namun pada
masa Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 kewenangan judicial review dimiliki
lembaga Mahkamah Agung, penyebab kewenangan judicial review dimiliki lembaga
Mahkamah Agung yaitu, pada tahun 1945 Mohammad Yamin melontarkan
pemikirannya tentang pemikiran pengujian UU terhadap UUD atau pengujian aspek
konstitutionalitas UU melalui judicial review di indonesia dalam pembentukan UUD
1945 saat pembahasan rancangan UUD di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), namun pembahasan terkait judicial review tidak
ditindak lanjuti sampai pada periode Kontitusi Republik Indonesia Serikat 1949 yang
dimana kewenangan judicial review di miliki lembaga Mahkamah Agung dengan
Undang-Undang tertingginya adalah Undang-undang Federal. Fungsi Judicial Review
dalam Mahkamah Agung yakni Mahkamah Agung berwenang untuk menyatakan
dengan tegas bahwa suatu ketentuan dalam peraturan, dalam ketatanegaraan atau dalam
negara bagian tidak menurut konstitusi, dan dalam perkara perdata disertai dengan
pernyataan bahwa suatu ketentuan Undang-Undang Federal atau Undang-Undang
negara bagian bertentangan dengan konstitusi, jadi setiap ketentuan ataupun undang-

1 Mahasiswa prodi Hukum Pidana Islam Fakultas Syariah dan Hukum, NIM 11200454000031.
undang yang dibuat oleh negara bagian maupun ketentuan untuk republik indonesia
serikat akan diuji oleh mahkamah agung bertentangan atau tidaknya ketentuan itu
dengan Undang-Undang Federal dan Hasil dari proses judicial review memiliki
kekuatan hukum yang mengikat, artinya jika suatu undang-undang maupun peraturan
pemerintah negara bagian dinyatakan tidak sah oleh lembaga perdilan yaitu Mahkamah
Agung maka undang-undang maupun peraturan tersebut tidak berlaku.

KEYWORDS: RIS, MAHKAMAH AGUNG, JUDICIAL REVIEW

A. PENDAHULUAN
Dalam sistem ketatanegaraan yang diatur dalam konstitusi suatu negara dan
dalam format politik serta sistem pemisahan kekuasaan negara dan check and
balnces tidak terlepas dari adanya prinsip dan wewenang untuk menguji peraturan
perundang–undangan (juicial riview). Maka untuk menjalankan kewenangan
judicial review ini negara perlu membentuk suatu lembaga yang dapat menguji
perundang-undangan agar tidak bertengtangan dengan undang-undang yang lebih
tinggi. Di indonesia kewenangan judicial review dimiliki lembaga Mahkamah
Konstitusi tapi diperiode Kontitusi Republik Indonesia Serikat Mahkamah Agung
memiliki fungsi Judicial Review.
Mahkamah konstitusi maupun Mahkamah Agung merupakan lembaga yang
menjalankan sistem kekuasan kehakiman. Di Indonesia sejarah Kekuasaan
Kehakimman dapat dibagi menjadi 5 periode: 1. Periode UUD 1945-1949. 2.
Periode Konstitusi RIS 1949-1950. 3. Periode UUDS 1950-1959. 4. Periode UUD
1945 Setelah dektrit preside 1959-2002. 5. Periode amandemen UUD 1945 2002-
sekarang.2

2 Rachmani Puspitadewi, “Sekelumit Catatan Tentang Perkembangan Kekuasaan Kehakiman Di


Indonesia”, Jurnal Hukum Pro Justitia, Volume 24, No. 1, Maret, 2023, h.2-3
Republik Indonesia Serikat (RIS) terbentuk pada 27 Desember 1949 sebagai
hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) antara Republik Indonesia (RI),
Pertemuan untuk Permusyawaratan Federal / Bijeenkomst voor Federal Overleg
(BFO) dengan Kerajaan Belanda. Pada masa RIS terjadi perubahan bentuk negara
yaitu dari Negara Kesatuan (Unitaris) ke Negara Federal sesuai konstitusi baru
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS). RI kemudian
hanya menjadi salah satu dari 16 (enam belas) negara yang berfederasi ke dalam
RIS. Presiden Sukarno dipilih sebagai Presiden RIS sementara Mr. Assaat ditunjuk
sebagai Pejabat Presiden RI di Yogyakarta.
Pada Republik Indonesia Serikat (RIS) ini memilki 2 (dua) sumber legitimasi,
yakni Konstitusi RIS tahun 1949 dan Undang-Undang No. 1 tahun 1950 tentang
Mahkamah Agung yang dikeluarkan pada tanggal 5 maret dari keputusan menteri
kehakiman tentang lapangan pekerjaan dan susunan kementrian kehakiman
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Berdasarkan konstitusi Republik Imdonesia Serikat (RIS), Mahkamah Agung
sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman federal tertinggi.3 Dalam fungsinya
Mahkamah Agung masa Republik Indonesia Serikat (RIS) yang memiliki sumber
legitimasi Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) tahun 1949, fungsi
Mahkamah agung yang diatur langsung Konstitusi RIS dan tidak perlu pengaturan
lagi dalam Undang-Undang Federal, fungsi tersebut antara lain:
a. Fungsi Mengadili
b. Fungsi Judicial Review
c. Fungsi Pengawasan
Pengujian undang-undang terhadap UUD 1945 atau biasa dikenal dengan istilah
Judicial Review (pengujian yudisial atau hak uji materiil) merupakan kewenangan
Mahkamah Konstitusi berdasarkan pada ketentuan yang terdapat dalam Pasal 24 C

3Luhut Pangaribuan dan Paul S. Baut, (ed), Loekman Wiriadinata. Keindependenan Kekuasaan
Kehakiman. Jakarta: Yayasan LBH Indonesia. 1989.
UUD 1945. Pasal 24C ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, berbunyi: “Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara
yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus
pembubaran partai politik dan memutus perselisihan tentang hasil pemilihan
umum". Namun pada masa Republik Indonesia Serikat (RIS) kewenangan Judicial
Review dimiliki Mahkamah Agung yang kewenangan judicial review ini dimiliki
hanya selama 4 bulan atau dimulai dari terbentuknya RIS tanggal 27 Desember
1949 sampai dikeluarkannya keputusan kementerian kehakiaman pada tanggal 5
Maret 1950.
Kajian terkait judicial review telah dikaji oleh peneliti terdahulu, antara lain
Ratna Rumingsih yang menjelaskan kewenangan judicial review di Mahkamah
Agung hanya menyatakan tidak sah semua peraturan perundang-undangan tingkat
yang lebih rendah atas alasan bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih
tinggi, Machmud Aziz yang menerangkan pengujian peraturan perundang-
undangan dalam sistem peraturan perundang-undangan indonesia, M. Laica
Marzuki yang menjelaskan judicial review dimahkamah konstitusi
Berdasarkan uraian diatas, maka diajukan pokok permasalahan sebagai berikut:
Bagaimana kedudukan Mahkamah Agung pada masa RIS dan bagaimana fungsi
Judicial Review di Mahkamah Agung pada masa RIS yang sumber legitimasinya
Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS) 1949?
B. PEMBAHASAN

1. Kedudukan Mahkamah Agung


Kedudukan Mahkamah Agung pada masa Republik Indonesia Serikat menjadi
pelaksana kekuasaan kehakiman federal tertinggi dalam hal ini peranan terpenting
dari Mahkamah Agung sebagai pengadilan federal yang tertinggi adalah
menyelenggarakan berlakunya peradilan dengan seksama dan seyogyanya, baik
fungsi maupun peranan Mahkamah Agung dalam melaksanakan kekuasaan
kehakiman tetap bertumpu pada asas kekuasaan kehakiman yang merdeka seperti
yang ditegaskan dalam Pasal 145 Konstitusi RIS yang menyatakan : “Segala
campur tangan, bagaimanapun juga, oleh alat-alat perlengkapan yang bukan alat
perlengkapan kehakiman, terlarang, kecuali jika diizinkan oleh Undang-Undang”
Pada masa ini, konstitusi RIS berdasarkan pada konstitusi Republik Indonesia
Serikat. Salah satu kewenangan kekuasaan kehakiman dalam hal ini Mahkamah
Agung yang termuat di dalam konstitusi RIS Tahun 1950 pasal 67 yang
menyatakan: Perselisihan perselisihan antara daerah-daerah swapraja bersangkutan
peraturan-peraturan sebagaimana yang diamksud dalam pasal 65 dan tentang
menjalankannya, diputuskan oleh mahkamah agung indonesia baik pada tingkat
pertama dan jentang tertinggi juga ataupun pada tingkat apel. 4
Dalam Pasal tersebut kekuasaan kehakiman dalam hal ini kekuasaan
Mahkamah Agung sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman disamping
mahkamah konstitusi. Sudah dimulai diberikan tugas dan fungsi sebagai salah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman Negara akan tetapi dalam pelaksanaannya sulit
untuk ditelusuri apakah mahkamah agung sudah menjalankan fungsi dan tugas
tersebut, sebagai penguji peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang.
Kekuasaan kehakiman didalam Konstitusi RIS, diatur dalam Bab III, di dalam Pasal
113 dinyatakan, “maka adalah suatu Mahkamah Agung Indonesia yang susunan
dan kekuasaannya diatur dengan undang-undang federal.” Dapat dipahami bahwa
lembaga tertinggi pemegang kekuasaan kehakiman hanya diatur dengan undang-
undang federal yang sifatnya terkotak-kotak, sehingga tidak menggambarkan
kesatuan payung hukum dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia sehingga
tidak berlaku juga di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, padahal sudah
merupakan kepastian dan keharusan bahwa sistem peradilan dalam suatu negara

4Luhut Pangaribuan dan Paul S. Baut, (ed), Loekman Wiriadinata. Keindependenan Kekuasaan
Kehakiman. Jakarta: Yayasan LBH Indonesia 1989.
tidak hanya berlaku dalam wilayah tertentu saja akan tetapi berlaku bagi seluruh
wilayah Negara.
Pada masa konsitusi RIS ada hal yang menarik dimana Mahkamah Agung
menjadi pengadilan tingkat pertama dan terakhir. Pengadilan ini bersifat final, tidak
dimungkinkan ada upaya hukum kembali. Peradilan semacam ini terdapat pada
negara-negara yang menjalankan asas oportunitas. Konstitusi RIS juga
memberikan tugas dan wewenang kepada Mahkamah Agung sebagai pengawas
teringgi terhadap peradilan-peradilan yang berada dibawahnya, karena Mahkamah
Agung sebagai penguasa tertinggi kekuasaan kehakiman.
Konstitusi RIS juga mengatur tentang kekuasaan Pemerintah Negara yang
berhubungan langsung dengan kekuasaan kehakiman. Pasal 160 Ayat (1) berbunyi
Presiden mempunyai hak memberi ampun dan hukuman-hukuman yang dijatuhkan
oleh keputusan kehakiman. Hak itu dilakukannya sesudah meminta nasihat dari
Mahkamah Agung, sekedar dengan undang-undang federal tidak ditunjuk
pengadilan lain untuk memberi nasihat.

2. Fungsi Judicial Review di Mahkamah Agung


Kewenangan judicial review sebenarnya dimiliki oleh lembaga pradilan untuk
menguji konstitusionalitas suatu undang-undang maupun peraturan pemerintah dan
kewenangan ini di indonesia dilakukan lembaga Mahkamah Kontitusi namun pada
masa Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949 kewenangan judicial review
dimiliki lembaga Mahkamah Agung, penyebab kewenangan judicial review
dimiliki lembaga Mahkamah Agung yaitu, pada tahun 1945 Mohammad Yamin
melontarkan pemikirannya tentang pemikiran pengujian UU terhadap UUD atau
pengujian aspek konstitutionalitas UU melalui judicial review di indonesia dalam
pembentukan UUD 1945 saat pembahasan rancangan UUD di Badan Penyelidik
Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), namun pembahasan
terkait judicial review tidak ditindak lanjuti sampai pada periode Kontitusi
Republik Indonesia Serikat 1949 yang dimana kewenangan judicial review di
miliki lembaga Mahkamah Agung dengan Undang-Undang tertingginya adalah
Undang-undang Federal.5
Dimasa sekarang Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat
pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final gunanya antara lain untuk
menguji undang-undang terhadap UUD. Putusan final Mahkamah, sebagaimana
dimaksud Pasal 24C UUD NRI Tahun 1945 tidak membuka peluang bagi upaya
hukum banding, kasasi ataupun upaya hukum lainnya.
Pengujian undang-undang yang menjadi kewenangan Mahkamah Konstitusi
adalah menguji secara konstitusionalitas suatu undang-undang, menguji sejauh
mana undang-undang yang bersangkutan bersesuai atau bertentangan dengan
UUD. Sedangkan jika Mahkamah Konstitusi memandang suatu undang-undang
bertentangan dengan UUD maka undang-undang tersebut tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Dalam hal suatu pembentukan undang-undang tidak
memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD maka
undang-undang tersebut dinyatakan oleh Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat. Apabila suatu materi muatan ayat, pasal dan/atau
bagian undang-undang dinyatakan mahkamah bertentangan dengan UUD maka
materi muatan ayat, pasal dan/atau bagian undang-undang tersebut tidak lagi
mempunyai kekuatan hukum mengikat [Pasal 57 ayat (1) dan (2) Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003].
Berbeda halnya dengan hak uji undang-undang yang dimiliki Mahkamah
Konstitusi, Mahkamah Agung diberi kewenangan menguji peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang, sebagaimana dimaksud Pasal 24 A UUD NRI
Tahun 1945. Kewenangan pengujian peraturan perundang-undangan yang menjadi
kewenangan Mahkamah Agung merupakan bagian dari fungsi peradilan mahkamah

5Machmud Aziz, Pengujian Peraturan Perundang-Undangan dalam Sistem Peraturan Perundang-


Undangan Indonesia. Jurnal Kontitusi, VII, 5, oktober 2010. Hal. 139
dalam pemeriksaan tingkat kasasi namun pengujian peraturan perundang-undangan
sedemikian dapat pula dimohonkan langsung kepada Mahkamah Agung.
Undang-Undang Federal dibuat berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia
Serikat tahun 1949 yang mengatur terkait pembagian kekuasaan antara pemerintah
pusat dan pemerintah negara bagian. Dalam ketentuannya pasal 130 ayat (2)
Kontitusi RIS 1949 atau UU Federal menyatakan “Undang-undang federal tidak
dapat diganggu-gugat”. Maksudnya, undang-undang federal merupakan undang-
undang tertinggi dalam federasi republik indonesia serikat.
Fungsi Judicial Review dalam Mahkamah Agung yakni Mahkamah Agung
berwenang untuk menyatakan dengan tegas bahwa suatu ketentuan dalam
peraturan, dalam ketatanegaraan atau dalam negara bagian tidak menurut
konstitusi, dan dalam perkara perdata disertai dengan pernyataan bahwa suatu
ketentuan Undang-Undang Federal atau Undang-Undang negara bagian
bertentangan dengan konstitusi, jadi setiap ketentuan ataupun undang-undang yang
dibuat oleh negara bagian maupun ketentuan untuk republik indonesia serikat akan
diuji oleh mahkamah agung bertentangan atau tidaknya ketentuan itu dengan
Undang-Undang Federal.
Hasil dari proses judicial review memiliki kekuatan hukum yang mengikat,
artinya jika suatu undang-undang maupun peraturan pemerintah negara bagian
dinyatakan tidak sah oleh lembaga perdilan yaitu Mahkamah Agung maka undang-
undang maupun peraturan tersebut tidak berlaku. Namun penting untuk kita ketahui
bahwa kewenangan judicial review hanya dapat dilakukan pada undang-undang
maupun peraturan pemerintah negara bagian yang atas alasan bertentangan dengan
Undang-Undang Federal terkait Kontitusionalitas

C. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Pada masa ini, konstitusi RIS berdasarkan pada konstitusi Republik Indonesia
Serikat. Salah satu kewenangan kekuasaan kehakiman dalam hal ini Mahkamah
Agung yang termuat di dalam konstitusi RIS Tahun 1950 pasal 67 yang
menyatakan: Perselisihan membedakan antara daerah-daerah swapraja terkait
peraturan-peraturan sebagaimana yang diamksud dalam pasal 65 dan tentang
menjalankannya, keputusan oleh mahkamah agung indonesia baik pada tingkat
pertama dan jentang tertinggi juga ataupun pada tingkat apel. Dalam Pasal tersebut
kekuasaan kehakiman dalam hal ini kekuasaan Mahkamah Agung sebagai salah
satu pelaksana kekuasaan kehakiman sudah mulai diberikan tugas dan fungsi
sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman negara salah satu tugas dan
fungsi tersebut adalah judicial review, sebagai penguji peraturan perundang-
undangan dibawah undang-undang. Pada masa konsitusi RIS ada hal yang menarik
dimana Mahkamah Agung menjadi pengadilan tingkat pertama dan terakhir.
Konstitusi RIS juga mengatur tentang kekuasaan Pemerintah Negara yang
berhubungan langsung dengan kekuasaan kehakiman. pembahasan terkait judicial
review yang lahir dari gagasan Moh. Yamin tidak ditindak lanjuti sampai pada
periode Kontitusi Republik Indonesia Serikat 1949 yang dimana kewenangan
judicial review dimiliki lembaga Mahkamah Agung dengan Undang-Undang
tertingginya adalah Undang-undang Federal. Undang-Undang Federal dibuat
berdasarkan Konstitusi Republik Indonesia Serikat tahun 1949 yang mengatur
terkait pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan pemerintah negara
bagian. Hasil dari proses judicial review memiliki kekuatan hukum yang mengikat,
artinya jika suatu undang-undang maupun peraturan pemerintah negara bagian
dinyatakan tidak sah oleh lembaga perdilan yaitu Mahkamah Agung maka undang-
undang maupun peraturan tersebut tidak berlaku.

2. SARAN
Adanya fungsi judicial review dalam lembaga mahkamah agung pada masa
konstitusi republik indonesia serikat tahun 1949 merupakan bukti kemajuan hukum
di indonesia dan yang perlu di ingat bahwa pembahasan terkait kewenangan
judicial review telah ada pada masa awal kemerdekaan yang digagas oleh Moh.
Yamin dalam Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) saat pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar 1945.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:
Rimdan. (2012). Kekuasaan Kehakiman Pasca Amandemen Konstitusi. Jakarta: Kencana.

Wiriadinata, L. (1989). KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN. (L. M. Pangaribuan, & P. S.


Baut, Penyunt.) Jakarta: Yayasan lembaga bantuan hukum indonesia.

Jurnal:
Aziz, M. (2010). Pengujian Peraturan Perundang-Undangan dalam Sistem Peraturan
Perundang-Undangan Indonesia. Jurnal Konstitusi.

Prof. Dr. H. M. Laica Marzuki, S. M. (2004). Judicial Review Mahkamah Konstitusi. Legalisasi
Indonesia.

Peraturan Perundang-undangan:
Undang-Undang RIS 1950

Anda mungkin juga menyukai